Seorang Ustadz salafi wahabi Badrussalam, Lc. ketika menjelaskan kenapa salafi tidak mengikuti ajaran Imam Al-Ghazali dan Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam sebuah video yang beredar di medsos, dia menyebutkan bahwa akidah Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani termasuk yang membantah akidah Asy'ariyah (akidah Imam Abu Musa Al-Asy'ari) yang diikuti mayoritas muslim indonesia dengan hujjah langsung dari kitab karya Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani dengan mengutip ibarat yang mengatasnamakan perkataan Imam Asy'ari sebagai berikut,
وكان الله على العرش استوى, ولا يقال كما تقول الاشاعرة بأن الله فى كل مكان
"Dan adalah Allah bersemayam diatas 'Asry, dan jangan dikatakan seperti yang ucapkan kaum Asy'ariyah bahwasanya Allah di setiap tempat."
Apa yang dikatakan Ust. Badrussalam, Lc. tersebut adalah suatu KEBOHONGAN yang mengatasnamakan Imam Al-Asy'ari yang tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam kitab Al-Ghunyah karya Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani sebagai bukti akidah beliau.
Berikut apa yang sebenarnya tertulis dalam Al-Ghunyah sebagai perkataan Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani,
لا يشغله شيء من ذلك، وهو مباين لخلقه، ولا يخلو من علمه مكان، ولا يجوز وصفه بأنّه في كل مكان، بل يقال: إنّه في السماء على العرش، كما قال جل ثناؤه: (الرّحمٰن على العرش استوى). وقوله: (ثم استوى على العرش الرّحمٰن). وقال تعالى: (إليه يصعد الكلم الطيب والعمل الصالح يرفعه). والذي صلّى الله عليه وسلّم حكم باسلام الأمّة لما قال لها أين الله؟ فأشارت إلى السماء.
وقال النبيّ صلّى الله عليه وسلّم في حديث أبي هريرة: إنّ عبدا أخطأ، فدعا ربّه فقال: ربّي أذنبت ذنبا فاغفر لي. فقال الله تبارك وتعالى: علم عبدي أنّ له ربّا يغفر الذّنب ويأخذ بالذّنب. فغفرت لعبدي. ثم عاد فأذنب، فقال: أي ربّ اغفر لي. فقال الله: علم عبدي أنّ له ربّا يغفر الذّنب ويأخذ بالذّنب، غفرت لعبدي. ثم عاد فأذنب، فقال: أي ربّا غفر لي. فقال الله: علم عبدي أنّ له ربّا يغفر الذّنب ويأخذ بالذّنب، غفرت لعبدي. فليعمل ما شاء.
وقد أخبرنا الله تعالى في كتابه أنّه (الرحمن على العرش استوى). ولا يشبه استواؤه استواء المخلوقين، وينبغي إطلاق صفة الاستواء من غير تأويل، وأنّ استواء الذات على العرش لا على معنى القعود والملامسة كما قالت المجسّمة والكرامية.
Allah tidak disibukkan oleh sesuatu pun dari itu, dan Dia berbeda dari seluruh makhluk-Nya. Tidak ada suatu tempat pun yang kosong dari ilmu-Nya. Tidak boleh dikatakan bahwa "ALLAH BERADA DI SETIAP TEMPAT," melainkan dikatakan bahwa Allah di atas langit, yaitu di atas ‘Arsy, sebagaimana firman-Nya: “Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy” dan firman-Nya: “Kemudian Dia beristiwa di atas ‘Arsy, Ar-Rahman”. Dan firman Allah: “Kepada-Nya naik perkataan yang baik dan amal shalih diangkat-Nya.”
