MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
Tampilkan postingan dengan label MENGENAL HABAIB. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MENGENAL HABAIB. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Desember 2021

KAJIAN TENTANG HUKUM MENGAKU KETURUNAN NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah berada di pertengahan dalam mencintai ahli bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

أُذَكِّرُكم اللهَ في أهلِ بيتي، ثلاثًا 

“Dan terhadap ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku”. Beliau mengulang ucapannya sampai tiga kali” [HR. Muslim : 24028]

Seseorang yang mengaku habib sudah tidak asing lagi. Bahkan orang yang mengaku nabi dan malaikat pun banyak. Namun orang yang mengaku iblis belum ditemukan.

Banyak oknum yang mengaku sebagai habib hanya untuk kepentingan pribadinya, apakah karena ingin dihormati ataupun karena motif lain.

Keutamaan nasab adalah karunia Allah ‘Azza wa Jalla bagi siapa saja yang Allah kehendaki, dan hal itu diluar batas kemampuan makhluk untuk mengusahakannya, dari itu kita dilarang membangga-banggakan nasab atau kasta, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثلاثة من الجاهلية: الفخر بالأحساب والطعن في الأنساب والنياحة

“Ada tiga termasuk perkara Jahiliyyah; Bangga dengan kasta, mencela nasab, dan Niyahah (meratapi mayit).” (HR: Al-Thabrani, dan disebutkan Assuyuthi dalam Al-Jami’ush-Shaghir).

Dan karena nasab yang mulia bukanlah penentu dan jaminan seorang akan pasti selamat masuk surga dan mulia di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ومن بطأ به عمله لم يسرع به نسبه

“Siapa saja yang amalannya lambat maka nasabnya tidak akan mempercepat.” (HR: Muslim)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

معناه من كان عمله ناقصا لم يلحقه بمرتبة أصحاب الأعمال فينبغى أن لايتكل على شرف النسب وفضيلة الآباء ويقصر فى العمل

“Maknanya, siapa saja yang amalnya kurang maka ia tidak akan dapat menyusul level orang-orang yang beramal, maka semestinya ia tidak boleh bersandar di atas kemuliaan nasab dan keutamaan bapak-bapaknya sedangkan ia teledor dalam beramal.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 17/22-23)

Dan pada saat setelah perintah turun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan peringatan kepada kerabatnya, Beliau bersabda,

يا فاطمة أنقذي نفسك من النار فإني لا أملك لكم من الله شيئا غير أن لكم رحما سأبلها ببلالها

“Wahai Fathimah selamatkan dirimu dari neraka, sesungguhnya aku tidak memiliki apa pun untuk kalian selain dari hubungan rahim yang akan terus aku sambung.” (HR: Muslim)

Inilah ketetapan mendasar dan akidah yang benar dalam syariat Islam dalam menyikapi penomena kesumringahan dan syubuhat sebagian oknum yang merasa paling terjamin dan berhak dengan Agama ini sehingga seolah kebenaran sudah pasti mutlak dan terjamin berada di sisi mereka, karena merasa label nasab yang mereka sandang sebagai keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

*Bahaya Mengaku Keturunan Nabi Tanpa Bukti*

Dan terlebih jika kejelasan nasabnya tidak valid sebagai keturunan nabi alias hanya mengaku-ngaku saja, maka tentu hal ini semakin menambah berat keadaan, sedangkan mengaku-ngaku diri sebagai keturunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa ada bukti jelas dan kuat, adalah kesalahan yang berat, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

عَنْ سَعْدِ بن أَبي وقَّاصٍ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قالَ: مَن ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أنَّهُ غَيْرُ أبِيهِ فَالجَنَّةُ عَلَيهِ حَرامٌ”. متفقٌ عليهِ.

Dari Sa’d bin Abi Waqqash radliyallahu ‘anhu sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Siapa saja yang mengaku kepada selain Bapaknya dan ia mengetahui bahwa orang itu bukanlah Bapaknya, maka surga haram atasnya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Hadits ini menunjukkan bahasan yang tengah kita bahas, yakni siapa saja yang mengaku dirinya keturunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka berarti ia telah mengakui jika Bapaknya atau kakek tertinggi dan terjauhnya adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun jika pengakuan itu tidak terbukti, dan ia memang mengetahui kalau Bapak teratasnya bukanlah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia terancam oleh ancaman yang ada di hadits ini.

Imam Assakhawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

عن مالك بن أنس رحمه الله قال ؛ من انتسب الى بيت النبي صلى الله عليه وسلم – يعني بالباطل – يضرب ضربا وجيعا ويشهر ويحبس طويلا حتى تظهر توبته لأنه إستخفاف بحق الرسول صلى الله عليه وسلم

“Dari Malik bin Anas rahimahullah berkata, “Siapa saja yang menisbatkan diri kepada keluarga Nabi ﷺ (yaitu dengan cara batil) dipukul dengan pukulan yang menyakitkan dan dimasyhurkan dan ditahan dalam waktu yang lama sampai pertaubatannya nampak, karena hal itu adalah peremehan terhadap hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Beliau juga berkata,

رحم الله مالكا كيف لو أدرك من يتسارع الى ثبوت ما يغلب على الظن التوقف في صحته من ذلك بدون تثبت غير ملاحظ ما يترتب عليه من الأحكام غافلا عن هذا الوعيد الذي كان معينا على الو قوع فيه . إما بثبوته ولو بالإعذار فيه طمعا في الشيئ التافة الحقير ، قائلا ؛ الناس مؤتمنون على أنسابهم وهذا لعمري توسع غير مرضي ومن هنا توقف كثير ممن أدركناه من قضاة العدل عن التعرض لذلك ثبوتا ونفيا للرهبة مما قدمته

“Semoga Allah merahmati Imam Malik, bagaimana gerangan jika beliau mendapatkan orang-orang yang tergesa-gesa menetapkan dengan tanpa validitas sesuatu yang dominan dalam sangkaan sebagai hal yang masih menggantung  (tawaqquf) kebenarannya, tanpa memperhatikan akibat hukum yang akan terjadi atasnya, dalam keadaan lalai dari ancaman ini, yang di mana hal ini dapat menjadi pendorong terjatuh ke dalamnya.

Yaitu entah dengan menetapkannya walau pun disertai pemberian keringanan di dalam menetapkannya karena keinginan yang keras terhadap sesuatu yang remeh dan hina, seraya berkata, “orang menjadi aman di atas nasab-nasab mereka”, dan hal ini sungguh-sungguh merupakan sikap pelonggaran yang tak diridlai, dan dari sinilah kemudian banyak dari kalangan Qadhi (hakim) yang adil yang telah kami jumpai mengambil sikap abstain  (tawaqquf) dari menangani hal itu baik sebagai orang yang akan menetapkan atau meniadakan karena takut dengan apa-apa yang telah kami utarakan sebelumnya.” (Istijlabu Irtiqa’il Ghuraf 630-631). Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Jumat, 08 Mei 2020

MENGENAL BIOGRAFI KH. M. ARWANI AMIN (KUDUS)


Guru Besar al-Qur`an

Kitab Karya Beliau Yang Terkenal :
فيض البركات في سبع القراءات
(Faidl al-Barakat fi as-Sabi’a Qira’at)

Kudus juga dikenal sebagai Kota Religius atau Kota Santri di samping terkenal dengan sebutan Kota Kretek, Sebutan Kota Religius atau Kota Santri ditandai dengan banyaknya santri yang menuntut ilmu di berbagai pesantren di kota ini, baik dari masyarakat Kudus maupun dari sekitarnya. Kecuali itu di kota ini terdapat banyak Kyai dan 'Ulama yang terkenal dan kompetens di bidangnya. Di antara mereka yang menjadi tauladan bagi masyarakat adalah mBah K.H. Muhammad Arwani Amin.

Beliau berasal dari pasangan keluarga shaleh yang sangat mencintai al-Qur’an di sekitar lebih 100 meter di sebelah selatan Masjid Menara (al-Aqsha) Kudus, tepatnya di Desa Madureksan, Kerjasan. Pasangan keluarga ini adalah KH. Amin Sa’id dan Hj. Wanifah. KH. Amin Sa’id ini sangat dikenal di Kudus kulon terutama di kalangan santri, karena beliau memiliki sebuah toko kitab yang cukup dikenal, yaitu toko kitab al-Amin. Dari hasil berdagang inilah, kehidupan keluarga mereka tercukupi.

Yang menarik adalah, meski keduanya (H. Amin Sa’id dan istrinya) tidak hafal al-Qur’an, namun mereka sangat gemar membaca al-Qur’an. Kegemarannya membaca al-Qur’an ini, hingga dalam seminggu mereka bisa khatam satu kali. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh orang kebanyakan, bahkan oleh orang yang hafal al-Qur’an sekalipun.

Kelahiran Mbah K.H. M. Arwani Amin

K.H. M. Arawani Amin dilahirkan pada hari Selasa Kliwon pukul 11.00 siang tangga l5 Rajab 1323 H bertepatan dengan 5 September 1905 M di kampung Kerjasan Kudus, Jawa Tengah. Ayah beliau bernama H. Amin Said dan ibunya bernama Hj.Wanifah.

Nama asli beliau adalah Arwan, akan tetapi setelah beliau menunaikan ibadah haji yang pertama namanya diganti dengan Arwani. kemudian ditambah nama depan "Muhammad". Hingga wafat beliau dikenal dengan nama lengkap K.H. Muhammad Arawani Amin dan panggilan akrabnya adalah mBah Arwani Kudus.

Mbah Arwani adalah anak kedua dari 12 bersaudara, yaitu
1. Muzainah
2. K.H. M. Arwani
3. Farkhan
4. Sholikhah
5. H. Abdul Muqsith
6. Khafidz
7. Ahmad Da’in
8. Ahmad Malikh
9. I’anah
10. Ni’mah
11. Muflikhak dan
12. Ulya

Di antara ada tiga nama yang paling menonjol, yaitu Mbah Arwani, Farkhan, dan Ahmad Da’in, ketiga-tiganya hafal al-Qur’an. Dan dari sekian saudara mBah K.H. M. Arwani Amin yang dikenal sama-sama menekuni al-Qur’an adalah Farkhan dan Ahmad Da’in.

Ahmad Da’in, adiknya mBah Arwani ini bahkan terkenal jenius, karena beliau sudah hafal al-Qur’an terlebih dahulu daripada Mbah Arwan yakni pada umur 9 tahun. Ia bahkan hafal Hadits Bukhori Muslim dan menguasai Bahasa Arab dan Inggris. Kecerdasan dan kejeniusan Da’in inilah yang menggugah Mbah Arwani dan adiknya Farkhan, terpacu lebih tekun belajar.

