MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Selasa, 30 September 2025

KAJIAN TENTANG LARANGAN BERBUAT GHULLU (BERLEBIHAN) TERHADAP KUBURAN





Adanya fenomena di kalangan umat Islam saat ini yang perlu perhatian khusus dalam rangka untuk meluruskan dari kesalahan terkait bagaimana tata cara berziarah, karena semakin maraknya kita jumpai kuburan-kuburan yang dikeramatkan yang dihias sedemikian indahnya dengan berbagai macam bunga sehingga seperti sebuah perlombaan oleh sebagain orang, dan menjadi tempat yang lebih ramai dari destinasi-destinasi wisata. Mereka berduyun-duyun datang dari berbagai daerah hingga dari manca negara untuk meraih berbagai hajatnya masing-masing. Tidak sedikit yang menjadikan kuburan sebagai tempat paling memberi keberkahan dan menjanjikan terkabulnya hajat dan doa mereka, bahkan bersujud di kuburan yang bisa jatuh pada perbuatan musyrik.

Hal tersebut biasanya bisa kita lihat di pemakaman Habaib, Ulama, Kyai atau tokoh terkenal dimana para pemimpin (ustadz) dan jamaahnya berbuat ghullu terhadap kuburan. Bagaimana  ajaran para Salaf Alawiyyin (habaib) terdahulu terkait pengagungan kuburan?

Al-Habib Ali bin Muhsin As-Segaf menjelaskan dalam kitabnya Al-Istizadah min Akhbar As-Sadah berikut,

ونعود إلى الموضوع فنقول بأن العلويين قد لا يوافقون على ما هو أقل من وضع التابوت, فقد ذكر ابن عبيدالله في الجزء الثاني من مخطوطة بضائع التابوت أن شيخه العلامةالجليل عبدالرحمن بن محمد المشهور ابتنى في حدود سنة ١٣١٠ ه سقيفة على أعمدة دقيقة من الخشب, تظلل زائري سيدي الفقيه المقدم ومن حوله من  الشمس, فاشتد فى إنكارها شيخنا العلامة علوي بن عبدالرحمن المشهور, ولكن لم يسمع له كلام, ثم ابتنى الفاضل السيد عبدالقادر بن أحمد الحداد سقيفة أخرى على مقبرة الحداد آل فأنكر عليه الصالح التقي السيد عبدالرحمن بن عبدالله خرد, فلم يكن لصوته صدى, غير أن السقيفتين لم تأخذا إلا قدر ما يمسك قوائمهها من الأرض, ولا أثر عليها للمباهاة أو للتعظيم كما يشاهد من هيئتهما وكيفيتهما. 

هذا ولم يقبر احد من العلويين فى مسجد ولا اوصى احد منهم أن تبنى على قبره قبة وذكر ابن عبيدالله قبر العلامة الجيل السيد علي بن عبدالله بن عبدالرحمن بن عقيل السقاف فقال: إنه توفي سنة بيجانب ١١٨١ ه وقبر بجانب مسجده بدون وصية منه, بل قيل له في مرض موته أين تحب أن يكون قبرك فقال حيثما يريده الله.

Kita kembali ke topik pembahasan dan mengatakan bahwa Ba'alawi mungkin tidak setuju dengan sesuatu yang kurang dari pemasangan tabut.

Ibnu 'Ubaidillah menyebutkan dalam jilid kedua manuskrip "Bada'i' At-Tabut" bahwa gurunya, seorang ulama besar bernama 'Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur, membangun sebuah bangunan kecil di atas makam Sayyid Al-Faqih Al-Muqaddam dan makam-makam di sekitarnya pada sekitar tahun 1310 H.

Bangunan itu memiliki tiang-tiang kayu yang halus untuk melindungi pengunjung dari sinar matahari. Namun, Syaikh 'Alawi bin 'Abdurrahman Al-Masyhur sangat keras mengingkari tindakan tersebut, tetapi tidak ada yang mendengarkan peringatannya.

Kemudian, seorang yang mulia bernama Sayyid 'Abdul Qadir bin Ahmad Al-Haddad membangun bangunan kecil lain di atas makam keluarga Al-Haddad.

Syaikh yang shaleh dan bertakwa, Sayyid 'Abdurrahman bin Abdullah Khurd, mengingkari tindakan tersebut, tetapi tidak ada yang menghiraukannya.

Kedua bangunan kecil itu hanya menempati sebagian kecil tanah dan tidak ada unsur kesombongan atau pengagungan yang berlebihan seperti yang terlihat dari bentuk dan strukturnya.

Tidak ada seorang pun dari Ba'alawi yang dimakamkan di dalam masjid, dan tidak ada yang mewasiatkan agar dibangun kubah di atas makamnya.

Ibnu 'Ubaidillah menyebutkan makam seorang ulama besar dari kalangan Ba'alawi, Sayyid 'Ali bin Abdullah bin 'Abdurrahman bin 'Aqil As-Segaf, yang wafat pada tahun 1181 H dan dimakamkan di samping masjidnya tanpa ada wasiat dari beliau untuk itu.

Bahkan, dikatakan bahwa ketika beliau sedang sekarat, beliau ditanya di mana beliau ingin dimakamkan, dan beliau menjawab bahwa beliau serahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah." (Al-Istizadah min Akhbar  As-Sadah, Habib Ali bin Muhsin As-Segaf juz 1 hal.453-454)

وقال الشيخ عبدالله باسودان لسان حال العلويين: كما أن نسبة العوام الضر والنفع إلى الأولياء كما هو عادتهم ذنب عظيم, ولاسيما إذا كان مع اعتقاد التأثير منهم في ذلك بدون تقييد أنه بإذن الله ومشيئته وقضائه وقدره, وليتحقق الموفق أن الله غيور أن يشرك به شيئافى عباده أو غيرها, وأن الكبرياء رداؤه والعظمة إزاره فمن نازعه فيهما قصمه

Syaikh Abdullah Basudan berkata, mewakili pandangan Ba'alawi, "Sungguh, mengaitkan mudarat dan manfaat kepada para wali, seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang awam, adalah dosa besar.

Terutama jika hal itu diyakini sebagai pengaruh langsung dari para wali tanpa mengaitkannya dengan izin, kehendak, ketentuan, dan takdir Allah.

Orang yang diberi taufik oleh Allah harus menyadari bahwa Allah sangatlah cemburu jika ada sesuatu yang dipersekutukan dengan-Nya, baik dalam hal hamba-Nya maupun yang lainnya.

Ke-Esa-an dan keagungan adalah milik Allah, dan siapa pun yang menentang-Nya dalam hal ini, Allah akan menghancurkannya." (Al-Istizadah min Akhbar As-Sadah, Habib Ali bin Muhsin As-Segaf juz 1 hal.458)

هذا ولا يوافق علماء العلويين على ما يفعله بعض العامة والجهلاء من التمسح بالقبور, كما يدل على ذلك ما ذكره الجد العلامة الفقيه علوي بن عبدالله السقاف حين قال: أخيرني الوالد النجيب حسين بن محمد بن هادي السقاف أنه حضر مجلس فقه بمسجد طه يتصدره الأخ عبد القادر الروش, فجرى البحث في تقبيل القبور والتمسح بها, وأن ابن حجر يقول :كراهيته, ثم ذكر أنني لم أطلع على كلام الرملي إلا من الروش, ثم راجعته ووجدت الشبراملسي علق عليه بأن لا يفعله من يقتدي به, خوفاً من أن يعتقده العامة ويغالون فيه, كما الواقع وقال حسين إن والده الحبيب محمذ بن هادي السقاف (١٢٩١-١٣٨٣) على قبر مشهده في الرجال وحسن اعتقاده فيهم لا يعمل شيئاً من التقبيل والتمسح بقبورهم مهمابلغ صيتهم, اعتمادا لما قاله الفقهاء؛ وأنه زار معه مرات المهاجر وغيره منفرداً ومع جماعه فلم يره يعمل شيئاً من ذالك

Hal ini menunjukkan bahwa para ulama Ba'alawi tidak menyetujui tindakan sebagian orang awam dan bodoh yang mengusap-usapkan diri mereka ke kuburan.

Hal ini terlihat dari apa yang disebutkan oleh kakek, seorang ulama besar dan ahli fiqih, 'Alawi bin Abdullah As-Segaf, yang berkata: "Ayahku yang mulia, Husain bin Muhammad bin Hadi As-Segaf, mengabarkan kepadaku bahwa dia pernah menghadiri majelis fiqih di Masjid Thaha yang dipimpin oleh saudara 'Abdul Qadir Al-Rusyi.

Dalam majelis itu, mereka membahas tentang hukum mencium kuburan dan mengusap-usapkannya.

Ibnu Hajar berpendapat bahwa perbuatan itu makruh. Kemudian disebutkan bahwa saya tidak mengetahui adanya komentar dari Ar-Ramli tentang masalah ini kecuali dari Al-Rusyi.

Setelah saya meneliti lebih lanjut, saya menemukan bahwa Asy-Syibramallisi memberikan komentar bahwa orang yang diikuti sebaiknya tidak melakukan hal itu, agar tidak menimbulkan anggapan yang berlebihan di kalangan orang awam, seperti yang sering terjadi.

Husain juga mengatakan bahwa ayahnya, Habib Muhammad bin Hadi As-Segaf (1291-1383 H), yang memiliki kedudukan tinggi dan keyakinan yang baik terhadap para wali Allah, tidak pernah melakukan ciuman atau usapan pada kuburan mereka, meskipun beliau sangat terkenal.

Hal ini berdasarkan pada pendapat para ahli fiqih. Beliau juga mengatakan bahwa dia beberapa kali mengunjungi makam Al-Muhajir dan makam lainnya, baik sendirian maupun bersama orang lain, dan tidak pernah melihat ayahnya melakukan hal seperti itu." (Al-Istizadah min Akhbar As-Sadah, Habib Ali bin Muhsin As-Segaf juz 1 hal.460). Wallahu a'lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat.  Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar