MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Senin, 29 September 2025

KAJIAN TENTANG NASEHAT HABIB ABDULLAH BIN HUSAIN BIN THAHIR UNTUK MENGINGKARI KARAMAH YANG MENYALAHI AKAL




Akhir-akhir ini umat islam mendapat suguhan cerita kisah-kisah karamah para wali melalui video di medsos yang menyalahi akal sehat dan menyelisihi ajaran islam sehingga banyak yang mengingkari cerita-cerita karamah yang sering disampaikan oleh para habaib. Namun ternyata ada juga seorang habib yaitu Sayyid yang mulia Usman bin Abdullah bin Yahya yang mengingkari keberadaan karamah para wali, bahkan Habib Abdullah bin Husain bin Thahir menasehati Ba'alawi terkait kepemilikan karamah sebagaimana dijelaskan oleh Al-Habib Ali bin Muhsin As-Segaf dalam kitab karyanya Al-Istizadah min Akhbar As-Sadah,

ومن المنكرين للكرامات من العلويين السيد الجليل عثمان بن عبدالله بن يحي حفيد العلامة الفاضل الجليل عقيل بن عمر بن يحيى المتوى بجاوا سنة  ١٣٣٠ ه قال ابن عبيدالله في إدام القوت: (ولقد جاء ذكر الكرامات بين يديه فأنكر مجازفة إنكاراً المغرورين فيها إنكارا شديداً وقال: لقد كنت مختصاً بخالي وسيدي عبدالله بن حسين بن طاهر وهو من لا تدفع ولايته وجالسته زمناً طويلاً, فلم أر منه إلا كرامتين؛ ليس فيها خرق عادة وإنما أولاهما: أنه خرج يصلي العصر وعليه رداء فتنني وتمنيت أن لو كان لي مثله« ومرت صلاتي وأنا أفكر فيه وما كاد ينفتل من صلاته حتى دعاني؛ وقال لي: هذا الرداء لك وأعطاني مفتاحه الخاص لآتيه برداء آخر وصفه لي« ولولا أنه تفرس ما في خاطري ما نخالف عادته من عدم الكلام إلا بعد فراغه من ورده. والأخرى أن السيدين محمد وعمر ابني السيد عبدالله بن عمر بن يحيى عزما على الانتقال سراً من المسيلة وتكتما الأمر عنه حتى لا يمنعهم, قال فلما صلينا العشاء وفرغ من ورده ونافلته قال لي: ادعهم لي فدعوتهما, فقال لهما إذا عزمتما على امر فشاوراني فيه. فعندي ما ليس عندكما من العقل وقد جربت الزمان وأهله. لم يزد على ذلك فسكتا, ولكنهما انصرفا عما كانا نوياه من السفر, وأنا على يقين أنه لم يكن إلا عن فراسة وصادقه إذلم تعلم حتى ثيابهم بما كانوا يبيتون

Di antara orang-orang yang mengingkari karamah dari kalangan Ba'alawi adalah Sayyid 'Utsman bin Abdullah bin Yahya, cucu dari seorang ulama besar yang mulia, 'Aqil bin 'Umar bin Yahya, yang wafat di Jawa pada tahun 1330 H.

Ibnu 'Ubaidillah berkata dalam kitabnya "Idam Al-Qut": "Ketika karamah disebutkan di hadapannya, beliau sangat keras dalam mengingkarinya dan tidak membiarkan orang-orang yang terpedaya oleh karamah tersebut.

Beliau berkata: 'Aku pernah berguru dan berkumpul dengan Sayyid Abdullah bin Husain bin Thahir, yang tidak diragukan lagi tentang kewaliannya, dalam waktu yang lama. Namun, aku hanya melihat dua karamah darinya yang tidak termasuk dalam kategori melanggar adat kebiasaan.'

Karamah pertama: Suatu hari, Sayyid Abdullah keluar untuk shalat 'Ashar dengan mengenakan selimut. Aku sangat menginginkannya dan berangan-angan memiliki selimut seperti itu. Setelah aku selesai shalat dan masih memikirkannya, beliau memanggilku dan berkata: 'Selimut ini untukmu.'

Beliau juga memberikan kunci khusus untukku agar aku bisa mengambil selimut lain yang beliau gambarkan. Jika beliau tidak memiliki firasat tentang keinginan dalam hatiku, beliau tidak akan berbicara sebelum selesai dari wiridnya.

Karamah kedua: Dua orang anak Sayyid Abdullah bin 'Umar bin Yahya, yaitu Sayyid Muhammad dan Sayyid 'Umar, berniat untuk pergi secara diam-diam dari Al-Musailah dan merahasiakan rencana mereka agar tidak ada yang menghalangi mereka.

Setelah kami shalat 'Isya dan beliau selesai dari wirid dan shalat sunnahnya, beliau berkata kepadaku: 'Panggillah mereka untukku.' Ketika mereka datang, beliau berkata: 'Aku tahu apa yang kalian rencanakan, dan aku memiliki pengetahuan yang tidak kalian miliki. Aku telah merasakan zaman dan orang-orangnya.'

Beliau tidak mengatakan lebih dari itu, namun keduanya membatalkan rencana perjalanan mereka. Aku yakin bahwa ini tidak terjadi kecuali karena firasat beliau yang jujur, karena beliau mengetahui apa yang ada di hati mereka meskipun tidak ada tanda-tanda fisik yang menunjukkan rencana mereka." (Al-Istizadah min Akhbar As-Sadah, Al-Habib Ali bin Muhsin As-Segaf, juz 1 hal.425).

Sementara itu Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir mengingkari sekaligus menasehati Ba'alawi terkait adanya karamah yang tidak sesuai dengan akal sebagai berikut,

إلا أن الحبيب عبدالله  بن حسين بن طاهر (١١٩١-١٢٧٢) يقول في كلامه ينبغي للإنسان أن ينكر كرامات الصالحين ولا مواجيدهم وأحواهم وأذواقهم. وإن خرجتعن مقتضى عقله وبعدت عن درك فهمه؛ ولا يستبعد ذلك ولا يستحيله فان الله تعالى يختتص برحمته من يشاء؛ ويؤتي الحكمة من يشاء؛ وينزل الروح من أمره على من يشاء.

ومن الطرائف أن الحبيب أحمد بن حسن العطاس جمع القبائل في نفحون ليصلح بينهم؛ واخذ يراودهم أياماً معهم فلم ينصاعواء فتوعدهم أنهم إذا لم يقبلوا الصلح فستصيبهم مصائب. وكان معه الحبيب حسين بن أحمد بن عبدالله العطاس فقال له الحبيب أحمد بن حسن: قم يا حسين بن أحمد كلم الجماعة فقام الحبيب حسين بن أحمد وقال للقبائل: اقبلوا الصلح وإلا شوه بايكفر مائة سيد إذا احد أصابه شيء منككمء بايقولون تصرف فيهم أحمد بن حسن وباينسون الله.

وبعد أن عرفنا كراهية كبار العلويين نسبة الكرامات لهم ورأي الكثير منهم فى الكرمات بما ينفي ما يقوله أعداؤهم عنهم. فإننا نستطيع أن نرد أيضاً على من يرم العلويين بأخمم يوهمون العامة بقدرتهم على التشفع بغفران الذنوب أو ضان الجنة لمن يريدون.ويتضح ذلك جلياً من القصة المشهورة للسلطان عبدالله بن عمر الكثيري الذي تولى السلطنة بعد أبيه سنة ١٠٢١ مع الحسين بن أبي بكر بن سالم فقد مكث هذا السلطان في السلطنة ثلاث سنوات ثم قرر سنة ١٠٢٤ التوبة والهجرة الى مكة؛ فاتجه إلى الحبيب الحسين بن أبي بكر بن سالم بعينات وطلب منه أن يخلفه في السلطنة فلم يرض الحبيب بقبولها وقاضاها حتى لخادمي, ثم طلب منه السلطان أن يدعوا له بثلاثة حصال.  الأول: أن يغفر الله ذنوبه. والثانية: أن يموت بمكة أو المدينة أو بعينات. والثالثة: أن يكون مع الحبيب الحسين في الجنة. فقال الحبيب الحسين: أما الأولى إليها فلا سبيل لأنك وليت أمرالناس سنوات وحقوق العباد ما تترك ولا تسامح إلا بردها, وأما الموت فكل يعود إلى طينت وأمر ذلك إلى الله تعالى قال سبحانه: وما تَدَرِى نَفْسن بِأيّ أَرْضٍ تَمُوتٌ صدق الله العظيم. وكذلك الجنة لا تدرك إلا برحمة الله وما يدريك أن نكون نحن فى النار.

وعلى مثل ذلك تصرف الحبيب عيدروس بن عمر الحبشى (١٢٣٧-١٣١٤) فقد مسألة ذكر ابن عبيدالله أنه اختصم مرة بعض جيران الحبيب عيدروس من قبائل بلاده في دين فلماحمى الجدال وأزف القتال قصد ال حبيب عيدروس الدائن وكان به مرض فاستنزلهالحبيب عيدروس عن بعض الدين وكان كثيراً ”فقال الرجل سأنزل لك عن جميع الدين بشرط أن تضمن لي الجنة فاربد وجه الحبيب عيدرروس وقال: لا أدري ما يفعل بي ولا بك ولا أملك لنفسي ولا غيري وزجره عن مثل ذلكء وعرفه بأنه لايسوغ له فألح الحاضرون على الحبيب عدروسلبوارب بعبارة موهمة لحسم الفتنة, فلم يرضى لأنه رأى الجراءة في مثل ذلك أعظم خطراً من شر الفتنة, وبعد طول المراجعة اكتفى الدائن من الحبيب عيدروس بالدعاء وابرأ المدين.

Namun sesungguhnya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir (1191-1272 H) berkata dalam perkataannya bahwa seseorang seharusnya mengingkari karamah orang-orang shaleh dan pengalaman spiritual mereka jika itu tidak sesuai dengan akal dan pemahaman mereka.

Namun, dia tidak menganggap hal itu sebagai sesuatu yang mustahil atau tidak mungkin terjadi, karena Allah Ta'ala memberikan rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki, dan menurunkan ruh dari perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.

Ada sebuah kisah menarik tentang Habib Ahmad bin Hasan Al-'Attas yang mengumpulkan berbagai suku di Nafahun untuk mendamaikan mereka. Setelah beberapa hari mencoba membujuk mereka, mereka masih enggan menerima perdamaian.

Maka Habib Ahmad mengancam bahwa jika mereka tidak menerima perdamaian, mereka akan ditimpa musibah. Ketika Habib Ahmad meminta Habib Husain bin Ahmad bin Abdullah Al-'Attas untuk berbicara kepada mereka, Habib Husain berkata: "Terimalah perdamaian, atau jika salah satu dari kalian terkena musibah, seratus sayyid akan mengkafirkan kami dan mengatakan bahwa Ahmad bin Hasan yang menyebabkan hal itu terjadi dan mereka akan melupakan Allah."

Setelah mengetahui bahwa banyak dari kalangan Ba'alawi yang tidak menyukai ketika karamah dikaitkan dengan mereka dan melihat bagaimana mereka memandang karamah dengan cara yang menolak apa yang dikatakan musuh-musuh mereka tentang mereka, kita dapat membantah tuduhan bahwa Ba'alawi mengaku memiliki kemampuan untuk memberikan syafaat pengampunan dosa atau jaminan surga bagi siapa saja yang mereka inginkan.

Hal ini terlihat jelas dari kisah terkenal tentang Sultan Abdullah bin 'Umar Al-Kathiri yang menjadi sultan setelah ayahnya pada tahun 1021 H bersama Habib Husain bin Abi Bakr bin Salim.

Sultan ini memerintah selama tiga tahun dan kemudian memutuskan untuk bertobat dan hijrah ke Mekah pada tahun 1024 H. Dia meminta Habib Husain untuk menggantikannya sebagai sultan, tetapi Habib Husain menolak dan mengatakan bahwa dia tidak akan menerima jabatan itu bahkan jika ditawarkan kepada pelayannya.

Kemudian Sultan meminta Habib Husain untuk mendoakan tiga hal: pertama, agar Allah mengampuni dosa-dosanya; kedua, agar dia meninggal di Mekah atau Madinah atau di 'Ainath; dan ketiga, agar dia bersama Habib Husain di surga.

Habib Husain menjawab bahwa mengenai pengampunan dosa, itu tidak mungkin karena sultan telah memerintah selama beberapa tahun dan hak-hak orang lain tidak dapat diabaikan kecuali jika dikembalikan.

Mengenai kematian, itu adalah urusan Allah dan setiap orang akan kembali ke tanah sesuai dengan asalnya. Mengenai surga, itu tidak dapat dicapai kecuali dengan rahmat Allah dan Habib Husain tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya dan Sultan di akhirat.

Demikian pula, Habib Idrus bin 'Umar Al-Habsyi (1237-1314 H) pernah diminta oleh seseorang untuk menjamin surga bagi orang yang berutang kepadanya jika dia membebaskan utangnya.

Habib Idrus menolak dan mengatakan bahwa dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya dan orang lain di akhirat dan tidak memiliki kemampuan untuk menentukan nasib seseorang di akhirat.

Dia hanya bersedia mendoakan orang tersebut dan membebaskan sebagian utangnya. Ini menunjukkan bahwa Ba'alawi tidak mengklaim memiliki kemampuan untuk memberikan jaminan surga atau pengampunan dosa bagi siapa saja." (Al-Istizadah min Akhbar As-Sadah, Al-Habib Ali bin Muhsin As-Segaf, juz 1 hal.425-427). Wallahu a'lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar