MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
Tampilkan postingan dengan label KE-NU-AN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KE-NU-AN. Tampilkan semua postingan

Minggu, 23 Maret 2025

PENUTUPAN PESANTREN RAMADHAN 1446 H MWCNU CIPAYUNG JAKARTA TIMUR

https://youtu.be/P7wxqXTwz-I?si=WfRGRU-NMEu70hrS

*Cipayung News;* Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kec. Cipayung Jakarta Timur menyelenggarakan acara Penutupan Pesantren Ramadhan bertempat di Pondok Pesantren Putra Al-Hamid Cilangkap yang diasuh KH. Lukman Hakim Hamid Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta pada Ahad (23/3/2025) bertepatan dengan 23 Ramadhan 1446 H,. Acara ini juga dirangkai dengan buka bersama 600 santri, wali murid, pengurus MWC dan Ranting NU dilanjutkaan shalat maghrib berjamaah.

Rangkaian kegiatan diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dilanjutkan dengan Ya Lal Wathon oleh santri dan wali santri, segenap pengurus dan semua yang hadir.

Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Cipayung  Sosialisasikan akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah An-Nahdliyah melalui Pesantren Ramadhan dengan menanamkan sejak dini Ideologi Keagamaan yang Tasamuh, Tawazun, Tawasuth dan I'tidal kepada generasi penerus bangsa dalam dakwahnya. Disamping sebagai bentuk usaha melestarikan dan menjaga tradisi terdahulu yang baik dan mengambil hal yang baru yang lebih baik, "Al-Muhafazhatu 'Ala Qadimis Shalih Wal Akhdzu Bil Jadidil Ashlah."

Dalam sambutannya, Rois Syuriah MWCNU Cipayung, Ust. Ali Muhammad Guntur, menyampaikan beberapa arahan kepada santri juga pengurus khususnya dari 8 Ranting Kelurahan di wilayah Kecamatan Cipayung harus bisa mengikutsertakan santrinya di tahun mendatang, sementara tahun ini baru 4 Ranting yang turut serta mensukseskan Pesantren Ramadhan 1446 H.  

“Kami berharap para pengurus ranting di delapan kelurahan mengikutsertakan santrinya dalam mensukseskan Pesantren Ramadhan sebagai program tahunan MWCNU Cipayung," pesannya.

Sementara itu, dalam mau’idhotul khasanah, Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta KH. Lukman Hakim Hamid sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamid tempat acara dilaksanakan menjelaskan kepada para santri akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah An-Nahdliyah dan berharap tahun depan bisa diikuti oleh santri lainnya lebih banyak lagi guna menghijaukan dan meng-NU-kan masyarkat Cipayung dalam membentengi keberadaan paham transnasional yang bisa memecakbelah kesatuan dan persatuan bangsa.

Beliau juga membagikan hadiah uang kepada para santri yang mampu menyambung ayat dalam surat-surat pendek sebagai "challenge" itu menjadi kebahagiaan dan semangat tersendiri buat para santri dalam menghapal ayat-ayat Al-Qur'an.

Kegiatan ditutup dengan doa yang dipimpin oleh H. Husin Ahmid. Doa tersebut diamini oleh seluruh santri dan semua yang hadir. Dengan berakhirnya rangkaian acara Penutupan Pesantren Ramadhan di Pondok Pesantren Al-Hamid kali ini dilanjutkan dengan berbuka bersama dan shalat berjamaah. Demikian Asimun Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

Sabtu, 11 Januari 2025

MACAM-MACAM BENTUK PENGKADERAN NAHDLATUL ULAMA

Nahdlatul Ulama telah memiliki tiga jenjang kaderisasi yang merupakan hasil dari Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) di Jakarta, pada 20-21 Mei 2022 silam. Kaderisasi ini juga diatur dalam Peraturan Perkumpulan tentang Sistem Kaderisasi.

Tiga jenjang kaderisasi itu adalah 

1. Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PD-PKPNU), 

2. Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (P-MKNU), dan

3. Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN-NU).

Peserta di dalam PD-PKPNU sebagai pelatihan kader jenjang pertama adalah setiap warga NU yang berkeinginan menjadi pengurus perkumpulan NU dan penggerak di lingkungan NU di tingkat MWCNU dan ranting.

Sementara peserta P-MKNU adalah setiap warga NU yang pernah mengikuti dan dinyatakan lulus PKPNU dan MKNU (jalur kaderisasi lama), serta badan otonom tingkat menengah yang berkeinginan menjadi pengurus NU di tingkat cabang.

Lalu peserta AKN-NU adalah peserta yang sebelumnya sudah lulus P-MKNU dan pengaderan badan otonom tertinggi yang berkeinginan menjadi calon pengurus dan pengurus perkumpulan di tingkat wilayah dan pengurus besar.

