Bagaimana dengan karomah wali apakah bisa berinteraksi dengan orang yang sudah meninggal? Semua manusia yang sudah meninggal berada di alam kubur. Bahkan para Sahabat Nabi yang mati syahid di Perang Badar pun berada di alam kubur masing-masing berdasarkan hadits Nabi riwayat Imam Ahmad dimana Nabi pernah menyapa para syuhada perang Badar di tempat mereka dimakamkan dengan menyebut nama-nama mereka. Melihat hal itu, Sahabat Umar bertanya,
يا رسول اللّه، ما تخاطب من أقوام قد جيّفوا، فقال عليه الصلاة والسلام: والّذي بعثني بالحقّ، ما أنتم بأسمع لما أقول منهم، ولكنّهم لا يستطيعون جواباً
Wahai Rasulullah, "Apa yang engkau bicarakan dengan kaum yang sudah meninggal?" Nabi menjawab, "Demi Allah, tidaklah kalian lebih mendengar dibanding mereka atas apa yang aku ucapkan. Akan tetapi mereka tidak mampu menjawab." (HR. Ahmad)
Jelaslah melalui hadits diatas bahwa orang yang sudah meninggal bisa mendengar seruan orang yang hidup namun mereka tidak bisa menjawabnya. Lantas bagaimana dengan kisah karamahnya Al-Faqih Muqaddam Muhammad Bin Ali yang bisa berinteraksi dan berdialog dengan gurunya yang sudah meninggal, bahkan setelah kematiannya masih bisa turut serta shalat jenazah sebagaimana dijelaskan dalam Syarh Al-Ainiyah berikut,
وكان يقال له في تلك الغيبة: [كل نفس ذائقة الموت]، فيقول: ليس لي نفس. فيقال له: [كل من عليها فانٍ]، فيقول: ما أنا عليها. ويقال له: [كل شيءٍ هالكٌ إلا وجهه]، فيقول: أنا من نوره ووجهه.
وكان يُخبر في هذه الغيبة عن مشاهدات غيبية، ومكاشفات حقيقية، وأسرار ربانية، وعلوم ملكوتية، وأُخبر في تلك الحال أنه يقع حريق ببغداد، وأن الخليفة يُقتل. فكان كما قال، وأُخبر عن سيلٍ عظيمٍ يكون. وقال: إن البحر انفجر، فكان بحضرموت سيلٌ عظيمٌ هائل، أخرب بلداتنا، وأخرب ما ينيف على أربعة آلاف إنسان، وهو المسمى بجاحش.
ووقع ببغداد في جُمادى الآخرة، سنة أربع وخمسين وسبعمائة، زيادة الدجلة، حتى دخل الماء من سور البلد، وانهدمت دار الوزير، وخزانة الخليفة، وثلاثمائة وثلاثون داراً، ومات تحت الهدم خلق كثير، وغرق جمع غفير. ذكر واقعة بغداد هذه السيد العلامة المحقق محمد بن أبي بكر شليه باعلوي في كتابه [المشرع الروي]، وذكر أن سيدنا الفقيه محمد بن علي قد ذكر هذه الواقعة البغدادية في تلك الغيبة، وأنه أعني سيدنا الفقيه، أخبر بحريق المسجد النبوي، فاحترق أول يوم من رمضان في سنة أربع وخمسين وسبعمائة، وأنه أخبر بواقعة التتار، وأن الخليفة قُتل في صفر، في سنة ستٍ وخمسين وسبعمائة.
ولما طالت غيبته رضي الله عنه عن أولاده، ألزمهم على أن يأكل فأبى. فلما كان آخر يومٍ من عمره، أكرهوه على إدخال شيءٍ من الطعام إلى بطنه، فلما أُدخل الطعام، سمعوا هاتفاً يقول له: "إن ضجرتم منه نحن نقبله، ولو تركتموه من الطعام لبقي". وفي رواية: "لما أحسن بالطعام فتح عينيه". وقال: "أضجرتم مني؟ وتوفي رحمه الله ورحمنا بهولا حرمنا بركته في الدارين، ووالدينا ومشايخنا وذوينا آمين".
Dan dikatakan kepadanya (Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali) dalam keadaan itu, "Setiap jiwa pasti merasakan kematian," maka dia menjawab, "Aku tidak memiliki jiwa."
Dikatakan lagi, "Setiap yang ada di atas bumi akan binasa," maka dia menjawab, "Aku tidak termasuk yang ada di atas bumi."
Dikatakan lagi, "Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya," maka dia menjawab, "Aku termasuk dari cahaya dan wajah-Nya."
Dia (Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali) juga memberitahu tentang penglihatan-penglihatan ghaib, penampakan-penampakan yang hakiki, rahasia-rahasia ilahi, dan ilmu-ilmu kerajaan.
Dia diberitahukan bahwa akan terjadi kebakaran di Baghdad, dan khalifah akan dibunuh. Dan itu semua terjadi seperti yang dia katakan.
Dia juga diberitahu tentang banjir besar yang akan terjadi, dan dia berkata, "Laut akan meledak."
Dan di Hadramaut, terjadi banjir besar yang menghancurkan beberapa kota dan menewaskan lebih dari 4000 orang, yang dikenal dengan nama Jakhisy.
Dan terjadi di Baghdad pada bulan Jumadil Akhir tahun 754 H, banjir besar di Sungai Tigris, sehingga air masuk ke dalam kota, dan menghancurkan rumah menteri, gudang khalifah, dan 330 rumah lainnya. Banyak orang mati tertimpa reruntuhan, dan banyak lagi yang tenggelam.
Kejadian di Baghdad ini disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin Abi Bakar Syaliyah Ba'alawi dalam kitabnya "Al-Masyru' Ar-Rawi", dan dia menyebutkan bahwa Sayyiduna Faqih (Al-Muqaddam) Muhammad bin Ali telah memberitahu tentang kejadian di Baghdad itu dalam keadaan ghaib, dan bahwa dia juga memberitahu tentang kebakaran Masjid Nabawi yang terjadi pada 1 Ramadhan 754 H. Dan dia memberitahu tentang kejadian Tartar, dan bahwa khalifah dibunuh pada bulan Safar tahun 756 H.
Ketika dia lama tidak kembali kepada anak-anaknya, mereka memaksanya untuk makan, tetapi dia menolak.
Pada hari terakhir hidupnya, mereka (anak-anaknya) memaksanya untuk memakan sesuatu, dan ketika makanan itu masuk ke dalam perutnya, mereka mendengar suara yang mengatakan, "Jika kalian bosan dengan dia (agar segera meninggal), maka kami akan menerimanya. Jika kalian tidak memberinya makan, maka dia akan tetap hidup."
Dalam riwayat lain, "Ketika dia merasakan makanan, dia membuka matanya dan berkata, 'Apakah kalian bosan dengan aku? (Mengharapkan agar aku segera meninggal?)'"
Semoga Allah merahmati dia dan kita semua, dan tidak memisahkan kita dari keberkahannya di dunia dan akhirat, serta orang tua kita, guru-guru kita, dan keluarga kita, amin." (Syarh Al-Ainiyah, Abdullah bin Alwi Al-Haddad Ba'alawi (1069-1144 H), Darr Al-Ulum Al-Islamiyah - Surabaya hal.154-155)
وكان سيدنا الفقيه من الممكّنين في التصريف بعد موتهم، قال المشايخ العارفون: ما صلّينا صلاة على جنازة إلا والفقيه محمد بن علي بعد موته يصلّي معنا عليها.
وتوفي شيخه الإمام أبو الحسن علي بن أحمد مامروان، وهو غائب عن البلد، فأتى الفقيه على نفسه الا يخرج من مكانه، وهو فى منارة جامع
تريم بعد ما جاء من غيبته، حتى يأتيه شيخه أبو مروان من قبره.
وحصل بينهما كلام طويل ومخاطبات عظيمة، سمع كلامهما بعض الصالحين المكاشفين، ووعى خطابهما.
فكان من جملته أن الفقيه
أباعلوي قال للفقيه بامروان: كيف أنا عندكم؟ قال: يترجاك أهل البرزخ، كما يترجى أهل الخريف الخريف. ولما غاب فقيرنا أبو خريصة، وانقطعت أخباره، وجاء الخبر أنه مات، أطرق ساعة، ثم رفع رأسه، وقال: كلا إن أبا خريصة ما مات، إني اطلعت في الجنة، فنظرت فيها، فلم أر أبا خريصة فيها، وما يدخل أبو خريصة النار، ثم بعد مدة قدم أبو خريصة البلاد.
وكان سيدنا الفقيه رضي الله عنه يقول: أنا لأهل بلدي كالغيث، وكان يقول: علي من القارة إلى قبر هود عليه السلام، يعني في الشفاعة.
وقال السيد الزاهد التقي العابد، محمد بن علي بن عمر باعلوي: لم يمت أحد من السادة آل ياعلوي، إلا وقد أصلح له الفقيه محمد بن علي بن علوي منزله. وقال الشيخ الصالح محمد بن سعيد بن عمر بالحاف، عن والده سعيد: ما صلّينا على جنازة، إلا والشيخ محمد بن علي يصلي معنا، بحسن نية ومقصده بعد وفاته.
Dan Sayyidina Al-Faqih (Muqaddam) adalah salah satu orang yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi setelah kematian mereka. Para guru yang arif berkata, "Kami tidak pernah shalat jenazah kecuali Al-Faqih Muhammad bin Ali shalat bersama kami setelah kematiannya."
Guru beliau, Imam Abu Al-Hasan Ali bin Ahmad Ba'marwan, wafat ketika beliau tidak berada di kota. Maka, Al-Faqih berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak keluar dari tempatnya, yaitu di menara Masjid Tarim, sampai gurunya Abu Marwan datang dari kuburnya.
Terjadi percakapan panjang dan dialog yang agung antara keduanya, yang didengar oleh sebagian orang shaleh yang memiliki kemampuan mukasyafah.
Di antara percakapan itu, Al-Faqih (Muqaddam) Ba'alawi berkata kepada Al-Faqih Ba'marwan, "Bagaimana aku di mata kalian?"
Ba'marwan menjawab, "Kalian dinantikan oleh penduduk alam Barzakh, sebagaimana penduduk musim gugur menantikan musim gugur."
Ketika Abu Khuraisah, salah satu murid Al-Faqih (Muqaddam), tidak kembali dan tidak ada kabar, dan kemudian ada kabar bahwa dia telah wafat, Al-Faqih menundukkan kepala sejenak, kemudian mengangkatnya dan berkata, "Tidak, Abu Khuraisah tidak mati. Aku telah melihat ke dalam surga, dan aku tidak melihat Abu Khuraisah disana. Abu Khuraisah tidak akan masuk neraka."
Setelah beberapa waktu, Abu Khuraisah kembali ke negeri itu.
Sayyidna Al-Faqih (Muqaddam) berkata, "Aku bagi penduduk negeriku seperti hujan."
Dia juga berkata, "Aku (akan memberi syafaat kepada penduduk) dari Qarah (benua) hingga ke kubur Nabi Hud 'alaihissalam."
Sayyid Muhammad bin Ali bin Umar Ba'alawi berkata, "Tidak ada seorang pun dari keluarga Al Ba'alawi yang wafat, kecuali Al-Faqih (Muqaddam) Muhammad bin Ali Ba'alawi telah memperbaiki tempatnya."
Syaikh Muhammad bin Said bin Umar Balhaf berkata (mendengar) dari Sa'id bapaknya, "Aku tidak pernah shalat jenazah kecuali Syaikh (Al-Faqih Muqaddam) Muhammad bin Ali shalat bersama kami, dengan niat yang baik dan tujuan yang lurus, setelah kematiannya."
(Syarh Al-Ainiyah, Abdullah bin Alwi Al-Haddad Ba'alawi (1069-1144 H), Darr Al-Ulum Al-Islamiyah - Surabaya hal.161-162). Wallahu a'lam
Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat untuk menambah wawasan. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*



Tidak ada komentar:
Posting Komentar