MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Jumat, 23 April 2021

KAJIAN TENTANG INDAHNYA BERBAGI DISAAT PANDEMI DI BULAN RAMADHAN

Ramadhan adalah bulan baik berdasarkan nash yang qath’i. Pada bulan ini, kita dianjurkan untuk lebih giat melakukan kebaikan termasuk kebaikan berbagi kepada siapa saja terutama mereka yang berhajat.

Sahabat Anas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan sebuah hadits bahwa bersedekah di bulan ramadhan adalah amalan yg paling utama,

عَنْ اَنَسٍ قِيْلَ يَارَسُولَ اللهِ اَيُّ الصَّدَقَةِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِى رَمَضَانَ 

“Dari Anas dikatakan, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apa yang nilainya paling utama?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah di bulan Ramadhan,’ (HR At-Tirmidzi).

Pandemi yang masih terjadi saat ini bersamaan dengan datangnya bulan Ramadan saat ini seperti menjadi momen yang tepat bagi kita kita untuk turut membantu mereka yang mengalami situasi yang tidak menguntungkan dengan cara berbagi dengan sesama.

Ramadhan adalah bulan berkah, bulan yang ditunggu oleh semua umat Islam, semua umat Islam di seluruh dunia merayakannya dengan kebahagiaan karena Ramadhan memiliki keistimewaan dibandingkan bulan lainnya.

Dalam bulan istimewa ini, ada banyak kebaikan yang bisa dilakukan karena momentum puasa di bulan Ramadhan merupakan media pendidikan bagi umat Islam untuk berlatih empati dan berbagi.

Berbagi kepada mereka yang membutuhkan bukan hanya berbentuk materi, namun bisa bermacam-macam bentuknya mulai dari berbagi makanan, kebutuhan sehari-hari, ilmu dan lain sebagainya. Asalkan dilakukan dengan niat yang tulus, maka berapapun dan apapun yang kita berikan akan menjadi berkah bagi orang lain dan juga pahala.

Selain membawa pahala kebaikan yang berlimpah, berbagi dengan sesama juga memberikan banyak manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Imam An-Nawawi memgatakan,

ويسن الإكثار من الصدقة في رمضان لا سيما في عشره الأواخر 

“[Seseorang] dianjurkan untuk memperbanyak sedekah pada bulan Ramadhan, terlebih lagi pada 10 hari terakhirnya,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Bandung, Syirkah Al-Maarif: tanpa tahun], halaman 183). 

Anjuran ini didukung oleh banyak hadits baik secara qauli maupun fi’li. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan bahwa Ramadhan mengandung banyak keutamaan. Allah melapangkan kemurahan-Nya pada bulan Ramadhan. Dia melipatgandakan kebaikan yang dilakukan pada bulan Ramadhan. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ 

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Semua amal kebaikan anak manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan serupa hingga 700 kali lipat. Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa. Puasa adalah milik-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya karena ia meninggalkan syahwat dan makanan demi Aku.' Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, yaitu satu kebahagiaan saat berbuka puasa dan satu kebahagiaan lainnya saat menemui Tuhannya. Sungguh bau mulutnya lebih harum di sisi Allah daripada bau kesturi,’” (HR Muslim).

Ulama kemudian menarik simpulan bahwa berbagai hadits tersebut merupakan anjuran umat Islam untuk memperbanyak sedekah dan berbuat baik secara umum mengingat ganjaran kebaikan yang berlipat ganda pada bulan Ramadhan. 

ومبادرته لإكثار الصدقة لأنه صلى الله عليه وسلم كان أجود ما يكون في رمضان، وبالجملة فيكثر فيه من أعمال الخير لأن العمل يضاعف فيه على العمل في غيره من بقية الشهور 

“(Orang berpuasa) dianjurkan segera memperbanyak sedekah karena Rasulullah SAW adalah orang paling murah hati di Bulan Ramadhan. Seseorang dapat melakukan kebaikan secara umum karena ganjaran amal kebaikan apapun bentuknya akan dilipatgandakan dibandingkan ganjaran amal kebaikan yang dilakukan di luar bulan Ramadhan,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1999 M/1420 H], cetakan kedua, juz I, halaman 562).

Adapun diantara manfaat berbagi dengan sesama di bulan ramadan saat pandemi COVID-19 adalah :

*1. Menimbulkan rasa syukur*

Ketika kita berbagi kepada mereka yang membutuhkan, kita akan melihat bahwa masih banyak orang yang nasibnya tidak seburuntung. Melihat hal tersebut, kita akan menjadi pribadi yang lebih bersyukur terhadap apa yang dimiliki saat ini. 

*2. Meningkatkan kepercayaan dan motivasi*

Cukup banyak manfaat yang diberikan dari berbagi dengan sesama, salah satunya adalah kita akan semakin dihargai dan dihormati sebab tindakan kebaikan kita. 

Namun, tujuan utama dari berbagi dengan sesama bukan terletak pada ingin dihargai, melainkan kita dapat menanamkan rasa percaya diri dan motivasi terhadap mereka bahwa segala peristiwa yang terjadi saat ini akan memberikan hadiah yang lebih baik di hari yang akan datang.

*3. Memberikan harapan baru* 

Berbagi mampu meningkatkan rasa kepedulian terhadap kondisi sosial dan mereka yang membutuhkan. Dengan memberikan bantuan kepada mereka, maka secara tidak langsung telah memberikan harapan baru bagi mereka yang kurang beruntung untuk terus berjuang menjadi manusia yang lebih baik tanpa pernah menyerah. 

*4. Menciptakan tali persaudaraan*

Berbagi bukan dinilai dengan apa yang kita berikan, melainkan dengan keikhlasan. Sekecil apapun pertolongan yang kita berikan kepada orang lain, mereka akan senang dan selalu mengingatnya. Maka dari itu, kita akan lebih terbuka untuk saling berangkulan dan bersatu setelah saling berbagi.

*5. Menularkan orang lain untuk berbuat kebaikan*

Membantu mereka yang membutuhkan, bukan hanya membantu mereka yang kita kenal, melainkan juga yang tidak kita kenal. Ketika membantu mereka yang membutuhkan pertolongan, maka perbuatan kita akan diingat oleh mereka. Maka dari itu, untuk membalas amal kebaikan yang telah kuta berikan, biasanya mereka akan melakukan hal sama saat ada orang lain yang membutuhkan pertolongan pada waktu yang lain.

Untuk itu, apabila kita saat ini memiliki tambahan rizki lain, sisihkan dan berikan sebagian rizki kepada mereka yang membutuhkannya. Dan disinilah sejatinya inti dari berpuasa, agar bagaimana seorang yang kaya bisa merasakan bagaimana orang fakir miskin itu merasakan lapar dan dahaga. Semoga puasa ini semakin meningkatkan kepekaan dan kepedulian sosial kita. Wallahi a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Rabu, 21 April 2021

KAJIAN TENTANG EMPAT BELAS HIKMAH KEMULIAAN PUASA (Syeikh Ahmad Al-Jurjawi Dalam Kitab Hikmah At-Tasyri' Wa Falsafatuhu Juz 1 Hal. 132- 139)



فرض الصوم فى شهر شعبان المعظم من السنة الثانية من الهجرة والحكمة فى مشروعيته من جملة وجوه فهى :

اولا: شكر الله تعالى من حيث كونه عبادة وقد بينا فى غير هذا الموضوع أن العبادة مطلقا شكرا من العبد لمولاه على النعم التى لا تحصى( وإن تعدوا نعمت الله لا تحصوها : سورة مريم : ٢٦)

Puasa Ramadhan awal mula diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua setelah Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah. Dan Hikmah Kemuliaan dan keagungan pensyariatan Puasa dapat dilihat dari berbagai segi :

*HIKMAH PERTAMA*

Refleksi Kesyukuran kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala ditinjau dari segi substansi Ibadah itu. Kami sudah jelaskan pada kajian sebelumnya bahwa ibadah itu secara muthlak adalah karena menampakkan syukurnya Hamba Kepada Allah atas limpahan beraneka nikmat yang tak terhitung dan tak terhingga jumlahnya. Sesuai Firman Allah. Sekiranya Anda Sekalian menghitung jumlah nikmat Allah niscaya tak mampu kalian untuk menghitungnya. (Q.S. Maryam: 26).

*HIKAMAH KEDUA*

وثانيا : لأجل أن يعلمنا الشارع الحكيم كيف نحافظ على أداء الأمانة ولا نضيعها أبدا ولا نفرط فيها. وذلك الأمر بالأمساك عن الطعام والشراب وما فى حكمهما بياض النهار وهو بمنزلة أمانة أودعها الله تعالى ذمتك. وهذه الأمانة تقتضى فى المحافظة عليها أتعابا ومشاقة كثيرة تجهد النفس وتتعب الأعضاء فاذا ما خلا الإنسان بنفسه فى مكان منفرد وقد بلغ به الجوع والظمأ جهد الطاقة ففى هذه الحالة يمكنها أن يأكل ويشرب ولا رقيب عليه فإذا ما أمرته نفسه الأمارة بالسوء أن يأكل ويشرب وحسنت له ذلك قائلة: كل واشرب فليس عليك رقيب وأطاعها فقد خان الأمانة وحقت عليه كلمة العذاب وانت تعلم مقدار عقوبة الخائن فى الدنيا والآخرة.

*Hikmah Kedua*

Agar Allah mengajarkan kepada kita bagaimana cara kita menjaga amanah dan cara menunaikannya dan juga agar tidak menyianyiakan amanah itu dan tak boleh semena-mena dalam menjalankannya. Perintah itu berupa menahan diri dari makan dan minum dan dengan segala rangkaian hukumnya di siang hari yang ini berposisi sebagai amanah yang Allah titipkan di atas tanggungan dan tugasmu. Amanah ini menghendaki untuk dijaga meski melelahkan dan banyak memberatkan yang dapat membebani jiwa dan melelahkan anggota badan. Jika sekiranya seorang menyendiri di tempat sepi dan dia merasa lafar dan sangat dahaga, Dalam kondisi ini mungkin saja dia makan dan minum tak ada yang mengawasinya. Jika nafsu ammarah yang jahat itu menyuruh untuk makan minum dan dia merayu untuk mengatakan :” makan aja minum aja toh tak ada yang mengawasimu”. Lantas dia mentaatinya. Sungguh dia telah mengkhianati amanah yang telah diberikan dan sangat pantas mendapatkan siksaan. Sementara Anda Tahu seberapa ukuran besarnya siksaan bagi orang yang khianat baik di dunia maupun di akhirat. (Hal. 133)

*HIKMAH KETIGA*

والحكمة الثالثة:

أن البهيمة وهى التى لا هم لها إلا الأكل والشرب وما فى حكمهما من تناول الملاذ وما تصبو اليه البهائم من مأكل ومشرب ونكاح وغير ذلك. فإذا ما حبس الإنسان نفسه البهيمة عن كل هذه الملاذ التى هى شأن البهائم ثم صفت نفسه وخلصت روحه من صفة البهيمية صار الى الملكية أقرب. وفى هذه الحالة يكون ما يؤديه من العبادات الأخرى يؤديه بإخلاص نفس خلصت من شوائب الريب والغير. وإنك أيضا تجد الحكماء والفلاسفة وأهل الزهد والعبادة فى جميع الملل والنحل إذا أرادوا تأليفا فى علم أو أداء عبادة حبسوا البطن عن الإكثار من الطعام حتى تكون لهم قدرة فى تأدية ما يريدون..

*Hikmah Ketiga*

Sesungguhnya Binatang yang tak memiliki hasrat lain kecuali makan dan minum dan segala apa yang berkaitan dengan keduanya itu berupa memperoleh kenikmatan dan apa yang dibutuhkan oleh binatang-binatang tersebut baik makanan, minuman, kawin dst. Apabila manusia mampun mengendalikan nafsu kebinatangannya tersebut dari segala kelezatan yang sesungguhnya sama dengan kebutuhan binatang kemudian jiwanya bersih, suci ruhnya dari sifat-sifat kebinatangan sehingga berubah menjadi sifat kemalaikatan yang lebih dekat menuju itu.

Dalam kondisi seperti ini apa yang dibutuhkan dalam penunaian ibadah-ibadah yang lain akan tertunaikan dengan keikhlasan jiwa suci dari gangguan-gangunguan kebimbangan dan kebingungan.

Dan sesungguhnya juga banyak Anda temukan Para ahli hikmah Ahli Filsafat Ahli ibadah Ahli Zuhud di semua agama dan penganut aliran keagamaan sekiranya mereka ingin menulis karya ilmu pengetahuan atau mau melaksanakan suatu ritual agama mereka mengendalikan perutnya dari banyak makan dan minum sehingga akhirnya mereka memiliki kemampuan untuk dapat melakukan apa yang mereka inginkan.

Intinya: Perut yang tidak terlalu kenyang oleh makanan dan minuman dapat menenangkan mata hati untuk tenang beribadah.

Perut dalam kondisi tidak terlalu kenyang akan mempercepat nalar logis berpikir bagi siapa saja yang ingin menuangkan ide-ide cerdasnya dalam bentuk karya tulis, buku, artikel, dll.

Orang yang disebut ahli hikmah ahli filsafat dan ahli ibadah adalah orang yang mampu mengendalikan isi perutnya dari makan minum yang berlebihan.