Senin, 13 Mei 2024

MWC NU MENUJU PERUBAHAN DAN PEMBANGUNAN GEDUNG

NU Cipayung; Dalam usaha merealisasikan pembangunan dan kepemilikan gedung MWC NU Cipayung Jakarta Timur yang Insya Allah akan dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunannya pada tanggal 30 Juni 2024 yang akan dihadiri oleh KH. Said Aqil Siradj dan sekaligus guna

memperkuat agenda-agenda organisasi ke depan dalam kepengurusan, maka Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Cipayung, Kota Administrasi Jakarta Timur menggelar halal bihalal yang dikemas dalam bentuk diskusi dialogis antar Pengurus MWC, Pengurus Ranting, Badan Otonom NU dan Lembaga NU di Aula Gedung lantai dasar Masjid PP Al-Hamid Putra Cilangkap - Cipayung - Jakarta Timur, Ahad (12/5/2024).

Kegiatan yang berlangsung dimulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB ini dimotivasi oleh Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta yang sekaligus sebagai Mustasyar MWC NU Kec. Cipayung KH. Lukman Hakim Hamid yang juga dalam acara tersebut dihadiri oleh Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jakarta Timur Gus Azaz Rulyaqien dan ditutup dengan laporan kegiatan dan program dari delapan (8) Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) se-Kec. Cipayung, dilanjutkan acara diskusi dialogis dan makan siang bersama (ramah tamah).

KH. Lukman Hakim Hamid menyampaikan, kegiatan halal bihalal dalam bentuk diskusi dialogis antar pengurus ini bertujuan sebagai usaha mempersatukan program dan persepsi agar supaya di semua tingkatan kepengurusan termasuk badan otonom dan lembaga bisa mengetahui kegiatan-kegiatan yang sudah dan yang harus dilakukan serta rencana-rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh MWC NU Cipayung bisa selalu disinergikan, terkhusus dalam pembangunan gedung dalam waktu dekat ini.

Sementara Ketua PCNU Jakarta Timur Gus Azaz Rulyaqien menyampaikan harapannya agar jajaran pengurus NU mengadakan dan mengedarkan kenclengan kotak amal kepada seluruh pengurus juga kepada warga nahdliyin guna menunjang kegiatan yang akan dilaksanakan dan tidak hanya mengandalkan proposal dan donasi yang biasa dilakukan.

Halal Bihalal dan Sarasehan yang bertema, "Menyatukan Struktural dan Kultural Guna Menumbuhkan Islam Rahman Lil'alamin ini ada penyampaian laporan kegiatan dari Ketua Muslimat NU Cipayung Ustz. Ruminah yang telah melaksanakan kegiatan majelis ta'lim sekaligus telah mengadakan kenclengan guna menunjang kegiatannya termasuk juga santunan yang telah dilaksanakan. Demikian Asimun Mas'ud melaporkan.

والله الموفق الى أقوم الطريق 

Kamis, 22 Juni 2023

KAJIAN TENTANG HUKUM NON SAYYID (AKHWAL) MENIKAHI SYARIFAH

KAJIAN TENTANG HUKUM NON SAYYID (AKHWAL) MENIKAHI SYARIFAH 

(Artikel Request Ikhwan Aswaja)

Para ulama berselisih pendapat tentang kesetaraan nasab di dalam pernikahan. Di antara mereka ada yang menganggapnya dan berkata; Tidak boleh orang yang bukan Syarif menikahi wanita Syarifah dari Bani Hasyim.

Apakah syarifah boleh menikah dengan laki-laki non sayyid? Imam Abdurrahman Ba'alawi di dalam kitabnya "Bughyah al-Murtasyidin" berpendapat bahwa seorang keturunan dari Fatimatuz Zahra hanya dapat menikah dan dinikahi oleh kalangan mereka baik yang dekat maupun yang jauh.

Di dalam kitab ini tidak diperbolehkan adanya perkawinan seorang syarifah dengan laki-laki yang bukan sayyid, meski perempuannya ridha. Hal ini dikarenakan nasab yang mulia tidak bisa dibandingi dengan sembarangan.

Perkawinan seorang sayyid dan syarifah sangatlah bergantung dan berhubungan dengan kafaah karena hal ini bergantung pada nasab, seorang sayyid-syarifah ini adalah keturunan langsung dari Rasulullah SAW yang memiliki kemuliaan nasab. Maka dari itu syarifah harus menikah dengan seorang sayyid yang sekafaah dengannya.

Di dalam sebuah perkawinan yaitu adanya suatu kafaah. Kafaah adalah kesepadanan atau kesetaran antara calon suami dan calon isteri, termasuk dari segi agama, keturunan, dan dari segi keilmuannya.

Hanya saja, syarat kafaah ini masih terdapat perbedaan di antara para ulama khususnya terkait kafaah nasab yaitu jika seorang syarifah menikah dengan laki-laki yang non sayyid.

Menurut Mazhab Maliki, perkawinan di antara seorang syarifah dengan non sayyid adalah sah. Mazhab Maliki membolehkan perkawinan ini karena di dalam Mazhab Maliki kafaah hanya dibagi menjadi dua yaitu: agama dan bebas dari aib yang ditentukan oleh perempuan.

Sedangkan menurut Mazhab Syafii tidaklah sah karena dianggap tidak sekufu dalam hal nasab, hal ini juga mengakibatkan putusnya nasab Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika pun diperbolehkan maka seorang syarifah harus mendapatkan ridha oleh seluruh walinya, baik itu wali yang terdekat maupun wali yang jauh.

Muhammad bin Abdurrahman dalam bukunya berjudul "Fiqih Empat Madzhab" mengatakan di dalam Mazhab Syafi'i kafaah ialah di antaranya, nasab, agama, kemerdekaan, dan khifah (profesi). Bani Hasyim hanya setara antara sesama mereka sendiri.

Kafaah adalah syarat bagi sahnya suatu perkawinan jika tidak ada kerelaan, namun bila ada kerelaan maka kafaah tidak dijadikan sebagai syarat, dan hal itu juga adalah hak seorang perempuan dan juga walinya bersama-sama.

Ibnu Hajar menyatakan dalam kitab Fathul Bari, yang seharusnya diunggulkan adalah Bani Hasyim dan Bani Muthalib dari keluarga Quraisy yang lain. Sedangkan di luar mereka antara satu sama yang lainnya sebanding.

*Kasus di Hadramaut*

Persoalan apakah syarifah boleh menikah dengan laki-laki non sayyid juga banyak dibahas di Hadramaut. Disana, seorang syarifah tidak boleh dinikahkan kecuali oleh sayyid. Argumen mereka juga sama, dalam rangka menjalankan sunnah tentang adanya kesetaraan (kafa'ah) antara kedua calon pengantin, baik itu dari segi agama seperti iffah (keterjagaan dari maksiat), atau hirfah (mata pencaharian), aib nikah, merdeka, maupun nasab. 

Ulama Hadramaut sangat memelihara kafa'ah nasab. Lebih-lebih lagi mereka yang bernasab melantas kepada Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam yang kerap dikenal sebagai ahlu bait. Mesti kita ketahui, kekangan ini hanya berlaku kepada syarifah yang kepingin menikah dengan non-sayyid. Namun, bila seorang sayyid hendak menikahi non-syarifah, maka akan terlepas dari belenggunya. Sebab, persoalan nasab akan menjalur kepada sang ayah, bukan kepada ibu (kecuali dalam beberapa masalah). 

Syekh Dr. Muhammad bin Ali Ba'atiyah menukil perkataan Imam Suyuti dalam kitabnya: "Keturunan itu akan mengikuti nasab ayahnya, dan akan ikut kepada ibu ketika ibunya berstatus isteri dan hamba sahaya (meski ayahnya merdeka) atau merdeka (meski ayahnya hamba sahaya)." 

Ulama Hadramaut menetapkan fatwa ketidakabsahan pernikahan antara syarifah dengan non-sayyid, yang demikian itu semata-mata demi melindungi kelestarian nasab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam agar tak terputus dan terus bersambung hingga hari kiamat. 

Dalam kitab Umdatul Mufti wal Mustafti, Mufti Hadramaut Imam Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal menyebutkan, "Tidak boleh bagi seorang syarif (Sayyid) mengawinkan anak perempuannya (syarifah) dengan selain syarif, namun andaikata ia (syarifah) telah baligh dan ridha, maka diperkenankan baginya melakukan hal tersebut. Karena persolaan kesetaraan (kafa'ah) merupakan hak bagi perempuan dan walinya, dan jika salah satunya menafikan perkara tersebut, hilanglah anjuran kesetaraan dalam pernikahan."

Imam Jamaluddin menegaskan dalam kitabnya, jika hal itu (pernikahan syarifah dengan non-dayyid) berlangsung, maka ulama berkewajiban mencegah dan memisahkan mereka, tak boleh hanya berdiam diri, sebab itu akan melambangkan keridhaannya terhadap perzinaan.

Dalil yang digunakan adalah hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,

لا تنكحوا النساء إلا إلى الأكفاء. (رواه الطبراني) وفي رواية: ألا لا تزوج النساء إلا الأولياء، ولا يزوجن من غير الأكفاء.

"Janganlah kalian mengawinkan perempuan kecuali dengan orang yang sekufu (setara)." (HR. Thabrani). Dalam riwayat lain: "Tidaklah menikahkan seorang perempuan kecuali walinya, dan janganlah menikahkan mereka dengan orang yang tidak sekufu."

Berdasarkan konteks hadits, menerangkan bahwa kafa'ah (kesetaraan) dalam pernikahan merupakan anjuran Nabi. Oleh karenya, Imam Syafi'i, Ahmad, Sufyan, dan Abu Hanifah mencantumkan hukum kafa'ah dalam madzhabnya masing-masing. Kendati demikian, kafa'ah tidak termasuk syarat sahnya sebuah pernikahan.

Ibnu Hajar Al-Haitami pakar ulama fikih ternama madzhab Syafi'i berkata, "Dan (kafa'ah) dalam sebuah pernikahan tidak menjadi syarat sah nikah secara mutlak. Akan tetapi akan berubah sebagai syarat ketika sang perempuan tidak ridha (ketika tidak adanya kafa'ah). . . ."

Di dalam kitab Bugyatul Mustarsyidin, Mufti Tarim Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Husein Al-Masyur menyebutkan, "Saya tidak melihat kebolehan mengenai pernikahan (antara syarifah dengan non-syarif) meski dirinya (syarifah) dan sang wali ridha atas perihal tersebut, karena kemuliaan nasab tidak boleh dicemari dan dikotori, dan setiap kerabat dekat atau pun jauh memiliki hak atas keturunan (Fatimah) Az-Zahra, yaitu adalah keridhaan terhadap apa yang ia (Syarifah) lakukan."

Sayyid Abdurrahman menuturkan kisah yang pernah berlaku di kota Mekkah, yaitu menikahnya non-sayyid dengan syarifah. Topik ini menjadi kontroversi dan tak luput dari kepedulian ulama Saadah Ba'alawi, yang condong tidak setuju. Sontak, mereka mengerahkan segala usaha dan upaya agar melepaskannya dari ikatan pernikahan.

Walhasil, mayoritas ulama yang notebenenya Saadah Ba'alawi memutuskan fatwa larangan terkait pernikahan antara syarifah dan non-sayyid. Meski begitu, syariat tetap melegalkannya ketika dilambari keridhaan dari syarifah sendiri atau pun walinya.

Pendapat yang benar adalah kesamaan nasab itu tidak menjadi syarat sahnya pernikahan. Karena Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menikahkan Zainab binti Jahsy Al-Qurasiyah dengan Zaid bin Haritsah yang merupakan maula beliau.

Nabi juga menikahkan putri beliau dengan Utsman bin Affan padahal beliau bukan dari Bani Hasyim bahkan beliau malah berasal dari bani Abdu Syams.

Dan sahabat Ali bin Abi Thalib juga menikahan putrinya yaitu Ummu Kultsum binti Fatimah Az-Zahra dengan Umar bin Khathab radhiyallahu anhum sementara Umar berasal dari Bani Adi bukan Bani Hasyim.

Di dalam hadits disebutkan : Jika telah datang kepada engkau seorang lelaki yang engkau ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah ia.” (Fatawa Ad-Durar As-Saniyah no. 292).

Kesimpulannya adalah sah pernikahan antara Akhwal dengan Syarifah jika sama sama ridha dan terpenuhi syarat serta rukun pernikahannya. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Senin, 03 Oktober 2022

PEDOMAN ADMINISTRASI ORGANISASI NAHDLATUL ULAMA

 


PEDOMAN ADMINISTRASI ORGANISASI NAHDLATUL ULAMA

Pasal 1

Peraturan Administrasi ini adalah aturan-aturan administrasi di lingkungan NU sebagai pijakan kerja pengurus di bidang kesekretariatan.

Pasal 2

JENIS SURAT

  1. Surat rutin: Surat-surat yang dikirim dan diterima tanpa kekhususan tertentu.
  2. Surat khusus: Surat-surat yang dikeluarkan oleh organisasi karena keperluan khusus yakni:
    1. Surat Keputusan : Surat-surat yang dikeluarkan organisasi berdasarkan keputusan rapat atau konfrensi yang berkaitan dengan kebijaksanaan organisasi.
    2. Surat Pengesahan : Surat-surat yang mempunyai kekuatan hukum untuk mengesahkan susunan pengurus atau perangkat organisasi.
    3. Surat Pengangkatan : Surat-surat yang dikeluarkan oleh organisasi untuk mengangkat seseorang dalam suatu jabatan tertentu.
    4. Surat Rekomendasi : Surat-surat organisasi yang memberikan persetujuan terhadap suatu kepentingan.
  3. Surat Perjanjian : Surat-surat yang berisi perjanjian antara organisasi dan pihak-pihak lain.
  4. Surat Instruksi : Surat-surat perintah tentang kebijakan organisasi yang harus dilaksanakan.
  5. Surat Mandat : Surat-surat yang memberikan kuasa kepada pihak lain atau perorangan atas nama organisasi untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dengan batas waktu.
  6. Surat Pengantar : Surat-surat yang berfungsi sebagai pengantar pengiriman.
  7. Surat Pernyataan : Surat-surat yang berisi pernyataan sikap organisasi terhadap suatu masalah.
  8. Surat Keterangan : Surat-surat yang berisi keperluan organisasi tentang keberadaan perorangan, program, dan lain-lain.

 

Pasal 3

KLASIFIKASI SURAT

  1. Surat Biasa Syuriyah : Surat biasa yang hanya berkaitan dengan ke syuriyah an.
  2. Surat Biasa Tanfidziyah : Surat biasa yang hanya berkaitan dengan ke tanfidziyah an.
  3. Surat Penting : Surat yang berisi masalah-masalah organisasi yang tidak menyangkut kebijaksanaan.
  4. Surat Sangat Penting : Surat yang berisi kebijaksanaan.

