MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Rabu, 24 September 2025

KAJIAN TENTANG TUJUAN MIGRASI BANI BA'ALAWI DI INDONESIA







Banyak Habib Ba'alawi yang mengatakan bahwa semua leluhur Habaib (Baalawi) Indonesia itu datang ke Indonesia untuk berdakwah, bahkan Habib Taufiq Assegaf lebih tegas lagi berkata: "Datuk kami datang ke negeri ini untuk mencetak Kiai..".

Saya akui bahwa sebagian Habib (Ba'alawi) datang ke Indonesia memang untuk berdakwah, walaupun perlu dikaji lagi siapa sasaran dakwah mereka pada awalnya. Namun kalau dikatakan bahwa semua leluhur Ba'alawi Indonesia datang ke negeri ini untuk berdakwah, maka ini jelas bertentangan dengan fakta sejarah.

Catatan sejarah ini diabadikan oleh Al-Habib Ali bin Muhsin As-Segaf dalam kitab karyanya Istizadah min Akhbar As-Sadah,

أمّا عوامل الهجرة فأهمها: ضيق معيشة حضرَموْت، وتكاثر العلويين بها، وقد بلغ من كثافة هذه الهجرة، أن زادت أعداد المهاجرين من العلويين باليمن أضعاف أعداد العلويين الباقين بحضرموت، وتفوق العلويون في مهاجرهم بكفاءتهم، فاستعدادهم منهم واحتلوا المراكز والرُّتب العالية، وتولَّوا السلطنة في بعض المناطِق كمثل السادة آل العيدروس بسورت بالهندى ومثل السادة ال القدري بجاوا وسادة ال الشيخ أبي بكر بن سالم بجزائر القمر وال بفقيه بالفلبين، ولهذا السلطانت تريخ منشور, وانتشر الاسلام على ايديهم فى اندونيسيا والملايو والفلبين  كما هجرت جماعات الى الحجاز ومصر والشام وسودان الا انهم فى الاقطار الثلاثة الاخرة قليلون. 

Adapun faktor-faktor migrasi yang paling penting karena sempitnya (mencari) penghidupan di Hadramaut dan meningkatnya populasi jumlah Alawiyin disana. Dari intensitas migrasi ini, jumlah migran Alawiyin dari Yaman meningkat beberapa kali lipat dibandingkan dengan jumlah Alawiyin yang tersisa di Hadramaut. Alawiyin unggul di tempat migrasi mereka dengan kemampuan mereka, sehingga mereka menduduki posisi dan jabatan tinggi, serta memimpin kerajaan di beberapa daerah, seperti keluarga Al-Aidrus di Surat, India, keluarga Al-Qadri di Jawa, dan keluarga Sheikh Abu Bakar bin Salim di Kepulauan Comoros dan Al-Faqih di Filipina. Oleh karena itu, kerajaan ini memiliki sejarah yang tersohor, dan Islam menyebar melalui tangan mereka di Indonesia, Melayu, dan Filipina. Selain itu, kelompok-kelompok juga bermigrasi ke Hijaz, Mesir, Syam, dan Sudan, meskipun mereka di tiga negara terakhir tersebut jumlahnya sedikit. (Istizadah min Akhbar As-Sadah juz 1 hal.75)

Pada abad 19 dan 20, Nusantara, khususnya Jawa, adalah tempat yang sangat menggiurkan dan menjanjikan bagi orang-orang kaum imigran khususnya untuk bekerja mencari nafkah, sampai-sampai ada syair terkenal di masa itu yang ditulis oleh Habib Muhsin bin Alwi As-Segaf, syair itu berbunyi,

من ترعرع و شب قالوا له اعزم لجاوه

هات دنيا نعرس لك ونلقي حراوه

“Barangsiapa yang telah tumbuh dewasa maka katakan padanya: Pergilah ke Jawa, bawakan kami dunia, kujadikan kau pengantin dan kamipun akan mendapat kehidupan yang baik.”

Setelah keluarga Ba’alwi bersama imigran Yaman lainnya berbondong-bondong datang ke Indonesia dan negeri lainnya maka sesepuh Habaib di Yaman melarang keluarga Ba'alawi untuk meninggalkan Hadramaut, karena rata-rata yang datang ke Indonesia kemudian menikah dan tidak kembali ke Hadramaut, habaib sepuh menasehati mereka agar bertahan di negeri leluhur walaupun hidup miskin. Termasuk yang paling banyak menasehati mereka adalah Habib Muhsin bin Alwi Assegaf (1.177-1.257 H.), hal tersebut bisa dilihat dalam kitab Istizadah min Akhbar As-Sadah karya Al-Habib Ali bin Muhsin As-Segaf juz 1 hal.172

ويُنهى كبار العلويين عن الهجرة والغربة لطلب الدنيا، ويتنصّحون بالصبر على معيشة حضرموت، ومن أكثر من الوعظ في هذا المجال الحبيب أحمد بن عمر بن سميط (ت 1257هـ)، والأهم الحبيب حسن بن علوي السقّاف الذي نراه ينصح أهل سيئون بعذوبة الأبيات:  

يا أهل سيئون ما هذا السّفه والنّبـــاوة  

يا عجباً يا عجباً ماذا الجفـا والقســاوة  

من ترعرع وشبّ نالوا له أعـظم جلاه  

هات دنياً تمرس لك وننتهي حــراه  

فاللسان ولا جاهٌ ولا جــاهٌ وننعم السّنــاه  

فالقناعة غنى فيها المشا والخلاهـة  

من فتح حلّ عند أهله ولا سار رجـاه  

صافي العيش ما له من فصول أو خشــاه  

يا أهل ذا الوقت ما هذا العمى  

همّكم راح في دنيا عليها عداوة  

راحة خاسرة قصرت عليها طـلاوة  

Para pembesar Alawiyyin sering melarang hijrah dan bepergian keluar negeri hanya demi mencari dunia. Mereka menasihati agar bersabar dengan kehidupan sederhana di Hadramaut. Di antara yang banyak memberi nasihat dalam bidang ini adalah al-Habib Ahmad bin Umar bin Sumayt (w. 1257 H). Paling utama adalah Al-Habib Hasan bin ‘Alawi As-Segaf yang menasihati penduduk Seiyun dengan bait-bait syair indah berikut:  

“Wahai penduduk Seiyun, apa arti sikap lalai dan keterputusan ini?  