*PUASA RAMADHAN MENGAJARKAN KITA UNTUK BERANJAK DARI SIFAT KEBINATANGAN MENUJU SIFAT KEMALAIKATAN YANG LEBIH MEMDEKATI KE SIFAT ULUHIYYAH.*

*HIKMAH KEMPAT*

الحكمة الرابعة: إن الأطباء أشاروا وقالوا إن الإنسان لا يأكل بجشع ولا يكثر من الطعام لأن ذلك يحدث للمعدة الداء العضال كما ورد : المعدة بيت الداء والحمية رأس الدواء واعط كل بدن ما عودته : وقال بعض الحكماء من أكل كثيرا شرب كثيرا ومن كان كذلك نام كثيرا ومن كان كذلك ضاع عمره.

وإنك ترى الطبيب اذا اراد أن يعطى مريضا الدواء أخلى جوفه من كل شيء ثم باشر التطبيب أو أعطاه طعاما خفيفا على المعدة كاللبن مثلا فالصوم من حيث امساك عن الطعام والشراب فيه صحة للبدن.

*Hikmah keempat:*

Para Dokter, ahli medis mengeluarkan resep dan berkomentar bahwa sesungguhnya manusia tak boleh makan dengan rakusnya dan tak boleh makan terlalu banyak. Karena makan secara rakus dan banyak menjadi penyebab munculnya banyak penyakit berbahaya terhadap lambung /perut.

Sebagaimana dijelaskan dalam Hadis. Perut adalah rumahnya penyakit sementara perut yang kosong pangkal obat kesehatan maka berikanlah setiap anggota badanmu itu sesuai dengan takarannya dan porsinya.

Ahli hikmah berpendapat siapa saja makannya banyak minumnya banyak maka akibatnya banyak tidur dan siapa saja yang banyak tidur tentu umurnya sia-sia tak bermanfaat banyak.

Sesungguhnya Anda bisa lihat prakteknya dokter dan tenaga medis lainnya, Dokter kalau mau memberikan pasiennya obat maka dia kosongkan tenggorokannya dari segala sesuatu baru dia melakukan diagnosa penyakit pasiennya. Atau memberikan makanan ringan untuk persiapan lambungnya seperti minum susu. Maka Puasa dari sisi ini adalah gambaran tentang penahanan diri dari makan dan minum sebagai bukti memberikan kesehatan terhadap jasad-jasmani.

*HILMAH KELIMA*

والحكمة الخامسة:

هى أضعاف شهوة الجماع تلك الشهوة التى يستوى فيها الإنسان والحيوان والتى تجد النفس من مقاومتها مشقة فإذا كان الإنسان فقيرا مثلا ولا قدرة له على الزواج وخاف على نفسه الوقوع فى جريمة الزنا فإنه يصوم حتى تضعف الشهوة وترفع عنه مؤنة مصاريف الزواج ومن أجل ذلك قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء.

*Hikmah Kelima*

Yaitu berlipatgandanya dan memuncaknya syahwat seksualitas. Syahwat seksual itu tak ada beda antara manusia dan binantang dan apa yang ditemukan oleh nafsu dari kesulitan untuk mengatasinya. Jika sekiranya manusia itu miskin papa yang tak mampu untuk menikah dan dia khawatir jatuh ke lembah perzinahan maka terapinya adalah puasa karena puasa dapat mengurangi syahwat dan dapat mengurangi beban hasrat pernikahan.

Demikianlah apa yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw. Duhai para pemuda siapa saja yang mampu menikah menikahlah karena menikah dapat menjaga dari pandangan mata. Jika tidak mampu berpuasalah karena dapat menjadi obat.

*PUASA RAMADHAN MENGAJARKAN KITA UNTUK MENJAGA POLA MAKAN YANG SEHAT AGAR USIA MENJADI PANJANG. PUASA ADALAH TERAPI PENGEKANG HAWA NAFSU SEKSUALITAS MAKA BERPUASALAH DI SAAT ANDA TAK KUASA MENGEKANGNYA*

*HIKMAH KEENAM*

والحكمة السادسة:

إن الإنسان إذا صام وذاق مرارة الجوع وحصل عنده عطف ورحمة على الفقراء والمساكين الذين لا يجدون من القوت ما يسدون به الرمق ولفد ورد أن سيدنا يوسف عليه الصلاة والسلام كان لا يأكل ولا يتناول طعاما إلا إذا إشتد عليه الجوع لأجل أن يتذكر البائس الفقير والمحتاج المضطر

ولقد ورد فى فصل الصوم وفوائد من الأحاديث وأقوال الحكماء ما لا يعد ولا يحصى وحيث إن مالا يدرك كله لا يترك كله فهاك بعض ما جاء منها قال رسول الله صلى الله عليه واله وسلم من جاع بطنه عظمت فكرته وفطن قلبه. وقال لقمان لابنه وهو يعظه يا بني إذا إمتلأت المعدة نامت الفكرة وخرست الحكمة وقعدت الأعضاء عن العبادة. وقال سليمان الدارانى احلى ما تكون لى العبادة إذا التصق ظهرى ببطنى وقال بعض ألاطباء الدواء الذى لا داء معه لا تأكل الطعام حتى تشتهى وهذا مأخوذ من معنى الحديث الذى قاله النبى صلى الله عليه وسلم للطبيب الذى ارسله المقوقس ضمن الهدية اذ قال : نحن قوم لا نأكل الا عن جوع وإذا أكلنا لا نملك نفسنا من الطعام. ومن ذلك رجع الطبيب الى المقوقس وقال له لقد ارسلتنى الى رجل جمع الطب فى كلمتين. وقال بعض السلف الصالح إذا شبع الإنسان خرست الحكمة وقعدت الأعضاء عن العبادة ولا ينال الإنسان صفاء القلب ولا يدرك لذة العبادة وحلاوة المناجاة والتأثر بالذكر الفكر الا الجوع. ولقد أجمع الأطباء فى هذا العصر على أن الصوم من أنجع الأدوية لمن يصاب بمرض السكر فانظر حكمة الشارع الحكيم التى تخفى على كثير من الناس.

*Hikmah Keenam:*

Sesengguhnya manusia jika dia berpuasa pasti dia merasakan pahit getirnya lapar maka muncul rasa kasihan dan empati terhadap pakir miskin yang tak mempunyai makanan yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Sungguh telah ada keterangan dari Hadits bahwa Nabi Yusuf As beliau tak makan tak minum dan tak makan-makan yang lain kecuali kalau sudah kelewatan laparnya karena semata-mata ingin mengingat bagaimana rasa laparnya orang yang miskin papa orang yang sangat membutuhkan bantuan uluran tangan.

Dan juga sudah ada keterangan dari banyak hadis dan ungkapan ahli hikmah tentang faidah yang tak terhitung saking banyaknya penjelasan itu. Tetapi secara ringkas kita katakan bahwa segala sesuatunya jika tak bisa diraih semuanya jangan tinggalkan semuanya.

Maka dari itu ini sebagian dari apa yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam *"Siapa saja yang lapar perutnya Fikirannya cemerlang dan Hatinya tenang.* Nasihat Luqman Kepada anaknya, *"Duhai Anakku jika perut-lambung kekenyangan kepenuhan, maka pikiran anda tumpul/ tidur tak bisa berkreasi, Hikmah kearifan pun terkekang Anggota tubuh merasa malas untuk beribadah."* Syaikh Sulaiman Addaroni berucap Ibadah yang paling indah dan manis saat melaksanakannya jika punggungku bersentuh dengan perutku (lapar). Para Ahli Kedokteran berpendapat Obat yang tak ada penyakitnya adalah Anda tidak makan sampai Engkau merasa kenyang. Ini dikutip dari makna hadis nabi yang diucapkan oleh nabi kepada seorang dokter yang jadi utusan raja Muqauqis sebagai barter hadiah yang dia kirim kepada Nabi. Kala itu Nabi berucap: Kami Adalah Sekelompok kaum yang tak makan kecuali sudah lapar tapi jika kami sudah makan kami bisa menahan diri dari makanan itu (tidak terlalu kenyang). sebab itu baliklah sang dokter ke Raja Muqauqis sang dokter berucap: Duhai Raja Engkau telah mengutus aku ke seorang yang menghimpun teori kedokteran pada dua kalimat: (Makan saat Lapar-Jika Makan tak terlalu kekenyangan).

Sebagian ulama salaf bernasihat, *"Jika Manusia kekenyangan Hikmah kearifan terkekang Anggota Tubuh malas bangun ibadah dan manusia tak akan mempeeoleh kesucian hati dan juga tidak memperoleh kelezatan beribadah dan manisnyav munajat juga efek dari zikir dan fikir kecuali dengan perut dalam keadaan lapar."*

Sungguh telah konsensus para ahli kesehatan modern bahwa puasa adalah obat yang paling mempan bagi orang yang kena penyakit gula/deabetes. Lihatlah hikmah Allah swt yang maha bijaksana yang kebanyakan manusia tak bisa mengungkapkan rahasia yang tersembunyi dalam syariatnya.

Intinya:

*PUASA MENCERDASKAN AKAL LOGIKA BERPIKIR. PUASA MENENTERAMKAN MATA BATHIN MENUJU KEBENINGAN MATA BATHIN. PUASA MENYINGKAP TABIR-TABIR HIKMAH ILAHIYYAH YANG TERHALANG OLEH KOTORAN DOSA DAN NODA. PUASA ADALAH OBAT MUJARRAB BAGI SEGALA PENYAKIT WABIL KHUSUS PENYAKIT DEABETES.*

*HILMAH KETUJU*

الحكمة السابعة:

إن فى الصوم تقوية الإرادة وتغليب حكم العقل على الشهوة فإذا ارتاض الإنسان بذلك ارتياضا تاما واصبح السلطان للعقل لا للهوى كان ذلك من قوة العزيمة ما تصير به من خير الناس

*Hikmah Ketujuh*

Sesungguhnya pada esensi puasa itu adalah sebagai peneguh dan penguat motivasi dan komitmen dan juga menjadi pemenangan akal logika dari gangguan syahwat. Jika manusia tetap terlatih dengan latihan yang sempurna maka dia menjadi raja terhadap akal pikirannya bukan oleh nafsunya. Yang demikian ini akan menjadi penopang yang kuat menuju manusia yang paripurna dan sempurna.

*HIKMAH KEDELAPAN*

الحكمة الثامنة:

مراقبة الله تعالى والحياء منه فإنك كلما اشتهيت شيئا وأنت صائم تركته لله تعالى فتتربى فيك ملكة المراقبة لله عز وجل ويقوى فيك الأحساس بعظيم ألوهيته وملاحظة اطلاعه عليك ولو تملكت هذه المراقبة نفوس الناس جميعا لما وجد شيء من الجرائم ولما استعبد القوى الضعيف ولأصبحت الدنيا تماثل الفردوس فى هنائها وصفائها وطهارة القلوب فيها.

*Hikmah kedelapan*

Puasa adalah gambaran pemantauan dan tilikan Allah Ta'ala dan ada rasa malu kepada-Nya. Acapkali Anda bersyahwat kepada sesuatu sementara Anda sedang berpuasa. Anda pasti tinggalkan karena Allah sehingga Anda tertempa dan terdidik berupa kepemilikan kepengawasaan Allah dan terpatri kuat rasa penghormatan dan pengagungan kemahaesaan Allah dan berikut pengawasan-Nya terhadap gerak gerikmu.

Jika semua jiwa manusia memiliki pengawasan Allah ini, Maka tak akan ditemukan kriminalitas sedikit pun dan manakala orang yang kuat memberdayakan orang yang lemah, Niscaya dunia ini tak ubahnya seperti Syurga Firdaus yang serba enak, bersih, suci hati dari segala penyakit hati.

*HIKMAH KESEMBILAN*

الحكمة التاسعة:

التذكير بحال الفقرآء حتى تواسيهم وتشفق عليهم وليس يعرف حال المضطر الا من أصابه الإضطرار ولا يحس بما عند الجائع الا من كان جائعا ولا يدرك الألم ذوقا ووجدانا الا من كان فى شدة وقد قيل لبعض الملوك الذين يهمهم أمر الرعية لماذا تجوع؟ فقال لأذكر الجائعين.

*Hikmah Kesembilan*

Puasa sebagai pengingat akan kondisi sosial orang-orang pakir miskin sehingga Anda merasa senasib sepenanggungan dengan mereka dan Anda merasa empati dan peduli atas kondisi mereka. Maka tak akan diketahui kondisi susah kecuali bagi orang yang ditimpa kesusahan juga tak akan merasakan pedihnya penyakit kecuali bagi siapa saja yang merasakan pedihnya penyakit itu.

Ada ungkapan pertanyaan kepada sebagian penguasa? kenapa anda berlapar-lapar? Sang Raja itu menjawab. Biar saya ingat dan merasakan bagaimana orang yang lapar itu merasakan laparnya.

Intinya:

*PUASA MENGAJARKAN KITA AKAN PENGAWASAN ALLAH.* 

Siapa saja yang selalu merasakan pengawasan Allah dalam hidupnya maka tak ubahnya dia telah menciptakan Syurga Firdaus di lembaran kehidupannya. Puasa mengajarkan semangat empati sosial untuk berbagi kepada sesama. Puasa mengajarkan kita kearifan sosial yang membawa kebaikan untuk semua golongan.

*HILMAH KESEPULUH*

الحكمة العاشرة :

معرفتك نعم الله تعالى معرفة صحيحة فإن الشيء لا يعرف حقا الا عند فقده ولذلك كان المريض يعرف من فضل الصحة مالا يعرفه الصحيح. فالأشياء لا تزال مغفولا عنها حتى إذا فقدت عرفت قيمتها فالنفس لا تعرف مقدار ما كانت فيها من الملاذ إلا إذا حبست عنها حبسا طبيعيا أو صناعيا.

*Hikmah Kesepuluh*

Pengetahuanmu akan nikmat Allah Ta'ala dengan pengetahuan yang sebenar-benarnya. Sebab sesuatu itu tak diketahui esensi utamanya kecuali di saat tidak adanya. Sama halnya dengan orang yang sakit dia paling sangat mengerti hakikat keutamaan sehat dibanding apa yang diketahui oleh orang yang sehat sekalipun. Segala sesuatu itu selalu dilupakan bahkan dilalaikan baru terasa fungsinya dan harganya manakala sudah tak ada lagi. Jiwa dan Nafsu Syahwat ini dia tak akan mengetahui ukuran apa yang ada pada kenikmatan itu kecuali jika dikekang ditahan baik secara alami maupun direkayasa.

*HIKMAH KESEBELAS*

الحكمة الحادية عشرة:

معرفة ضعفك وحاجاتك ومن عرف ضعفه واحتياجه زالت عنه الكبرياء الكاذبة التى لا تليق بمن إذا أخرت عنه شربة ماء ذل وضعف وزالت منه الأنانية التى يريد بها أن يكون إلها لا عبدا وما أضعف عبد ينفعل من أجل أكلة أو شربة فيعرف الأنسان قدره بهذا. رحم الله أمرأ عرف قدره فيتأدب مع الله ومع خلق الله.

*Hikmah Kesebelas*

Pengenalanmu akan kelemahan dan segala hajat kebutuhanmu. Siapa saja yang mengetahui kekurangan dan kelemahannya berikut kebutuhannya, pasti hilang rasa keangkuhan dan kesombongan juga kebohongan yang tak pantas. Gambaran kelemahan seseorang tatkala ditunda untuk diberikan minum seteguk air niscaya dia merengek dan lemah minta untuk dikasihani.

Mengetahui hakikat kelemahan dirinya dapat menghilangkan sifat ananiyyah (egoisme) diri kayaknya kepingin menjadi tuhan bukan justru menjadi hamba. Alangkah lemahnya hamba dia merintih hanya sebab sesuap makanan atau seteguk air. Disini diketahui ukuran kelemahan manusia. Sungguh Allah merahmati seseorang yang mengetahui ukuran dan takaran dirinya sendiri kemudian dia beradap sopan santun bersama Allah swt dan juga sesama manusia.

Intinya:

*PUASA MENGAJARKAN KITA AKAN KELEMAHAN DIRI KITA.*

Siapa saja yang selalu merasa dirinya tak kuasa atas segala sesuatunya melainkan atas kehendak Allah maka dialah hamba Allah yang tak akan pernah merasa sombong angkuh dalam segala dimensi kehidupannya.

Puasa mengajarkan hakikat kehidupan yang tak bisa hidup dengan keegoisan diri melainkan hidup dengan penuh adab etika bersama Allah dan bersama manusia yang lain.

*HIKMAH KEDUA BELAS*

الحكمة الثانية عشرة:

ان النفوس متى قويت بشهواتها طغت : إن الإنسان ليطغى أن رآه استغنى(العلق: ٦-٧) فاذا منعت عنها شهواتها خمدت ومتى خمدت رجعت الى الله تعالى وأحست به احساسا صحيحا وكذلك تجد نفس المريض راجعة الى الله تعالى متعلقة به بخلاف نفس الصحيح وتجد فرقا كبيرا بين نفس الفقير الهامدة الخامدة التى ترجع الى الله دائماً وبين نفس الملك والوزير وذى الجاه والثروة. ودواء النفوس وسعادتها إنما هو فى التعلق بالله لأنه لا غنى عنه( يأيها الناس أنتم الفقرآء الى الله والله هو الغنى الحميد. (سورة فاطر : ١٥)

*Hikmah Kedua Belas*

Sesungguhnya jiwa manakala dia kuat dengan dorongan syahwatnya pasti dia lalai dan lalim. Allah menjelaskan, (sesungguhnya manusia pasti melampui batas karena dirinya merasa serba cukup. Q. S. Al-alaq: 6-7). Jika dirinya dihalangi oleh nafsunya maka dia (خمدت): melemah, mereda, surut, membasmi, surut, padam, kabur, mati. tatkala jiwa itu melemah, padam pasti akan kembali kepada Allah Ta'ala dan merasakan kehadiran Allah sebenar-benarnya.

Begitu juga halnya Anda jumpai jiwa yang sakit yang kembali kepada Allah pasti selalu resah dan selalu bergantung pada dirinya. Beda halnya dengan jiwa yang sehat. Anda bisa temukan perbedaan yang besar nan jelas antara jiwa yang pakir, lemah dan padam yang selalu mengeluh dan berkeluh kesah kepada Allah dan antara jiwa sang raja dengan menterinya dan jiwa orang yang punya kuasa dan wibawa.

Obat jiwa dan kebahagiannya sesungguhnya pada posisi bergantung semua hal dengan Allah swt, sebab itu tak ada bandingannya. Firman Allah Ta'ala Duhai Manusia Kalian semua fakir kepada Allah dan Allah Ta'ala Maha Kaya dan Maha Terpuji.

Intinya: 

*Jiwa itu ada yang sakit dan jiwa yang sehat. Jiwa yang sakit pasti merasa lemah tak berdaya tak punya motivasi. Sementara jiwa yang sehat pasti tenang bahagia dan penuh optimisme. Puasa adalah terapi menuju jiwa yang sehat dan bahagia.*

*HIKMAH KETIGA BELAS*

الحكمة الثالثة عشرة :

إن فى الصوم تشبيها بالروحانيين من ملائكة الله المقربين فلا تكون مسغولا بنفسك طول يومك اذا كنت صائما بل با الله تعالى فتكون ذاكرا ومسبحا ومقدسا أو مصليا أو قارئا أو مفكرا فى خلق السموات والأرض أو مصالح العباد. وعلى كل حال فالصيام ليس لنفسه وإنما هو لربه فالصوم شبح وروح فاجتهد أن تفوز من الصوم بسره وروحه لا بشبحه وظاهره وعلى قدر ما تبتعد عن شهواتك والأشتغال بنفسك كالأطفال والجهال على ما تلتحق بالملأ الأعلى وعلى قدر ما تكون مستعبدا للشهوات منغمسا فى حمأة الماديات تكون المناسبة بينك وبين الشياطين وبقدر المناسبة يكون الإنجذاب بين المتنافسين.

*Hikmah Ketiga Belas*

Sesungguhnya pada esensi puasa itu menyerupai dua ruh-ruh dari para malaikat Allah Ta'ala yang sangat dekat dengan Allah. Maka jangan anda sibuk dengan diri anda sendiri, nafsu anda sendiri selama anda berpuasa sepanjang harimu akan tetapi sibukkan dirimu dengan Allah Ta'ala. Jadilah dirimu pengingat Allah, Pemuji Allah, Pensuci, peshalat, pembaca, pemikir atas segala ciptaan langit dan bumi atau pemikir kemashlahatan manusia. Intinya adalah puasa bukan untuk yang puasa semata namun sesungguhnya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Puasa itu bagaikan (Syabakhun): roh, momok, hantu, bayangan dst dan juga RUH, jiwa yang suci bersih. Maka berusahalah agar Anda berhasil dari puasanya dengan memperoleh rahasianya dan ruh suci substansinya bukan dari momoknya yang menghantui dan menakuti maupun yang membayang-banyangimu secara zahir.

Sebatas ukuran Anda menjauhi nafsumu dan sibuk dengan nafsumu (seperti anak kecil atau orang yang tolol) Maka sebesar itulah ukuran anda berhubungan bathin atau kedekatanmu dengan Allah yang maha tinggi.

Sebatas ukuran anda menghamba terhadap nafsumu tenggelam dalam dunia materi maka anda persis sama dengan diri anda dengan syaithan.

Sebatas ukuran kesesuaian Anda itu maka pasti ada ketertarikan untuk berkompetisi dengan para kompetitor yang lain.

Intinya:

*PUASA SEPERTI BENINGNYA JIWA DAPAT MELEJITKAN POTENSI MENUJU POTENSI MALAIKAT BAHKAN POTENSI SIFAT KEILAHIYAN.*

*HIKMAH KEEMPAT BELAS*

الحكمة الرابعة عشرة :

ما فى الصوم من الفوائد الطبية الجليلة فإن المعدة بيت الداءالحمية رأس الدواء وكل من الأعضاء يجب أن يستريح وقتا من الأوقات فلماذا لا تستريح اامعدة كما يستريح غيرها. وقال بعض الأطباء إن الصوم أمان من كثير من الأمراض المزمنة والمنتقلة ولا سيما السل والسرطان الجلدى والدملى الذى فشا فى أوربا جدا وذهب ضحيته ألوف كثيرة فى سنة واحدة أخذا من الإحصائيات الأخيرة فى بارس. اھ.

*Hikmah Keempat Belas*

Pada substansi ibadah puasa berupa faidah yang sangat jelas menyehatkan. Sejatinya Perut itu markas penyakit. Perut yang terjaga pangkal obatnya. Masing-masing anggota tubuh ini memerlukan jeda waktu untuk rehat, Lantas kenapa perut tak diberikan waktu untuk rehat sebagaimana rehatnya anggota yang lain.

Para dokter berkata bahwa puasa itu penjaga dari berbagai macam penyakit-penyakit yang mewabah (muzminah) dan penyakit yang menular (al-muntaqilah) terutama sekali penyakit asillu (TBC), penyakit kangker ( السرطان) kulit, penyakit bisul-bintik-bintik di kulit yang menyebar di Eropa. Beribu -ribu korban akibat wabah itu dimana selama setahun penuh wabah itu terjadi di Kota Paris Perancis.

Intinya:

*PUASA ADALAH PENYEHAT RAGAWI DARI SEGALA PENYAKIT FISIK, PENYEHAT RAGAWI DARI PENYAKIT MEWABAH DAN MENULAR. PUASA JUGA BISA MENJAUHKAN DIRI DARI CORONA SEKALIPUN DENGAN PERPADUAN ANTARA KUATNYA IMANITAS ROHANI DAN IMUNITAS JASMANI.* Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Selasa, 20 April 2021

KAJIAN TENTANG MEMBANGUN UKHUWAH ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM ISLAM

Membangun persaudaraan adalah sebuah kebutuhan dan juga kewajiban bagi kita sebagai bangsa yang besar. Sesungguhnya kemajemukan masyarakat Indonesia dapat dilihat dari nilai-nilai yang dianut yang sejak lama kita telah dipersatukan dengan nilai-nilai tersebut. Keragaman yang terjadi sesungguhnya bukanlah sebuah permasalahan namun menjadi penyangga masyarakat untuk bersatu menjadikan adanya persaudaraan. Di dalam agama Islam, persaudaraan juga sering disebut sebagai ukhuwah.

Terdapat tiga macam ukhuwah, yaitu ukhuwah Islamiyah (persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa dan setanah air), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan umat manusia). Ukhuwah basyariyah bisa juga disebut ukhuwah insaniyah.

Pada konsep ukhuwah Islamiyah, seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena sama-sama memeluk agama Islam. Umat Islam yang dimaksudkan bisa berada di belahan dunia mana pun. 

Dalam konsep ukhuwah wathaniyah, seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari bangsa yang satu, misalnya bangsa Indonesia. Ukhuwah model ini tidak dibatasi oleh sekat-sekat primordial seperti agama, suku, jenis kelamin, dan sebagainya. 

Adapun, dalam konsep ukhuwah basyariyah, seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari umat manusia yang satu yang menyebar di berbagai penjuru dunia. Dalam konteks ini, semua umat manusia sama-sama merupakan makhluk ciptaan Tuhan.

Hampir sama dengan ukhuwah wathaniyah, ukhuwah basyariyah juga tidak dibatasi oleh baju luar dan sekat-sekat primordial seperti agama, suku, ras, bahasa, jenis kelamin, dan sebagainya. Ukhuwah basyariyah merupakan level ukhuwah yang tertinggi dan mengatasi dua ukhuwah lainnya yaitu Islamiyah dan wathaniyah. Artinya, setelah menapaki ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah, sudah sepatutnya seseorang menggapai ukhuwah yang lebih tinggi, lebih mendalam, dan lebih mendasar, yaitu ukhuwah basyariyah.

Dengan semangat ukhuwah basyariyah, seseorang melihat orang lain terutama sebagai sesama manusia, bukan apa agamanya, sukunya, bangsanya, golongannya, identitasnya, dan baju-baju luar lainnya. Kita mau menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan bukan karena dia seagama, sesuku, atau sebangsa dengan kita misalnya, melainkan karena memang dia seorang manusia yang berada dalam kesulitan dan sudah seharusnya kita tolong, apa pun agama dan sukunya.

Dalam ukhuwah basyariyah, seseorang merasa menjadi bagian dari umat manusia yang satu: jika seorang manusia “dilukai”, maka lukalah seluruh umat manusia.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Sabi-in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu." (QS. Al-Hajj : 17)

قوله تعالى : إن الذين آمنوا أي بالله وبمحمد - صلى الله عليه وسلم - . والذين هادوا اليهود ، وهم المنتسبون إلى ملة موسى - عليه السلام - . ( والصابئين ) هم قوم يعبدون النجوم . ( والنصارى ) هم المنتسبون إلى ملة عيسى . ( والمجوس ) هم عبدة النيران القائلين أن للعالم أصلين : نور وظلمة. والذين أشركوا هم العرب عبدة الأوثان . إن الله يفصل بينهم يوم القيامة أي يقضي ويحكم ؛ فللكافرين النار ، وللمؤمنين الجنة . وقيل : هذا الفصل بأن يعرفهم المحق من المبطل. إن الله على كل شيء شهيد أي من أعمال خلقه وحركاتهم وأقوالهم.

"Firman Allah Ta'ala, إن الذين آمنوا (sesungguhnya orang-orang yang beriman) adalah yang beriman kepada Allah dan beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. والذين هادوا (dan orang-orang yang mendapatkan petunjuk) adalah orang-orang yahudi yang menisbatkan dirinya sebagai pengikut agama nabi Musa as. والصابئين (sabiin) adalah orang-orang yang menyembah bintang-bintang.  والنصارى (nashrani) adalah orang-orang yang menisbatkan dirinya mengikuti agama nabi Isa as. والمجوس (majusi) adalah orang-orang yang menyembah api yang dikatakan bahwa asalnya alam ini dari dua hal yaitu cahaya dan kegelapan. إن الله يفصل بينهم يوم القيامة (Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat) yaitu Allah lah yang akan memberikan putusan dan menghakimi, maka bagi orang kafir akan masuk neraka dan bagi orang mukmin akan masuk surga. Dikatakan Allah lah yang akan memutuskan antara yang benar dan yang batil (salah). إن الله على كل شيء شهيد (Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu) yaitu Allah Maha Mengetahui semua amal perbuatan makhluknya baik gerakan dan ucapannya." (Tafsir Al-Qurthubi)

Islam mengajarkan umatnya tidak hanya beribadah secara vertikal kepada Allah (Habluminallah). Tetapi, juga beribadah sosial atau hubungan ibadah secara horizontal sesama manusia (habluminannas).

Di antara habluminannas tersebut, Islam mengajarkan tentang berhubungan yang baik dengan tetangga. Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, dalam bukunya yang berjudul "Minhajul Muslim" menyebutkan, orang Islam meyakini bahwa tetangga memiliki hak-hak atas dirinya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,

مَازَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنًّهُ سَيُوَرِّثُهٌ

"Tak henti-hentinya malaikat Jibril berpesan kepadaku tentang persoalan (berbuat baik kepada) tetangga, sampai–sampai aku menyangka ia akan memberikan hak waris kepada tetangga." (HR. Muttafaq ‘alaih).

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda,

اَلْجِيْرَانُ ثَلَاثَةٌ : جَارٌ لَهُ حَقٌّ وَاحِدٌ وَجَارٌ لَهُ حَقَّانِ وَجَارٌ لَهُ ثَلَاثَةُ حُقُوْقٍ. فَالْجَارُ الَّذِيْ لَهُ ثَلَاثَةُ حُقُوْقٍ اْلْجَارُ الْمُسْلِمُ ذُوْ الرَّحْمَةِ, فَلَهُ حَقُّ الْجِوَارِ وَحَقُّ الْإِسْلَامِ وَحَقُّ الرَّحْمش. وَأَمَّاالَّذِيْ لَهُ حَقَّانَ فَالْجَارُ الْمُسْلِمُ لَهُ حَقُّ الْجِوَاِر وَحَقُّ الْإِسْلَامِ.أَمَّاالَّذِيْ لَهُ حَقُّ وَاحِدٌ فَالْجَارُ الْمُشْرِكُ.

"Tetangga itu ada tiga macam, tetangga yang memiliki satu hak, tetangga yang memiliki dua hak, dan tetangga yang memiliki tiga hak. Tetangga yang memiliki tiga hak adalah tetangga yang beragama islam dan masih memiliki hubungan keluarga, maka ia memiliki hak sebagai tetangga, hak sebagai saudara sesama muslim dan hak sebagai keluarga.Tetangga yang memiliki dua hak adalah tetangga yang beragama islam, ia memiliki hak sebagai tetangga dan hak sebagai saudara sesama muslim. Sedangkan tetangga yang memiliki satu hak adalah tetangga yang non-. Muslim." (HR. Al-Bazzar dan al-Hasan bin Sufyan)

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ” رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

“Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sesungguhnya kata, “saudara” dalam hadits diatas bukanlah sekadar sesama Muslim, melainkan juga sesama umat manusia dalam rangka usaha menggapai “Cara Terbaik Membangun Persaudaraan.” Wallahu a'lam

Demikianlah Asimun Ibnu Mas'ud  memyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

KAJIAN TENTANG HUKUM MUSLIM MEMASUKI GEREJA


Berkaitan dengan undangan atas nama saya Asimun Mas'ud selaku Ketua Lembaga Takmir Masjid (LTM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jakarta Timur dari gereja Paroki St. Yohanes Maria Vianney Cilangkap Cipayung Jakarta Timur untuk menghadiri sekaligus diminta memberikan siraman rohani dalam acara Silaturrahmi dan Buka Bersama Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan yang saya posting di FB, ada seorang teman yang mengingatkan akan bahaya dan larangan memasuki tempat ibadah non-muslim. Maka saya membuat artikel ini sebagai jawaban atas kekhawatiran dan ketakutannya tersebut.

Jangan Emosi, Kita Ngaji Kitab Fiqh Yuk! Belakangan ini ada tokoh yang mengatakan, “murtad bagi Muslim yang masuk gereja.” Ada lagi yang mengatakan, “haram menurut mazhab Syafi’i”.   

Sebenarnya tidak ada larangan dalam nash Al-Qur’an maupum Al-Hadits yang secara tegas melarang Muslim masuk gereja atau rumah ibadah lain. Karena itu, perkara ini  masuk ke wilayah interpretasi, atau penafsiran para ulama. Itulah sebabnya para ulama berbeda pandangan mengenai status hukumnya. 

Dikutip keterangan dari kitab Mausu’ah Al-Fiqhiyyah. Kitab ini ensiklopedia persoalan fiqh dari berbagai mazhab. Begini penjelasannya,  ‎

يَرَى الْحَنَفِيَّةُ أَنَّهُ يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ دُخُول الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ، لأَِنَّهُ مَجْمَعُ الشَّيَاطِينِ، لاَ مِنْ حَيْثُ إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ حَقُّ الدُّخُول. وَذَهَبَ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ فِي رَأْيٍ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِ دُخُولُهَا إِلاَّ بِإِذْنِهِمْ، وَذَهَبَ الْبَعْضُ الآْخَرُ فِي رَأْيٍ آخَرَ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَحْرُمُ دُخُولُهَا بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ. وَذَهَبَ الْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّ لِلْمُسْلِمِ دُخُول بِيعَةٍ وَكَنِيسَةٍ وَنَحْوِهِمَا وَالصَّلاَةَ فِي ذَلِكَ، وَعَنْ أَحْمَدَ يُكْرَهُ إِنْ كَانَ ثَمَّ صُورَةٌ، وَقِيل مُطْلَقًا، ذَكَرَ ذَلِكَ فِي الرِّعَايَةِ، وَقَال فِي الْمُسْتَوْعِبِ: وَتَصِحُّ صَلاَةُ الْفَرْضِ فِي الْكَنَائِسِ وَالْبِيَعِ مَعَ الْكَرَاهَةِ، وَقَال ابْنُ تَمِيمٍ. لاَ بَأْسَ بِدُخُول الْبِيَعِ وَالْكَنَائِسِ الَّتِي لاَ صُوَرَ فِيهَا، وَالصَّلاَةِ فِيهَا. وَقَال ابْنُ عَقِيلٍ: يُكْرَهُ كَالَّتِي فِيهَا صُوَرٌ، وَحَكَى فِي الْكَرَاهَةِ رِوَايَتَيْنِ. وَقَال فِي الشَّرْحِ. لاَ بَأْسَ بِالصَّلاَةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ رُوِيَ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَأَبِي مُوسَى وَحَكَاهُ عَنْ جَمَاعَةٍ، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الصَّلاَةَ فِي الْكَنَائِسِ لأَِجْل الصُّوَرِ،  

Dari penjelasan di atas, paling tidak ada 4 perbedaan pendapat ulama.   

*Pertama,* Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa makruh bagi seorang Muslim memasuki sinagog dan gereja.   

*Kedua,* Sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa tidak boleh bagi orang Muslim memasuki tempat ibadah non-Muslim kecuali ada izin dari mereka. Sebagian ulama mazhab Syafi’i yang lain berpendapat bahwa tidak haram memasuki tempat ibadah non-Muslim meski tanpa ada izin dari mereka. 

*Ketiga,* Ulama mazhab Hanbali berpendapat boleh bahwa memasuki sinagog dan gereja, dan rumah ibadah lainnya, serta melalukan shalat di dalamnya, tapi hukumnya makruh menurut Imam Ahmad, jika di dalamnya ada gambar.   

*Keempat,* Ibn Taimiyah berpendapat tidak mengapa masuk sinagog dan gereja jika tidak ada gambar di dalamnya, begitu juga shalat di dalamnya. Ibn Aqil berpendapat makruh karena ada gambar. Masalah ini ada dua pendapat: ada yang bilang tidak mengapa shalat di dalam gereja berdasarkan riwayat dari sahabat Nabi, Ibnu Umar dan Abu Musa, sebagaimana dikisahkan oleh banyak ulama, dan ada juga riwayat dari Ibn Abbas dan Malik bahwa shalat di gereja makruh karena ada gambarnya." (Mausu’ah Al-Fiqhiyyah  juz 20, hal. 245)

Adapun dalam juz 38, hal. 155, masih di kitab yang sama, ada tambahan keterangan,  ‎

دخول المسلم معابد الكفار

اختلف الفقهاء فى جواز دخول المسلم معابد الكفار على أقوال : ذهب الحنفية الى أنه يكره المسلم دخول البيعة والكنيسة لأنه مجمع الشيطان. لا من حيث أنه ليس له حق الدخول . ويرى المالكية والحنابلة وبعض الشافعية أن المسلم دخول بيعة وكنيسة ونحوهما . وقال بعض الشافعية فى راي اخر لا يجوز للمسلم دخولها الا بإذنهم . (الموسوعة الفقهية جز ٣٨, ص ١٥٥).

"Masuk Rumah Ibadah orang kafir."

“Para ulama fiqh berbeda pendapat tentang hukum seorang muslim masuk gereja atau tempat peribadatan orang kafir. Mazhab Hanafi tidak menyukai muslim datang ke gereja, karena di situ tempat pertemuan setan. Tetapi bukan berarti tidak boleh. Mazhab Maliki, Mazhab Hambali dan sebagian Mazhab Syafi’i, membolehkan masuk gereja atau Sinagog atau tempat ibadah yang semacam itu. Sebagian pengikut mazhab Syafi’i membolehkan dengan syarat memeroleh izin mereka”. (Mausu’ah Al-Fiqhiyyah juz 38, hal. 155)

الصلاة فى معابد الكفار

نص جمهور الفقهاء على أنه تكره الصلاة فى معابد الكفار إذا دخلها مختارا . أما أن دخلها مضطرا فلا كراهة. وقال الحنابلة تجوز الصلاة فيها من غير كراهة على الصحيحة من المذهب. وروى عن أحمد تكره. وقال الكسانى من الحنفية لا يمنع المسلم أن يصلى فى الكنيسة من غير جماعة لأنه ليس فيه تهاون ولا استخفاف. (الموسوعة الفقهية، ج ٣٨ ص ١٥٥).

“Shalat di tempat-tempat peribadatan orang-orang kafir”.

“Mayoritas ahli fiqh memutuskan “makruh” (kurang baik), seorang muslim shalat di tempat-tempat ibadah orang kafir jika ia menginginkannya. Tetapi tidak makruh jika terpaksa”.

“Mazhab Hambali membolehkan shalat di tempat-tempat itu, tidak makruh. Al-Kasani dari Mazhab Hanafi malah mengatakan : “tidak boleh melarang muslim shalat sendirian (tidak berjamaah) di gereja. Itu bukan melecehkan atau merendahkan kaum muslimin”. (Mausu’ah Fiqhiyyah, juz 38 hal.155).

Bayangkan, kita masih berdebat soal boleh memasuki gereja atau tidak, para ulama bahkan sudah membahas bolehkah shalat di dalam gereja. Seperti tercantum di atas, mereka mengatakan shalatnya sah, dan ada yang membolehkan secara mutlak, namun ada yang mengatakan sah, namun makruh karena ada gambar di dalam gereja.   

Kita tambahkan dengan mengutip satu kitab fiqh perbandingan mazhab lainnya, yaitu kitab Al-Mughni karya Ibn Qudamah. Dalam juz 2, halaman 57,   ‎

[فَصْلٌ الصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَة]  

فَصْلٌ: وَلَا بَأْسَ بِالصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ، رَخَّصَ فِيهَا الْحَسَنُ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَالشَّعْبِيُّ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَرُوِيَ أَيْضًا عَنْ عُمَرَ وَأَبِي مُوسَى، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الْكَنَائِسَ؛ مِنْ أَجْلِ الصُّوَرِ. وَلَنَا «، أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - صَلَّى فِي الْكَعْبَةِ وَفِيهَا صُوَرٌ» ، ثُمَّ هِيَ دَاخِلَةٌ فِي قَوْلِهِ - عَلَيْهِ السَّلَامُ -: «فَأَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ، فَإِنَّهُ مَسْجِدٌ»

"Ibn Qudamah menjelaskan al-Hasan, Umar bin Abdul Azis, Sya’bi, Awza’i dan Sa’id bin Abdul Azis, serta riwayat dari Umar bin Khattab dan Abu Musa, mengatakan tidak mengapa shalat di dalam gereja yang bersih. Namun Ibn Abbas dan Malik memakruhkannya karena ada gambar di dalam gereja.   Namun bagi kami (Ibn Qudamah dan ulama yang sepaham dengannya) Nabi Saw pernah shalat di dalam Ka’bah dan di dalamnya ada gambar. Ini juga termasuk dalam sabda Nabi, “Jika waktu shalat telah tiba, kerjakan shalat di manapun, karena di manapun bumi Allah adalah masjid (tempat sujud).” (Kitab Al-Mughni karya Ibn Qudamah. Dalam juz 2, halaman 57).

Al-Hafizh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya yang terkenal “Fathul Bari”, berkomentar dalam Shahih Bukhari beliau menulis,

‌باب الصلاة في البيعة 

وقال عمر رضي الله عنه إنا لا ندخل كنائسكم من أجل التماثيل التي فيها الصور

"Bab Shalat di Gereja/Sinagog"

Dan Umar mengatakan, “Kami tidak mau masuk ke gereja kalian karena di sana ada patung-patung dan gambar-gambar”. (Fathul Bari juz 2 Bab Shalat Fi Al-Bii'ah hal. 171)

Jadi Umar bukan melarang shalat di gereja. Ia tidak shalat di dalam gereja itu karena masih ada gambar atau patung. Seperti halnya Umar, Ibnu Abbas shalat di gereja kecuali jika di dalamnya ada patung. “Kana Ibn Abbas Yushalli fi al-Bi’ah Illa Bi’ah fiha Tamatsil”.

Ibn Qudamah juga mengutip kisah menarik dalam juz 7, halaman 283,

وَرَوَى ابْنُ عَائِذٍ فِي " فُتُوحِ الشَّامِ "، أَنَّ النَّصَارَى صَنَعُوا لَعُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، حِينَ قَدِمَ الشَّامَ، طَعَامًا، فَدَعَوْهُ، فَقَالَ: أَيْنَ هُوَ؟ قَالُوا: فِي الْكَنِيسَةِ، فَأَبَى أَنْ يَذْهَبَ، وَقَالَ لَعَلِيٍّ: امْضِ بِالنَّاسِ، فَلِيَتَغَدَّوْا. فَذَهَبَ عَلِيٌّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - بِالنَّاسِ، فَدَخَلَ الْكَنِيسَةَ، وَتَغَدَّى هُوَ وَالْمُسْلِمُونَ، وَجَعَلَ عَلِيٌّ يَنْظُرُ إلَى الصُّوَرِ، وَقَالَ: مَا عَلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ دَخَلَ فَأَكَلَ، وَهَذَا اتِّفَاقٌ مِنْهُمْ عَلَى إبَاحَةِ دُخُولِهَا وَفِيهَا الصُّورُ، وَلِأَنَّ دُخُولَ الْكَنَائِسِ وَالْبِيَعِ غَيْرُ مُحَرَّمٍ  

Ibnu ‘Aidz meriwayatkan dalam Futuhusy Syam, bahwa orang Nashrani pernah membuatkan sajian untuk ‘Umar radhiyallahu ‘anhu ketika beliau tiba di Syam. Ketika itu beliau diundang makan, maka tanya beliau, “Di mana undangan makan tersebut?” “Di gereja”, ada yang menjawab. Umar pun enggan memenuhi undangan tersebut. Umar pun mengatakan pada ‘Ali, “Pergi engkau bersama yang lainnya, lantas makanlah di sana.” Ali pun pergi bersama yang lain. Ali memasuki gereja, lantas beliau dan kaum muslimin lainnya makan di sana. Ketika itu, Ali melihat patung-patung yang ada dalam gereja lalu beliau berkata, “Apa yang Ali –amirul mukminin- lakukan ketika ia masuk?” Kata Ibn Qudamah, ini bukti kesepakatan mereka para sahabat bahwa memasuki gereja/sinagog tidaklah haram."  (Kitab Al-Mughni karya Ibn Qudamah. Dalam juz 7, hal. 283).

Nah, mungkin ada yang bertanya, "mengapa Umar menolak datang? Kalau haram, mengapa Umar mengutus Ali?"   

Kelihatannya alasan Umar tidak mau masuk dan menghadiri jamuan di  gereja adalah karena khawatir umat Islam akan memahami bahwa boleh merebut gereja itu dan mengubahnya dijadikan masjid. Ini juga yang dilakukan Umar saat menolak masuk ke gereja di Palestina. Umar menghindari kerusakan dan kekerasan. Namun, jelas bahwa Imam Ali dan para sahabat memasuki gereja dan menghadiri jamuan di dalamnya.   

Itulah penjelasan dari kitab klasik yang otoritatif agar kita tidak memahami persoalan ini dengan emosi dan mudah mengkafirkan atau memurtadkan suadara kita yang masuk ke dalam gereja. Ini bukan jawaban orang liberal, syi’ah, orientalis, sekuler atau sebagainya. Ini murni jawaban dari kitab fiqh berdasarkan pendapat para ulama, dan praktik Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat. Mari kita hormati keragaman pendapat ulama. 

Dari pendapat yang ada, intinya tidak ada dalil tegas yang melarang muslim masuk gereja. Adapun adanya patung atau gambar di suatu tempat, bukanlah berarti tidak boleh masuk ke tempat tersebut. Yang berdosa saat itu adalah yang membuat gambar atau patung. Adapun seseorang yang masuk tempat yang di situ terdapat patung, maka mesti ada nasehat. Tidak wajib keluar dari tempat tersebut. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfa'at. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Senin, 19 April 2021

KAJIAN TENTANG HUKUM MEMBUKA WARUNG MAKAN DI BULAN PUASA

Membuka warung makan atau restoran di siang hari pada bulan puasa masih menjadi perdebatan. Sejumlah rumah makan diketahui masih tetap beroperasi pada siang hari menghidangkan makanan bagi mereka yang tidak berpuasa.

Kondisi itu tidak bisa dikatakan mutlak haram membuka restoran siang hari pada bulan puasa, tapi juga tak bisa diperbolehkan begitu saja.

Dibukanya warung makan pada siang hari dapat mengganggu kesucian bulan puasa Ramadan. Oleh sebab itu, hukum tergantung pada kondisi tertentu.

Hal inilah yang masih dipersilisihkan oleh para ulama sehingga ada yang memperbolehkan dan tidaknya, dengan berlandasan bahwa Allah melarang kita untuk ta’awun (tolong-menolong) dalam dosa dan maksiat.

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan maksiat.” (QS. al-Maidah: 2).

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan,

والمذهب الصحيح الذي عليه المحققون والأكثرون : أن الكفار مخاطبون بفروع الشرع ، فيحرم عليهم الحرير ، كما يحرم على المسلمين

"Pendapat yang benar, yang diikuti oleh para ulama ahli tahqiq (peneliti) dan mayoritas ulama, bahwa orang kafir mendapatkan beban dengan syariat-syariat islam. Sehingga mereka juga diharamkan memakai sutera, sebagaimana itu diharamkan bagi kaum muslimin." (Syarh Shahih Muslim, 14/39).

Berkata Imam Syamsuddin Al-Romli dalam Nihayah Al-Muhtaj,

ومثل ذلك: إطعام مسلم مكلف ، كافرا مكلفا في نهار رمضان، وكذا بيعه طعاما علم أو ظن أنه يأكله نهارا، كما أفتى به الوالد رحمه الله تعالى؛ لأن كلا من ذلك تسبب في المعصية ، وإعانة عليها ، بناء على تكليف الكفار بفروع الشريعة، وهو الراجح

“Termasuk yang dilarang adalah seperti memberi makan seorang muslim mukallaf (baligh, berakal) di siang hari bulan Ramadhan, atau memberi makan seorang kafir yang mukallaf, sebagaimana dilarang menjual makanan kepadanya (kafir) jika ia (penjual) tahu betul, atau berprasangka kuat bahwa ia akan memakannya di siang hari, ini sebagaimana yang difatwakan oleh ayahanda (Syihabuddin Ar-Romli), karena kedua hal tersebut menyebabkan timbulnya maksiat dan bentuk tolong menolong dalam kemaksiatan, pendapat ini didasarkan pada masalah bahwa orang kafir itu juga mendapat beban cabang-cabang syariat, dan inilah pendapat yang rajih.” (Nihayah Al-Muhtaj juz 3 hal.471).

Berkata Syaikh Sulaiman al-Jamal dalam hasyiah beliau atas Syarah Kitab Manhaj Al-Tullab,

وعدم منعه من الإفطار لا ينافي حرمته عليه فإنه مكلف بفروع الشريعة ومن ثم أفتى شيخنا م ر [= الرملي] بأنه يحرم على المسلم أن يسقي الذمي في رمضان ، بعوض أو غيره ، لأن في ذلك إعانة على معصية

“Tidak menghalangi orang kafir untuk iftor (berbuka) bukan berarti tidak menafikan bahwa apa yang ia lakukan itu hukumnya haram, karena sejatinya orang kafir pun mendapat beban cabang-cabang syariat, dan itulah yang difatwakan oleh Syaikh kami (Ar-Romli) bahwa diharamkan atas seorang muslim untuk memberi minum kafir dzimmi di siang hari Ramadhan, baik dengan ganti (jual beli) ataupun tidak (gratis), karena hal tersebut merupakan bentuk tolong-menolong dalam maksiat.” (Hasyiah Al-Jamal ‘Ala Syarh Manhaj At-Thullab, 10/310)

لا يجوز بيع الطعام في نهار رمضان لمن عُلم أو غلب على الظن أنه يأكله نهارا، إلا لمريض أو مسافر ونحوهما من أهل الأعذار، ولا فرق في ذلك بين المسلم والكافر

“Tidak diperkenankan untuk menjual makanan di siang hari bulan ramadhan kepada orang yang diketahui secara pasti, atau diketahui dengan prasangka kuat bahwa dia akan makan di siang hari, kecuali jika ia jual pada orang sakit, atau musafir, atau semisalnya dari para pemilik udzur, larangan tersebut tidak ada bedanya baik untuk orang muslim maupun kafir.” (Hasyiah Al-Bujairimi 'Ala Al-Khathib juz 6 hal.420 dan Tuhfah Al-Habib 'Ala Syarh Al-Khathib juz 3 hal.103).

لا تجوز للمسلم إعانة لكافر على ما لا يحل عندنا كالأكل والشرب في نهار رمضان بضيافة أو غيرها. (أسنى المطالب الجزء الأول ص 418)

"Tidak diperbolehkan bagi muslim menolong orang kafir atas apa yang yang tidak halal menurut kami seperti (memberi) makan, minum di siamg hari bulan ramadhan sebab dia sebagai tamu atau yang lainnya." (Asna Al-Mathalib juz 1 hal. 418).

Namun ada juga ulama yang memboleh kan seperti Syeikh Dr. Sulaiman al-Ruhaili menyampaikan,

المطاعم في نهار رمضان لا بأس من فتحها في النهار إذا لم يعلم أن الناس يأكلون في النهار، لأن الناس يشترون أغراضهم للإفطار وللسحور ونحو ذلك

“Kedai-kedai yang menjajakan makanan di siang hari bulan Ramadhan tidak mengapa untuk dibuka di siang hari jika tidak diketahui bahwa mereka akan memakannya di siang hari, karena orang-orang biasanya juga membeli kebutuhan mereka tujuannya untuk persiapan berbuka maupun untuk sahur dan semisalnya.” (https://youtu.be/0E270hmVfa0)

*Faktor yang Dipertimbangkan dalam Membolehkan Seseorang Berdagang*

Ada tiga faktor yang patut untuk dipertimbangkan dalam membolehkan seseorang berdagang makanan dan minuman di siang hari pada bulan Ramadan sebagaimana pertimbangan dalam manfaat puasa bagi ibu hamil.

*Pertama,* ulama berbeda pendapat mengenai hukum menjual makanan untuk non-muslim, musafir, orang sakit atau orang yang berudzur syar'i.

*Kedua,* Syekh Salim bin Abdullah, penulis kitab Kasyifah as-Saja, menerangkan bahwa ada enam orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Mereka adalah musafir, orang sakit, orang tua renta, orang yang kelaparan dan kehausan yang dapat membahayakan nyawanya, ibu hamil, dan ibu menyusui. Nah, bagaimana jika makanan dan minuman yang mereka jual dikhususkan untuk golongan tersebut?

*Ketiga,* Bisa jadi dengan berjualan makanan dan minuman di siang hari pada bulan Ramadan adalah usaha satu-satunya yang si penjual bisa lakukan untuk menghidupi keluarganya, atau mungkin ia hanyalah seorang pekerja yang mengais rezeki dari rumah makan milik majikannya.

Dari penjelasan diatas, kita dapat menarik pelajaran bahwa boleh saja memberi makan dengan cara membuka warung, misalnya, pada orang kafir, wanita haidh atau orang sakit. Namun di sini dengan catatan, tetap menghormati orang yang sedang berpuasa, tanpa dibuka pintu dan jendela rumah makan tersebut sehingga nampak dari luar. Akan tetapi, jika warung tersebut dibuka dan sebagai konsumen adalah orang yang sebenarnya wajib puasa, maka ini sama saja kita menolongnya dalam maksiat. Seperti ini tentu saja tidak dibolehkan. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud memyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Sabtu, 17 April 2021

KAJIAN TENTANG CAIRAN HITAM PADA CUMI-CUMI, NAJISKAH?

Hukum segala sesuatu adalah halal dan sesuatu itu tidaklah haram kecuali diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Inilah yang disampaikan oleh Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani rahimahullah ketika memulai pembahasan beliau dalam kitab "Al-Ath'imah" (masalah makanan). (Kitab Ad-Darar Al-Mudhiyah Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani hal. 432 Darul Aqidah Cetakan Tahun 1425 H)

Dalil kaidah diatas adalah firman Allah Ta'ala,

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah, "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Al-An'am : 145)

Dari Sa'ad bin Abi Waqash, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ.

"Sesungguhnya (seseorang dari) kaum Muslim yang paling besar dosanya adalah yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut diharamkan karena pertanyaannya." (HR. Al-Bukhari no. 6745)

Cumi-cumi merupakan salah satu hewan laut yang dihalalkan oleh syara’ untuk mengonsumsinya.  Namun setiap kali mengonsumsi cumi-cumi, kita pasti mendapati cairan hitam yang berada di dalam daging cumi-cumi ini. Bahkan seringkali cairan hitam yang ada pada cumi-cumi justru merupakan pelengkap kenikmatan makan bagi sebagian orang.

Hal yang menjadi pertanyaan, sebenarnya apakah status dari cairan hitam pada cumi-cumi ini? Apakah najis, sehingga tidak boleh untuk dikonsumsi, atau suci sehingga bebas untuk dikonsumsi? 

Dalam menyikapi status cairan hitam yang terdapat dalam cumi-cumi, para ulama terjadi perbedaan pendapat. Ulama yang berpandangan suci berpijak pada ketentuan bahwa cairan hitam merupakan cairan khusus yang hanya dimiliki oleh cumi-cumi yang berfungsi untuk sembunyi dari hewan laut yang akan memangsanya. Cairan ini tidak dapat disamakan dengan kotoran-kotoran yang terdapat di dalam ikan yang memang secara umum dihukumi najis. 

وفي ثمرة الروضة الشهية لطلبة العلم من الإندونسية بمكة المحمية :ص 12 

مسئلة : ما قولكم زاد علمكم نافعا أمين في سواد بعض الحيتان المعروف ببلدنا (جاواه نوس أهو نجس أم بينوا لنا نقلا شافيا.

الجواب : قد حكم صاحب البغية بنجاسته وخطأ من فال بطهارته اه_ ص :16 في باب النجاسة ومثله في سفينة الصلاة فراجع.

فاعلم أن هذه المسئلة قد وقع فيها اختلاف بين أهل المعرفة با لحيتان أن هذ الأسود أهو من الباطن أم لا فينبغي للعاقل أن يتحقق هذا الشيئ لأن هذا ممايتعلق بالعيان

Masalah : Bagaimana pendapat anda sekalian (semoga Allah menambahkan ilmu kalian) tentang tinta hitam yang keluar dari sebagian ikan (cumi-cumi) yang sudah dikenal di negara kami (jawa : ikan nus), apakah dihukumi najis? mohon dijelaskan dengan keterangan yang memuaskan.

Jawab : Penulis kitab Bughyatul Musytarsyidin pada bab An-Najasah halaman 16 menghukumi najis dan menganggap salah jika ada orang yang menghukumi suci. Keterangan yang sama ditemukan dalam kitab Safinatus Shalah. Silahkan ditinjau kembali.

Ketahuilah bahwasanya terjadi perselisihan pendapat antara para pakar dibidang perikanan, apakah cairan hitam yang keluar dari ikan tersebut keluar dari bagian dalam ikan atau tidak? Maka dari itu harus dipastikan dulu mengenai hal ini sebab ini adalah sesuatu yang dapat dibuktikan langsung. (Kitab Tsamrat Ar-Raudloh As-Syahiyyah, hal : 12).

Penjelasan ulama yang berpandangan bahwa cairan hitam pada cumi-cumi dihukumi suci, misalnya terdapat dalam kitab Bulghah At-Thullab Fi Talkhis Fatawi Masyayikh Al-Anjab,

وفي بلغة الطلاب في تلخيص قتاوى الأنجاب للشيخ طيفور علي وفا المدوري ص : 106

(مسألة: ث) السواد الذي يوجد في بعض الحيتان مما اختلف فيه هل هو من الباطن فيكون نجسا أو لا فيكون طاهرا, فينبغي للعاقل أن يتحققه لأنّ هذا مما يتعلّق بالعيان. قلت: يعني أنّ هذا السواد إذا كان من الباطن فهو أشبه بالقيئ فيكون نجسا وإلّا فهو أشبه باللعاب فيكون طاهرا. وقد قال بعض مشايخنا: أنّ هذا السواد شيء جعله الله لصاحبه ترسا يتترس به عن كبار الحيتان فإذا قصده حوت كبير ليأكله أخرج هذا السواد فاختفى به عنه فلا يقاس بالقيئ ولا باللعاب لكونه خاصا له بهذه الخصوصية ويكون طاهرا والله أعلم 

“Warna hitam yang ditemukan di sebagian jenis ikan merupakan sebagian persoalan yang diperselisihkan apakah termasuk kategori cairan yang keluar dari bagian dalam ikan sehingga tergolong najis, atau bukan dari bagian dalam sehingga dihukumi suci. Hendaknya bagi orang yang berakal agar memperdalam permasalahan ini karena termasuk suatu hal yang berhubungan dengan realitas. Aku (pengarang) berkata cairan hitam ini jika memang berasal dari bagian dalam maka lebih serupa dengan muntahan sehingga dihukumi najis, jika tidak dari dalam maka serupa dengan air liur sehingga dihukumi suci.  Sebagian guruku pernah berkata: “cairan hitam ini merupakan sesuatu yang diciptakan oleh Allah pada hewan yang memilikinya untuk dijadikan tameng agar dapat berlindung dari makhluk laut yang lebih besar. Ketika terdapat makhluk laut besar yang akan memangsanya maka ia mengeluarkan cairan hitam ini agar dapat bersembunyi. Maka cairan hitam ini tidak dapat disamakan dengan muntahan ataupun air liur, sebab cairan hitam ini adalah sesuatu yang menjadi ciri khas hewan ini, sehingga dihukumi suci” (Syekh Thaifur Ali Wafa, Bulghah At-Thullab Fi Talkhis Fatawi Masyayikh Al-Anjab hal. 106) 

Ibnu Hajar Al-Haitami, Ibnu Ziyad, Muhammad Ar-Ramli dan yang lainnya bersepakat atas sucinya darah dan kotoran yang berada di perut ikan kecil, dan boleh memakannya, dan tidak najisnya minyak karenanya. Bahkan Imam Muhammad Ar-Ramli memberlakukan juga ikan besar atas hal yang demikian. Maka menurut pemahaman saya, tinta yang terdapat dalam cumi bisa diqiaskan dengan ta'bir diatas. 

Sedangkan ulama yang berpandangan bahwa cairan hitam pada cumi cumi adalah sesuatu yang najis dan tidak dapat dikonsumsi, berpijak pada ketentuan umum dalam hewan bahwa segala sesuatu yang tergolong bagian dalam hewan dan bukan merupakan juz dari hewan maka dihukumi najis, termasuk cairan hitam ini, sebab menurut pandangan mereka, cairan hitam tergolong cairan yang keluar dari bagian dalam cumi-cumi, bukan dari bagian luar. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Bughyah al-Mustarsyidin dan Sullam Al-Munajat, 

الذي يظهر أنّ الشيء الأسود الذي يوجد في بعض الحيتان وليس بدم ولا لحم نجس, إذ صريح عبارة التحفة أنّ كلّ شيء في الباطن خارج عن أجزاء الحيوان نجس, ومنه هذا الأسود للعلّة المذكورة إذ هو دم أو شبهة 

“Cairan hitam yang ditemukan pada sebagian makhluk laut dan bukan merupakan daging ataupun darah dihukumi najis. Sebab teks dalam kitab Tuhfah menegaskan bahwa sesungguhnya setiap sesuatu yang berada di bagian dalam adalah sesuatu yang bukan termasuk dari juz (juz/organ) hewan dan dihukumi najis, termasuk cairan hitam ini, karena alasan yang telah dijelaskan. Sebab cairan hitam ini sejatinya adalah darah atau serupa (dengan darah).” (Syekh Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi, Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 15) 

ان ماخرج من بعض حيوانات البحر وهو شيء أسود كالحبر الذي يكتب به نجس لانه فضلة خرج من الجوف. (شرح سلم المناجاة ص 7)

"Segala sesuatu yang keluar dari sebagian jenis hewan-hewan laut yang berwarna hitam seperti tinta untuk menulis maka hukumnya najis. Karena sesungguhnya cairan itu adalah lendir yang keluar dari rongga perut". (Kitab Sullam Al-Munajat hal. 7).

Jika berpijak pada ulama yang berpendapat najis, siapa saja yang ingin mengonsumsi cumi-cumi wajib baginya untuk membersihkan cumi-cumi dari cairan hitam ini, sekiranya daging dapat menjadi bersih. Selain itu wajib baginya untuk menyucikan tangan atau anggota tubuh lain yang terkena cairan hitam ini. Jika berpegangan pada pendapat bahwa cairan hitam itu suci maka boleh bagi seseorang untuk menikmati cumi-cumi lengkap dengan cairan hitamnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam menyikapi najis tidaknya cairan hitam pada cumi-cumi, para ulama berbeda pendapat antara yang menghukumi suci dan najis. Kedua pendapat tersebut sama-sama dapat digunakan oleh masyarakat secara umum. 

Namun yang perlu diketahui bahwa cairan hitam cumi-cumi adalah cairan yang berasal dari kantong tinta yang letaknya di luar lambung cumi. Dengan demikian, tinta cumi tidak berasal dari organ pencernaan (tempat istihalah lumrahnya) tetapi dari kelenjar khusus yang ditampung dalam kantong tinta yang menjadi ciri khas hewan jenis ini. Dengan kata lain, ia tidak bisa disamakan dengan kencing, kotoran atau muntah. Dan jelas juga tak bisa dikategorikan sebagai darah. Cairan tersebut lebih menyerupai cairan tubuh di luar organ pencernaan semisal sperma, susu atau keringat yang masing-masing mempunyai fungsi khusus di luar yang berkaitan dengan pencernaan. Lubang keluarnya tinta juga tidak melalui anus atau kelamin cumi tetapi langsung ke rongga/corong khusus yang disebut siphon. Jadi tinta tersebut tidak masuk dalam kategori sesuatu yang keluar dari “dua jalan”.

Dari berbagai pertimbangan di atas, saya cenderung memilih pendapat yang menganggap cairan tinta cumi sebagai cairan suci sehingga tak mengapa dikonsumsi. Berbagai argumen yang menganggapnya najis sebab disamakan dengan darah, mirip darah, muntah atau kotoran hasil pencernaan tidaklah tepat. Ia bukanlah sisa makanan yang harus dikeluarkan dari tubuh dan bukan pula darah yang harus terus berada dalam tubuh. Wallahu a’lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Jumat, 16 April 2021

KAJIAN TENTANG MENGGAPAI KETATAKWAAN MELALUI IBADAH PUASA

Puasa memang menjadi ibadah wajib yang harus dijalankan oleh umat muslim saat bulan Ramadhan. Bukan tanpa alasan, ibadah mempunyai beberapa tujuan baik yang akan mendatangkan banyak manfa'at bagi setiap umat yang menjalankan.

Puasa (الصوم) maknanya secara bahasa adalah menahan (الإمساك).

Adapun maknanya secara istilah adalah,

هو التعبد لله تعالى بالإمساك بنية: عن الأكل، والشرب، وسائر المفطرات، من طلوع الفجر الثاني إلى غروب الشمس، من شخص مخصوص، بشروط مخصوصة

“Ibadah kepada Allah ta’ala yang disertai niat, dengan menahan diri dari makan, minum dan seluruh pembatal puasa, sejak terbit fajar kedua sampai terbenam matahari, yang dilakukan oleh orang yang tertentu dengan syarat-syarat yang tertentu.” [Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 8]

Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam dan hukumnya wajib berdasarkan dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ (kesepakatan seluruh ulama). Allah Ta’ala berfirman,

يأَيُّهَا الَّذِينَءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ * أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ * شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِى أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang telah ditentukan. Maka siapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan jauh (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya (orang tua dan orang sakit yang tidak diharapkan lagi kesembuhannya, yang tidak mampu berpuasa, jika mereka tidak berpuasa) wajib membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin (untuk setiap satu hari puasa yang ditinggalkan). Barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 183-185)

Al-Hafizh Al-Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab tafsirnya bahwa dalam ayat ini Allah SWT mewajibkan puasa ramadhan tepatnya pada tahun kedua hijriyah. Pada ayat ini Allah SWT memanggil dan menyeru umat islam dengan panggilan “hai orang-orang yang beriman” untuk melaksanakan ibadah puasa ramadhan. Dan Allah juga menyebutkan bahwa puasa itu juga telah diwajibkan kepada umat-umat terdahulu. Maka hendaklah orang beriman itu berpuasa dengan sungguh sungguh sebagaimana umat terdahulu juga berpuasa dengan sungguh sungguh. Karena dengan berpuasa dapat membersihkan jiwa dan menjauhkan diri dari jalan-jalan syaitan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam riwayat hadits. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur'an Al-Adzim jilid 1 hal. 228)

Dari ibnu Abbas beliau berkata bahwa yang dimaksud dengan orang-orang sebelum kalian adalah ahlul kitab. Dan Imam At-Thabari juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan agar kalian menjadi orang yang bertaqwa adalah agar kalian menjauhi makanan, minuman serta berhubungan badan disiang hari bulan ramadhan. Setelah itu Allah SWT menjelaskan bilangan hari puasa ramadhan. Bahwa puasa bulan ramadhan itu hanya dikerjakan pada hari-hari tertentu saja yaitu kurang lebih satu bulan penuh. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim jilid 1 hal. 229)

Pada awalnya puasa ramadhan itu diperuntukkan bagi yang mau saja. Dan bagi yang tidak mau berpuasa cukup baginya memberi makan faqir miskin saja. Namun kemudian dinasakh (diganti dan disempurnakan) hukumnya dengan ayat setelahnya. Dan ada juga sebagian mufassir yang menyebutkan bahwa ayat “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin” tidak dinasakh. Karena ayat ini diperuntukan bagi orang yang sudah tua renta yang sama sekali tidak mampu untuk berpuasa. Bahkan wanita hamil dan menyusui juga termasuk didalam ayat tersebut. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim jilid 1 hal. 234)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ

“Islam dibangun di atas lima rukun : Syahadat Laa ilaaha illallaah dan Muhammad Rasulullah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan berhaji ke baitullah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, dan lafaz ini milik Muslim]

Adapun ijma’, maka para ulama kaum muslimin seluruhnya telah sepakat atas wajibnya puasa Ramadhan, juga sepakat atas kafirnya orang yang mengingkari atau menentang kewajibannya, kecuali orang bodoh yang baru masuk Islam, maka ketika itu hendaklah ia diajari, apabila ia terus mengingkari atau menentang maka ia kafir dan wajib dihukum mati oleh pemerintah sebagai orang yang murtad, karena ia menolak satu kewajiban yang ditetapkan dengan dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’, yang termasuk kategori ma’lum min-addin bid-daruroh (sesuatu yang diketahui sebagai bagian dari agama secara pasti).

*Sekilas Sejarah Tahapan Diwajibkannya Puasa*

Puasa disyari’atkan pada tahun ke-2 Hijriyah, dan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa sebanyak sembilan kali Ramadhan, adapun tahapan diwajibkannya:

*Pertama:* Diwajibkan pertama kali dalam bentuk boleh memilih, apakah berpuasa atau memberi makan setiap satu hari satu orang miskin, dan disertai motivasi untuk berpuasa.

*Kedua:* Diwajibkan berpuasa, dengan aturan bahwa apabila orang yang berpuasa tertidur sebelum berbuka maka haram atasnya berbuka sampai malam berikutnya.

*Ketiga:* Diwajibkan berpuasa, dimulai sejak terbit fajar kedua sampai terbenam matahari, inilah yang berlaku sampai hari kiamat.

Diantara hikmah pentahapan kewajibannya yang dimulai dari kebolehan memilih apakah mau berpuasa atau memberi makan setiap satu hari satu orang miskin adalah agar syari’at puasa lebih mudah diterima oleh jiwa manusia, maka pada akhirnya puasa diwajibkan, dan bagi yang tidak mampu boleh menggantinya dengan fidyah, yaitu memberi makan setiap satu hari yang ditinggalkan kepada satu orang miskin.

*Dalil-dalil Keutamaan Puasa Ramadhan*

Allah ta’ala berfirman,

يأَيُّهَا الَّذِينَءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa sholat di malam lailatul qodr karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَف الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan dibalas sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya, sebab orang yang berpuasa itu telah meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku’. Dan bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia bertemu Rabb-Nya. Dan sungguh, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum dari aroma kasturi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang telah mampu hendaklah ia segera menikah, karena menikah itu akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu akan menjadi perisai baginya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ فِي الجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: أَيْنَ الصَّائِمُونَ؟ فَيَقُومُونَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sungguh di surga ada sebuah pintu yang disebut Ar-Royyan, yang akan dimasuki di hari kiamat oleh orang-orang yang berpuasa, tidak ada seorang pun yang bisa masuk darinya selain mereka. Dikatakan (pada hari kiamat): Mana orang-orang yang berpuasa? Maka mereka pun bangkit (untuk masuk surga melalui pintu Ar-Royyan), tidak seorang pun yang bisa masuk darinya selain mereka, apabila mereka telah masuk pintu tersebut ditutup, maka tidak seorang pun yang bisa masuk darinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’ad As-Saa’idi radhiyallahu’anhu)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُولُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ، مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ، وَيَقُولُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ، قَالَ: فَيُشَفَّعَانِ

“Amalan puasa dan membaca Al-Qur’an akan memberi syafa’at bagi seorang hamba di hari kiamat. Amalan puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya. Dan amalan membaca Al-Qur’an berkata: Aku menahannya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya, maka keduanya pun diizinkan memberi syafa’at.” (HR. Ahmad dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 1429)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدُّ، دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

“Ada tiga doa yang tidak akan ditolak: Doa orang tua, doa orang yang berpuasa, dan doa musafir.” (HR. Al-Baihaqi dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1797)

Lalu, mengapa puasa merupakan sebab ketakwaan? Terdapat beberapa penjelasan mengenai hal ini.

*Pertama,* dengan puasa, seseorang akan lebih sedikit makan dan minum, yang menyebabkan lemahnya syahwat. Lemahnya syahwat ini menyebabkan berkurangnya maksiat yang ingin dia kerjakan. Karena syahwat adalah sumber dan awal dari semua maksiat dan keburukan. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,

قَالَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ : الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ، وَهُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Rabb kita ‘azza wa jalla berfirman, "Puasa adalah perisai, yang dengannya seorang hamba membentengi diri dari api neraka, dan puasa itu untuk-Ku, Aku-lah yang akan membalasnya.” (HR. Ahmad dari Jabir radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 4308)

*Kedua,* berpuasa melatih seseorang untuk kuat, sabar, dan tabah. Semua ini akan mendorong seseorang untuk meninggalkan dan menjauhi hal-hal buruk yang disukai jiwanya. Sebagai salah satu contoh, seseorang yang terbiasa dan sulit untuk berhenti merokok, dia mampu meninggalkannya dengan sebab puasa. Dia pun mampu meninggalkan kebiasaan buruk itu dengan lebih mudah.

*Ketiga,* berpuasa memudahkan seseorang untuk berbuat ketaatan dan kebaikan. Hal ini tampak nyata di bulan Ramadhan. Orang-orang yang di luar bulan Ramadhan malas dan merasa berat beribadah, maka ketika bulan Ramadhan mereka berlomba-lomba untuk beribadah sebanyak mungkin.

*Keempat,* berpuasa menyebabkan lunaknya hati untuk senantiasa berdzikir kepada Allah Ta’ala dan memutus berbagai sebab yang dapat melalaikan-Nya. 

*4 Indikator Ketakwaan*

Dalam Kitab Fi Rihab At-Tafsir juz 10 hal. 1518-1519 dan dalam Kitab Arbah Ar-Riyahin Syarh Riyadh As-Shalihin bab takwa menyebutkan sebuah riwayat, 

قال علي بن أبي طالب رضى الله عنه: التقوى هي الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والرضا بالقليل والاستعداد ليوم الرحيل

Imam Ali bin Abi Thalib berkata, "Takwa adalah adanya rasa takut kepada Allah Yang Maha Agung, melakukan amalan sesuai tuntunan syari’at, ridha dengan (pemberian) yang sedikit, dan mempersiapkan (bekal) untuk kehidupan akhirat."

*Pertama,* Al-Khauf Minal Jalil (الخوف من الجليل), rasa takut kepada Allah Yang Maha Agung. Orang bertaqwa semestinya merasa selalu diawasi, kapanpun dan dimanapun. Juga mengakui bahwa selain Allah Ta'ala adalah kecil. Jika kita merasa takut pada hal-hal kecil, seperti bencana alam dan lainnya, maka selayaknya kita lebih takut kepada Dzat yang mengatur itu semua; Allah swt. Indikator ini menunjukkan bahwa puasa menghendaki peningkatan keimanan, khususnya prinsip Tauhid.

*Kedua,* Al-‘Amal Bi At-Tanzīl (العمل باالتنزيل), beramal sesuai tuntunan Syari’at. Disebut bertaqwa jika seseorang itu menjalankan apa yang menjadi perintah Allah swt, dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Puasa inilah latihan utama dalam menerapkannya.

*Ketiga,* Ar-Ridhā Bil Qalīl (الرضا باالقليل) ridha dengan yang sedikit. Jiwa manusia menghendaki yang banyak, obsesi tinggi, namun seringkali tidak dibarengi dengan ridha atas ketetapan Allah swt. Dengan puasa, kita diajarkan untuk menerima walaupun sedikit, bersyukur dengan apa yang didapat, serta berkeyakinan penuh bahwa Allah swt telah menciptakan segala sesuai dengan kadarnya.

*Keempat,* Al-Isti’dad Li Yaumi Ar-Rahil (الاستعداد ليوم الرحيل), menyiapkan untuk kehidupan akhirat. Ya, disebut bertaqwa jika seseorang itu memberikan prioritas untuk kehidupan yang kekal. Seperti yang digambarkan dalam sekian banyak ayat al-Qur’ān dan Hadis Nabi.

Tentu kita ingat sebuah pribahasa arab yang masyhur, من عرف بعد السفر إستعداد (man ‘arafa bu’da as-safari ista’adda), barangsiapa yang mengetahui jauhnya perjalanan, maka ia akan menpersiapkan bekal cukup. Akhirat adalah perjalanan spiritual, yang harus kita siapkan dengan sebaik-baiknya untuk mengahadapinya. Kita seringkali selalu berpikir bagaimana hidup dengan baik, tapi lupa bagaimana mati dengan baik. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaiakan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Kamis, 15 April 2021

KAJIAN TENTANG KEUTAMAAN SHALAT TARAWIH

Syekh Taqiyuddin al-Hishni dalam karyanya Kitab Fiqih Kifayatul Akhyar menegaskan bahwa kesunnahan shalat tarawih merupakan kesepakatan seluruh ulama dari berbagai mazhab, tidak dianggap pendapat-pendapat yang menyelisihi konsensus tersebut.  

Imam Al-Hishni mengatakan,

وَأما صَلَاة التَّرَاوِيح فَلَا شكّ فِي سنيتها وانعقد الْإِجْمَاع على ذَلِك قَالَه غير وَاحِد وَلَا عِبْرَة بشواذ الْأَقْوَال  

“Adapun shalat tarawih, tidak diragukan lagi di dalam kesunnahannya. Kesepakatan ulama telah menjadi kukuh di dalam kesunnahannya, yang demikian dikatakan tidak hanya satu orang. Tidak dianggap pendapat-pendapat yang menyimpang” (Syekh Taqiyuddin al-Hishni, Kifayah al-Akhyar, hal. 89).

Diantara sunnah-sunnah yang dituntunkan oleh syariat kita pada bulan Ramadhan adalah shalat Tarawih. Hadits-hadits Nabi yang mulia telah banyak yang menerangkan tentang keutamaan shalat tesebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh Imam Nawawi (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6:39)

Selain itu, beliau beliau juga pernah mengumpulkan keluarga dan para shahabatnya. Lalu beliau bersabda,

مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh” (HR. An-Nasai dan selainnya)

Ulama sepakat bahwa redaksi “qama ramadlana” di dalam hadits tersebut diarahkan pada shalat tarawih. Syekh Khatib al-Syarbini menegaskan,

وَقَدْ اتَّفَقُوا عَلَى سُنِّيَّتِهَا وَعَلَى أَنَّهَا الْمُرَادُ مِنْ قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَقَوْلُهُ: إيمَانًا: أَيْ تَصْدِيقًا بِأَنَّهُ حَقٌّ مُعْتَقِدًا فَضِيلَتَهُ، وَاحْتِسَابًا: أَيْ إخْلَاصًا،  

“Ulama sepakat atas kesunnahan tarawih dan sesungguhnya tarawih adalah shalat yang dikehendaki dalam hadits Nabi, Barang siapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau. Hadits diriwayatkan al-Bukhari. Adapun sabda Nabi “imanan”, maksudnya adalah membenarkan bahwa yang demikian itu haq seraya meyakini keutamaannya. Sabda Nabi “wahtisaban”, maksudnya ikhlas” (Syekh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 459).

Berkaitan dengan hal itu, terdapat sebuah hadits yang masyhur, khususnya di Indonesia, yaitu “30 keutamaan shalat tarawih” atau “keutamaan shalat tarawih per malam”. Berikut ini sedikit bahasan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

عن علي بن ابي طالب رضي الله تعالى عنه أنه قال : ”سئل النبي عليه الصلاة والسلام عن فضائل التراويح فى شهر رمضان فقال :

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang keutamaan Shalat Tarawih pada Bulan Ramadhan. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يخرج المؤمن ذنبه فى اول ليلة كيوم ولدته أمه

Di malam pertama, Orang mukmin keluar dari dosanya, seperti saat dia dilahirkan oleh ibunya.

وفى الليلة الثانية يغفر له وللأبوية ان كانا مؤمنين

Di malam kedua, ia diampuni, dan juga kedua orang tuanya, jika keduanya mukmin.

وفى الليلة الثالثة ينادى ملك من تحت العرش؛ استأنف العمل غفر الله ماتقدم من ذنبك

Di malam ketiga, seorang malaikat berseru di bawah Arsy: ‘Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosamu yang telah lewat.’

وفى الليلة الرابعة له من الاجر مثل قراءة التوراه والانجيل والزابور والفرقان

Di malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqan.

وفى الليلة الخامسة أعطاه الله تعالى مثل من صلى في المسجد الحرام ومسجد المدينة والمسجد الاقصى

Di malam kelima, Allah Ta’ala memberikan pahala seperti pahala orang yang shalat di Masjid al-Haram, masjid Madinah, dan Masjid al-Aqsha.

وفى الليلة السادسة اعطاه الله تعالى ثواب من طاف بالبيت المعمور ويستغفر له كل حجر ومدر

Di malam keenam, Allah Ta’ala memberikan pahala orang yang ber-thawaf di Baitul Makmur dan dimohonkan ampun oleh setiap batu dan cadas.

وفى الليلة السابعة فكأنما أدرك موسى عليه السلام ونصره على فرعون وهامان

Di malam ketujuh, seolah-olah ia mencapai derajat Nabi Musa ‘alaihissalam dan kemenangannya atas Firaun dan Haman.

وفى الليلة الثامنة أعطاه الله تعالى ما أعطى ابراهيم عليه السلام

Di malam kedelapan, Allah Ta’ala memberinya apa yang pernah Dia berikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

وفى الليلة التاسعة فكأنما عبد الله تعالى عبادة النبى عليه الصلاة والسلام

Di malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allah Ta’ala sebagaimana ibadah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

وفى الليلة العاشرة يرزقة الله تعالى خير الدنيا والآخرة

Di malam kesepuluh, Allah Ta’ala mengaruniai dia kebaikan dunia dan akhirat.

وفى الليلة الحادية عشر يخرج من الدنيا كيوم ولد من بطن أمه

Di malam kesebelas, ia keluar dari dunia seperti saat ia dilahirkan dari perut ibunya.

وفى الليلة الثانية عشر جاء يوم القيامة ووجهه كالقمر ليلة البدر

Di malam kedua belas, ia datang pada hari kiamat dengan wajah bagaikan bulan di malam purnama.

وفى الليلة الثالثة عشر جاء يوم القيامة آمنا من كل سوء

Di malam ketigabelas, ia datang di hari kiamat dalam keadaan aman dari segala keburukan.

وفى الليلة الرابعة عشر جاءت الملائكة يشهدون له أنه قد صلى التراويح فلا يحاسبه الله يوم القيامة

Di malam keempat belas, para malaikat datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa ia telah melakukan shalat tarawih, maka Allah tidak menghisabnya pada hari kiamat.

وفى الليلة الخامسة عشر تصلى عليه الملائكة وحملة العرش والكرسى

Di malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat dan para pemikul Arsy dan Kursi.

وفى الليلة السادسة عشر كتب الله له براءة النجاة من النار وبراءة الدخول فى الجنة

Di malam keenam belas, Allah menerapkan baginya kebebasan untuk selamat dari neraka dan kebebasan masuk ke dalam surga.

وفى الليلة السابعة عشر يعطى مثل ثواب الأنبياء

Di malam ketujuh belas, ia diberi pahala seperti pahala para nabi.

وفى الليلة الثامنة عشر نادى الملك ياعبدالله أن رضى عنك وعن والديك

Di malam kedelapan belas, seorang malaikat berseru, ‘Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah ridha kepadamu dan kepada ibu bapakmu.’

وفى الليلة التاسعة عشر يرفع الله درجاته فى الفردوس

Di malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajatnya dalam surga Firdaus.

وفى الليلة العشرين يعطى ثواب الشهداء والصالحين

Di malam kedua puluh, Allah memberi pahala para Syuhada (orang-orang yang mati syahid) dan shalihin (orang-orang yang saleh).

وفى الليلة الحادية والعشرين بنى الله له بيتا فى الجنة من النور

Di malam kedua puluh satu, Allah membangun untuknya gedung dari cahaya.

وفى الليلة الثانية والعشرين جاء يوم القيامة آمنا من كل غم وهم

Di malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari setiap kesedihan dan kesusahan.

وفى الليلة الثالثة والعشرين بنى الله له مدينة فى الجنة

Di malam kedua puluh tiga, Allah membangun untuknya sebuah kota di dalam surga.

وفى الليلة الرابعة والعشرين كان له اربعه وعشرون دعوة مستجابة

Di malam kedua puluh empat, ia memperoleh duapuluh empat doa yang dikabulkan.

وفى الليلة الخامسة والعشرين يرفع الله تعالى عنه عذاب القبر

Di malam kedua puluh lima, Allah Ta’ala menghapuskan darinya azab kubur.

وفى الليلة السادسة والعشرين يرفع الله له ثوابه أربعين عاما

Di malam keduapuluh enam, Allah mengangkat pahalanya selama empat puluh tahun.

وفى الليلة السابعة والعشرين جاز يوم القيامة على السراط كالبرق الخاطف

Di malam keduapuluh tujuh, ia dapat melewati shirath pada hari kiamat, bagaikan kilat yang menyambar.

وفى الليلة الثامنة والعشرين يرفع الله له ألف درجة فى الجنة

Di malam keduapuluh delapan, Allah mengangkat baginya seribu derajat dalam surga.

وفى الليلة التاسعة والعشرين اعطاه الله ثواب الف حجة مقبولة

Di malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala seribu haji yang diterima.

وفى الليلة الثلاثين يقول الله : ياعبدى كل من ثمار الجنة واغتسل من مياه السلسبيل واشرب من الكوثرأنا ربك وأنت عبدي

Di malam ketiga puluh, Allah ber firman : ‘Hai hamba-Ku, makanlah buah-buahan surga, mandilah dari air Salsabil dan minumlah dari telaga Kautsar. Akulah Tuhanmu, dan engkau hamba-Ku.’

Hadits diatas disebutkan oleh Syaikh Al-Khubawi dalam kitab Durrotun Nashihiin, hal. 16 – 17.

Imam al-Baihaqi dan lainnya meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa umat Islam shalat tarawih di bulan Ramadhan pada masa pemerintahan Sayyidina Umar bin al-Khattab sebanyak 20 rakaat. Di dalam riwayat lain dari Imam Malik di kitab al-Mawattha’, jumlah rakaat shalat yang dilakukan di masa Umar adalah 23 rakaat. Al-Imam al-Baihaqi kemudian mengompromikan dua dalil tersebut bahwa riwayat yang menyatakan 20 rakaat konteksnya adalah tanpa menghitung 3 rakaat sahalat witir, sedangakan riwayat yang menyebut 23 rakaat setelah menghitung 3 rakaat witir. Wallahu a'lam.

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Rabu, 07 April 2021

KAJIAN TENTANG TALQIN MAYIT MENURUT ULAMA WAHABI MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB


Salah seorang ulama panutan salafi wahabi mengingkari pembacaan talqin mayit dan menyebutnya sebagai amalan bid'ah. Tidak lain dia adalah Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan,

تلقين الميت بعد الدفن لم يصح الحديث فيه فيكون من البدع

“Mentalqin mayit setelah dikubur tidak ada hadist shahih di dalamnya, maka amalan ini termasuk bid’ah.” (Asy-Syarh Al-Mumti’ 5/364).

Talqin secara bahasa berarti mengajar atau memahamkan secara lisan. Sedangkan secara istilah, talqin adalah mengajar dan mengingatkan kembali kepada orang yang mau meninggal maupun orang yang sudah meninggal (mayit) yang baru saja dikubur dengan kalimat-kalimat tertentu.

Para ulama membagi dua bentuk talqin. Yakni talqin yang dilakukan pada saat sakarat al-maut. Kedua adalah talqin yang dikerjakan pada saat pemakaman jenazah. Kedua jenis talqin tidak bertentangan dengan syari’at islam, bahkan dianjurkan oleh Nabi SAW. Mengenai bentuk talqin pada orang yang akan meninggal dunia, Imam Nawawi menuturkan dalam Fatawi al-Imam al-Nawawi,

تَلْقِيْنُ الْمُحْتَضِرِ قَبْلَ الْغَرْغَرَةِ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ سُنَّةٌ لِلْحَدِيْثِ فِي صَحِيْحِ مُسْلِمٍ وَغَيْرِهِ ” لِقِّنُوْا مَوْتَا كُمْ لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ”وَاسْتَحَبَّ جَمَاعَةٌ مِنْ اَصْحَا بِنَا مَعَهَا: مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم. وَلَمْ يَذْكُرِ الْجُمْهُوْرُ .(فتاوى الا مام النووي ص٨٣)

“Mentalqin (membimbing untuk membaca kalimat tauhid) orang yang akan meninggal dunia sebelum nafasnya sampai di tenggorokan itu disunnahkan . Berdasarkan Hadist yang terdapat dalam  Shahih Muslim dan lainnya, “Talqinkanlah orang yang akan mati di antara kamu dengan ucapan la’ilaha illa Allah”. Sekelompok sahabat Imam Syafi’i menganjurkan (agar bacaan tersebut) ditambah dengan ucapan Muhammad al-Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun mayoritas ulama mengatakan tidak perlu ditambah dengan ucapan tersebut.” (Fatawi al-Imam al-Nawawi, 83)

Sedangkan talqin yang dilaksanakan ketika mayit baru selesai dikuburkan, juga disunnahkan. Sebagaimana yang disampaikan Imam Nawawi dalam al-Adzkar,

وَاَمَّا تَلْقِيْنُ الْمَيِّتِ بَعْدَ الدَّفْنِ فَقَدْ قَالَ جَمَاعَةٌ وَكَثِيْرٌ مِنْ اَصْحَا بِنَا بِا سْتِحْبَا بِهِ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى اسْتِحْبَا بِهِ الْقَا ضِى حُسَيْنٌ  فِيْ تَعْلِيْقِهِ وَصَا حِبُهُ أَبُوْ سَعِيْدٍ اَلْمُتَوَلِّيْ فِيْ كِتَابِهِ التَّتِمَّةِ وَالشَّيْخُ الْإِمَامُ أَبُوْ الْفَتْحِ نَصْرُ بْنُ اِبْرَاهِيْمَ اَلْمَقْدِ سِيُّ وَالْإِمَامُ أَبُوْ الْقَا سِمِ اَلرَّافِعِيُّ وَغَيْرُهُمْ وَنَقَلَهُ اَلْقَا ضِيْ حُسَيْنٌ عَنِ الْأَصْحَابِ.(الأذكا النو ويةص٢٠٦ )

“Membaca talqin untuk mayit setelah dimakamkan adalah perbuatan sunnah. Ini adalah pendapat sekelompok ulama serta mayoritas ulama syafi’iyyah. Ulama yang mengatakan kesunnahan ini di antaranya adakah Qadli Husain dalam Kitab Ta’liq-nya, sahabat beliau yang bernama Abu Sa’d al-Mutawalli dalam kitabnya al-Tatimmah, Syaikh Imam Abu al-Fath Nashr bin Ibrahim al-Maqdisi, al-Imam Abu al-Qasim al-Rafi’i, dan lainnya. Al-Qadhi Husain menyitir pendapat ini dari kalangan syafi’iyyah.”(Al-Adzkar, al-Nawawiyyah, 206)

Mentalqin mayit merupakan tradisi masyarakat Indonesia yang sudah dilakukan secara turun temurun. Lalu, bagaimanakah hukum mentalqin mayit menurut 4 madzhab? 

Para ulama berbeda pendapat tentang permasalahan ini. Pertama, sebagian ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menyatakan, mentalqin mayit setelah dikubur hukumnya sunnah. Syekh Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi menyebutkan,   

وَإِنَّمَا لَا يُنْهَى عَنِ التَّلْقِينِ بَعْدَ الدَّفْنِ، لِأَنَّهُ لَا ضَرَرَ فِيهِ، بَلْ نَفْعٌ، فَإِنَّ الْمَيِّتَ يَسْتَأْنِسُ بِالذِّكْرِ.   

“Sesungguhnya tidak dilarang mentalqin mayit setelah dikubur hanyalah karena tidak ada kemadharatan di dalamnya, bahkan terdapat manfa'at. Sebab, mayit memperoleh manfaat dari pemberitahuan tersebut” (Muhammad Amin Ibnu Abidin, Hasyiyah Raddul Mukhtar Ala Ad-Durril Muhtar, juz 2, h. 205).   

Syekh Al-Mawwaq dari mazhab Maliki juga menyebutkan, 

إذَا أُدْخِلَ الْمَيِّتُ قَبْرَهُ فَإِنَّهُ يُسْتَحَبُّ تَلْقِينُهُ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ، وَهُوَ فِعْلُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ الصَّالِحِينَ مِنَ الْأَخْيَارِ، لِأَنَّهُ مُطَابِقٌ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ}. وَأَحْوَجُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ إلَى التَّذْكِيرِ بِاللَّهِ عِنْدَ سُؤَالِ الْمَلَائِكَةِ.   

“Jika mayit telah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka sesungguhnya disunnahkan mentalqinnya pada saat itu. Hal ini merupakan perbuatan penduduk Madinah yang shaleh lagi baik, karena sesuai dengan firman Allah Ta’ala: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” Dan seorang hamba sangat membutuhkan peringatan tentang Allah saat ditanya oleh malaikat” (Muhammad bin Yusuf Al-Mawwaq Al-Maliki, At-Taj Wal Iklil li Mukhtashari Khalil, juz 2, h. 375).   

Senada dengan kedua ulama di atas, Imam Nawawi dari mazhab Syafi’i menuturkan,