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga menetapkan Islam seorang hamba sahaya ketika beliau bertanya kepadanya: “Di mana Allah?”, ia pun menunjuk ke langit. Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Seorang hamba berbuat dosa lalu ia berdoa: Ya Rabb, aku telah berbuat dosa maka ampunilah aku. Maka Allah berfirman: Hamba-Ku tahu bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukum karenanya, maka Aku ampuni dosa hamba-Ku. Lalu dia kembali berbuat dosa dan berdoa, Ya Rabb, ampuni aku. Allah kembali berfirman: Hamba-Ku tahu bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukum karenanya, maka Aku ampuni dia. Hal ini terjadi berulang hingga Allah berfirman: Hamba-Ku tahu bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukum karenanya, maka Aku ampuni dia. Silakan ia berbuat semaunya.
Dan Allah Ta‘ala telah memberitakan dalam Kitab-Nya bahwa “Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy”. Akan tetapi istiwa' (bersemayam) Allah tidak serupa dengan istiwa' makhluk. Maka seyogianya kita menetapkan sifat istiwa' tanpa ta’wil, dan bahwa istiwa Allah atas ‘Arsy bukan dengan makna duduk atau menempel sebagaimana perkataan golongan Mujassimah dan Karamiyah.
ولا على معنى العلو والرفعة كما قالت الأشعرية ، ولا على معنى . الإبتلاء والفيلة كما قالت المعتزلة ؛ لأن الشرع لم يرد بذلك ، ولا نقل عن أحد من الصحابة والتابعين من السلف الصالحين من أصحاب الحديث ذلك، بل المنقول عنهم حمله على الإطلاق . وقد روى عن أم سلمة رضي الله عنها في قوله عز وجل ( الرحمن على العرش استوى ) قالت : الكيف غير معقول ، والاستواء غير مجهول ، والإقرار به واجب ، والجحود به كفر . وقد احتج بهذا عن النبي صلى الله عليه وسلم في حديثه، وكذلك عن حديث أنس بن مالك رضي الله عنه . وقال أحمد بن حنبل رحمه الله قبل قريب : أخبار الصفات تمر كما جاءت بلا كيف ولا تأويل ، وقال أيضًا في رواية : صفاته لا تشبه صفات كلام ولا أفعال . هذا ما كان في كتاب الله عز وجل، أو حديث من النبي صلى الله عليه وسلم نؤمن به ونرضى به، ولا نرد شيئًا منه
Dan juga tidak dengan makna hanya sekadar tinggi dan mulia. Seperti yang dikatakan oleh golongan Asy‘ariyyah, dan bukan pula dengan makna ujian dan kehinaan sebagaimana yang dikatakan oleh golongan Mu‘tazilah. Sebab syariat tidak menunjukkan hal itu, dan tidak dinukil dari seorang pun sahabat, tabi‘in, serta para salafus shalih dari kalangan ahli hadits yang mengatakan demikian. Justru yang dinukil dari mereka adalah membawanya (menerimanya) secara mutlak.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy”, beliau berkata: "Kaif (bagaimana caranya) tidak dapat dijangkau akal, istiwa itu sendiri jelas diketahui, mengimaninya wajib, dan mengingkarinya adalah kufur.” Hal ini juga dijadikan hujjah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadis, demikian pula dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata belum lama ini: “Berita-berita tentang sifat Allah itu diterima sebagaimana datangnya, tanpa menanyakan bagaimana (kaif) dan tanpa takwil.” Beliau juga berkata dalam riwayat lain: “Sifat-sifat Allah tidak menyerupai sifat-sifat makhluk, baik dalam perkataan maupun perbuatan.”