Arwan kecil hidup di lingkungan yang sangat taat beragama (religius). Kakek dari ayahnya adalah salah satu ulama besar di Kudus, yaitu KH. Imam Haramain. Sementara garis nasabnya dari ibu, sampai pada Pahlawan Nasional yang juga ulama besar Pangeran Dipenegoro yang bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.
Kehidupan Keluarga KH. M. Arwani Amin

Ayahanda Mbah Arwani yaitu H. Amin Said adalah seorang kiyai yang cukup disegani dan dihormati oleh masyarakat disekitar beliau tinggal. Meskipun ayah dan bunda beliau tidak hafal al-Qur’an, namun tempat tinggal beliau dikenal sebagai rumah al-Qur’an, karena setiap pekan mereka selalu mengkhatamkan al-Qur’an.

Istri beliau bernama Ibu Nyai Hj. Naqiyul Khud. Beliau menikah pada tahun 1935 M dimana pada saat itu status beliau adalah seorang santri dari pondok pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. Ibu Naqi adalah putri dari H. Abdul Hamid, seorang pedagang kitab. Tokonya sekarang masih ada,bahkan semakin berkembang. Beliau memiliki empat orang anak, yaitu Ummi dan Zukhali Uliya (meninggal saat masih bayi) serta K.H. M. A. Ulin Nuha Arwani dan K.H. M. A. Ulil Albab Arwani yang kini tinggal di Pesantren Yanbu' al-Qur`an di sekitar timur Perempatan Sucen Kudus.
Masa Menuntut Ilmu KH. M. Arwani Amin Said

K.H. M. Arwani Amin dan adik-adiknya sejak kecil hanya mengenyam pendidikan di madrasah dan pondok pesantren. Arwani kecil memulai pendidikannya di Madrasah Mu’awanatul Muslimin, Kenepan, sebelah utara Menara Kudus. Beliau masuk di madrasah ini sewaktu berumur 7 tahun. Madrasah ini merupakan madrasah tertua yang ada di Kudus yang didirikan oleh Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912. Salah satu pimpinan madrasah ini di awal-awal didirikannya adalah K.H. Abdullah Sajad.

Setelah sudah semakin beranjak dewasa, akhirnya memutuskan untuk meneruskan ilmu agama Islam ke berbagai pesantren di tanah Jawa, seperti Solo, Jombang, Jogjakarta dan sebagainya. Dari perjalanannya berkelana dari satu pesantren ke pesantren itu, talah mempertemukannya dengan banyak kiai yang akhirnya menjadi gurunya (masyayikh).

Adapun sebagian guru yang mendidik K.H. M. Arwani Amin diantaranya adalah K.H. Abdullah Sajad (Kudus), K.H. Imam Haramain (Kudus), K.H. Ridhwan Asnawi (Kudus), K.H. Hasyim Asy’ari (Jombang), K.H. Muhammad Manshur (Solo), K.H. M. Munawir (Yogyakarta) dan lain-lain.

Kepribadian Mbah K.H. M. Arwani Ami

Selama berkelana mencari ilmu baik di Kudus maupun di berbagai pondok pesantren yang disinggahinya, K.H. M. Arwani Amin dikenal sebagai pribadi yang santun dan cerdas karena kecerdasannya dan sopan santunnya yang halus itulah, maka banyak kiainya yang terpikat. Karena itulah pada saat mondok K.H. M. Arwani Amin sering dimintai oleh kiainya membantu mengajar santri-santri lain. Lalu memunculkan rasa sayang di hati para kiainya.

Beliau hidup di lingkungan masyarakat santri yang sangat ketat dalam menghayati dan mengamalkan agama. Oleh karena itu wajar saja jika beliau tumbuh menjadi seorang yang memiliki perangai halus, sangat berbakti kepada kedua orang tua, mempunyai solidaritas yang tinggi, rasa setia kawan dan suka mengalah tapi tegas dalam memegang prinsip.

Beliau dikaruniai kecerdasan dan minat yang kuat dalam menuntut ilmu. Pada masa remajanya dihabiskan untuk menuntut ilmu mengembara dari pesantren ke pesantren. Tidak kurang dari 39 tahun hidup beliau dihabiskan untuk menuntut ilmu dari kota ke kota yang dimulai dari kotanya sendiri yaitu Kudus. Kemudian dilanjutkan ke Pesantren Jamsaren Solo, Pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta dan diakhiri di Pesantren Popongan Solo.

Sekitar tahun 1935, K.H. Arwani Amin pun melaksanakan pernikahan dengan salah satu seorang putri Kudus, yang kebetulan cucu dari guru atau kiainya sendiri yaitu K.H. Abdullah Sajad. Perempuan sholehah yang disunting oleh beliu adalah ibu Naqiyul Khud.

Dari pernikahannya dengan ibu Naqiyul Khud ini, K.H. M. Arwani Amin diberi dua putrid dan dua putra. Putri pertama dan kedua beliau adalah Ummi dan Zukhali (Ulya), namun kedua putri beliau ini menginggal dunia sewaktu masih bayi. Yang tinggal sampai kini adalah kedua putra beliau yang kelak meneruskan perjuangan K.H. M. Arwani Amin dalam mengelola pondok pesantren yang didirikannya. Kedua putra beliau adalah K.H. Ulin Nuha (Gus Ulin) dan K.H. Ulil Albab Arwani (Gus Bab). Kelak, dalam menahkodai pesantren itu, mereka dibantu oleh KH. Muhammad Manshur. Salah satu khadam K.H. M. Arwani Amin yang kemudian dijadikan sebagai anak angkatnya.

Perjuangan K.H. M. Arwani Amin

Beliau mengajarkan al-Qur’an pertama kali sekitar tahun 1942 di Masjid Kenepan Kudus, yaitu setamat beliau nyantri dari pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. Pada periode ini santri-santri beliau kebanyakan berasal dari luar kota Kudus. Seiring berjalannya waktu sedikit demi sedikit santri beliau semakin bertambah banyak dan bukan hanya dari Kudus dan sekitarnya, tapi ada yang berasal dari luar propinsi bahkan dari luar pulau Jawa. Kemudian beliau membangun sebuah pondok pesantren yang diberi nama Yanbu’ul Qur’an yang berarti Sumber al-Quran. Pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1393 H/1979 M. K.H. M. Arwani Amin meninggalkan sebuah karya besar berupa kitab yang diberi nama Faidl al-Barakat fi as-Sabi’a Qira’at (فيض البركات في سبع القراءات).

Semasa hidupnya beliau juga mengajarkan Thariqat Naqsabandiyah Kholidiah yang pusat kegiatannya bertempat di mesjid Kwanaran. Beliau memilih tempat ini karena suasana di sekeliling cukup sepi dan sejuk. Disamping itu tempatnya dekat perumahan dan sungai Gelis yang airnya jernih untuk membantu penyediaan air untuk para peserta kholwat. KH. M. Arwani amin juga pernah menjadi pimpinan Jam’iyah Ahli ath-Thariqat al-Mu’tabarah yang didirikan oleh para kyai pada tanggal 10 Oktobrr 1957 M. Dan dalam Mu’tamar NU 1979 di Semarang nama tersebut diubah menjadi Jam’iyyah Ahl ath-Thariqat al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN).

Kelebihan K.H. M. Arwani Amin

K.H. M. Arwani Amin dikenal sebagai seorang ulama yang sangat tekun dalam beribadah. Dalam melaksanakan sholat wajib beliau selalu tepat waktu dan senantiasa berjamaah meskipun dalam keadaan sakit. Kebiasaan tersebut sudah beliau jalani sejak berada di pesantren.

Sewaktu masih belajar Qiraat Sab’ah pada K.H. Munawir di Krapyak yang pelajarannya dimulai pada pukul 02.00 dinihari sampai menjelang Shubuh beliau sudah siap pada pukul 12.00 malam. Dan sambil menunggu waktu pelajaran dimulai beliau manfaatkan untuk melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Kebiasaan tersebut tetap berlanjut setelah beliau kembali dan bermukim di Kudus.

Biasanya beliau mulai tidur pukul 20.00 WIB dan bangun pukul 21.00 WIB. Kemudian dilanjutkan melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Apabila sudah lelah kemudian tidur lagi kira-kira selama satu sampai dua jam kemudian bangun lagi untuk melaksanakan sholat dan dzikir, begitu setiap malamya sehingga bila dikalkulasi beliau hanya tidur dua sampai tiga jam setiap malamnya.

K.H. M. Arwani Amin Said dikenal oleh msyarakat di sekitarnya sebagai seorang ulama yang memiliki kelebihan yang luar biasa. Banyak yang mengatakan bahwa beliau adalah seorang wali, beberapa santrinya mengatakan bahwa K.H.Arwani Amin memiliki indra keenam dan mengetahui apa yang akan terjadi dan melihat apa yang tidak terlihat.

Konon, menurut Mbah K.H. Sya’roni Ahmadi, kelebihan mBah K. Arwani dan saudara-saudaranya adalah berkat orangtuanya yang senang membaca al-Qur’an. Di mana orangtuanya selalu menghatamkan membaca al-Qur’an meski tidak hafal.

Selain barokah orangtuanya yang cinta kepada al-Qur’an, K.H. Arwani Amin sendiri adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Ini dibuktikan dengan perjalanan panjang beliau berkelana ke berbagai daerah untuk mondok, berguru pada ulama-ulama.

Selama menjadi santri, Mbah K.H. Arwani selalu disenangi para kyai dan teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena kesopanan dan kecerdasannya itu, KH. Hasyim Asy’ari sempat menawarinya akan dijadikan menantu. Namun, mBah Arwani memohon izin kepada K.H. Hasyim Asy’ari bermusyawarah dengan orang tuanya. Dan dengan sangat menyesal, orang tuanya tidak bisa menerima tawaran K.H. Hasyim Asy’ari, karena kakek mBah Arwani (KH. Haramain) pernah berpesan agar ayahnya berbesanan dengan orang di sekitar Kudus saja.Akhirnya, mBah Arwani menikah dengan Ibu Nyai Naqiyul Khud pada 1935. Bu Naqi adalah puteri dari H. Abdul Hamid bin K.H. Abdullah Sajad, yang sebenarnya masih ada hubungan keluarga dengan Mbah Arwani sendiri.

Para Santri Mbah K.H. M. Arwani Amin

Ribuan murid telah lahir dari pondok yang dirintis K.H. M. Arwani Amin tersebut. Banyak dari mereka yang menjadi ulama dan tokoh. Sebut saja di antara murid-murid mBah K.H. M. Arwani Amin yang menjadi ulama adalah:
1) K.H. M. Sya’roni Ahmadi (Kudus)
2) K.H. Hisyam (Kudus)
3) K.H. Abdullah Salam (Kajen)
4) K.H. Muhammad Manshur
5) K.H. Muharror Ali (Blora)
6) K.H. Najib Abdul Qodir (Jogja)
7) K.H. Nawawi (Bantul)
8) K.H. Marwan (Mranggen)
9) K.H. A. Hafidz (Mojokerto)
10) K.H. Abdullah Umar (Semarang)
11) K.H. Hasan Mangli (Magelang)

KAROMAH K.H. MUHAMMAD ARWANI AMIN (KUDUS

Berikut ini merupakan karamah Mbah K.H. Arwani.