Pasal 4

FORMAT SURAT

  1. Kertas yang dipakai untuk surat organisasi ukuran folio atau A 4 dan berwarna putih.
  2. Bentuk surat adalah lurus (block style), dengan aturan:
    1. Semua bagian surat diketik mulai dari margin kiri yang sama.
    2. Batas-batas bagian surat diketik dengan menambahkan spasi.

Pasal 5

KEPALA SURAT

a. Kop/Kepala surat ditulis dengan huruf cetak warna hijau. Pada kop/kepala surat tertera:

  1. Lambang Nahdlatul Ulama yang tercetak dibagian atas sebelah kiri berwarna putih di atas dasar hijau persegi empat tanpa huruf latin NU.
  2. Tulisan pengurus Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatannya terletak sejajar dengan lambang Nahdlatul Ulama.
  3. Alamat kantor/secretariat di bawah tulisan Pengurus Nahdlatul Ulama.
  4. Garis tebal panjang yang melintang berwarna hijau berada di bawah alamat kantor/secretariat.

b. Ketentuan mengenai kop/kepala surat seperti pada angka “a” 1,2,3,4 berlaku juga untuk amplop.

 

Pasal 6

NOMOR, LAMPIRAN DAN PERIHAL

a. Nomor surat adalah nomor urut pada buku agenda surat keluar beserta kode-kode yang telah ditetapkan untuk itu.

b. Nomor surat terdiri dari enam kolom, yaitu : (dipisah dengan garis miring)

  1. Pengurus Cabang diatur oleh Pengurus Wilayah.
  2. Pengurus Majelis Wakil Cabang diatur oleh Pengurus Cabang
  3. Pengurus Ranting diatur oleh Majelis Wakil Cabang

c. Nomor surat Syuriyah dan Tanfidziyah tidak sendiri-sendiri

d. Letak nomor surat rutin di bawah kepala surat sebelah kiri sedangkan letak nomor selain surat rutin berada di tengah di bawah judul surat.

e. Lampiran, diisi jika memang terdapat lampiran yang disertakan bersama surat tersebut sebagai tambahan/penjelasan. Tetapi jika tidak mempunyai kaitan langsung ataupun tidak langsung, bukan merupakan lampiran surat tersebut.

f. Jumlah lampiran ditulis dengan angka dan huruf.

g. Perihal, ditulis isi atau pokok persoalan yang dimaksud.

h. Nomor, lampiran dan perihal tidak perlu dicetak permanen.

 

CONTOH NOMOR INDEK PROV. JAWA BARAT

NOMOR INDEKS CABANG SE-JAWA BARAT

D-01: Kab. Bogor

D-14: Kab. Karawang

D-02: Kota Bogor

D-15: Kab. Purwakarta

D-03: Kota Depok

D-16: Kab. Subang

D-04: Kab. Sukabumi

D-17: Kab. Bandung

D-05: Kota Sukabumi

D-18: Kota Bandung

D-06: Kab. Cianjur

D-19: Kota Cimahi

D-07: Kab. Cirebon

D-20: Kab. Sumedang

D-08: Kota Cirebon

D-21: Kab. Garut

D-09: Kab. Kuningan

D-22: Kab. Tasikmalaya

D-10: Kab. Majalengka

D-23: Kota Tasikmalaya

D-11: Kab. Indramayu

D-24: Kab. Ciamis

D-12: Kab. Bekasi

D-25: Kota Banjar

D-13: Kota Bekasi

NOMOR INDEKS MWC SE-KABUPATEN BANDUNG

D-01: MWC Arjasari

D-17: MWC Kertasari

D-02: MWC Banjaran

D-18: MWC Kutawaringin

D-03: MWC Baleendah

D-19: MWC Majalaya

D-04: MWC Bojongsoang

D-20: MWC Margahayu

D-05: MWC Cangkuang

D-21: MWC Margaasih

D-06: MWC Cicalengka

D-22: MWC Nagreg

D-07: MWC Cikancung

D-23: MWC Pacet

D-08: MWC Cilengkrang

D-24: MWC Pameungpeuk

D-09: MWC Cileunyi

D-25: MWC Pangalengan

D-10: MWC Cimaung

D-26: MWC Paseh

D-11: MWC Cimeunyan

D-27: MWC Pasirjambu

D-12: MWC Ciparay

D-28: MWC Rancabali

D-13: MWC Ciwidey

D-29: MWC Rancaekek

D-14: MWC Dayeuhkolot

D-30: MWC Solokanjeruk

D-15: MWC Ibun

D-31: MWC Soreang

D-16: MWC Katapang

 

Contoh Surat Pengurus Cabang

Nomor          : 014/PC/A.1/D-17/03/2012

014                 : surat keluar yang ke-14 sejak pergantian pengurus

PC                   : yang mengirim adalah Pengurus Cabang

A.1                  : klasifikasi surat penting

D-17               : kode pengirim surat (Cabang Kabupaten Bandung)

03                   : surat dibuat pada bulan Maret

2012              : surat dibuat pada tahun 2012

 

Contoh Surat Pengurus Majelis Wakil Cabang

Nomor          : 010/MWC/A.1/D-17.23/02/2012

010                 : surat keluar yang ke-10 sejak pergantian pengurus

MWC               : yang mengirim adalah Pengurus MWC

A.1                  : klasifikasi surat penting

D-17.23        : kode pengirim surat (MWC Pacet, Kabupaten Bandung)

02                   : surat dibuat pada bulan Februari

2012              : surat dibuat pada tahun 2012

 

Pasal 7

TANGGAL, ALAMAT DAN TUJUAN SURAT

  1. Menggunakan tanggal hijriyah sebelah atas dan miladiyah di bawahnya, tahun ditulis lengkap. Terletak di sudut kanan atas sejajar dengan nomor surat dan didahului dengan nama daerah dikeluarkannya surat.
  2. Alamat tujuan surat terletak di sebelah kiri di bawah perihal
  3. Alamat ditulis lengkap

 

Pasal 8

PEMBUKA ALINEA DAN PENUTUP SURAT

  1. Setiap surat rutin dibuka dengan kalimat “Assalamu’alaikum wr.wb.” berada di bawah alamat tujuan surat.
  2. Setiap surat ditutup dengan kalimat “Wallahul muwaffiq ila aqwami thariq”, dan untuk surat rutin ditambah kalimat “Wassalam wr.wb.” yang berada di bawahnya.

 

Pasal 9

PENGIRIM DAN TANDA TANGAN

a. Setiap surat harus menyebut dengan jelas pengirimnya (organisasi yang mengirim).

b. Penanda tangan surat :

  1. Surat Biasa Syuriyah, ditandatangani oleh Rois/Wakil Rois dengan Katib/Wakil Katib.
  2. Surat Biasa Tanfidziyah, ditandatangani oleh Ketua/Wakil Ketua dengan Sekretaris/Wakil Sekretaris.
  3. Surat Penting, ditandatangani oleh salah seorang unsur Syuriyah (Rois, Wakil Rois, Katib, Wakil Katib), dengan unsur Tanfidziyah (Ketua/Wakil Ketua dan Sekretaris/Wakil Sekretaris).
  4. Surat Sangat Penting, ditandatangani oleh 4 orang: Rois/Wakil Rois, Katib/Wakil Katib, Ketua/Wakil Ketua dan Sekretaris/Wakil Sekretaris.

c. Penulisan nama penandatangan dengan huruf besar semua tanpa tanda baca diberi garis bawah dan di bawahnya dicantumkan Nomor Induk Anggota (NIA).

d. Penulisan jabatan di atas nama penandatangan.

 

Pasal 10

TEMBUSAN SURAT

a. Setiap surat yang dikeluarkan oleh Pengurus Ranting harus memberikan tembusan kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Pengurus Cabang.

b. Setiap surat yang dikeluarkan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang harus memberikan tembusan kepada Pengurus Cabang.

c. Setiap surat yang dikeluarkan oleh Pengurus Cabang harus memberikan tembusan kepada Pengurus Wilayah dan Pengurus Besar.

d. Setiap surat yang dikeluarkan oleh Pengurus Wilayah harus memberikan tembusan kepada Pengurus Besar.

e. Setiap surat yang dikeluarkan oleh Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom harus memberikan tembusan kepada Pengurus Nahdlatul Ulama sesuai tingkatannya.

f. Setiap surat yang dikeluarkan oleh Lembaga kepada Lembaga setingkat di bawahnya, harus memberikan tembusan kepada Pengurus Nahdlatul Ulama yang setingkat di bawahnya, bila ada masalah yang terkait dengan Nahdlatul Ulama.

g. Setiap surat yang dikeluarkan oleh Kepanitiaan yang dibentuk Nahdlatul Ulama dan perangkatnya di semua tingkatan, harus memberikan tembusan kepada pengurus yang membentuknya.

h. Pada tembusan surat tidak perlu dicantumkan kata arsip/simpanan/pertinggal dan hanya ditutup dengan sebuah garis.

 

Pasal 11

PENYIMPANAN SURAT

  1. Setiap surat keluar dan masuk setelah diagenda harus diarsip.
  2. Surat keluar dibendel dalam satu file.
  3. Surat masuk dibendel sesuai dengan asal surat.
  4. Surat Keputusan dibendel tersendiri.

 

Pasal 12

LEMBAR DISPOSISI

a. Setiap surat masuk sebelum diagenda, diberi lampiran lembar disposisi yang dibuat dengan ukuran kertas setengah folio.

b. Lembar disposisi diperlukan:

  1. Untuk menuliskan pertimbangan-pertimbangan atau penjelasan-penjelasan terhadap surat yang diterima.
  2. Agar tidak mengotori surat asli.

c. Lembar disposisi dibuat dengan ketentuan isi:

  1. Kop/Kepala surat diketik menurut tingkatannya.
  2. Tanggal terima.
  3. Nomor agenda.
  4. Pengirim surat.
  5. Ruang catatan/disposisi.

 

Pasal 13

KELENGKAPAN ADMINISTRASI

a. Buku Agenda, untuk mencatat keluar masuk surat.