Itulah yang terdapat dalam Kitabullah ‘Azza wa Jalla, atau hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kita beriman kepadanya, ridha dengannya, dan tidak menolak sedikit pun darinya." (Al-Ghunyah, Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani, cet: Al-Maktabah Asy-Sya'biyah, Beirut Libanon, hal.56-57)
Adapun hujjah terkait dengan akidah Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Asya'irah) merujuk pada kitab karya beliau yaitu Al-Ibanah sebagai berikut,
باب ذكر الاستواء على العرش
إن قال قائل: ما تقولون في الاستواء؟ قيل له: إن الله عز وجل مستوٍ على عرشه، كما قال: ﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى﴾. وقد قال الله عز وجل: {إليه يصعد الكلم الطيب}، وقال: {بل رفعه الله إليه}. وقال عز وجل: {تدبير الأمر من السماء إلى الأرض ثم يعرج إليه}. وقال حكاية عن فرعون: {يا هامان ابن لي صرحاً لعلي أبلغ الأسباب أسباب السموات فأطلع إلى إله موسى وإني لأظنه كاذباً}. كذب فرعون في قوله: {إني لأظنه كاذباً}، وأخبر موسى أن الله فوق السموات. وقال الله عز وجل: {أأمنتم من في السماء أن يخسف بكم الأرض فإذا هي تمور أم أمنتم من في السماء أن يرسل عليكم حاصباً}. فالذي في السماء هو الله على العرش، وعلمه وقدرته وسلطانه في كل مكان، كذا قال أهل العلم. وقال الله عز وجل: {تعرج الملائكة والروح إليه}. وقال تعالى: {إليه يصعد الكلم الطيب والعمل الصالح يرفعه}. فالعرش أعلى المخلوقات، والله تعالى فوق العرش، وعلمه وقدرته وسلطانه محيط بكل شيء.
Bab tentang penyebutan istiwa’ di atas Arasy
Jika ada yang berkata: "Apa yang kalian katakan tentang istiwa’?" Maka dijawab: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla beristiwa’ di atas Arasy-Nya, sebagaimana firman-Nya: "Ar-Rahman beristiwa’ di atas Arasy." Dan Allah Azza wa Jalla juga berfirman: "Kepada-Nya naik perkataan yang baik." Dan Dia berfirman: "Sebenarnya Allah mengangkat Isa kepada-Nya." Dan Dia Azza wa Jalla berfirman: "Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya." Dan Allah mengisahkan tentang perkataan Fir’aun: "Hai Haman, buatkanlah untukku sebuah bangunan yang tinggi, mudah-mudahan aku dapat sampai ke jalan-jalan, yaitu jalan-jalan ke langit, maka aku dapat melihat Tuhan Musa; dan sesungguhnya aku mengira dia adalah pendusta." Fir’aun berdusta saat mengatakan: "Sesungguhnya aku mengira dia seorang pendusta." Sementara Musa berkata benar, bahwa Allah berada di atas langit.
Dan Allah Azza wa Jalla berfirman: "Apakah kalian merasa aman dari (siksaan) Dia yang di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang; atau apakah kalian merasa aman dari (siksaan) Dia yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan angin ribut yang berbatu." Maka yang dimaksud dengan "Dia yang di langit" adalah Allah yang berada di atas Arasy, sedangkan ilmu, kekuasaan, dan kerajaan-Nya meliputi segala sesuatu. Demikianlah perkataan para ulama.
Dan Allah Azza wa Jalla juga berfirman: "Para malaikat dan ruh naik menghadap kepada-Nya." Dia juga berfirman: "Kepada-Nya naik perkataan yang baik dan amal saleh dinaikkan-Nya." Maka Arasy adalah makhluk yang paling tinggi, dan Allah Azza wa Jalla berada di atas Arasy tersebut, sedangkan ilmu, kekuasaan, dan kerajaan-Nya meliputi segala sesuatu." (Ibanah, Imam Asy'ari, cet. Dar Ibnu Zaidun, cetakan pertama Beirut Libanon hal 33)
فيهن نوراً، ولم يرد أن القمر عياناً جميعاً، وأنه يراه جميعاً ورآه المسلمون جميعاً يرفعون أيديهم إذا دعوا نحو السماء، لأن الله عز وجل مستوٍ على العرش الذي هو فوق السموات، فلولا أن الله عز وجل على العرش لم يرفعوا أيديهم نحو العرش كما لا يرفعونها إذا دعوا إلى الأرض.
