MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
Tampilkan postingan dengan label MATERI KKHUTBAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MATERI KKHUTBAH. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 September 2019

EDISI KHUTBAH JUM'AT (Spirit Hijrah, Semangat Perubahan)


*Khutbah Pertama*

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ القَوِيْمِ وَدَعَا إِلَى الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

أما بعدُ فيا عباد الله أوصيكم وإيّاي نفسي بتقوى الله حقّ تقاته فقد فاز المتقون.

*Jamaah Shalat Jumat yang dirahmati Allah SWT*

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam. Itulah nikmat terbesar yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya. Semoga kita selalu berada dalam keadaan Iman dan Islam hingga akhir hayat kita.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menjadi panutan kita dan tiap sunnahnya selalu kita teladani…

*Ma’asyirol muslimin rahimakumullah*

Dalam khutbah kali ini, kita akan melihat bagaimanakah spirit hijrah dalam memasuki tahun baru hijriah ini mendorong kita pada semangat perubahan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd : 11)

Ayat diatas merupakan sebuah petunjuk yang sangat jelas dari Allah, bahwa suatu perubahan harus dimulai dari diri kita sendiri. Tentunya perubahan yang dimaksud adalah perubahan menuju arah kebaikan (hijrah), bukan malah sebaliknya perubahan ke arah keburukan.

إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه

"Sesungguhnya sempurnanya amal tergantung pada niat. Dan sesungguhnya bagi tiap-tiap individu apa yang dia niatkan. Maka, barangsiapa hijrah niat karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu akan menjadi kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya niat karena dunia yang akan didapatnya, atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya akan terhenti pada obsesi yang dimilikinya" (HR Bukhari - Muslim dari Umar bin Khathab ra.).

عَن عبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ , عَنْ أَبِي هَانِئٍ , عَنْ عَمْرِو بْنِ مَالِكٍ الْجَنْبِيِّ , أَنَّ فَضَالَةَ بْنَ عُبَيْدٍ حَدَّثَهُ , أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , قَالَ : ” الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ , وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ الْخَطَايَا وَالذُّنُوبَ “

Dari Abdullah bin Wahb menuturkan kepadaku: dari Abu Hani’: dari Amr bin Malik Al Janbi: bahwa Fadhalah bin Ubaid pernah menuturkan kepadanya: bahwa Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: “Seorang mukmin adalah orang yang orang lain merasa aman dari gangguannya terhadap harta dan jiwanya. Dan muhajir (orang yang hijrah), adakah orang yang meninggalkan kesalahan-kesalahan dan dosa”. (HR. Ibnu Majah)

*Makna Hijrah*

Tahun baru Hijriyah adalah sistem penanggalan Islam yang didasarkan pada peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Peristiwa tersebut menjadi starting pointperadaban Islam menuju puncak kejayaan.

Dari peristiwa hijrah itu, spirit iman menjadi nyata dalam kata dan perbuatan, sehingga tidak heran jika setelah hijrah banyak sekali para sahabat yang memiliki kepribadian unggul nan mengagumkan. Perubahan mindset benar-benar terjadi secara totalitas pada diri seluruh ummat Islam kala itu.

Kata hijrah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah tempat. Dalam konteks sejarah hijrah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama para sahabat beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa aqidah dan syari’at Islam.

Dengan merujuk kepada hijrah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut sebagaian ulama ada yang mengartikan bahwa hijrah adalah keluar dari “darul kufur” menuju “darul Islam”. Keluar dari kekufuran menuju keimanan.

Mereka yang berhijrah kala itu adalah Muslim yang tidak lagi memiliki tujuan apa-apa selain daripada rahmat Allah Ta’ala.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أُوْلَـئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللّهِ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 218).

Pada ayat yang lain Allah tegaskan bahwa orang yang berhijrah itulah orang yang terbukti benar keimanannya.

وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُولَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal: 74).

Maka dari itu, mereka yang berhijrah di jalan Allah adalah orang yang tinggi derajatnya dan termasuk orang yang mendapat kemenangan besar.

الَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللّهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. At-Taubah: 20).

Menafsirkan ayat tentang hijrah pada QS. At-Taubah: 20 Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Dzilalil Qur’an mengatakan bahwa, Sesungguhnya tidak ada wujud hakiki (dari keimanan seorang Muslim) hanya semata-mata memeluk aqidah, dan bukan pula dengan semata-mata melaksanakan ibadah-ibadah ritual.

*Jamaah jum'at rahimakumulloh*

Agama ini adalah manhaj kehidupan yang tidak tercermin wujud nyatanya kecuali dalam akumulasi gerakan, dalam bentuk masyarakat yang bekerja sama bahu-membahu. Adapun keberadannya dalam bentuk aqidah hanyalah wujud hukmi (secara hukum) saja, bukan wujud riil, kecuali bila tercermin dalam bentuk gerakan nyata.

Dengan demikian makna hijrah dapat dipahami sebagai suatu gerakan perpindahan secara totalitas, mulai dari fikriyah hingga amaliyah, dari jahiliyah menuju Islamiyah dalam satu gerakan yang rapi, sistemik dan keseluruhan, baik dalam konteks pribadi maupun sosial.

Umat Islam wajib melakukan hijrah apabila diri dan keluarganya terancam dalam mempertahankan aqidah dan syari’ah Islam. Bahwa hijrah harus dilakukan atas dasar niat karena Allah dan tujuan mengharap rahmat dan keridhaan Allah.

Bahwa  orang-orang  beriman yang berhijrah dan berjihad dengan motivasi karena Allah dan tujuan untuk meraih rahmat dan keridhaan Allah, mereka itulah adalah mu’min sejati yang akan memperoleh pengampunan Allah, memperoleh  keberkahan rizki (nikmat) yang mulai, dan kemenangan di sisi Allah.
Bahwa hijrah dan jihad dapat dilakukan dengan mengorbankan apa yang kita  miliki, termasuk  harta benda, bahkan jiwa.
Ketiga   ayat  tersebut  menyebut  tiga  prinsip  hidup, yaitu  iman,  hijrah dan jihad. Iman bermaknakeyakinan, hijrah bermakna perubahan dan jihad bermakna perjuangan dalam menegakkan risalah Allah.

Oleh karena itu, ketika kita berbicara tentang hijrahnya Nabi ke Madinah, minimal ada tiga fenomena besar yang sangat jelas sebagai buah hijrah, sehingga hijrah ini menjadi betul-betul sangat penting: Tonggak kebangkitan ummat Islam.

*Pertama,* Eksisnya agama Islam di atas semua sistem yang ada (dhuhurul Islam ‘ala ad-diini kullih).

Di Makkah, selama 13 tahun Islam dianggap sebagai suatu gagasan yang menentang arus, merombak tradisi nenek moyang, mengancam ideologi bangsa dan merusak persatuan dan kesatuan yang sudah mapan. Ini berbeda dengan di Madinah. Di sana Islam justru dianggap sebagai alternatif untuk menyelesaikan permasalahan yang selama ini menimpa dan mengancam kehidupan mereka, karena kondisi mereka yang serba majemuk. Maka tatkala Islam datang, mereka menyambutnya denga penuh antusias dan mereka pun lalu menyiapkan segala sesuatu untuk membela dan memperjuangkannya.

Setelah itu, baru Islam benar-benar menjadi rujukan utama, eksis berada di atas dan dominan tanpa harus menghapus agama lainnya. Di sinilah janji Allah terwujud, sebagai hasil (natijah) hijrah, bahwa Islam pasti dhuhur ‘ala ad-diini kullih (eksis di atas semua sistem atau pandangan hidup yang ada). “Dialah (Allah) yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas semua agama, meskipun orang-orang kafir itu tidak suka.” (QS. Ash-Shaf: 9).

*Kedua,* berdirinya negara Islam (qiyamud Daulah al-Islamiyah).

Islam sebagai minhajul hayah, sistem hidup, yang lengkap menata dan mengatur kehidupan manusia secara totalitas baik masalah sosial, politik, hukum, da’wah, jihad, ibadah, aqidah dan seterusnya, semuanya itu tak mungkin bisa diwujudkan tanpa adanya suatu daulah. Oleh karena itu Nabi SAW tak mungkin bertahan terus di Makkah sebagai sub sistem, apalagi illegal. Sehinga tak berlebihan jika dikatakan, bahwa segi terpenting hijrah adalah terciptanya daulah. Negara adalah tujuan hijrah, dan hijrah merupakan puncak dari persiapan di Makkah melalui wahyu, pengajaran dan pengislaman pria serta wanita dan akhirnya perjanjian Aqobah.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri, sejak awal, setelah tiba di Madinah langsung sibuk mencurahkan perhatiannya untuk meletakkan dasar-dasar Daulah yang dibangunnya. Berkaitan dengan ini ada tiga langkah besar yang dilakukan oleh Rasulullah, yaitu: membangun masjid, mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor, dan menetapkan undang-undang dasar (yang terkenal dengan Piagam Madinah) yang menggariskan tata cara hidup bernegara secara internal bagi kaum Muslimin maupun secara eksternal bersama dengan kaum Yahudi (non Islam). (Fiqhus Siirah, Al-Buthi, D. Fikr, hal 193). Untuk yang terakhir ini, beliau tetapkan secara tertulis yang beliau diktekan sendiri dan disetujui oleh semua pihak, termasuk kaum Yahudi. (Lihat: Piagam Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Konstitusi Pertama Negara Tertulis yang Pertama di Dunia).

Maka, penandatanganan perjanjian ini merupakan berdirinya negara Islam pertama yang pengesahannya dengan konstitusi tertulis dan lengkap. Bahkan seorang Robert N. Bella mengakui, bahwa Nabi sebenarnya telah membuat lompatan yang amat jauh ke depan. Dimulai dengan “proyek” Madinah yang dilandasi pada permulaan berdirinya oleh “Konstitusi Madinah” ini, menurut Bella, telah melahirkan sesuatu yang untuk zaman dan tempatnya adalah sangat moderen. (lihat: Islam dan Masalah Kenegaraan, Syafii Maarif, LP3ES, hal. xi-xii).

*Ketiga,* tampil memimpin peradaban dunia (sebagai ummatan wasathan).

Rasululah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah diutus untuk membawa rahmat kepada seluruh manusia dan sekalian alam. “Tidaklah Kami mengutus kamu melainkan sebagai pembawa rahmat bagi sekalian alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107) “Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk seluruh manusia dengan membawa berita gembira dan peringatan.” (QS. Saba’: 28).

Oleh karena itu, negara yang didirikan oleh Nabi bukan saja moderen tapi sungguh sangat unik. Sebuah negara yang tanah airnya tak punya batas-batas geografis yang sempit, dan yang menjadi rakyatnya pun tak didasarkan atas kelahiran, warna kulit, bahasa, bangsa, suku atau kebudayaan. Tetapi, yang menjadi tanah airnya adalah jagad raya yang pemilik sesungguhnya hanya Allah dan rakyatnya adalah siapa saja yang penting beriman kepada Allah atau mau tunduk kepada hukum-hukum-Nya. (Lihat, Masyarakat Islam, Sayid Quthb, Al Ma’arif, hal. 70).

Dengan wujud seperti itulah, daulah yang dibangun oleh Rasulullah menjadikan ummatnya yang note bene khoiru ummah sebagai ummatan wasathan (ummat pertengahan) yang tampil memimpin peradaban dunia, menyerukan yang makruf dan mencegah segala bentuk kemunkaran sekaligus menjadi saksi atau penjaga atas seluruh pola tingkah ummat manusia.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu adalah adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kamu perintahkan yang makruf dan kamu cegah kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." (QS. Ali-Imran: 110).

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Demikianlah Kami menjadikan kamu sebagai ummat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." (QS. Al-Baqarah: 143).

Tak kurang dari 14 abad lamanya ummat Islam mengemban tugas sebagai ummatan wasathan, sejak pertama berdirinya daulah Islamiyah di Madinah yang langsung dipimpin Nabi hingga runtuhnya khilafah Islamiyah di Turki tahun 1924, dimana dunia dan ummat manusia secara keseluruhan merasa aman dan dapat berkahnya. Kini, setelah mundurnya ummat Islam dan tidak adanya negara Islam sebagaimana yang dibangun oleh Rasulullah melalui hijrahnya yang monumental itu, dunia menjadi tercabik-cabik, kehidupan menjadi gelap kembali seperti jaman jahiliyah sebelum diutusnya Nabi dan manusia jatuh ke dasar lumpur kenistaan serta krisis di segala bidang.

Akhirnya tak bisa dipungkiri bahwa kebangkitan kembali ummat Islam adalah satu-satunya alternatif sangat dinantikan. Tapi, bagaimana caranya? Sederhana saja. Itu tak mungkin, kecuali dengan cara yang telah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

*Khutbah Kedua*

الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَافِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
اَمَّا بَعْدُ : فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ !! اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ. وَذَرُوالْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ منها وَمَا بَطَنْ. وَحَافِظُوْا عَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاًعَلِيْمًا:
اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى
للَّهمَّ أَصْلِحْ لنا دِيننا الَّذي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا ، وأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا التي فِيهَا مَعَاشنا ، وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتي فِيها معادنا، وَاجْعلِ الحيَاةَ زِيادَةً لنا في كُلِّ خَيْرٍ ، وَاجْعَلِ الموتَ راحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍ
اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
رَبنا أَدْخِلْنا مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنا مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لنا مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عباد الله، إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم وادعوه يستجب لكم ولذكر الله أكبر

Kamis, 03 Januari 2019

EDISI KHUTBAH JUM'AT (Muhasabah, Mu’atabah, dan Muroqobah di Tahun Baru 2019)


*Khutbah Pertama*

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره, ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له, ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه اجمعين.أما بعد..

فيأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل وتمسك بهذا الدين تمسكا قويا والاستقامة في سبيله حتى يأتينا اليقين.

فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : يا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

*Ma'asyirol muslimin wa zumrotal mu'minin rohimakumulloh...*

Memasuki tahun baru 2019, sudah sepantasnya kita memulai untuk memikirkan, merenungkan, dan memperhitungkan tiga hal yang mungkin terlewatkan atau kurang mendapatkan perhatian dari kita sebelumnya.

Langkah pertama  MUHASABAH. Kita perlu “mengadili atau menghakimi” diri sendiri. Amal-amal kebaikan apa saja yang telah kita lakukan selama ini? Atau paling tidak dalam satu tahun terakhir? Dan tindakan-tindakan keburukan apa saja yang telah kita lakukan dalam hubungannya dengan perintah - perintah dan larangan-larangan Allah Ta'ala?. Kita perlu bermuhasabah, menghitung-hitung sendiri dengan hati yang bersih,  karena nurani tidak pernah bohong.

Langkah kedua, MU ’ATABAH yaitu "responsif mengkritik diri sendiri". Kita perlu introspeksi diri sendiri. Bermacam ujian, kerusakan, penyakit, dan kegagalan lainnya harus kita akui sebagai kesalahan diri kita sendiri. Manusia yang mendzalimi dirinya sendiri, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan segala macam kesempurnaan alam dengan sunatullah/hukum alamnya.

*Jama'ah jum'at yang dirohmati Alloh Subhanahu wa Ta'ala*

Ketahuilah bahwa setiap anggota tubuh telah diciptakan untuk suatu fungsi tertentu, sedangkan sakitnya anggota tubuh adalah bila tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satu contohnya adalah sakitnya mata, yaitu ketidakmampuannya untuk melihat dengan sempurna. Begitu pula sakitnya hati/jiwa adalah karena tidak berjalannya fungsi hati/jiwa sesuai tujuan penciptaannya, yaitu menyerap ilmu, hikmah-ma'rifah, mencintai Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, serta beribadah hanya kepada-Nya. Hati/jiwa yang sehat akan mengutamakan semua itu daripada seluruh kenikmatan sementara lainnya dan akan berusaha keras mengerahkan semua kekuatannya untuk beribadah kepada Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala Berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

…Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyat/51: 56).

Barangsiapa lebih mencintai selain Allah Ta'ala, maka berarti hatinya sedang sakit. Untuk itu perlulah kita segera mengingat peringatan Allah Ta'ala berikut,

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ

"Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At-Taubah : 24)

Untuk itu, agar hati menjadi terus terjaga dan tunduk hanya kepada Allah Ta'ala. Terus dan senantiasalah memperhatikan diri kita dan mengenal Akhlak kita sendiri dengan segala kemudahan dan kesulitannya dalam bertindak, sehingga keterikatan hati kita pada selain Allah Ta'ala terputus. Segala langkah kehidupan harus kita arahkan menjadi jalan keselamatan di dunia dan akhirat yang sudah pasti kedatangannya. Sedikit sekali hamba yang terhindar dari penyimpangan jalan kebenaran untuk meraih kedua-duanya secara benar. Sangat banyak orang-orang yang berada atau cenderung kepada salah satu sisi dan hatinya terkait pada sisi yang dicenderungi itu. Hal tersebut menyebabkan mereka tidak selamat dari siksa yang pasti akan melintas. 

Allah Ta'ala berfirman,

وَإِن مِّنكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَّقْضِيًّا ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوا وَّنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا

"Dan tidak ada seorang pun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut." (QS. Maryam/19:  71-72).

*Jama'ah jum'at yang dirohmati Alloh Subhanahu wa Ta'ala*

Jadi, orang-orang yang akan terlepas dari siksa neraka adalah orang yang bertakwa. Orang yang bertakwa berarti orang-orang yang lebih dekat ke jalan lurus. Sebagaimana permohonan kita pada setiap rakaat shalat,  "Ya Allah tunjukilah kami pada jalan yang lurus " (QS. Al-Fatihah/1: 6)

Kemudian hati kita menjadi tenang dalam keadaan ridha dan diridhai Allah swt., sehingga masuk ke dalam rombongan hamba-hamba Allah yang dekat kepada-Nya, yaitu rombongan para nabi, shiddiqiin, syuhadaa, dan orang-orang salih. 

Semakin cerdas dan tinggi kedudukan seseorang, semakin sedikit rasa berbangga diri/ujub-nya dan semakin banyak introspeksi dirinya. Meskipun ini pun sudah menjadi barang langka di zaman akhir ini. Sangat jarang ada teman yang meninggalkan basa basi lalu dengan kerendahan hati memberitahukan aib, kejelekan, atau kekurangan kita. Hal ini juga tidak mudah dilakukan karena seseorang yang kita beri masukan demi kebaikannya justru terkadang menjadi tersinggung dan berdampak buruk pada yang memberi peringatan. Untuk itu, semestinya kita berkaca kepada kelembutan hati/jiwa Umar bin Khatab r.a. Umar bin Khatab r.a. berkata: Semoga Allah swt. mencurahkan rahmat-Nya kepada orang yang menunjukkan aib-aib/kejelekan-kejelekan dariku.

Bahkan, Umar bin Khatab r.a. pernah bertanya kepada sahabat Khudzaifah r.a.: “Engkau adalah pemegang rahasia Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang siapa-siapa saja orang yang termasuk munafik, apakah Engkau melihat dampak-dampak (ingat: bukan tanda-tanda) kemunafikan itu ada pada diriku?” Subhaanallooh.....

Itulah yang dilakukan seorang khalifah yang berkedudukan tinggi, namun begitulah introspeksi dirinya yang sangat tinggi. Muhasabah dan Mu ’atabah begitu mengalir pada contoh mulia para sahabat setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

*Jama'ah jum'at yang dirohmati Alloh Subhanahu wa Ta'ala*

Langkah ketiga, MURAQABAH. Kita perlu mensupervisi sehingga masa-masa yang akan datang atau tahun depan harus lebih baik dan optimis menjadi semakin baik. Manfaatkanlah masa lalu hanya dan hanya sebagai kaca spion untuk segera melaju ke depan penuh semangat. Rahmat Allah Ta'ala selalu terbuka bagi semua makhluk-Nya, dan hanya orang yang tidak beriman saja yang bersikap pesimis atau bahkan putus asa.

Allah Ta'ala berfirman,

 ...وَ لَا تَایۡـَٔسُوۡا مِنۡ رَّوۡحِ اللّٰہِ ؕ اِنَّہٗ لَا یَایۡـَٔسُ مِنۡ رَّوۡحِ اللّٰہِ اِلَّا الۡقَوۡمُ الۡکٰفِرُوۡنَ

….dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir (QS. Yusuf/12: 87).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr : 18)

Jadi, setiap muslim harus introspeksi terus apa yang telah diperbuatnya untuk masa depannya. "Hari esok" dalam ayat tersebut mengandung makna: hari esok yang dekat yaitu dunia, dan hari esok yang jauh yaitu akhirat.

Kini, setelah keyakinan bahwa ke depan harus lebih baik, maka petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikutnya perlu kita hayati dan kita implementasikan,

من كان يومه خيرا من أمسه فهو رابح، ومن كان يومه مثل أمسه فهو مغبون ومن كان يومه شرا من أمسه فهو ملعون

"Barangsiapa yang keadaannya hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia termasuk orang yang beruntung; Barangsiapa yang keadaannya hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia termasuk orang yang rugi; dan barangsiapa yang hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka dia termasuk orang yang dilaknat/celaka."

Semoga keadaan kita di waktu yang akan datang lebih baik dari waktu kemarin atau waktu yang telah lalu. Aamiin

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

*Khutbah Kedua*

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Selasa, 15 Agustus 2017

EDISI KHUTBAH 'IDUL ADHA 2017 (Mendalami Makna Berkorban)


*Khutbah I*

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانِ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ

فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ.

*Allahu Akbar 3x Walillaahil Hamd*
*Kaum muslimin rohimakumulloh....*

Berkurban saat Idul Adha seperti hari ini sangat dianjurkan kepada siapa saja umat muslim yang sudah mampu dalam hal ekonomi.

Esensinya adalah mengikuti jejak nabi Ibrahim untuk *‘mengalahkan rasa takut’* agar bisa semakin dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Jama'ah shalat Idul Adha rohimakumulloh,

Atas kehendak Allah, drama penyembelihan anak manusia itu batal dilaksanakan. Allah berfirman dalam ayat berikutnya:

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim’. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. As-Shoffat: 106-111)

Bayangkan, dalam riwayat disebutkan Nabi Ibrahim yang sudah begitu lama terpisah dari Ismail anaknya, mendapatkan perintah dari Allah melalui mimpi untuk menyembelih anak yang begitu sangat disayanginya. Seorang anak laki-laki yang begitu diidamkan sejak lama, hingga akhirnya Allah menguji Ibrahim untuk menyembelihnya. Terbayangkah betapa besar rasa takut yang dihadapi Ibrahim? *Pertama,* tentu takut kehilangan anaknya. *Kedua,* bahwa penyebab kehilangan anaknya itu adalah dirinya secara langsung. *Ketiga,* bahwa Ibrahim takut mendapat murka Allah jika tidak melaksanakan perintah-Nya.

Sebuah pertimbangan yang sangat rumit. Hingga akhirnya Ibrahim memutuskan untuk *‘mendekat’* kepada Allah dengan *‘mengorbankan’* anaknya. Hingga anaknya diganti oleh Allah dengan sebuah sembelihan yang besar. Peristiwa ini adalah salah satu dari peristiwa yang membuat Allah begitu cinta kepada nabi Ibrahim, sang ayah para nabi. Saking cintanya, hingga tersemat shalawat di setiap muslim shalat dalam tahiyat bersama dengan doa untuk Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Jika esensi qurban terletak pada menghadapi *‘rasa takut’*, maka dalam konteks saat ini kita bisa lihat jika Allah ingin *‘ngetes’* setiap muslim apakah dia bersedia melepaskan hartanya untuk mendekat kepada Allah. Jika nabi Ibrahim diuji dengan melepas anak yang disayanginya, kita diuji dengan melepas harta yang kita cintai.

Melepas harta ini tidaklah mudah, bahkan untuk orang mampu sekalipun. Selalu muncul rasa takut untuk melepas harta agar bisa berqurban. Mulai dari mengurangi tabungan, takut nanti terkena musibah dan tidak punya dana cadangan, hingga berbagai macam alasan logis lainnya. Apalagi kalau pasangan muda yang sebentar lagi ingin punya anak, akan berpikir lebih baik uangnya untuk persiapan melahirkan daripada berqurban.

Tapi ya justru di situ esensi qurbannya. Seperti Nabi Ibrahim, apakah kita mampu menghadapi rasa takut untuk melepas apa yang kita cintai?

Menghadapi rasa takut ini tidak berhenti sampai di situ. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan memberi contoh dan mengutamakan bagi yang berqurban untuk *POTONG SENDIRI.* Nah, sudah kita beli tuh qurban, eh kita sendiri yang disuruh potong. Mengalirkan darah dari hal yang kita sayangi tadi. Pun seandainya tidak sanggup, boleh minta tolong namun *DISAKSIKAN* proses pemotongannya dan memastikan darah dari qurban kita mengalir. Di sinilah kemudian kita *‘mendekat’* kepada Allah dengan mengorbankan sesuatu yang kita sayangi.

Dari Anas bin Malik, ia berkata,

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ

“Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata : “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah dan takbir” (HR. Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966).

Kemudian dari sinilah kita memandang qurban bukan sekedar sunnah untuk yang mampu/tidak, namun lebih kepada kemauan untuk mendekat kepada Allah itu sendiri dengan meneladani keberanian nabi Ibrahim. Berani mengorbankan hal yang dicintai dan menyaksikan sendiri bagaimana kita melepas hal yang dicintai tersebut.

*Allahu Akbar 3x Walillaahil Hamd*
*Kaum muslimin rohimakumulloh....*

Bagi yang paham esensi ini, qurban yang di awalnya sulit, bisa jadi akan sangat mudah. Kita menyaksikan setiap tahunnya ada yang namanya latihan qurban dan ada juga beberapa orang yang saat mereka tidak punya uang sama sekali, mereka rela menjual aset yang mereka miliki. Ada yang posting di FB, menjual iPhone atau laptop yang dimilikinya agar bisa qurban. Sisa uangnya, mereka belikan barang dengan spek yang lebih rendah.
Standar *‘mampu’* bagi mereka dilihat bukan dari uang cash, tapi dari aset yang mereka punya. Selama ada aset, di situlah mereka merasa *‘dites’* Allah apakah siap melepaskan aset yang ada pada diri mereka.

Imam Abu Daud meriwayatkan sebuah hadits sbb,

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ يَعْنِي الْإِسْكَنْدَرَانِيَّ عَنْ عَمْرٍو عَنْ الْمُطَّلِبِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Iskandar, dari 'Amr, dari Al-Muthallib, dari Jabir bin Abdulloh, dia berkata: Saya menyaksikan bersama Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam, [kami] Sholat Adha di lapangan, kemudian setelah menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diberi satu ekor domba kemudian Rasululloh shollallohu 'alaihi wa sallam menyembelihnya, dan mengucapkan: *"Bismillahi Wallohu Akbar, Haadza 'Anii wa 'an man lam yudhohhi min ummati"* (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, [kurban] ini dariku dan [dari] orang-orang yang belum berkurban dari umatku). (HR. Abu Daud)

*Allahu Akbar 3x Walillaahil Hamd*
*Kaum muslimin rohimakumulloh....*

Adapun untuk manfaat berkurban adalah,

1. Memupuk rasa empati

Ini adalah salah satu diantara manfaat berkurban di hari Idul Adha. Berqurban adalah salah satu amalan kita yang dapat meningkatkan kepedulian sosial terhadap sesama. Apabila kita termasuk orang yang cukup dalam hal harta, hendaknya kita menyisihkan sebagian harta kita untuk berqurban dimana kemudian qurban tersebut dibagikan kepada orang-orang yang lebih membutuhkan.

2. Melatih diri menjadi orang dermawan

Sikap dermawan merupakan sikap yang baik. Sehingga perlu ditumbuhkan dan dipelihara menjadi sebuah kepribadian. Oleh karenanya, sikap dermawan dapat dilatih dengan berqurban. Harta kita tidak akan habis jika digunakan di jalan Allah, bahkan Allah dapat menambahkannya berkali lipat.

3. Meningkatkan ketaqwaan pada Allah

Perintah untuk berqurban tercantum jelas dalam Al-Qur’an sebagai suatu amalan yang baik. Oleh karena itu, berqurban berarti melakukan apa yang diperintah-Nya sehingga meningkatkan keimanan kita dan menghindarkan diri dari nafsu.

4. Membangun solidaritas

Dalam proses qurban, kita akan melakukan penerimaan, penyembelihan, penimbangan, hingga pembagian ke warga. Semua kegiatan ini dilakukan oleh warga sekitar. Sehingga meningkatkan sosialisasi kita untuk saling tolong-menolong satu dengan yang lain. karena kegiatan ini tidak akan mungkin bisa dilakukan hanya untuk satu orang saja.

5. Keberkahan dalam rezeki

Rahasia berkah idul adha adalah menambah rezeki. Rezeki yang kita miliki hendaknya disisihkan sebagian untuk hal kebaikan. Bisa dengan sedekah, zakat, ataupun dengan berqurban ini. Harta kita akan menjadi berkah jika kita menggunakannya di jalan Allah.

6. Memakmurkan masjid

Sebagian besar kegiatan berqurban dilakukan dimasjid. Mulai dari sholat Idul Adha sampai proses penyembelihan yang dilakukan di sekitar masjid. Sehingga masjid akan ramai orang yang sedang melakukan amalan berqurban. Memakmurkan masjid adalah salah satu perintah Allah untuk umat muslim. Oleh karenya, dengan berqurban kita akan sekaligus memakmurkan rumah Allah tersebut.

Semoga melalui khuthbah yang ringkas ini semakin membuat kita bersemangat untuk melakukan ibadah yang mulia ini. Semoga Allah beri kemudahan dan kekuatan dalam beramal baik. Aamiin

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

*Khutbah II*

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.  والحمد لله رب العالمين....