AIR PUTIH PEMBERIAN MBAH ARWANI BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN BAKAR

Suatu hari, Mbah Arwani pergi ke luar Kota untuk menghadiri suatu acara bersama beberapa Kiai dengan menggunakan mobil. Selepas menghadiri acara, rombongan Mbah Arwani pun pulang menuju Kudus. Baru sampai di daerah Rembang tiba-tiba mobilnya mogok. Setelah diperiksa oleh sang sopir, ternyata bahan bakar mobilnya habis. Sang sopir dan beberapa anggota rombongan bingung, karena pada waktu itu sangat jarang keberadaan SPBU atau yang menjual BBM eceran di pinggir jalan.

Di saat sopir dan para Kiai kebingungan, tiba-tiba Mbah Arwani memberi air putih kemasan dan dawuh, “Coba tuangkan pakai air putih ini.”

Tanpa ragu, sang sopir pun mengiyakan dhawuh Mbah K. Arwani tersebut. Subhanallah … mobil pun kembali bisa berjalan.

MBAH ARWANI PERGI KE MADINAH DALAM SEKEJAP

K.H. Manshur Popongan adalah guru Thariqahnya Mbah Arwani. Saat Mbah Manshur dirawat di sebuah Rumah Sakit di Kota Solo, Mbah Arwani menjenguk gurunya itu. Di sela-sela obrolan guru dan muridnya tersebut, tiba-tiba Mbah Manshur minta sesuatu kepada Mbah Arwani, “Mbah Arwani, saya ingin sekali makan kurma hijau, apa sampeyan bisa mencarikan untukku ?.”

Dengan bergegas Mbah Arwani pun menyanggupi permintaan gurunya itu. Dalam sekejap, setelah Mbah Arwani keluar dari kamar tempat gurunya dirawat, Mbah Arwani langsung tiba di Kota Madinah Al-Munawwarah.

Setelah sampai di Madinah, Mbah Arwani pun langsung mencari kurma hijau di sebuah pasar Kota Madinah. Sehabis membeli kurma hijau, Mbah Arwani tidak ingin menyia-nyiakan waktunya untuk ziarah ke makam Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan shalat di Masjid Nabawi. Namun, baru beberapa raka’at shalat selesai didirikan, Mbah Arwani melihat gurunya sudah berada di belakangnya. Betapa kaget Mbah Arwani karena sudah disusul oleh gurunya itu. Gurunya pun dawuh, “Selesai shalat langsung pulang, ya ?.”

Mbah Arwani pun menjawab, “Nggeh, Mbah Yai.”

ROKOK PEMBERIAN MBAH ARWANI TAK PERNAH HABIS

Suatu waktu, ada seorang tamu yang sowan kepada Mbah Arwani. Tidak berselang lama, si tamu diberi jamuan dan sebungkus rokok. Setelah mendengar nasihat-nasihat dari Mbah Arwani, si tamu pun mohon pamit untuk pulang. Tetapi sebelum pulang, Mbah Arwani bilang, “Bawa saja rokoknya, tapi jangan dihitung berapa isinya ?.”
Si tamu pun mengangguk, “Nggeh, Mbah Yai.”

Tak terasa, si tamu merasa heran, kenapa sudah satu minggu rokok yang dikasih Mbah Arwani itu tidak habis-habis, padahal dalam sehari ia bisa menghabiskan kurang lebih 6 batang rokok. Karena penasaran, ia pun membuka bungkus rokok yang dikasih Mbah Arwani tersebut, ternyata isinya tinggal 1 batang. Ia pun merasa bersalah karena tidak mematuhi pesan Mbah Arwani agar tidak membuka bungkusnya. Ia pun berpikir jika dalam sehari ia bisa menghabiskan 6 batang rokok berarti isi rokok yang ada di bungkus itu kurang lebih 42 batang, padahal pada waktu itu, umumnya satu bungkus rokok berisi 12 batang.
Subhanallah…

MBAH ARWANI TERHINDAR DARI KECELAKAAN BUS

Kiai Manshur Maskan adalah santri kinasih sekaligus anak angkatnya Mbah Arwani. Setiap kali Mbah Arwani mendapat undangan sema’an Al-Qur’an, Kiai Manshur sering diajak untuk menyimaknya.

Suatu hari, Kiai Manshur diajak gurunya untuk menghadiri undangan sema’an Al-Qur’an di luar Kota. Karena jaraknya jauh, Mbah Arwani pun memutuskan untuk naik bus. Lama sekali Kiai Manshur dan gurunya menunggu datangnya bus. Tak berselang lama, ada bus yang kondisinya baik dan mulus lewat di depan mereka, saat Kiai Manshur akan menghentikan bus tersebut, tiba-tiba Mbah Arwani melarangnya, “Jangan bus ini, tapi bus berikutnya saja.”

Kiai Manshur pun hanya mengiyakan dawuh gurunya itu. Kemudian datanglah bus yang kondisinya tidak baik dan kurang mulus di depan mereka. Kiai Manshur pun menghentikan bus tersebut atas perintah gurunya itu.

Dalam perjalanan, Kiai Manshur melihat sebuah peristiwa kecelakaan, ternyata yang kecelakaan adalah bus yang tadi hampir dinaiki dirinya dan gurunya itu. Dalam hati, Kiai Manshur berujar, “Ternyata Mbah Yai Arwani melihat kejadian sebelum kejadian itu terjadi.” Subhanallah…

KETIKA ULAMA MESIR MEMUJI KEALIMAN MBAH ARWANI

Suatu ketika, KH. Sya'roni Ahmadi (Mustasyar PBNU) umroh dan membawa kitab “Faidlul Barokat” karya KH. M. Arwani Amin (Mbah Arwani).

Kitab tersebut diperlihatkan kepada Ulama Qiroat Makkah dan Madinah yang dikenal oleh Mbah Sya'roni, lantas para ulama tersebut berkomentar, “Tidak sembarang orang bisa menulis kitab ini kecuali seorang Muqri’ Al-Kabir (Ahli ilmu qiroah yang handal).”

Setelah itu, giliran seorang ulama Mesir Syeikh Ahmad Yasin Muhammad Abdul Mutholib juga mendapatkan kitab “Faidlul Barokat”.

Spontan beliau bersya’ir memuji kealiman Mbah Arwani, “Betapa bahagianya para pencari ilmu dari Kudus, beruntung bisa dekat Sang Rahman dengan Mbah Arwani.”
"Siapa saja yang berada se-zaman didekatnya meski hanya sehari, akan pulang ke keluarganya dengan hati berseri-seri."

"Hidup bersama mereka adalah anugerah dan kemuliaan dari Sang Pemilik Keagungan yang telah memberiku anugerah tiada terperi (sebab jumpa dengan Mbah Arwani)."

Sampai sekarang, kitab “Faidlul Barokat” sudah diajarkan di berbagai Pesantren Tahfidz di Indonesia, bahkan sudah sampai diajarkan di kawasan Arab terutama Arab Saudi dan Mesir.

Sejarah Penulisan Kitab “Faidlul Barakat”

Menurut riwayat santri dekatnya, pada masa belajar ilmu Qiroat di Krapyak, Yogyakarta, beliau selalu datang dua jam sebelum setoran ngaji dimulai. Yakni jam 11 malam beliau sudah ada di majlis, padahal setoran dimulai jam 01.00 dini hari.

Selain itu, beliau selalu menyimak dengan seksama, menulis semua yang diucapkan oleh gurunya, sebab proses belajarnya dengan metode Talaqi Qira'ah. Catatan tulisan tersebutlah yang menjadi kitab “Faidlul Barokat” tiga puluh juz lengkap.

Tidak heran diantara murid-murid Mbah Munawir (Pendiri Ponpes Al-Munawir, Krapyak) hanya mBah Arwani yang diberi Ijazah Qira'ah Sab’ah, bahkan di depan muridnya beliau dawuh (menyampaikan) untuk belajar kepada Mbah Arwani saja kalau beliau sudah wafat.

KELEMBUTAN AKHLAK MBAH ARWANI KETIKA DIHINA

Dalam pengajian Tafsir Jalalain belum lama ini, Pengasuh Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah, K.H Muhammad Shofi Al-Mubarok menceritakan salah satu kisah kehidupan K.H. Arwani Amin Kudus.

Ia menerangkan, seusai menghadiri pembukaan thoriqoh yang baru saja didirikan oleh KH. Arwani Amin, KH. Manshur Maskan, murid kesayangan Kiai Arwani melihat tulisan yang mengusik hatinya.

"Arwani Edan". Ya, begitulah tulisan yang tertera melekat di dinding pinggiran jalan.

Melihat tulisan yang masih basah itu, Kiai Mansur Maskan lantas bergegas matur kepada Kiai Arwani untuk meminta izin menghapus tulisan yang tidak bertanggung jawab tersebut. Namun, apa yang justru dikatakan Kiai Arwani?.

"Ojo dibusak disik, ben aku weruh disik. ben wong sing nulis iku puas. Onone wong kui nulis, mergo nduwe tujuan ben tak woco. wes jarke disik. ngko nak aku wes weruh, hapusen." (Jangan dihapus dulu, agar orang yang menulis puas. Adanya orang itu nulis karena memiliki tujuan agar saya membaca. Sudah biarkan saja dulu. Nanti kalau saya sudah melihat, hapuslah).

Diriwayatkan oleh Kiai Manshur Maskan, beliau wafat pada 31 Maret 2004 M/10 Safar 1426 H dalam usia 59 tahun.

KETIKA KIAI ARWANI AMIN DIPEREBUTKAN PARA BIDADARI SURGA

Kiai Arwani Amin, Kudus, Allahu yarham, beserta putra-putranya tidak habis pikir mengapa akhir-akhir ini istri beliau sering uring-uringan. Padahal sebelum Kiai Arwani sakit, istri beliau tidak pernah berperilaku demikian. Sebelumnya beliau justru menjadi istri yang sangat lembut. Namun setelah Kiai Arwani sakit, keadaan berbalik begitu drastis.

Karena kebingungan, kedua putra Kiai Arwani sowan kepada Maulana Habib Luthfi di Pekalongan. Kepada beliau mereka menyampaikan permasalahannya dan memohon petunjuk.

“Ini bagaimana, Habib?,” keluh mereka.

Mendengar penuturan keluarga Kiai Arwani ini, Habib Luthfi tidak segera berbicara. Sejenak beliau terdiam lalu tersenyum.

“Nggak apa-apa,” kata beliau

Kemudian beliau melanjutkan, “Ibu kalian itu uring-uringan itu wajar. Dia lagi cemburu.”

“Cemburu bagaimana, Habib?,” mereka tak memahami.

“Allah SWT memberi Kasyaf (tersingkapnya tabir gaib) kepada ibu kalian sehingga dapat melihat suaminya, yaitu abah kalian, sedang menjadi rebutan para bidadari,” jelas Habib Lutfi.

Ketika kedua putra Kiai Arwani pulang kembali ke rumah, mereka menanyakan kepada ibunya perihal sering uring-uringannya itu. Sang ibu dengan tegas menjawab, “Bagaimana tidak marah, lah wong setiap hari aku melihat Abahmu dipeluk perempuan cantik-cantik !.”

Bila baru sakit saja sudah menjadi rebutan bidadari, bagaimana nanti setelah meninggal dunia ? .

KERENDAHAN HATI KIAI ARWANI

Suatu hari, KH. Ma’ruf Irsyad bersama Ibu Nyai Hj. Munijah sowan ke rumah KH. Arwani Amin (Mbah Arwani). Di rumah Mbah Arwani, Kiai Ma’ruf dan Nyai Hj. Munijah dipersilakan duduk di tempat yang telah disiapkan sebelumnya. Kiai Ma’ruf kaget, karena Mbah Arwani justru duduk lebih rendah dari tempat yang disediakan itu.

Melihat pemandangan tidak wajar itu, Kiai Ma’ruf bertanya, “Mbah Yai, njenengan (Anda) kok duduk di bawah.”

Mbah Arwani menjawab tegas, “Yang datang ke rumah saya ini, istrinya teman guru saya.”

Tentu Kiai Ma’ruf tak bisa berbuat apa-apa lagi mendapatkan perlakukan istimewa dari sang guru, KH. Arwani Amin, yang selain Alim-Allamah, juga pernah disebut oleh Mbah Hamid Pasuruan sebagai sosok waliyullah Kudus yang sangat dikenal akhlak mulianya.
Tidak hanya di ruang tamu, ketika pulang pun, Kiai Ma’ruf tambah dibuat heran dan kagum. Jalan menuju pulang penuh dengan kerikil batu yang mengganggu. Tanpa diduga, Mbah Arwani menyingkirkan kerikil tersebut dengan tangannya sendiri, tidak memerintah kang santri agar perjalanan pulang istri teman gurunya lancar.

“Mbah Yai, ampun, sudah-sudah, tidak usah Mbah Yai,” kata Kiai Ma’ruf.

“Sudah, diam saja,” sahut Mbah Arwani dengan tetap menyingkirkan kerikil yang sebetulnya tidak perlu.

Cerita di atas dituturkan sendiri oleh KH. Ma’ruf Irsyad di sela-sela mulang ngaji santri di Pondok Pesantren Raudlatul Muta’allimin (PPRM), Jagalan Kudus.

Apa yang dilakukan oleh Mbah Arwani tersebut bukan sesuatu yang berlebihan dan sia-sia. Itu adalah teladan berharga atas akhlak mulia dan hormatnya seorang alim kepada istri teman gurunya. Bayangkan, bukan gurunya, tapi istri teman dari gurunya.

Nyai Hj. Munijah, ibu Kiai Ma’ruf Irsyad, adalah istri K.H. Irsyad yang berteman akrab dengan guru K.H. Arwani Amin yang bernama Mbah Manshur, Popongan, Klaten. Kepada Mbah Manshur yang asli Mranggen inilah Kiai Arwani belajar thariqah.

KEMULIAAN AKHLAQ K.H. M. ARWANI AMIN

KH. Muhammad Arwani Amin, sosok ulama kharismatik yang lahir di Kudus, Selasa Kliwon, 5 Rajab 1323 H, bertepatan dengan 5 September 1905 M. Selain masyhur sebagai seorang ulama yang sangat mencintai Al-Qur’an, pendiri Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an tersebut juga dikenal karena memiliki akhlak dan etiket yang sangat patut untuk dijadikan teladan.

Dalam keseharian KH. Muhammad Arwani Amin, atau masyarakat sekitar biasa memanggil dengan sebutan Mbah Arwani, sangat memuliakan tetangga, para tamu, bahkan seorang pedagang yang menawarkan barang dagangan ke rumahnya. Semua kalangan dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pejabat, pengusaha, hingga masyarakat biasa mendapat penghormatan yang sama. Mbah Arwani memuliakan mereka tanpa memandang status sosialnya.

Pernah suatu ketika ada pedagang sarung yang datang ke rumah beliau dan menawarkan sebuah sarung biasa (murah) tetapi pedagang tersebut mematok harga yang sangat tinggi. Khadim beliau, yaitu KH. Muhammad Manshur yang mengetahui hal tersebut lantas matur (bilang) kepada Mbah Arwani, “Sebenarnya harga sarung itu murah, Mbah. Jenengan sudah ditipu oleh pedagang itu.”

Lantas Mbah Arwani menjawab, “Biarkan saja, harusnya kita tetap bersyukur. Syukurlah bukan kita yang dijadikan Allah sebagai penipu.”

Mbah Arwani juga sering melakukan hal-hal yang semestinya “tidak perlu” beliau lakukan.

Dikisahkan dari pengalaman seorang yang pernah bertamu di rumah Mbah Arwani. Setiap lebaran saya sowan (silaturrahim) ke rumah Mbah Yai. Tamu-tamu yang datang tentu bukan hanya saya, banyak sekali. Ketika rombongan kami masuk ke ruang tamu, langsung disambut beliau dengan keramahan. Setelah kami duduk, beliau mohon pamit sebentar, lalu menuju pintu dari mana tadi kami masuk.

"Apa yang dilakukan beliau?," batin saya. Saya terkejut ternyata beliau menata dan merapikan sandal-sandal kami.

Menurut K.H. Sya’roni Ahmadi (Mustasyar PBNU) yang juga merupakan salah satu santri mBah K. Arwani, setidak-tidaknya ada tiga hal yang sangat menonjol pada diri K.H. Muhammad Arwani Amin. Pertama, kedalaman ilmu pengetahuan agama (Islam), terutama pengetahuan terhadap ilmu-ilmu Al-Qur’an.

Kedua, ketawadlu’annya. Sebagai seorang Ulama besar yang sudah dikenal masyarakat luas, Mbah Arwani tetap rendah hati dan selalu hormat kepada setiap orang dengan tanpa melihat apakah ia orang terpandang atau hanya orang biasa.
Ketika K.H. Raden Asnawi masih hidup, beliau pernah menganjurkan kepada KH. Muhammad Arwani Amin agar mendirikan pondok, tapi beliau menolak dengan alasan di Kudus sudah banyak pondok. Beliau hanya akan urun mengajar saja. Hal ini sebenarnya menunjukkan ketawadukan dan kehalusan perasaannya.

Ketiga, salah satu prinsip hidup beliau adalah “Idkhalus Surur” (إدخال السرور) artinya, beliau selalu berusaha untuk menyenangkan dan menggembirakan orang. Itulah sebabnya, dalam pergaulan beliau senantiasa berperilaku yang membuat orang senang karenanya. Sebaliknya, beliau paling tidak suka merepotkan orang lain.

Di samping kealiman Mbah Arwani sebagai seorang ulama, beliau senantiasa menjunjung tinggi sikap rendah hati dan memuliakan orang lain. Ihwal akhlaq dan etiket beliau yang telah dipaparkan di atas, sudah semestinya kita jadikan teladan dalam berperilaku bermasyarakat.

K.H. M. Arwani Amin Wafat

Dengan keharuman namanya dan berbagai pujian dan sanjungan penuh rasa hormat dan ta’dzim atas kealimannya, beliu wafat pada taggal 25 Rabi' al-Akhir tahun 1415 H. bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1994 M. dalam usia 92 tahun (dalam hitungan Hijriyah). Beliau dimakamkan di komplek Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus. (MS2F)

https://santrideles.blogspot.com/2019/05/karamah-kyai-arwani-al-hafidh.html

Jumat, 05 Oktober 2012

MENGENAL GELAR KELUARGA ALAWIYIN HADRAMAUT





AL-USTADZ AL- A’DZHAM 

Beliau adalah Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath.Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dijuluki dengan gelar al-ustadz al-
a’zham karena beliau adalah seorang guru besar dan seorang sufi yang menjalankan thariqah kefakiran (hanya berhajat kepada Allah swt) dan bertasawuf dengan tasawuf yang bersih dan terpelihara dari hal-hal yang haram, berdasarkan al-quran dan al-sunnah yang disyiarkan dengan ruh Islam dan tauhid. Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Alidikaruniai 5 orang anak laki yaitu Alwi al-Ghuyur, Ali, Ahmad, Abdullah dan Abdurahman. Dan yang meneruskan keturunanya hanya 3 orang yaitu: Alwi al-Ghuyur,Ali dan Ahmad. Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali wafat di Tarim tahun 653 hijriyah.

ASADULLAH FI ARDHIHI 

Beliau adalah waliyullah Muhammad bin Hasan Atturobi bin Ali bin Muhammad al-Faqihal-Muqaddam.Sebab dinamakan dengan Asadullah Fi Ardhihi karena Syaikh Muhammad Asadullah sangat tekun membaca alquran dan memahami maknanya. Beliau selalu bangun untuk beribadat kepada Allah pada waktu akhir sepertiga malam, sehingga beliau merasakan
dirinya fana’. Beliau bersemangat untuk membaca alquran dan memahami maknanya
serta merasakan kenikmatan pada dirinya jika sedang membaca Alquran, sehinggabeliau merasa sebagai seekor Singa dan berkata dalam keheningan malam dengan perkataan ‚Ana Asadullah Fi Ardhihi‚ Dalam kitab al-Masyra’ diceritakan bahwa beliau dikarunia enam orang anak laki, dan tiga orang yang meneruskan keturunan beliau, yaitu:

  1. Abu Bakar Basyaiban (wafat tahun 800 hijriyah)
  2. Hasan, menurunkan keluarga: Jamalullail, Bin Sahal, Baharun, al-Junaid, al-Qadridan al-Siri), wafat tahun 757 hijriyah.
  3. Ahmad, menurunkan keluarga: al-Syatri, al-Habsyi dan Syanbal.
  4. Waliyullah Muhammad bin Hasan Atturobi wafat tahun 778 hijriyah.

Aal- A’YUN 

Yang dijuluki al-A’yun diantaranya ialah waliyullah Alwi bin Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Maula al-Dawilah (datuk keluarga al-Muqaibil). Gelar al-A’yun diberikan
karena beliau mempunyai warna hitam yang lebar pada biji matanya sehingga terlihatindah.

Aal-ALBAR 

Yang pertama kali digelari al-Bar adalah waliyullah Ali bin Ali bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau digelar dengan al-Baar karena sangat taat (berbakti) kepada ibunya dengan sebenar-benarnya taat yang hal tersebut sedikit sekali dilakukan oleh anak terhadap ibunya. Beliau dinamakan dengan nama ayahnya (Ali bin Ali), karena ketika ayahnya wafat, ia masih dalam kandungan ibunya, beliau hanya taat kepada ibunya karena ayahnya telah wafat. Waliyullah Ali bin Ali Albar dikarunia tiga orang anak laki bernama: Abubakar, Abdullah dan Husin. Waliyullah Ali bin Ali al-Bar dilahirkan danwafat di kota Dau’an, Hadramaut

Aal-BATTAH 
Mereka adalah anak cucu dari keluarga Syaikh Abu Bakar bin Salim dan datuk mereka ialah waliyullah Abu Bakar bin Ahmad bin Abdurahman bin Abi Bakar bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdullah bin Syaichon bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
Dinamakan ‘Battah’ karena beliau dilahirkan di Battah sebuah kota yang terletak di sebelah Barat Sahil, Afrika Timur.

Aal-ALBAHAR 

Mereka adalah keturunan dari keluarga al-Jufri. Datuk mereka adalah waliyullah Syaichan bin Alwi bin Abdullah Attarisi bin Alwi al-Chawas bin Abu Bakar al-Jufri. Yang pertama kali digelari ‘al-Bahar’ adalah Waliyullah Saleh ayah dari Habib Hasanal-Bahar.Gelar yang disandang menurut al-Syaich Abdullah bin Semir dalam kitabnya Giladat al-Nahri yang berisi manakib al-Habib Hasan bin Saleh al-Bahar, menyatakan bahwa yang pertama kali diberi gelar al-Bahar adalah ayahnya, Soleh. Gelar tersebut diberikan karena tampaknya keramat beliau ketika sering berlayar di laut. Di samping itu gelar tersebut diberikan karena ilmu beliau luas seperti luasnya laut.Waliyullah Hasan bin Soleh Al-Bahar dikarunia lima orang anak laki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ja’far, Abdul Kadir dan Soleh.

Aal-IBRAHIM 

Yang pertama kali dijuluki al-Ibrahim ialah waliyullah Ibrahim bin Abdullah bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf. Sebab dinamakan al-Ibrahim karena nama tersebut dinisbahkan kepada nama kakeknya. Ibrahim merupakan nama Ibrani seperti Ismail, Ishaq, Yusuf dan Ya’kub yang kemudian nama tersebut dimasukkan ke dalam bahasa Arab.

Aal-BARAKAT 

Mereka adalah keturunan waliyullah Syech bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Di samping itu ada juga keturunan Barakat lain dari Waliyullah Barakat bin Ahmad asy-Syatiri. Pemberian gelar ini, dikarenakan datuk mereka mengharapkan berkah dan kebaikan dari Allah , makabanyak anak cucu beliau yang menjadi auliya’.Waliyullah Syech bin Ali Barakat wafat di Tarim tahun 813 hijriyah.

Aal-BARUM 

Barum adalah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Hasan bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqihal-Muqaddam.
Dinamakan dengan ‘Barum’ karena beliau diberi isyarat untuk pergi ke dusun Barum dan menetap serta menjadi sesepuh di sana disebabkan keberkahan ilmudan kemuliaan beliau. Dusun Barum berjarak kira-kira 20 km dari kota Mukalla Hadramaut. Waliyullah Hasan Barum dikarunia empat orang anak laki bernama: Abdurahman, Umar, Ali dan Ahmad. Waliyullah Hasan Barum wafat di kota Tarim tahun 927 H.

Aal-BASRI 

Beliau adalah waliyullah Ismail (Basri) bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir.Basri adalah anak kedua dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Anak pertama bernama Alwi, beliau kakek dari keluarga Ba’alawi, dan anak yang ketiga bernama Jadid.
Dinamakan Basri diambil dari nama kota yaitu Basrah, yang kemudian beliau hijrah bersama keluarga dan kakeknya al-Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir ke negeri Hadramaut. Gelar ini menjadi gelar beberapa keluarga Alawiyin yang datuknya bernama Basri dan disebut mereka itu dengan al-Bin Basri. Keturunan Basri terputus pada awal abad ke enam hijriyah.

Aal-BABATHINAH 

Yang pertama kali bergelar ‘Babathinah’ ialah waliyullah Abdurahman bin Ahmad bin
Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Amu al-Faqih. Beliau adalah pendiri masjid Babathinah di Tarim dan mempunyai sebuah perkebunan yang subur dan dinamakan Babathinah. Waliyullah Abdurahman bin Ahmad Babathinah dikarunia 4 orang anak,yaitu: Ahmad Chadijah, Umar Ahmar al-Uyun, Ali al-Shonhazi dan Muhammad Maghfun.

Aal-ALBAYTI 

Gelar al-Bayti dinisbahkan ke Baiti Maslamah sebuah desa yang berjarak sepuluh kilometer dari Tarim. Gelar tersebut disandang oleh: Waliyullah Ali bin Alwi bin Ali binAbu Bakar al-Facher. Beliau dilahirkan di Bait al-Maslamah. Dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Muhammad, yang menurunkan keturunannya. Waliyullah Ali al-Baytiwafat di Bait Aa-Maslamah pada tahun 915 H. Waliyullah Abu Bakar bin Ibrahim binal-Imam Abdurrahman Assegaf dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama: Ibrahim, Ahmad dan Ismail. Waliyullah Abu Bakar al-Bayti wafat tahun 905 Hdi kota Tarim.

Aal-ALBIEDH 

Keluarga al-Biedh bernisbat kepada datuk mereka waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.Beliau dijuluki gelar ini karena beliau seorang yang menekuni puasa hari-hari putih,yaitu puasa pada hari ketiga belas, keempat belas dan kelima belas pada setiap bulan Qamariyah. Puasa tersebut beliau lakukan sebagai ittiba’ terhadap Rasulullah saw.Waliyullah Ahmad bin Abdurhamnan Al-Biedh dikarunia dua orang anak laki, bernama: Abdurahman dan Makhrus. Waliyullah Ahmad bin Abdurahman al-Biedh wafat di Syihir pada tahun 945 hijriyah.

Aal-BABARIK 

Beliau adalah waliyullah Ahmad Babarik bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Waliyullah Umar Babarik dilahirkan dikota Tarim. Dikarunia 3 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali dan Umar. Sedangkan yang melanjutkan keturunan beliau adalah Umar di Surat, India. Waliyullah Ahmad Babarikwafat di kota Tarim.

AL-TUROBI 

Beliau adalah waliyullah Hasan bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Diberi gelar al-Turobi, dikarenakan beliau seorang yang sangat tawadhu’ dan mengumpamakan dirinya dengan tanah. Waliyullah Hasan Atturobi bin Ali mempunyai seorang anak bernama Muhammad Asadullah.

Aal-BAJAHDAB 

Mereka adalah keturunan waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman bin Muhammad bin
Abdullah Ba’alawi bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.Sebab diberi gelar dengan ‘Bajahdab’, karena beliau tinggal di desa Jahadabah ,Yaman. Waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman dikaruniai 2 orang anak laki: Abud dan Muhammad al-Mualim. Muhammad al-Mualim mempunyai anak bernama Alwi. Salah satu keturunannya ada yang menjadi pemimpin keluarga Alawiyin (Naqib al-Alawi) yaitu Waliyullah Ahmad bin Alwi Bajahdab. Beliau wafat di Tarim tahun 973 hijriyah.

JADID 

Yang pertama kali diberi gelar‚ Jadid‛ ialah waliyullah Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Beliau adalah anak ketiga dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir.
Dinamakan ‛ Jadid ‛ karena keluarganya yang dipimpin oleh al-Muhajir Ahmadbin Isa hijrah dari Basrah ke tempat yang baru bernama Hadramaut.Keturunan Jadid terputus pada awal abad keenam hijriyah.

Aal-ALDJUFRI 

Yang pertama kali dijuluki‚ al-Djufri ‛ ialah waliyullah Abu Bakar bin Muhammad bin Ali
bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.Gelar yang disandang karena beliau dipanggil oleh datuk dari ibunya Waliyullah Abdurahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah dengan sebutan Djufratiy yang  berarti anak kecil kesayangan yang berbadan gemuk dan kekar. Dan setelah dewasa iamenjadi seorang ahli dalam ilmu Jafar, suatu rumus-rumus yang menggunakan huruf dan angka yang ditulis di atas kulit Jafar (anak kambing). Pada suatu hari beliau kehilangan kitabnya yang berisi ilmu Jafar, beliau mencarinya sambil berkata Jafri (maksudnya kitab ilmu Jafarku). Maka mulai sejak itu beliau disebut al-Jufri. WaliyullahAbu Bakar bin Muhammad al-Djufri dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai lima orang anak lelaki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ahmad, Alwi al-Chawas dan Umar. Dari kelima anak yang terputus keturunannya adalah Muhammad dan Abdullah, sedangkan dari ketiga anaknya yang lain menurunkan keturunan al-Djufri seperti: al-Kaf, al-Shafi dan al-Bahar.Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri wafat di kota Tarim pada tahun 860 Hijriyah.

DJAMALULLAIL

Djamalullail adalah gelar untuk waliyullah al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (keturunan terputus) dan al-ImamMuhammad bin Hasan al-Mua’alim bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi. Gelar yang disandang karena mereka selalu mengisi malam-malam harinya denganibadah, baik shalat tahajud dan shalat-shalat sunnah lainnya serta membaca Al-Qur’an, shalawat dan doa serta dzikir lainnya yang dilakukan selama hidupnya. Karena itubeliau digelari dengan Djamalullail. Waliyullah Muhammad Djamalullail dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki: Abdullah bin Muhammad Djamalullail. Dari kedua cucunya Abdullah bin Ahmad dan Muhammad bin Ahmad menurunkan al-Djamalullail yang berada di Hadramaut, Makkah dan India serta sebagian di Aceh dan pulau Jawa. Ali bin Muhammad Djamalullail, menurunkan keturunan leluhur al-Qadri, al-Asiry, al-Baharun dan al-Junaid. Waliyullah Muhammad Djamalullail wafat di kota Tarim padatahun 845 H.

Aal-BIN JINDAN 

Mereka adalah suatu puak dari keluarga al-syaikh Abu Bakar bin Salim, yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Ali bin Muhammad bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim. Jindan adalah gelar untuk kakek mereka, dan mereka masing-masing menamakan dengan Bin Jindan yaitu anak cucu dari Syaikh Abi Bakar bin Salim. Waliyullah Ali bin Muhamad bin Husien bin Syaikh Abi Bakar wafat di Inat sekitar tahun 1200 H.

AL-JANNAH 

Yang pertama kali dijuluki ‘al-Jannah’ ialah waliyullah Muhammad bin Hasan bin
Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang terkenal dengan ilmu, kemuliaan, danibadahnya. Menurut shohib al-Masyra’ dinamakan al-Jannah karena beliau banyak berdoa dan sangat merindukan surga. Dan Allah mengabulkan doa dan kerinduannya tersebut.
Aal-ALDJUNAID 

Al-Junaid ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Abu Bakar binUmar bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamallullail bin Hasanal-mu’alim Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi. Dinamakan Djunaid dengan maksud
tabarukan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid binMuhammad seorang Sayid Atthaifah al-sufiyah yang terkenal.Waliyullah Abu Bakar al-Junaid dilahirkan di kota Tarim tahun 1053 H. Dikaruniai 5orang anak dan hanya 1 anak yang meneruskan keturunannya yaitu Ali bin Abu Bakaral-Junaid. Keturunannya ada di kota Tarim dan Singapore.Waliyullah Abu Bakar al-Junaid wafat di kota Tarim.

Aal-ALDJUNAID AL-ACHDOR 

Mereka adalah keturunan waliyullah Al-Djunaid al-Achdor bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang karena kakek beliau memberi nama Djunaid dengan maksud tabarukan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid bin Muhammad seorang Sufiyah yang terkenal.Waliyullah Djunaid Achdor dilahirkan di Gasam, dikarunia 5 orang anak lelaki, 3diantara meneruskan keturunannya yaitu: Syaich, Ahmad dan Muthahhar. Waliyullah Djunaid Achdor wafat di gasam pada tahun 1032 H.

Aal-ALJAILANI 

Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Ahmad bin Alwi al-Syaibah bin
Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba’alawi. Diberi gelar ‘Jailani’, sebagai tabarukan kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani. Jailani adalah suatu tempat yang berada di negeriParsi. Waliyullah Muhammad bin Ahmad mempunyai anak bernama Syech, Hadar,Ahmad dan Abdurahman (kakek dari keluarga al-Junaid al-Achdor).
Aal-ALHAMID 

Mereka keturunan dari waliyullah al-Hamid bin al-Syaikh Abi Bakar bin Salim.Gelar al-Hamid disandang karena ayahnya menginginkan anaknya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah swt dengan selalu memuji-Nya. Waliyullah Hamid al-Hamid dilahirkan di kota Inat, beliau dikaruniai 8 orang anak lelaki dan yang meneruskan keturunan hanya 5 orang, yaitu:

  1. Muthahhar, keturunannya adalah al-Aqil Muthahhar.
  2. Umar, keturunannya adalah al-Salim bin Umar (sebagian besar di Indonesia)
  3. Abdullah
  4. Abu Bakar Alwi
  5. Waliyullah al-Hamid bin Syaich Abu Bakar wafat di Inat tahun 1030 Hijriyah.

Aal-ALHABSYI 

Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Assadilah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih Muqaddam. Gelar yang disandang dikarena beliau sering bepergian ke kota Habasyah di Afrika dan beliau pernah tinggal di sana selama 20 tahun untuk da’wah Islam. Waliyullah Abi Bakar bin Ali al-Habsyi lahir di kota Tarim, dikarunia seorang anak laki yang bernama Alwi. Alwi mempunyai 5 orang anaklelaki, 2 diantaranya menurunkan keturunannya, yaitu:

  1. Ali , keturunannya berada di kota Madinah.
  2. Muhammad al-Ashgor,Mempunyai 4 orang anak:-

·         Umar (keturunannya terputus di Tarim)
·         Ali (keturunannya sedikit di Makkah)
·         Abdurrahman, keturunannya berada di Palembang, Jambi, Siak dan Aceh.
·         Ahmad Shahab Syi’ib, Mempunyai 9 orang anak:

1.      Al-Hasan, keturunannya disebut al-Habsyi al-Rausyan.
2.      Hadi, mempunyai dua orang anak bernama:
A). Idrus, meneruskan keturunan al-Habsyi al-Syabsyabah (diantaraketurunannya adalah waliyullah al-Habib Nuh bin Muhammad bin Ahmadal-Habsyi di Singapura).
B). Abdurahman, adalah datuk waliyullah al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang (silsilah beliau lihat di Biografi Habib Ali bin Abdurahman al-Habsyi).
3.      Alwi, keturunannya disebut al-Ahmad bin Zain adalah datuk waliyullah al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Ampel Gubbah Surabaya)
4.      Husein, mempunyai dua orang anak yaitu:- Shodiq (keturunannya di Hadramaut, Surabaya dan Malaka)- Muhammad, salah satu keturunannya adalah waliyullah al-Habib Alwibin Ali bin Muhammad al-Habsyi (Masjid Ar-Riyadh, Solo)
5.      Idrus (keturunannya di Yafi’ dan India)
6.      Hasyim
7.      Syaich (keturunannya di Lihij dan Dasinah)
8.      Muhammad
9.      Umar.Waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad wafat di kota Tarim tahun 857 H.

Aal-ALHADDAD 

Yang pertama kali dijuluki al-Haddad ialah waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Al-Habib Ahmad bin Abi Bakar adalah seorang waliyullah yang menyembunyikan kewaliannya. Beliau digelari dengan al-Haddad karena sering bergaul dengan seorang pandai besi dan sering berada di tempat penempaan besi. Selain beliau ada pula seseorang yang bernama Ahmad dari golongan Alawiyin tang terkenal dan mempunyai banyak pengikut dan menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (pandai besi). al-Habib Ahmad bin Abi Bakar menjawab sebutan tersebut dengan memperlihatkan keramatnya, sehingga orang-orang mengetahui bahwa beliau adalah seorang waliyullah yang mempunyai derajat tinggi dan hati mereka tertempa dengan kejadian tersebut. Maka mereka menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (penempa kalbu).Waliyullah Ahmad al-Haddad dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Alwi. Keturunan yang ke 31 dari Rasulullah saw ialah waliyullah al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad (Sohibur Ratib). al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad bersaudara dengan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad. Keduanya tidak pernah datang ke Indonesia. Keturunan al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad banyak berada di Jawa Timur, sedangkan keturunan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad sebagian besar beradadi Pasar Minggu (termasuk al-Habib Alwi bin Thahir al-Haddad) Waliyullah Ahmad bin Abi Bakar wafat di kota Tarim tahun 870 H.

Aal-BAHASAN (BANAHSAN) 

Gelar Bahasan disandang oleh:

  1. Keluarga Bahasan (Banahsan) As-Sakran , yaitu: Hasan bin Ali bin Abi Bakar al-Sakran (Kerajaan Siak yang dikenal dengan keluarga Bin Shahab)
  2.  Keluarga Bahasan Faqis, yaitu: Hasan bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf.
  3. Keluarga Bahasan al-Thowil, yaitu: Hasan bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmadbin Abdurahman bin Alwi (Ammu al-Faqih)
  4. Keluarga Bahasan Jamalullail, yaitu: Muhammad bin Abdullah bin Muhammad.

Aal-BAHUSEIN 

Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Husein bin al-Imam Abdurahman Assegaf dan Ali bin Husein bin Ali bin Alwi bin Muhammad Maula al-Dawilah. Waliyullah Husein bin al-Imam Abdurahman al-saqqaf dilahirkan di Tarim, dikaruniai enam orang anak lelaki, dan yang meneruskan keturunannya tiga orang:

  1. Abdurahman, menurunkan keturunan leluhur al-Bahsein dan al-Musawa
  2. Ahmad, yang menurunkan keturunan leluhur Ahmad bin Husein al-Karbiy
  3. Ali Makki, menurunkan keturunan leluhur Muhammad al-Zaitun, al-Bahusein. Waliyullah Husein al-Bahsein wafat di Tarim tahun 896 H.

Aal-ALHIYYED 

Mereka adalah keturunan dari waliyullah Abu Bakar bin Hasan bin Husein binSyaich Abu Bakar bin Salim. Mereka diberi gelar al-Hiyyed karena datuk merekabertempat tinggal di suatu tempat yang bernama Hiyyed di lereng gunung di Inat.Waliyullah Abdullah bin Abu Bakar lahir di Inat, dikaruniai seorang anak lakibernama Abu Bakar yang menurunkan keturunan al-Hiyyed di Indonesia.Beliau wafat di kota Inat tahun 1169 H.

Aal-CHIRRID 
Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Muhammad Hamidan bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih Muqaddam. Dinamakan al-Chirrid karena beliau sering beribadah di Gua Chirrid di pegunungan Aqrun di Tarim. Ibadah yang dilakukannya antara lain bertafakur dengan akal dan hati serta ibadah jasad seperti yang dilakukan Rasul di gua Hira. Waliyullah Alwi al-Chirrid wafat di Tarim tahun 808 H.

Aal-CHANEMAN 

Mereka adalah keturunan yang dinisbahkan kepada waliyullah Ahmad bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Wara’ bin Ahmad bin Muhammad al
-Faqih Muqaddam. Gelar al-Chaneman berasal dari kata Chanam, sebagian penduduk Hadramaut menisbahkan kata tersebut kepada jenis buah kurma yaitu kurma chanam. Akan tetapi tidak diketahui apakah hal tersebut berhubungan dengan gelar di atas. Waliyullah Ahmad bin Umar Chaneman dikarunia dua orang anak laki bernama: Umar dan Abdullah. Waliyullah Ahmad bin Umar Chaneman wafat tahun 893 H di kota Tarim.

Aal-CHAMUR 

Al-Chamur ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Saleh bin Hasan bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim Gelar tersebut disandang karena datuk mereka bermukim di Chamur, suatu tempat yang terkenal di sebelah Barat Syibam.

Aal-MAULA CHAILAH 

Yang pertama kali diberi gelar Maula-Chailah ialah waliyullah Abdurahman binAbdullah bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar tersebut disandang karena beliau bermukim di daerah pegunungan Chailah yang terkenal di sebelah Barat kotaTarim. Chailah berasal dari kata Khala yang berarti memelihara. Untuk selanjutnya kata tersebut diberikan kepada orang-orang yang memelihara ibadahnya. Waliyullah Abdurahman Maula Chailah wafat di Tarim tahun 914 Hijriyah.

Aal-ALCHUUN 

Yang pertama kali dijuluki al-Chuun ialah waliyullah Alwi bin Abdurahman bin
Muhammad bin Abdullah Ba’alawi. Beliau diberi gelar al-Chuun, dikarenakan beliau tinggal di desa al-Chuun yang terletak sebelah Timur Hadramaut.Keturunan waliyullah Alwi bin Abdurahman terputus pada abad kedua belas hijriyah.

MAULA AL-DAWILAH 

Beliau adalah waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Diberi gelar Maula al-Dawilah karena beliaubermukim di dusun Yabhar dekat makam nabi Hud as, di bagian Timur Hadramaut.Waliyullah Muhammad Maula Dawilah bersama para pengikutnya membangun rumah di dusun tersebut. Maka dusun Yabhar yang awalnya sepi menjadi ramai. Dusun itudisebut al-Dawilah yang artinya dusun lama. Waliyullah Muhammad digelari Maula al-Dawilah artinya pemimpin dusun Dawilah. Puteranya yang bernama Abdurahman Assaqqaf membangun pula sebuah kota di dekatnya yang dinamakan Yabhar. Desayang pertama disebut Yabhar lama sedangkan desa yang kedua disebut Yabharbaru. Selanjutnya nama Maula al-Dawilah dikhususkan untuk anak Muhammad Maula al-Dawilah selain Syaikh Abdurahman Assaqqaf yang mempunyai gelar khusus. Waliyullah Ahmad Maula al-Dawilah dilahirkan di kota Yabhar. Dikaruniai 4 orang anak lelaki, yaitu Abdurahman Assaqqaf, Ali, Abdullah dan Alwi.Waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah wafat di Tarim tahun 765 Hijriyah.
Aal AL-DZI’BU 

Yang pertama kali dijuluki al-Dzi’bu ialah waliyullah Muhammad bin Salim bin
Ahmad bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau berkelahi dengan seekor srigala yang menyerang sekumpulan kambing mereka dan beliau berhasil menangkap Srigala itu. Karena itulah beliau disebut al-Dzi’bu.

Aal-BARAQBAH 

Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullahbin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Mengenai gelar ini tidak didapat keterangan yang jelas, apakah beliau mempunyai pundak yang kuat , yang dalam bahasa Arab disebut Raqbah atau berhubungan dengan suatu tempat yang terdapat sumur dan pohon kurma dekat kota Tarim yang disebut ‘Baraqbah’. Waliyullah Umar Baraqbah dilahirkan di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Abdurahman. Beliau wafat tahun 895 H.

Aal-ALRUCHAILAH 

Yang pertama kali dijuluki al-Ruchailah ialah waliyullah Muhammad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam. Gelar yang disandang karena beliau seorang yang tidak memiliki apa-apa, hanya mempunyai seekor anak kambing yang dalam bahasa Arabnya al-Rachilah. Kambing kesayangannya itu dipotong ketika ia menjamu makan tamunya.  Tatkala beliau mengetahui bahwa hidangan itu habis tidak tersisa untuk keluarganya, beliau memohon kepada Allah swt agar kambing itu dihidupkan kembali sebagai rezeki untuknya. Allah mengabulkan doanya dengan dihidupkan kembali kambingnya. Waliyullah Muhammadal-Rachilah dikarunia 5 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali, Husin, Alwi , Salim.Yang meneruskan keturunannya bernama Salim yang biasa dikenal dengan al-Ruchailah Ba’Umar melalui anaknya yang bernama Umar.Umar mempunyai 2 anak yaitu Muhammad Ba’Umar (keturunannya di Indonesia) dan Ali Ba’Umar
(keturunannya di Zailah Afrika). Waliyullah Muhammad al-Ruchailah wafat di kotaTarim.

Aal-ALZAHIR 

Mereka adalah keturunan waliyullah al-Zahir bin Husin bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashgor bin Abdurahman bin Syahabuddin al-Akbar.Dan gelar al-Zahir dinisbatkan juga kepada keturunan waliyullah Abdullah bin Muhammad al-Masyhur bin Ahmad bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashgor. Kedua keluarga tersebut bertemu pada al-Habib Muhammad bin Ahmad Syahabuddin al-Ashgor. Gelar yang disandang karena cahaya wajah beliau yang indah berseri, indah dan jernih apalagi ketika beliau sedang berada di majlis memberikan pelajaran/nasehat. Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Zahir lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki, satu diantaranya bernama Abdullah yang menurunkan keturunan al-Zahir yang berada di Indonesia. Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Zahir wafat di Tarimtahun 1203

Aal-BASAKUTAH 

Mereka adalah keturunan waliyullah Hasan bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Diberi gelar Hasan Sakutah atau dengan Basakutah, dikarenakan beliau seorang laki-laki yang banyak diam dan sedikit berbicara, dan jika berbicara hanya mengeluarkan kata-kata yang baik saja.

Aal-ALSAQQAF 

Yang pertama kali digelari al-saqqaf ialah waliyullah al-Muqaddam al-Tsani al-Imam Abdurahman bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqihal-Muqaddam.Gelar yang disandang karena beliau sebagai pengayom para wali pada zamannya
agar terhindar dari perkara bid’ah. Para ulama ahli hakikat dan para wali yang
bijaksana menamakan beliau ‘al-Saqqaf’, karena beliau menutup hal keadaannya dari
penduduk di zamannya. Beliau sangat benci dengan kesohoran. Ketinggian derajat beliau dari para wali di zamannya bagaikan kedudukan atap bagi rumah.Beliau dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 13 anak lelaki, dan 7 orang meneruskan keturunannya: Abu Bakar As-Sakran, Alwi, Ali, Aqil, Abdullah, Husein dan Ibrahim.Waliyullah Abdurahman Al-saqqaf wafat di Tarim tahun 819 H.

AL-SAKRAN 

Beliau adalah Abu Bakar bin Abdurahman al-saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah. Digelari dengan al-sakran, karena beliau mabuk dengan cintanya kepada Allah swt. Waliyullah Abu Bakar al-Sakran dikarunia lima orang anak laki, yaitu:Muhammad al-Akbar, Hasan, Abdullah, Ali, dan Ahmad. Dari ketiga anaknya yang bernama Abdullah, Ali dan Ahmad menurunkan keluarga al-Aydrus, Syahabuddin, al-Masyhur, al-Hadi, al-Wahath, al-Munawar. Waliyullah Abu bakar al-sakran wafat diTarim tahun 821 Hijriyah.

Aal-BIN SUMAITH 

Yang pertama kali digelari al-Bin Sumaith ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar yang disandang karena di masa kecilnya ia dipakaikan oleh ibunya sebuah kalung dari benang yang biasa dipakai oleh anak kecil dan biasa disebut Sumaith. Ketika sedang berjalan kalung itu jatuh dan sang ibu enggan berbalik untuk mengambilnya. Ibu dan puteranya berjalan terus dan membiarkan kalung itu tertinggal, sedangkan orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut mengira sang ibu tidak mengetahui kalau kalung anaknya jatuh dan berusaha memberitahu dengan berteriak Sumaith. Maka semenjak itu anak tersebut dijuluki Semith.Waliyullah Muhammad Bin Semith lahir di kota Tarim, dikaruniai seorang anak laki bernama Abdullah yang menurunkan keturunannya di Tarim, Syibam, Taribah, Goroh (Hadramaut), Zanzibar dan Indonesia (Kalimantan, Manado, Sumba, Denpasar, Madura, Jakarta, Surabaya, Semarang, Pekalongan) Waliyullah Muhammad Bin Semith wafat di Tarim tahun 950 Hijriyah.

Aal-BIN SUMAITHAN 

Yang pertama kali dijuluki al-Bin Semithan ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang lelaki yang giat, mempunyai tumbuh kecil dan bertempat tinggal di suatu Badiyah Hadromiyah yang penduduknya merupakan orang yang giat bekerja.

Aal-ALSIRY 

Mereka adalah keturunan walyullah Ali bin Umar bin Abdullah bin Harun bin Hasanbin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mualim bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau diberi gelar dengan al-Sirry sebagi tabarruk kepada seorang waliyullah yang termasyhur yaitu al-Syaich al-Seri al-Saqthi. Waliyullah Ali al-Seri lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki: Ahmad, Aqil dan Umar. Waliyullah Ali al-Seri wafat dikota Tarim tahun 1053 H.

Aal-BIN SAHAL

Mereka bernasab kepada waliyullah Sahal bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Jamalullail bin Hasan bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi. Beliau dinamakan Sahal karena bertabarruk kepada al-Sayid Sahal al-Tastari. Waliyullah Sahal bin Ahmad lahir di kota Tarim, dikaruniai 3 anak lelaki, 2 diantaranya meneruskan keturunan belia yaitu Alwi dan Ahmad.Waliyullah Sahil bin Ahmad wafat di Tarim tahun 973 H.

Aal-ALSYATHRI 

Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang karena beliau selalu membagi dua harta yang dimilikinya kepada saudara kandungnya al-Habib Abubakar al-Habsyi. Membagi dua dalam bahasa Arabnya adalah Syathara. Waliyullah Alwi Al-Syathri lahir di Tarim, dikarunia 5 orang anak lelaki, dan 2 diantaranya yang meneruskan keturunan, yaitu: Muhammad dan Umar.Waliyullah Alwi Al-syathri wafat di Tarim tahun 843 H.

Aal-SYABSYABAH 

Mereka adalah keturunan waliyullah Idrus bin al-Hadi bin Ahmad Shahib Syi’ib bin
Muhammad al-Ashgor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.Syabsyabah adalah nama dari satu jenis pohon kurma yang istimewa dan masyarakat lebih suka kalau kurma itu dalam keadaan mengkal (setengah matang).al-Habib Idrus bin al-Hadi dinamakan Syabsyabah karena beliau mempunyai pohonkurma tersebut sebagai hasil kerja keras orang tua mereka.

Aal-ALSYILI 
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba’alawi. Datuk mereka digelari dengan ‘Syillih’sebagai fiil amer dengan makna ‘bawalah atau ambillah’. Adapun gelar ini tidak didapat keterangan yang jelas. WaliyullahAbdullah bin Abi Bakar al-Syili dikarunia tiga orang anak laki bernama: Abubakar, Ahmad dan Aqil. Dari anaknya yang bernama Abu bakar dikarunia cicit yang bernama Muhammad bin Abi bakar bin Ahmad bin Abi bakar bin Abdullah al-Syili, penulis kitab al-Masra’ al-Rawi yang berisi biografitokoh ulama Alawiyin.

Aal-BASYUMAILAH 

Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Abdullah bin Abdurahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah. Pada zamannya tersebar berita bahwabeliau telah mendapatkan karomah dari Allah swt. Beliau adalah seorang yang hidupnya selalu dalam kesulitan dan hidup sebagai seorang zahid. Dalam perjalanannya menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau ketinggalan kapal yang akan dinaikinya, timbullah rasa sedih dan sesal pada dirinya karena khawatir tidak dapat menunaikan ibadah haji, sedangkan yang ada pada dirinyahanya sehelai selimut (syamilah), lalu waliyullah Abu Bakar menghamparkan syamilahnya di tepi pantai lalu naik ke atasnya, maka meluncurlah selimut itu dengan cepat hingga mendahului kapal yang meninggalkannya. Kejadian tersebut disaksikan oleh orang ramai, maka sejak itu beliau dinamakan dengan Basyumailah.Waliyullah Abu Bakar Basymilah lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu Ahmad dan Abdullah. Beliau wafat di kota Tarim tahun 843 H
Aal-SYAHABUDDIN                                                                                                 

Yang pertama kali dijuluki Syahabuddin ialah waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin bin Abdurahman bin al-Syaich Ali bin Abu Bakar As-Sakran bin Abdurahman Assegaf. Syahabuddin adalah gelar yang dinisbahkan kepada para ulama yang agung dan terkenal dengan keluasan ilmu mereka dan banyak mempunyai karya tulisan pada zamannya. Al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan cucu beliau al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Ashgor adalah dua orang waliyullah yang terkenal dan pantas menggunakan gelar tersebut, maka keduanya diberi gelar Syahabuddin. Hal itu disebabkan keagungan dan keluasan ilmu mereka. Bagi setiap anak cucu al-Habib Syahabuddin al-Ashgor disebut Bin Syahab kecuali beberapa keluarga mereka yang dikenal dengan gelar lain seperti al-Masyhur dan al-Zahir. Adapun Aal-Alhadi, mereka adalah anak cucu pamannya yaitu al-Habib Muhammad al-Hadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan anak cucu saudaranya al-Hadi bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar. Waliyullah Syahabudin al-Akbar lahir di kota Tarim,dikarunia 3 orang anak lelaki yaitu:
  1. Muhammad al-Hadi, keturunannya al-Bin Syahab al-Hadi. Cucunya bernama:- Ali bin Idrus bin Muhammad al-Hadi. Keturunannya berada di Palembang, Jakarta dan Pekalongan.-Syihabuddin bin Idrus bin Muhammad al-Hadi, keturunannya berada di Malaysia dan Singapura
  2. Umar, keturunannya al-Syahab al-Mahjub (Palembang)
  3. Abdurahman al-Qadi bin Syahabudin al-Akbar, dikarunia 4 orang anak lelaki:- Abu Bakar, keturunannya di Zhufar, Amman, Palembang.- Abdullah, keturunannya di Malabar.- Muhammad al-Hadi bin Abdurahman al-Qadhi, keturunannya disebut al-Hadi.- Syahabuddin bin Abdurahman al-Qadhi (Ahmad Syahabuddin al-Ashgor), keturunannya: al-Bin Husein, al-Bin Idrus, al-Bin Zain. Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Ashgor wafat di Tarim tahun 1036, keturunannya al-Masyhur dan al-Zahir. Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Akbar wafat di Tarim tahun 946 Hijriyah.

Aal-BASYAIBAN 

Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Syaiban berasal dari kata al-Syaibu yang artinya beruban. Beliau diberi gelar dengan al-syaiban karena berusia lanjut dan mempunyai rambut putih, hal tersebut menambah kebesaran dan kewibawaan beliau. Waliyullah Abu Bakar Basyeban lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anaklelaki, satu diantaranya yaitu: Ahmad Basyeban. Waliyullah Abu Bakar Basyeban wafat di Tarim tahun 807 H.

Aal-SYAICH ABU BAKAR BIN SALIM 

Yang pertama kali dijuluki al-Syaich Abu Bakar Bin Salim ialah waliyullah Abu Bakarbin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin al-Imam Abdurahman Assegaf. Gelar yang disandang karena beliau seorang guru besar dalam ilmu agama dan seorang pemimpin. Beliau adalah seorang sufi yang bergelar wali quthub. Waliyullah Syaich Abu Bakar bin Salim lahir di kota Tarim pada tahun 919 H, dikaruniai 13 anak lelaki dan yang menurunkan keturunannya 9 orang anak, bernama: Husin, Hamid, Umar, Hasan, Ahmad, Soleh, Ali, Syaichon, Abdullah. Dari anak-anaknya tersebut diantaranya menurunkan keluarga al-Hamid, al-Muhdharm al-Khiyyid, al-Khamur, al-Haddar, Abu Futhaim, dan Bin Jindan. Waliyullah Syaich Abu Bakar bin Salim wafat di kota Inat tahun 992 Hijriyah.

Aal-SYAICHON DAN Aal BIN SYAICHON 

Keluarga Asy-Syaichon dan Bin Syaichon disandang oleh beberapa waliyullah, diantaranya:
  1. Al-Bin Syaichon: Syaichon bin Muhammad bin Syaichon bin Muhammad bin Syaichon bin Husein bin Ahmad shohib Syi’ib bin Muhammad bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.
  2. Al-Syaichon: Bin Aqil bin Salim (Saudara Syaikh Abu Bakar bin Salim)
  3. Al-Syaichon: Bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim
  4. Al-Syaichon: Bin Abdullah Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah dari keluarga Ba’bud.
  5. Al-Syaichon: Bin Ali bin Hasyim bin Syech bin Muhammad bin Hasyim (darikeluarga Bahasan).

SHAHIB AL- HAMRA’  

Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Hamra ialah waliyullah Umar bin Abdurahman bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang , dikarenakan beliau tinggal di Hamra nama kota yang terkenal di Yaman. Keturunan waliyullah Umar bin Abdurahman adalah keluarga Balghaits.

SHAHIB AL-HUTHOH 

Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Huthoh ialah waliyullah Ali bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Huthoh daerah yang terletak sebelah Barat kota Tarim, Hadramaut.

SHAHIB AL- SYI’IB 

Yang pertama kali dujuluki Shahib al-Syi’ib ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad al
-Asghor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau
dimakamkan di Syi’ib. Di tempat itu pula dimakamkan kakeknya al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Daerah tersebut terletak diantara kota Tarim dan Seiwun.

SHAHIB QASAM 

Yang pertama kali dijuluki Shahib Qasam ialah waliyullah Ahmad bin Alwi Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba’alawi. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau pindah dari Tarim ke Qasam. Qasam merupakan kota yang didirikan oleh al-Imam Ali
Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Dikota tersebut beliau menanam pohon kurma untuk mengingatkannya terhadap kota Qasam di Basrah yang merupakan milik kakeknya al-Muhajir Ahmad bin Isa.Waliyullah Ahmad Qasam bin Alwi Syaibah dikarunia lima orang anak laki, bernama:Alwi, Husin, Abubakar, Abdurahman, Abdullah dan Muhammad (menurunkan keluarga al-Junaid al-Achdhor)
Aqil al-Madihij dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 4 orang lelaki, hanya seorang yang meneruskan keturunan beliau yaitu Aqil bin Abdullah bin Aqil. Waliyullah Abdullah bin Aqil wafat di tarim tahun 970 H.

Aal-MUTHAHHAR 

Mereka adalah keturunan waliyullah Muthahhar bin Abdullah bin Alwi bin Mubarak bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar.Waliyullah al-Muthahhar lahir di Gasam, dikaruniai 2 orang anak lelaki , satu diantaranya bernama Abdullah. Waliyullah al-Muthahhar wafat di Gasam tahun 1117 Hijriyah.

AL-NAHWI 

Yang pertama kali dijuluki al-Nahwi ialah waliyullah Abdullah bin Abdurahman bin Harunbin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail. Gelar yang disandang menurut shohib al-Masra’, dikarenakan beliau adalah seorang yang sangat mahir dalam ilmu nahwu,sehingga beliau dinamakan al-Nahwi.

Aal AL-NADHIR 

Yang pertama kali dijuluki al-Nadhir ialah waliyullah Muhammad bin Abdullah bin Umar Ahmar al-Uyun bin Abdurahman bin Alwi Ammul Faqih. Gelar yang disandang, karena beliau seorang yang gagah perkasa dan bagus, yang dalam bahasa Arab hal tersebut disebut Nadhir.

Aal-ABU NUMAY 

Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Numay bin Abdullah bin Syaich bin Ali bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar. Waliyullah Abu Numay lahirkan di

Masyghah, dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama Abdullah, Aqil dan Muhammad.Beliau wafat di Masyghah tahun 1020 H.

Aal-ALHADDAR 

Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Ali bin Muhsein bin Husein bin Syaich Abu Bakar bin Salim. Gelar yang disandang karena beliau berda’wah dengan suara
yang keras sekali bagai suara guntur. Suara macam itu disebut Haddar. Beliau dilahirkan di Inat Hadramaut, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu: Hafidz dan Umar. Keturunan beliau hanya ada di Pulau Jawa. Beliau wafat di kota Inat tahun1148 Hijriyah. Saudara Abdullah bin Ali adalah waliyullah Hadi bin Ali al-Haddar yang dikaruniai seorang anak laki bernama Salim yang keturunannya berada di Ternate. wafat di kota Inat tahun 1149 H.

Aal-ALHADI 

Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Abdurahman al-Qadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar bin Abdurahman bin Syaich Ali Bin Abi Bakar al-Sakran.Gelar yang disandang karena harapan ayah beliau bertabaruk kepada Rasul al-Hidayah,dengan harapan agar anaknya mendapat hidayah, hal tersebut terbukti dengan kewalian Muhammad bin Abdurahman al-Hadi. Waliyullah Muhammad al-Hadi dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 2 orang anak, seorang diantaranya bernama Seggaf yang menurunkan keturunan al-Hadi di Indonesia. Beliau wafat di kota Tarim tahun 1040 H.

Aal-ALHINDUAN 

Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Hasan bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang karena badan dan iman beliau sangat kuat bagaikan pedang yang tajam terbuat dari besi baja berasal dari India. Pedang itu disebut Hinduan. Waliyullah Umar al-Hinduan lahir di Tarim, dikarunia seorang anak lakiyang bernama Abdullah. Waliyullah Umar al-Hinduan wafat di Tarim tahun 917 H.

Aal-BAHARUN 

Yang pertama kali dijuluki al-Baharun ialah waliyullah Ali bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mualim bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi. Gelar yang disandang karena ayah beliau memberi nama Harun dengan harapan anaknya itu mempunyai sifat seperti Nabiyullah Harun, terbukti Harun bin Hasan menjadi waliyullah yang besar. Waliyullah Harun bin Hasan lahir di Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki: Ali, Ahmad, Abdurahman dan Abdullah al-Shaleh. Waliyullah Harun bin Hasan wafat di Tarim tahun 905 Hijriyah.

Aal BAHASYIM 

Mereka adalah anak cucu dari al-Habib Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Ba Hasyim adalah gelar yang diambil dari nama datuk mereka Hasyim bin Abdullah bin Ahmad. Setiap orang dari keturunannya disebut Ba Hasyim.

Aal-BIN YAHYA

Mereka adalah keturunan waliyullah Yahya bin Hasan bin Ali al-Annaz bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang karena dengan menamakan anaknya Yahya, ayahnya berharap agar anaknya tersebur mendapat keberkahan seperti nabi Yahya yang dapat menerangi hati yang gersang. Waliyullah Yahya bin Hasan lahir di Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki, dua diantaranya meneruskan keturunan beliauyaitu Hasan dan Ahmad dan yg satu Waliyullah Yahya bin Hasan bin Yahya wafat di kota Tarim tahun 956 H. Wallahu a'lam bish-Shawab