Ketentuan kolom-kolomnya sebagaimana ketentuan umum.

b. Buku Notulen, untuk mencatat jalannya setiap rapat.

Yang memuat kolom-kolom hari tanggal dan waktu rapat, tempat rapat, peserta yang hadir, acara rapat, pendapat dan usulan

peserta rapat dan keputusan rapat.

c. Buku Ekspedisi, untuk mencatat setiap pengiriman surat. Terdapat dua macam ekspedisi:

1. Berbentuk buku, dengan kolom-kolom:

– Tanggal pengiriman surat

– Nomor urut

– Tanggal dan nomor surat

– Isi Pokok Surat

– Tujuan surat

– Tanda tangan penerima.

2. Berbentuk lembar tanda terima, dibuat dengan ukuran setengah folio, dengan kolom:

– Asal surat

– Nomor dan tanggal surat

– Tujuan

– Perihal

– Tanda tangan penerima, tanggal terima.

d. Buku Tamu, untuk mencatat setiap tamu, dengan ketentuan kolom:

– Tanggal kedatangan

– Nomor urut

– Nama tamu

– Jabatan/pekerjaan

– Maksud kunjungan

– Diterima oleh

– Catatan

– Tanda tangan

e. Buku daftar inventaris, untuk mencatat semua barang kekayaan yang dimiliki oleh organisasi, dengan kolom-kolom:

– Nomor urut

– Tanggal pembukuan

– Kode barang

– Keterangan barang

– Kwantitas atau jumlah

– Nama satuan

– Tahun pembuatan

– Asal barang

– Kelengkapan dokumen dan tanggal penyerahan/perolehan barang

– Keadaan barang

– Harga

– Keterangan.

f. Buku Kas, untuk mencatat keluar masuk uang organisasi. Dengan kolom-kolom:

– Tanggal penerimaan/pengeluaran uang

– Uraian

– Kode mata anggaran

– Jumlah uang.

g. Buku Kegiatan Harian, untuk mencatat segala kegiatan yang dilakukan oleh pengurus/organisasi, dengan kolom-kolom:

– Waktu dan tempat kegiatan

– Nama kegiatan

– Pelaksana kegiatan

– Keterangan.

h. Buku Induk Anggota, untuk mencatat nama anggota, dengan kolom-kolom:

– Nomor induk anggota

– Nama anggota

– Umur/tanggal lahir

– Alamat

– Pendidikan

– Nikah/belum

– Mulai menjadi anggota

– Jenis keanggotaan

– Keterangan.

 

KETENTUAN TENTANG ATRIBUT ORGANISASI DAN PEMAKAIANNYA

Sesuai dengan Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama Bab III Pasal 7, lambang Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak melingkar di atas garis khatulistiwa, yang terbesar di antaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di bawah garis khatulistiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri, semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau.

Lambang organisasi Nahdlatul Ulama tersebut merupakan identitas resmi organisasi yang ada dalam atribut-atribut organisasi NU seperti:

  1. Bendera
  2. Stempel
  3. Kop Surat/Amplop
  4. Papan Nama
  5. Panji-panji
  6. Lencana
  7. Baju Seragam
  8. Lain-lain

a. Bendera

  1. Warna bendera hijau cerah, ditengahnya terdapat lambang Nahdlatul Ulama yang terlukis dengan warna putih, tanpa tambahan tulisan apapun.
  2. Ukuran bendera adalah 120 x 90 cm atau disesuaikan dengan jenis keperluan. Perbandingan panjang dengan lebar adalah 4 : 3.
  3. Penggunaan/pemakaian bendera NU harus dijaga kehormatannya, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan.
  4. Pemasangan bendera NU dalam ruang resepsi resmi, ruang rapat/ruang kerja di kantor atau pengibaran di halaman kantor NU harus disertai dengan bendera nasional Sang Saka Merah Putih dengan ukuran yang sama. Letak bendera NU di sebelah kiri dan bendera nasional di sebelah kanan.
  5. Pemasangan bendera NU di luar ruangan diutamakan dalam setiap kegiatan organisasi NU, pada upacara nasional, setiap tanggal 16 Rajab (Harlah NU di halaman kantor atau pusat kegiatan milik NU), dalam kegiatan peringatan hari besar Islam atau acara intern NU dan perangkatnya.
  6. Lembaga dan Lajnah tidak boleh membuat model bendera tersendiri yang berbeda dengan bendera NU.
  7. Badan Otonom sesuai dengan statusnya mempunyai bendera sendiri.

b. Stempel

  1. Stempel organisasi Nahdlatul Ulama berbentuk bulat dengan ukuran garis tengah 3,5 cm. Di tengahnya terdapat lambang NU, di luar garis yang melingkari lambang diisi tulisan tingkat kepengurusan NU, Lembaga/Lajnah.
  2. Lambang dalam stempel organisasi NU adalah lambang Nahdlatul Ulama, tanpa ada tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab.
  3. Lembaga dan Lajnah tidak boleh membuat bentuk/model stempel tersendiri yang berbeda dengan stempel organisasi NU.

c. Kop Surat,Amplop

  1. Kertas surat organisasi NU berwarna putih, berukuran folio atau A4.
  2. Amplop surat organisasi NU menggunakan jenis amplop panjang berwarna putih.
  3. Kertas surat dan amplop surat disertai kop yang memuat lambang organisasi sesuai AD – NU Pasal 7, tingkat kepengurusan NU, alamat jelas yang disertai kode pos dan nomor telepon/fax bila ada.
  4. Kop kertas surat/amplop dicetak dengan warna hijau cerah.

d. Papan Nama

  1. Papan nama merupakan tanda yang menunjukan keberadaan organisasi Nahdlatul Ulama dalam wilayah tertentu.
  2. Papan nama organisasi dapat dibuat dari bahan pelat baja, seng, kayu, atau bahan lainnya yang baik.
  3. Bentuk papan nama adalah empat persegi panjang, dengan panjang dan lebar empat berbanding tiga.
  4. Warna dasar papan nama adalah hijau cerah, gambar dan tulisan berwarna putih. Jenis huruf tulisan adalah huruf latin kapital tegak.
  5. Ukuran maksimum papan nama:

·         Pengurus Besar      : panjang 200 cm, lebar 150 cm.

·         Pengurus Wilayah : panjang 180 cm, lebar 135 cm.

·         Pengurus Cabang  : panjang 160 cm, lebar 120 cm.

·         Pengurus MWC      : panjang 140 cm, lebar 105 cm.

·         Pengurus Ranting : panjang 120 cm, lebar 90 cm.

  1. Papan nama memuat lambang NU sesuai AD-NU Bab III Pasal 7, tingkat kepengurusan NU, alamat kantor dan nomor telepon.
  2. Pemasangan papan nama ditempatkan pada alamat kantor NU atau tempat yang berdekatan, yang mudah dilihat. Pemasangan dapat menggunakan tiang yang dipancangkan, ditempelkan atau digantungkan.
  3. Pamasangan papan nama hendaknya mengindahkan ketentuan yang berlaku di daerah yang bersangkutan dan diberitahukan kepada instansi terkait.

e. Papan Data

  1. Setiap tingkatan organisasi perlu membuat papan data yang dipasang di kantor sekretariatnya.
  2. Ukuran papan data disesuaikan dengan kebutuhan.
  3. Papan data terdiri dari :

– Data pengurus berikut strukturnya

– Data potensi

– Kalender kegiatan organisasi

– Peta organisasi.

f. Panji-panji

  1. Panji-panji  organisasi seyogyanya dimiliki oleh kepengurusan NU tingkat Ranting, Majlis Wakil Cabang, Cabang, Wilayah dan Pengurus Besar sebagai atribut kehormatan organisasi.
  2. Panji-panji dipasang di kantor organisasi dengan cara digantung pada tiang atau tembok dengan tali warna kuning.
  3. Panji-panji berbentuk perisai yang dipinggirnya dilingkari rumbai-rumbai warna kuning. Ukuran panji-panji adalah 90 cm (tegak) X 60 cm (datar).
  4. Panji-panji dibuat dari bahan dasar beludru/velvet warna hijau cerah. Lambang NU dan tulisan kepengurusan disulam dengan benang warna kuning keemasan.

g. Lencana

  1. Lencana NU adalah kelengkapan atribut organisasi untuk disematkan pada ujung kerah leher baju/jas sebelah kiri, di atas kantong baju sebelah kiri, pada dasi atau peci.
  2. Lencana NU berbentuk bulat, dengan diameter garis tengah 3 cm, di bagian pinggir bulatan ada garis kecil melingkar berwarna kuning keemasan.
  3. Lencana dibuat dari bahan kuningan, stainles, atau jenis logam lain, vibreglass, coating, atau bahan lain yang baik, dengan warna dasar hijau cerah.
  4. Di atas dasar hijau terdapat lambang NU yang dilukis dengan warna kuning keemasan.

h. Baju Seragam

  1. Yang dimaksud dengan baju seragam dalam ketentuan ini adalah baju seragam batik yang menggunakan ornamen/hiasan lambang Nahdlatul Ulama.
  2. Baju seragam batik berlambang NU dibuat dari bahan dasar fiori, tetoron, katun, atau bahan lain yang baik.
  3. Lambang NU yang dicetak/dilukis dalam bahan dasar tersebut harus tampak nyata tercetak/tertulis sesuai dengan ketentuan AD-NU Bab III Pasal 7.

i. Lain-lain

  1. Lambang Nahdlatul Ulama juga bisa digunakan (dicetak/dilukis) pada benda-benda peraga atau atribut lain seperti; kaos, peci, stiker, vandel, cenderamata, buku, kalender, dll.
  2. Penggunaan lambang NU untuk keperluan pembuatan atribut intern organisasi harus diketahui oleh tingkat kepengurusan organisasi yang bersangkutan dan diawasi kualitas kelayakan serta akurasinya.
  3. Penggunaan lambang NU untuk keperluan komersial oleh perseorangan harus dengan idzin tertulis dari Pengurus Besar NU.