Sungguh aneh, begitu aneh, apa artinya keberpalingan dan kekerasan hati ini?”  

Barang siapa tumbuh dan besar, ia memperoleh kemuliaan yang agung.  

Janganlah kau kejar dunia, karena ia melatihmu lalu akhirnya hilang lenyap. 

Kedudukan bukanlah kemuliaan, dan harta tidak pula kebahagiaan;  

Kekayaan sejati adalah qana‘ah (merasa cukup), di dalamnya ada kemuliaan dan kelapangan.

Siapa yang membuka rumahnya bersama keluarganya tanpa berjalan mencari dunia,  

akan mendapat kehidupan yang tenang, tanpa kegelisahan atau ketakutan.  

Wahai manusia di masa ini, mengapa kalian buta?  

Kalian sibuk mengejar dunia yang penuh permusuhan.

Kesenangan dunia hanyalah fana, Ia meninggalkan kerugian, susah payah, dan lenyap manisnya.” (Istizadah min Akhbar As-Sadah juz 1 hal.172)

Namun himbauan sesepuh Habaib itu tidak digubris oleh para Ba’alwi yang telah bersemangat untuk bekerja di Jawa. Al-Habib Muhammad bin Ahmad Asy-Syathiri merasa heran karena banyak Ba’alwi yang sama sekali tidak mau mendengar nasehat Habaib. Habib Ahmad bin Umar bin Sumaith juga heran karena tokoh-tokoh Ba’alwi tidak serius menghalangi kepergian para Ba’alawi yang membanjir untuk bekerja ke Jawa. Merekapun tetap pergi ke Indonesia sehingga lebih dari setengah keluarga Ba’alwi meninggalkan kampung halamannya. Jadi, jumlah Ba’alwi yang hijrah ke Indonesia itu lebih banyak dari jumlah Baalawi yang bertahan di Hadhramaut.

ويستغرب الأستاذ الشاطري: أنَّ العلويين مع تفهّمهم لظاهرة الهجرة الخضراء بوجه عام، وتخصيصهم لقومهم بالنصيب في حضرموت والقناعة يعيشها؛ كما ترى في كلام الحبيب أحمد بن عمر بن سميط، والشيخ سالم بن علي الجفري: الا اننا لا نجد أحداً من مفكريهم أو عقلائهم يعمل جديا رؤية لاقاف سيل الهجرة التي أفرغت حضرموت، من رجائها، وأضرت بعادتها, غير أن الزمان وقف لهذا الهجرت بالمرصاد, فظهرات اتجاهها فى السنين الاخرة ال. البلاد المجاورة الشقيقة, مثل : المملكة العربية السعودية, ودول الخليج التي فتحت ابوابها مرحبة بأخواتهم الحضارمة.

Profesor Al-Syatari merasa heran bahwa meskipun kaum Alawiyyin memahami fenomena hijrah hijau secara umum dan memberikan perhatian khusus kepada kaum mereka di Hadramaut dengan tetap qanaah menjalani kehidupan (kepuasan yang mereka rasakan), seperti yang terlihat dalam perkataan Habib Ahmad bin Umar bin Sumait dan Syaikh Salim bin Ali Al-Jufri, namun kita tidak menemukan salah satu pemikir atau intelektual mereka yang serius mengupayakan solusi untuk menghentikan arus hijrah yang telah mengosongkan Hadramaut dari harapan dan merusak adat istiadatnya.

Namun, waktu tampaknya telah memberikan jawaban atas hijrah ini, karena dalam beberapa tahun terakhir muncul arah baru bagi mereka di negara-negara tetangga yang bersaudara, seperti Kerajaan Arab Saudi dan negara-negara Teluk yang membuka pintu menyambut saudara-saudara mereka dari Hadramaut." (Al-Istizadah min Akhbar As-Sadah juz 1 hal.76).

Masih dari kitab yang sama Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf menyebutkan bahwa Habib Abdullah Al-Haddad pernah berbicara tentang harta Ba’alwi yang diperoleh di Jawa, bahwa harta mereka itu cepat habis (tidak berkah), mungkin karena mereka mendapatkannya dengan kerakusan, atau karena tidak wara’ dan mungkin juga karena tidak pernah di zakati.

وحينئذ إن الشيء بالشيء يُذكر، فقد ذكر الحبيب أحمد بن عبد الرحمن السقاف أن الحبيب عبد الله الحداد تكلّم عن أموال جاوة وأنها سريعة الفَوات، إما لطَمعهم، وإما لأنهم لا يتحرّون الورع فيها، وإما لعدم زكاتهم لها. 

"Pada saat itu, jika suatu hal dihubungkan dengan hal lainnya, maka Al-Habib Ahmad bin Abdul Rahman As-Saqaf menyebutkan bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad berbicara tentang harta di dapat dari tanah jawa cepat hilang, baik karena ketamakan mereka, atau karena mereka tidak berhati-hati dalam hal ini, atau karena mereka tidak mengeluarkan zakat atasnya." (Al-Istizadah min Akhbar As-Sadah juz 1 hal.571). Wallahu a'lam  

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar