MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Jumat, 16 September 2022

KAJIAN TENTANG HARI DISUNNAHKAN UNTUK MEMOTONG KUKU

Menurut Kitab Hasyiyah Al-Bajuri karya Imam Ibnu Qosim Al-Ghazi, memotong kuku disunahkan untuk dilakukan pada hari Jumat. Selain Jumat ada hari lain yang dianjurkan, termasuk ada hari tertentu yang disarankan tak boleh untuk melakukan potong kuku.

Ibnu Qosim al-Ghazi, dalam kitabnya Hasyiyah Al-Bajuri menjelaskan bahwa memotong kuku disunnahkan pada hari Jum’at, Senin, dan Kamis. Sebagaimana penjelasan dalam syair berikut;

ومثل يوم الجمعة فى سن ذلك يوم الخميس ويوم الاثنين دون بقية الايام

“Seperti hari Jum’at, hari-hari seperti Kamis dan Senin disunnahkan untuk memotong kuku, adapun hari selainnya sebagai berikut;

قَصُّ الْأَظَافِرِ يَوْمَ السَّبْتِ اٰكِلَةٌ # تَبْدُوْ وَفِيْمَا يَلِيْهِ يُذْهِبُ الْبَرَكَهْ

“Memotong kuku hari Sabtu menimbulkan penyakit yang menggerogoti tubuh. Melakukan hal serupa pada hari Ahad menyebabkan hilangnya barokah.”

وَعَالِمٌ فَاضِلٌ يَبْدُوْ بِتَلْوِهِمَا # وَاِنْ يَكُنْ فِي الثُّلَاثَا فَاحْذَرِ الْهَلَكَهْ

“Memotong kuku pada hari senin menjadi orang alim dan mempunyai keutamaan, dan jika dilakukan di hari selasa menyebabkan kebinasaan.”

وَيُوْرِثُ السُّوْءَ فِي الْأَخْلَاقِ رَابِعُهَا # وَفِي الْخَمِيْسِ الْغِنٰى يَأْتِىْ لِمَنْ سَلَكَهْ

“Dan pada hari keempat, yaitu Rabu, memotong kuku dapat menyebabkan buruk akhlak. Dan di hari Kamis, melakukannya mendatangkan kekayaan.”

وَالْعِلْمُ وَالْحِلْمُ زِيْدَا فِىْ عُرُوْبَتِهَا # عَنِ النَّبِيِّ رُوَيْنَا فَاقْتَفُوْا نُسُكَهْ

“Dan menambah ilmu dan sifat santun, jika dilakukannya pada hari Jum’at. Demikianlah kami riwayatkan dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam.”

Dalam penjelasan lain menyebut bahwa pada dasarnya tidak ada kemutlakan hari baik potong kuku. Tidak ada batasan hari tertentu, kamu bisa melakukannya kapan saja, sebab memotong kuku termasuk sikap membersihkan diri yang sangat dianjurkan Islam.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, namun hadits ini dnilai maudhu’ oleh Imam Ibnul Jauzi dalam kitab Al Maudhu’aat juz 3 halaman 53, dan Syeikh Syaukani dalam Kitab Al Fawa`idul Majmu’ah Fil Ahaditsil Maudhu’ah halaman 197: Berikut sanad dan matan selengkapnya dalam kitab Al Maudhu’aat,

أنبأنا المبارك بن على الصدفى أنبأنا سعد الله بن على بن أيوب أنبأنا هناد ابن إبراهيم أنبأنا إسماعيل بن محمد بن على البخاري حدثنا محمد بن نصر بن خلف حدثنا سيف بن حفص السمرقندى حدثنا على بن الحسين حدثنا الحسن بن شبل أنبأنا الفضل بن خالد النحوي عن أبى عصمة نوح بن أبى مريم عن عطاء عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ السَّبْتِ خَرَجَ مِنْهُ الدَّاءُ وَدَخَلَ فِيْهِ الشِّفَاءُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الْأَحَدِ خَرَجَتْ مِنْهُ الْفَاقَةُ وَدَخَلَ فِيْهِ الْغِنَاءُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الاثْنَيْنِ خَرَجَتْ مِنْهُ الْعِلَّةُ وَدَخَلَتْ فِيْهِ الصِّحَّةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ خَرَجَ مِنْهُ الْبَرَصُ وَدَخَلَتْ فِيْهِ الْعَافِيَةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الأَرْبَعَاءِ خَرَجَ مِنْهُ الْوِسْوَاسُ وَالْخَوْفُ وَدَخَلَ فِيْهِ الْأَمْنُ وَالصِّحَّةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ الْخَمِيْسِ خَرَجَ مِنْهُ الْجُذَامُ وَدَخَلَ فِيْهِ الْعَافِيَةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ دَخَلَتْ فِيْهِ الرَّحْمَةُ وَخَرَجَ مِنْهُ الذُّنُوْبُ 

“Siapa yang memotong kuku di hari Sabtu, keluar darinya penyakit dan masuk ke dalam dirinya kesembuhan. Siapa yang memotong kuku di hari Ahad, keluar darinya kemiskinan dan masuk padanya kekayaan. Siapa yang memotong kuku di hari Senin, keluar darinya penyakit dan masuk padanya kesehatan. Siapa yang memotong kuku di hari Selasa, keluar darinya penyakit dan masuk padanya ‘afiyat. Siapa yang memotong kuku hari Rabu, keluar darinya waswas dan masuk padanya keamanan dan kesehatan. Siapa yang memotong di hari Kamis, keluar darinya penyakit judzam dan masuk padanya kesehatan. Siapa yang memotong kuku di hari Jumat masuk padanya rahmat dan keluar darinya segala dosa.”

Tunggu dulu. Apakah hadits ini bisa dijadikan pijakan? Mari kita simak penjelasan Imam Syaukani tentang hadits diatas,

هُوَ مَوْضُوعٌ، فِي إِسْنَادِهِ: وَضَّاعَانِ وَمَجَاهِيلُ فَقَبَّحَ اللَّهُ الْكَذَّابِينَ وَقَبَّحَ أَلْفَاظَهُمُ السَّاقِطَةَ وَكَلِمَاتِهِمُ الرَّكِيكَةَ.

قَالَ السَّخَاوِيُّ فِي الْمَقَاصِدِ: لَمْ يَثْبُتْ فِي كَيْفِيَّةِ قَصِّ الأَظْفَارِ وَلا فِي تَعْيِينِ يَوْمٍ لَهُ شَيْءٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ وَمَا يَعْزَى مِنَ النُّظُمِ فِيهَا لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فباطل (الفوائد المجموعة للشوكاني ص 197).

“Hadits ini maudhu’ (palsu). Dalam sanadnya ada dua orang pemalsu hadits dan orang-orang yang majhul (tidak dikenal). Semoga Allah burukkan para pembohong itu dan diburukkan juga lafaz (redaksi) mereka yang sangat rendah dan pilihan kalimatnya yang sangat lemah.”

Jadi, kapan kita dianjurkan memotong kuku? Mari simak penjelasan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berikut ini :

ولم يثبت أيضا في استحباب قص الظفر يوم الخميس حديث وقد أخرجه جعفر المستغفري بسند مجهول ورويناه في مسلسلات التيمي من طريقه وأقرب ما وقفت عليه في ذلك ما أخرجه البيهقي من مرسل أبي جعفر الباقر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يستحب أن يأخذ من أظفاره وشاربه يوم الجمعة وله شاهد موصول عن أبي هريرة لكن سنده ضعيف أخرجه البيهقي أيضا في الشعب وسئل أحمد عنه فقال يسن في يوم الجمعة قبل الزوال وعنه يوم الخميس وعنه يتخير وهذا هو المعتمد أنه يستحب كيف ما احتاج إليه (فتح الباري 10/346).

“Tidak ada hadits yang dapat diterima tentang kesunnahan memotong kuku di hari Kamis. Ja’far al-Mustaghfiri memang meriwayatkannya dengan sanad yang majhul dan kami juga meriwayatkannya dalam Musalsalat at-Taimiy dari jalurnya.

Hadits yang agak dekat yang pernah saya temukan adalah hadits yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi dari mursal Ja’far al-Baqir, ia berkata: “Rasulullah Saw menganjurkan memotong kuku dan kumis di hari Jumat.”

Hadits ini punya syahid (pendukung) yang maushul dari Abu Hurairah, tapi sanadnya lemah. Ini diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman.

Imam Ahmad ditanya tentang ini. Ia menjawab: “Disunnahkan di hari Jumat sebelum matahari tergelincir.” (Fathul Bari 10/346).

Tapi ada juga riwayat dari beliau, disunnahkan di hari Kamis. Ada juga riwayat lainnya dari beliau, hal ini sifatnya bebas (pilihan). Inilah pendapat yang mu’tamad (terpercaya) ; memotong kuku disunnahkan kapan diperlukan.”

Di antara riwayat yang menyebutkan anjuran memotong kuku hari Jum'at adalah:

Hadits pertama,

كان يقلم أظافره ويقص شاربه يوم الجمعة قبل أن يخرج إلى الصلاة

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa memotong kuku dan kumis beliau pada hari Jumat, sebelum berangkat shalat Jumat.” (HR. At-Thabrani)

Hadits kedua,

من قلم أظافره يوم الجمعة وقي من السوء إلى مثلها

“Barang siapa yang memotong kukunya pada hari Jumat maka dia dilindungi dari kejelekan semisalnya.” (HR.At-Thabrani)

Kedua hadits tersebut dinilai “lemah” oleh sebagian ulama hadits.

Berdasarkan keterangan di atas, para ulama menyimpulkan, tidak ada anjuran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memotong kuku di hari Jumat. Al-Hafizh As-Sakhawi mengatakan,

لم يثبت في كيفيته ولا في تعيين يوم له عن النبي صلى الله عليه وسلم شيء

“Tidak terdapat riwayat yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tata cara memotong kuku dan hari tertentu untuk memotong kuku.” (Al-Maqasidul Hasanah, hlm. 163). Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Kamis, 01 September 2022

EDISI KHUTBAH JUM'AT (Benarkah Bulan Safar Bulan Kesialan)

*Khutbah Pertama*

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ و يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ

اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ

أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ... الى أخر الاية.

*Hadirin jama'ah Jum'at rahimakumullah,*

Sekarang kita telah masuk bulan Safar yang memiliki arti kosong. Disebut Safar karena dahulu pada bulan ini orang-orang Arab mengumpulkan makanan dari berbagai tempat, sehingga tempat itu kosong dari makanan. Adapula yang mengatakan, disebut Safar karena dahulu pada bulan ini kota Makkah menjadi kosong ditinggalkan bepergian oleh penduduknya. Dan safar dianggap bulan kesialan.

Islam tidak mengenal hari, bulan, atau tahun sial. Sebagaimana seluruh keberadaan di alam raya ini, waktu adalah makhluk Allah. Waktu tidak bisa berdiri sendiri. Ia berada dalam kekuasaan dan kendali penuh Rabb-nya. Setiap umat Islam wajib berkeyakinan bahwa pengaruh baik maupun buruk tidak ada tanpa seizin Allah SWT, dan tentunya disebabkan oleh perilaku manusia. Begitu juga dengan bulan Safar. Ia adalah bagian dari dua belas bulan dalam satu tahun hijriah. Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Qamariyah, terletak sesudah Muharram dan sebelum bulan Rabiul Awwal.   

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. At-Taghabun : 11)

Nabi Muhammad Shallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda, 

إِنَّ أَصْفَرَ البُيُوتِ من الخَيْرِ البَيْتُ الصِّفْرُ من كتابِ اللَّهِ

“Sungguh rumah yang paling kosong dari kebaikan adalah rumah yang kosong dari bacaan kitabullah Al-Qur’an.” (HR At-Thabrani)

Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat At-Taubah ayat 36 yang membicarakan tentang bilangan bulan dalam satu tahun, menjelaskan bawah nama shafar terkait dengan aktivitas masyarakat Arab terdahulu. Shafar berarti kosong. Dinamakan demikian karena di bulan tersebut masyarakat kala itu berbondong-bondong keluar mengosongkan daerahnya, baik untuk berperang ataupun menjadi musafir.   

Ada anggapan bahwa bulan safar bulan kesialan. Padahal sama seperti bulan-bulan lainnya, bulan Safar netral dari kesialan atau ketentuan nasib buruk. Jika pun ada kejadian buruk di dalamnya, maka itu semata-mata karena faktor lain, bukan karena bulan Safar itu sendiri.   

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, 

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنْ الْأَسَدِ

"Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah, shafar, dan menjauhlah dari orang yang kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa. (HR Bukhari dan Muslim)   

*Hadirin jama'ah Jum'at rahimakumullah,*

*Adwa* adalah keyakinan tentang adanya wabah penyakit yang menular dengan sendirinya, tanpa sebuah proses sebelumnya dan tanpa seizin Allah. *Thiyarah* adalah keyakinan tentang nasib baik dan buruk setelah melihat burung. Dalam masyarakat jahiliah ada mitos yang mengatakan, bila seorang keluar rumah dan menyaksikan burung terbang di sebelah kanannya, maka tanda nasib mujur bakal datang. Sementara bila melihat burung terbang di sebelah kirinya maka tanda kesialan akan tiba sehingga sebaiknya pulang.  

Sedangkan *hammah* adalah semacam anggapan bahwa ketika terdapat burung hantu hinggap di atas rumah maka pertanda nasib sial akan tiba kepada pemilik rumah tersebut. Tak beda jauh dengan *Shafar* yang diyakini sebagai waktu khusus yang bisa mendatangkan malapetaka.   

*Hadirin jama'ah Jum'at rahimakumullah,*

Rasulullah sendiri menampik anggapan negatif masyarakat jahiliah tentang bulan Safar dengan sejumlah praktik positif. Habib Abu Bakar al-‘Adni dalam Mandhûmah Syarh al-Atsar fî Mâ Warada 'an Syahri Shafar memaparkan bahwa beberapa peristiwa penting yang dialami Nabi terjadi pada bulan Safar. Di antaranya pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah, menikahkah putrinya Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, hingga mulai berhijrah dari Makkah ke Madinah. Artinya, Rasulullah membantah keyakinan masyarakat jahiliah bukan hanya dengan argumentasi tapi juga pembuktian bagi diri beliau sendiri. Dengan melaksanakan hal-hal sakral dan penting di bulan Safar, Nabi seolah berpesan bahwa bulan Safar tidak berbeda dari bulan-bulan lainnya. 

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Lathâif al-Ma’ârif fîmâ li Mawâsim al-‘Am min al-Wadhâif, berpesan melalui syair,

تُوْبُوا إِلَى اللهِ فِيْهِ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ ... مِنْ قَبْلُ يَبْلُغُ فِيْكُمْ حَدُّهُ الْعُمْرُ

"Bertobatlah kepada Allah di bulan Safar dari dosa-dosa, sebelum batas akhir usia menghampiri pada kalian."

Semoga kita semua menjadi peribadi-pribadi yang senantiasa dianugerahi kekuatan untuk menghormati waktu-waktu yang Allah anugerahkan kepada kita untuk perbuatan dan pikiran yang berfaedah, membawa maslahat, baik di dunia maupun di akhirat, amin. 

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

*Khutbah Kedua*

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا  

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ  

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