Didalamnya adalah cahaya, dan tidak dimaksud bahwa bulan (atau cahaya itu) terlihat oleh semua orang dengan mata secara langsung, tetapi maksudnya adalah mereka semua melihatnya. Dan kaum muslimin seluruhnya mengangkat tangan mereka ketika berdoa ke arah langit, karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla beristiwa’ di atas Arasy yang berada di atas seluruh langit. Kalau seandainya Allah Azza wa Jalla tidak berada di atas Arasy, niscaya mereka tidak akan mengangkat tangan mereka ke arah atas (langit/Arasy), sebagaimana mereka tidak mengangkat tangan ketika berdoa ke arah bumi.
سؤال: وقد قال القائلون من المعتزلة الجهمية والحرورية إن قول الله عز وجل: ﴿ٱلرَّحْمَٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَى﴾ إنه استولى وملك وقهر. وإن الله عز وجل في كل مكان. فجحدوا أن يكون الله عز وجل على عرشه كما قال أهل الحق، وذهبوا في الاستواء إلى القدرة. ولولا أن هذا كما ذكروه لما فرق بين العرش والأرض في أنه مستوٍ على العرش، أو على الأرض، أو على السماء، لأن الله عز وجل قادر على الاستيلاء على كل ما في المخلوقات. فلو كان الله عز وجل مستوياً على العرش بمعنى الاستيلاء، وهو عز وجل مستولٍ على الأشياء كلها لكان لا فرق بين العرش والأرض في هذا الباب، إذ الله عز وجل قادر على كل شيء، فلا يكون الله عز وجل مستوياً على العرش لأنه لم يذكر العرش بالاستيلاء. وإذا كان قادراً على الاستيلاء كان في كل شيء مستوياً عليه. فبطل قولهم أن الله عز وجل مستوٍ على العرش بمعنى الاستيلاء. ووجب أن يكون معنى الاستواء على العرش ما قاله أهل العلم وأهل الحق: أنه على عرشه كما أخبر، بلا كيف، أحاط بكل شيء علماً.
Pertanyaan: Dan telah berkata Kaum Mu'tazilah, Jahmiyyah dan Hururiyah tentang firman Allah Azza wa Jalla “Ar-Rahman beristiwa’ (bersemayam) diatas Arasy” maksudnya adalah Allah menguasai, memiliki, dan menundukkan. Mereka (Mu'tazilah) berkata pula bahwa Allah Azza wa Jalla berada di setiap tempat. Maka mereka mengingkari bahwa Allah Azza wa Jalla benar-benar berada di atas Arasy-Nya sebagaimana dikatakan oleh Ahlul Haq. Mereka menafsirkan istiwa’ sebagai kekuasaan (bukan "istai'la'" diatas atau tinggi).
Seandainya benar istiwa’ itu bermakna kekuasaan, sebagaimana mereka katakan, maka tidak ada bedanya antara berkuasa atas Arasy dengan berkuasa atas bumi atau langit. Karena Allah Azza wa Jalla memang Maha Kuasa atas segala makhluk. Jika begitu, maka penyebutan istiwa’ di atas Arasy tidaklah mempunyai arti khusus. Padahal Allah Azza wa Jalla secara khusus menyebut Arasy, bukan yang lain.
Dan Allah Azza wa Jalla tidak bersemayam diatas 'Arsy. Karena (istiwa’) bersemayam diatas 'Arsy tidak disebutkan sebagai mengangkat (diatas) atau tinggi, dan karena itu Allah Azza wa Jalla adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu Dia (Allah) menguasai atasnya. Dengan demikian, gugurlah perkataan mereka yang mengatakan bahwa istiwa’ maksudnya adalah mengangkat (diatas) atau tinggi (istaila').
Maka yang benar: arti istiwa’ (bersemayam) diatas Arasy adalah sebagaimana dikatakan oleh Ahlul ‘Ilmi dan Ahlul Haq, yaitu bahwa Allah Azza wa Jalla benar-benar berada bersemayam (berkuasa) diatas Arasy-Nya sebagaimana yang Dia kabarkan, tanpa menanyakan bagaimana caranya (tanpa kaif), dan Dia meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya." (Ibanah, Imam Asy'ari, cet. Dar Ibnu Zaidun, cetakan pertama Beirut Libanon hal.34)
Dari bukti hujjah langsung dari
kitab beliau Al-Ibanah diatas menyebutkan bahwa akidah Imam Asy'ari terkait makna "istiwa'" adalah berkuasa diatas 'Arsy dan bukan " istaila'" (berada diatas atau tinggi),
إن قال قائل: ما تقولون في الاستواء؟ قيل له: إن الله عز وجل مستوٍ على عرشه، كما قال: ﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى﴾ <....> فلا يكون الله عز وجل مستوياً على العرش لأنه لم يذكر العرش بالاستيلاء. وإذا كان قادراً على الاستيلاء كان في كل شيء مستوياً عليه. فبطل قولهم أن الله عز وجل مستوٍ على العرش بمعنى الاستيلاء. ووجب أن يكون معنى الاستواء على العرش ما قاله أهل العلم وأهل الحق: أنه على عرشه كما أخبر، بلا كيف، أحاط بكل شيء علماً.
Jika ada yang berkata: "Apa yang kalian katakan tentang istiwa’?" Maka dijawab: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla beristiwa’ (bersemayam) di atas Arasy-Nya, sebagaimana firman-Nya: "Ar-Rahman beristiwa’ di atas 'Arsy <...> Dan Allah Azza wa Jalla tidak bersemayam diatas 'Arsy. Karena (istiwa’) bersemayam diatas 'Arsy tidak diartikan sebagai mengangkat (diatas) atau tinggi, dan karena itu Allah Azza wa Jalla adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu Dia (Allah) menguasai atasnya. Dengan demikian, gugurlah perkataan mereka yang mengatakan bahwa istiwa’ maksudnya adalah mengangkat (diatas) atau tinggi (istaila').
Maka yang benar: arti istiwa’ (bersemayam) diatas Arasy adalah sebagaimana dikatakan oleh Ahlul ‘Ilmi dan Ahlul Haq, yaitu bahwa Allah Azza wa Jalla benar-benar berada bersemayam (berkuasa) diatas Arsy-Nya sebagaimana yang Dia kabarkan, tanpa menanyakan bagaimana caranya (tanpa kaif), dan Dia meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya." (Ibanah, Imam Asy'ari, cet. Dar Ibnu Zaidun, cetakan pertama Beirut Libanon hal.34)
Adapun yang mengatakan bahwa Allah Azza wa Jalla berada pada setiap tempat adalah akidah Mu'tazilah, Jahmiyah dan Hururiyah sebagaimana Imam Asy'ari mengatakan,
سؤال: وقد قال القائلون من المعتزلة الجهمية والحرورية إن قول الله عز وجل: ﴿ٱلرَّحْمَٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَى﴾ إنه استولى وملك وقهر. وإن الله عز وجل في كل مكان
Pertanyaan: Dan telah berkata Kaum Mu'tazilah, Jahmiyah dan Hururiyah tentang firman Allah Azza wa Jalla “Ar-Rahman beristiwa’ (bersemayam) diatas Arsy” maksudnya adalah Allah menguasai, memiliki, dan menundukkan. (Mereka Mu'tazilah berkata pula) bahwa Allah Azza wa Jalla berada di setiap tempat."
Oleh karenanya apa yang disampaikan oleh Ust. Badrussalam, Lc dalam video tersebut tidak benar adanya dan terbantahkan oleh kitab dimaksud. Wallahu a'lam 🙏🏻
Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar