MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Kamis, 22 September 2011

PEDOMAN PENGURUSAN JENAZAH (PPJ)



PEDOMAN PENGURUSAN JENAZAH (PPJ)
PIMPINAN PUSAT LEMBAGA TA’MIR MASJID NAHDLATUL ULAMA
(PP-LTM-NU)



LOGO NU 1





Disusun oleh :
Asimun Mas’ud





Disampaikan Pada :
Pelatihan Pengurusan dan Pemulasaraan Jenazah (P4J)
Yang Diselenggarakan Oleh PP-LTM-NU
Bekerjasama dengan Yayasan Masjid Al-Munawwaroh
Ciganjur – Jakarta Selatan




Jakarta, 02-03 Oktober 2010 M / 23-24 Syawwal 1431 H

بسم الله الرحمن الرحيم

I.                    LATAR BELAKANG DAN MUKADDIMAH

Setiap manusia pasti mati. Tidak ada yang mampu menolak dan mengingkari takdir Allah yang satu ini. Kematian harus diterima, khususnya oleh yang bersangkutan dengan selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian, atau oleh orang lain, baik itu saudara, kerabat atau tetangga, dengan mengurus kematian yang sesuai dengan ketentuan yang diajarkan oleh agama islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman,

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang Tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah Sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal. (Yaitu) yang bersabar dan bertawakkal kepada Tuhannya.” (QS. Al-Ankabut: 57-59)

Menurut hukum islam, mengurus jenazah adalah suatu kewajiban bagi yang hidup (fardhu kifayah) sebagai amal shalih, mulai dari memandikan, mengkafankan, menshalatkan, dan menguburkan. Tanggung jawab itu umumnya dibebankan kepada pihak keluarga yang notabene sedang dirundung duka dan kesedihan karena  ditinggal orang yang sangat disanyangi, dikasihi, dan dihormati. Baru saja mereka kehilangan salah satu anggota keluarganya.

Bila saat itu mereka harus sibuk dengan urusan pengurusan surat-surat, pengkafanan, pemandian serta pemakamannya, hal itu bisa jadi hanya akan menambah beban, ditambah ketidaktahuan mereka dalam pengurusan jenazah di kota besar seperti Jakarta ini. Padahal saat itu yang mereka butuhkan adalah penghibur atau paling tidak mendapat ucapan duka cita dan do’a atau bela sungkawa dari saudara, kerabat, tetangga dan rekanan. Karena itu perlu ada pertolongan, minimal membantu proses pengurusannya yang membutuhkan perlengkapan mulai dari pengetahuan, material,  juga waktu, sehingga beban yang dirasakan bisa berkurang.

Demi menjaga kesesuaian penanganan dengan aturan (syari’at islam) dan juga dalam rangka meringankan beban dan tugas keluarga yang mengalami musibah, Pimpinan Pusat Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama (PP-LTM-NU) melaui Program Pelatihan Pelayanan Jenazah ingin memberikan teori panduan pelayanan yang efektif dan simple bagi kaum muslimin dan muslimat yang menginginkan kemudahan-kemudahan dalam pengurusan jenazah.

II.                  MELURUSKAN NIAT

Bagi yang mengurus jenazah itu akan mendapatkan pahala yang besar dengan dua syarat :
1.       Hendaklah dalam mengurus jenazah itu seseorang benar-benar ikhlas dan tidak bertujuan untuk memperoleh upah atau ucapan terima kasih

2.       Benar-benar menutupi jenazah dengan rapat dan tidak menyebarluaskan keburukan yang telah dilihatnya dari jenazah tersebut, sebagaimana hadits Nabi:

( من غسل مسلما فكتم عليه غفر له الله أربعين مرة ومن حفر له فأجنه أجري عليه كأجر مسكن أسكنه إياه إلى يوم القيامة ومن كفنه كساه الله يوم القيامة من سندس واستبرق الجنة ) رواه الحاكم 3: 395, باب من رأى شيئا من الميت فكتمه ولم يتحدث به

"Barang siapa yang memandikan seorang muslim, seraya dia menyembunyikan dengan baik, maka Allah akan memberikan ampunan 40 kali kepadanya. Dan barangsiapa membuatkan lubang untuknya lalu menutupinya maka akan diberlakukan baginya pahala seperti pahala orang yang memberinya tempat tinggal kepadanya sampai hari kiamat kelak. Dan barang siapa mengkafaninya, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya dihari kiamat kelak, pakaian dari kain sutra tipis dan pakaian sutera tebal surga. (HR. Hakim dan Baihaqi)

III.                MENGHADAPI ORANG YANG SEDANG SAKIT

¡  Merawatnya dengan baik (kebersihannya, makanan dan segala keperluannya)

¡  Memberikan pemahaman bahwa sakit yang dideritanya pasti ada hikmah yang besar

¡  Membimbingnya agar banyak membaca istighfar dan kalimah thaiyibah

¡  Menghiburnya dengan menganjurkan untuk bersabar dalam menghadapi ujian dari Allah SWT

¡  Membantunya dengan tenaga, do’a bahkan biaya demi kesembuhannya

IV.               LANGKAH AWAL PENGURUSAN JENAZAH

v  MENGHADAPI ORANG YANG SEDANG SAKARATUL MAUT
ú  Menemani dan menjaga orang yang sedang sakaratul maut dengan mengajarkan dua kalimah syahadah
ú  Jika dimungkinkan menghadapkannya ke arah kiblat
ú  Mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur’an (surat yasiin) untuk menghantarkan ketenangannya
ú  Mendo’akannya agar Allah memudahkan perjalanan rohnya

v  HAL-HAL YANG DILAKUKAN PADA JENAZAH

jika seseorang telah meninggal dunia, maka orang-orang yang ditinggalkan berkewajiban untuk melakukan beberapa hal berikut ini :
1.       memejamkan kedua matanya dan medndo'akannya. Yang demikian itu didasarkan pada hadits Ummu Salamah, di berkata :

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى أَبِى سَلَمَةَ وَقَدْ شَقَّ بَصَرُهُ فَأَغْمَضَهُ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ الرُّوحَ إِذَا قُبِضَ تَبِعَهُ الْبَصَرُ ». فَضَجَّ نَاسٌ مِنْ أَهْلِهِ فَقَالَ « لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ بِخَيْرٍ فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ ». ثُمَّ قَالَ « اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَبِى سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِى الْمَهْدِيِّينَ وَاخْلُفْهُ فِى عَقِبِهِ فِى الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ وَافْسَحْ لَهُ فِى قَبْرِهِ. وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ ».(رواه مسلم 6 : 58 \2169 باب فِى إِغْمَاضِ الْمَيِّتِ وَالدُّعَاءِ لَهُ إِذَا حُضِرَ)

"Rasulullah SAW pernah menemui Abu Salamah, yang matanya masih dalam keadaan terbuka, lalu beliau memenjamkannya. Dan kemudian bersabda: sesungguhnya ruh itu jika dicabut akan diikuti oleh mata. Kemudian sejumlah orang dari keluarganya rebut. Maka beliaupun bersabda : janganlah kalian mendo'akan diri kalian kecuali yang baik-baik saja, karena sesungguhnya malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan. Kemudian beliau berdo'a: "Ya Allah, berikanlah ampunan kepada Abu Salamah angkatlah derajatnya ke tingkat orang-orang yang mendapat petunjuk, gantila ia dilingkungan keluarga yang ditinggalkan. Berikanlah ampunan kepada kami dan kepadanya, wahai rabb sekalian alam, lapangkanlah kuburnya serta terangilah bagian dalamnya." (HR. Muslim, Ahmad dan al-Baihaqi)

2.       Hendaklah melepaskan pakaian yg semula dikenakan kemudian menutupinya dengan kain yang dapat menutupi seluruh bagian tubuhnya. Yang demikian itu didasarkan pada hadits Aisyah :

أَنَّ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - زَوْجَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - حِينَ تُوُفِّىَ سُجِّىَ بِبُرْدٍ حِبَرَةٍ. رواه البخاري 19 : 302\5814 باب الْبُرُودِ وَالْحِبَرَةِ وَالشَّمْلَةِ

"Bahwasannya ketika Rasulullah SAW meninggal dunia ditutupi dengan kain hibaroh (yakni kain bergaris hitam putih yang terbuat dari katun)." (HR. Bukhari-Muslim dan al-Baihaqi)
3.       Hendaklah menyegerakan pengurusan segala sesuatunya. Yang demikian itu didasarkan pada hadits Abu Hurairoh:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ... (رواه البخاري 5 : 206, باب السُّرْعَةِ بِالْجِنَازَةِ)

"Percepatlah pengurusan jenazah….."


4.       Alangkah baiknya dalam menghibur shohibul musibah jika dilantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an atau kalimah-kalimah thaiyibah, sekaligus sebagai bentuk istighfar dan do’a

V.                 TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH

A. Fiqih Memandikan Jenazah

1.       Jika seseorang meninggal dunia, maka sebagian orang berkewajiban untuk segera memandikannya, sebagaimana perintah Rasulullah SAW sebagai berikut:

( اغسلوه بماء وسدر . . ) ( اغسلنها ثلاثا أو خمسا أو سبعا . .  أو أكثر من ذلك . . )

"Mandikanlah dia dengan air dan daun sidr (bidara)……"
"Mandikanlah dia tiga, lima atau tujuh kali atau lebih dari itu….."

2.       Di dalam memandikan jenazah, ialah orang yang lebih mengetahui sunnah memandikan jenazah, apalagi jika jenazah itu dari keluarga atau kerabatnya sendiri, sebagaimana hadits dari Ali :

عن علي رضي الله عنه قال : غسلت رسول الله صلى الله عليه و سلم فجعلت أنظر ما يكون من الميت فلم أر شيئا وكان طيبا حيا وميتا صلى الله عليه و سلم. رواه البيهقى 3: 388\6419, باب ما يؤمر به من تعاهد بطنه وغسل ما كان به من أذى

"Aku telah memandikan Rasulullah SAW, lalu aku perhatikan apa yang biasa ada pada jenazah, tetapi aku tidak mendapatkan suatu aib pun. Dan keadaan tubuh beliau sangat baik ketika masih hidup maupun pada saat mati. Semoga Allah melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Belia). (HR. Ibnu Majjah, al-Hakim, al-Baihaqi)

3.       Di dalam memandikan jenazah, harus benar-benar diperhatikan beberapa hal :
a.       memandikannnya tiga kali atau lebih, sesuai dengan apa yang diperlukan oleh orang-orang yang memandikannya.
b.       Memandikannya dengan bilangan ganjil
c.        Hendaklah air yang digunakan untuk memandikan di campur dengan daun bidara atau yang lainnya yang bisa dipergunakan untuk membersihkan, misalnya sabun.
d.       Dan di bagian akhir dari proses pemandian tersebut hendaklah airnya dengan wewangian dan tumbuhan kafur lebih diutamakan.
e.       Melepaskan jalinan rambut dan membasuhnya dengan sebaik-baiknya.
f.        Menyisir rambutnya
g.       Bagi jenazah wanita, rambutnya di buat 3 kepang dan melatakannya dibelakangnya.
h.       Memulai dengan anggota tubuh sebelah kanan dan anggota-anggota tubuh yang biasa dibasuh saat berwudlu
i.         Hendaklah laki-laki yang memandikan jenazah laki-laki dan wanita yang memandikan jenazah wanita, kecuali yang dikecualikan.
Poin-poin memandikan di atas tersebut sebagaimana termaktub dalam hadits Ummu 'Athiyyah, sebagai berikut :

دخل علينا النبي صلى الله عليه وسلم ونحن نغسل ابنته [ زينب ] فقال : ( اغسلنها ثلاثا أو خمسا [ أو سبعا ] أو أكثر من ذلك إن رأيتن ذلك ) . [ قالت : قلت : وترا ؟ قال : ( نعم ] واجعلن في الآخرة كافورا أو شيئا من كافور فإذا فرغتن فآذنني ) . فلما فرغنا آذناه فألقى إلينا حقوه ( 1 ) فقال : ( أشعرنها ( 2 ) إياه ) [ تعني إزاره [ قالت : ومشطناها ثلاثة قرون ] ( وفي رواية نقضنه ثم غسلنه ) [ فضفرنا شعرها ثلاثة أثلاث : قرنيها وناصيتها ] وألقيناها خلفها ] [ قالت : وقال لنا : ( ابدأن بميامنها ومواضع الوضوء منها ] )

"Nabi pernah menemui kami sedangkan kami kala itu tengah memandikan putrinya (zainab), lalu beliau bersabda: Mandikanlah dia tiga,  lima (atau tujuh) kali, atau lebih dari itu. Jika kalian memandang perlu, maka pergunakan air dan daun bidara. (Ummu'Athiyyah mengatakan, maka kukatakan : Dengan ganjil? Beliau menjawab: Ya). Dan buatlah di akhir mandinya itu tumbuhan kafur atau sedikit darinya. Dan jika kalian sudah selesai memandikannya, beritahu aku. Setelah selesai memandikan kami pun memberitahu beliau. Maka beliau melemparkan kain kepada kami seraya berucap: pakaikanlah ini sebagai penutup tubuhnya(yang dia maksudkan adalah kainnya). (Ummu 'Athiyyah berkata: dan kami menyisirnya menjadi 3 kepang). (dan dalam sebuah riwayat disebutkan : maka kami menguraikan rambutnya dan kemudian membasuhnya). (Maka kami mengurai rambutnya menjadi 3 kepang: bagian atas dan ubun-ubunnya, dan meletakkan dibelakangnya) (Ia berkata: Beliau bersabda: mulailah dengan anggota tubuhnya yang kanan serta anggota-anggota wudhunya."). (HR. Bukhari, Muslim, Abu DAwud, an-Nasa'I, at-Tirmidzi, Ibnu Majjah, Ibnu al-Jarud dan Ahmad)
j.         Hendaklah jenazah dimandikan dengan menggunakan selembar kain atau yang semisalnya di bawah tutupan kain penutup bagi tubuhnya setelah sebelumya semua pakaiannya dilepas. Sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits Aisyah berikut ini :

سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ لَمَّا أَرَادُوا غَسْلَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالُوا وَاللَّهِ مَا نَدْرِى أَنُجَرِّدُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ ثِيَابِهِ كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا أَمْ نُغَسِّلُهُ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ فَلَمَّا اخْتَلَفُوا أَلْقَى اللَّهُ عَلَيْهِمُ النَّوْمَ حَتَّى مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلاَّ وَذَقْنُهُ فِى صَدْرِهِ ثُمَّ كَلَّمَهُمْ مُكَلِّمٌ مِنْ نَاحِيَةِ الْبَيْتِ لاَ يَدْرُونَ مَنْ هُوَ أَنِ اغْسِلُوا النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ فَقَامُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَغَسَلُوهُ وَعَلَيْهِ قَمِيصُهُ يَصُبُّونَ الْمَاءَ فَوْقَ الْقَمِيصِ وَيُدَلِّكُونَهُ بِالْقَمِيصِ دُونَ أَيْدِيهِمْ وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَقُولُ لَوِ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِى مَا اسْتَدْبَرْتُ مَا غَسَّلَهُ إِلاَّ نِسَاؤُهُ. (رواه ابو داود 9: 321, باب فِى سَتْرِ الْمَيِّتِ عِنْدَ غَسْلِهِ)

k.       Diperbolehkan bagi masing-masing suami istri untuk memandikan pasangannya, sebagaimana hadits dari Aisyah, sebagai berikut :

...وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَقُولُ لَوِ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِى مَا اسْتَدْبَرْتُ مَا غَسَّلَهُ إِلاَّ نِسَاؤُهُ.

"…seandainya aku sudah mau melangkah maju maka pantang bagiku untuk mundur. Tidak ada yang memandikan beliau kecuali istri-istrinya. (HR.Abu Daud , al-Baihaqi)

4.       Disunnahkan bagi orang yang telah selesai memandikan jenazah untuk mandi, sebagaimana hadits Nabi sebagai berikut :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ غَسَّلَ الْمَيِّتَ فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ ». (رواه ابو داود 9: 348, باب فِى الْغُسْلِ مِنْ غَسْلِ الْمَيِّتِ.
s
"Barang siapa yang telah selesai memandikan seorang mayit maka hendaklah mandi. Dan barang siapa yang mengangkatnya maka hendaklah dia berwudlu." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban,Ahmad)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كُنَّا نُغَسِّلُ الْمَيِّتَ فَمِنَّا مَنْ يَغْتَسِلُ وَمِنَّا مَنْ لاَ يَغْتَسِلُ(رواه الدرقطنى 5: 52\ 1842, باب مكان قبر ادم)

"Kami pernah memandikan seorang mayit, lalu diantara kami ada yang mandi dan ada juga yang tidak. (HR. Daroqutni)

5.       Tidak disyari'atkan untuk memandikan orang yang mati syahid, sebagaimana banyak dalam beberapa hadits yang shohih

B. Kaifiyat Memandikan Jenazah

1.       Sebaiknya memandikan itu tertutup tidak ada yang lain kecuali pengurus jenazah dan dibolehkan dari keluarga yang lebih diutamakan istrinya atau suaminya
2.       Awali segala perbuatan itu dengan BASMALAH
3.       Angkat terlebih dahulu kepala simayit mendekati tempat pemandian
4.       letakkan tangannya dengan baik
5.       Selanjutnya auratnya ditutup dengan secarik kain atau sejenisnya
6.       sebelum memulai memandikan, Bersihkan terlebih dahulu kotoran yang melekat pada dubur dan qubul, dan tidak perlu diurut-urut perutnya untuk mengeluarkan najisnya sehingga perlu diangkat dan didudukkan karena perbuatan tersebut tidak diperintahkan
7.       Selanjutnya mewudlukan jenazah sebagaimana wudhu untuk melaksanakan shalat, kecuali berkumur-kumur dan menghirup air kehidung
8.       Selanjutnya memandikan di mulai dari atas kepala sampai kaki dengan mendahulukan bagian-bagian anggota sebelah kanan.
9.       Selanjutnya memandikan bagian-bagian anggota sebelah kiri
10.   INGAT jumlah memandikan berjumlah ganjil, bisa 1/3/5/7 dan di sunnahkan jenazah satu kali saja, namun boleh 3 sampai 7 kali bila memandikannya belum bersih
11.   disunnahkan air yang terakhir di campur kapur barus, (untuk memelihara kesehatan dan kebersihan atau mengharumkan dan menyejukan jenazah
12.   setelah selesai memandikan, jenazah dikeringkan dengain kain atau sejenisnya
13.   setelah selesai semuanya, angkatlah jenazah itu ke tempat kain kaffan yang telah disediakan, dengan hati-hati.


VI.               TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH

A. Fiqih Mengkafani Jenazah

1.       Setelah selesai memandikan mayit, maka diwajibkan untuk mengkafani, sebagaimana dalam penggalan hadits :

( . . . . وكفنوه . . . . ) رواه البخارى 5: 124\ 1265, باب الْكَفَنِ فِى ثَوْبَيْنِ

"…. Dan kafanilah dia…. (HR. Bukhari-Muslim)

2.       hendaklah kain kaffan itu diambil dari harta si mayit. Sebagaimana hadits dari Khabbab bin al-Aratti :

عَنْ خَبَّابِ بْنِ الأَرَتِّ قَالَ هَاجَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَبِيلِ اللَّهِ نَبْتَغِى وَجْهَ اللَّهِ فَوَجَبَ أَجْرُنَا عَلَى اللَّهِ فَمِنَّا مَنْ مَضَى لَمْ يَأْكُلْ مِنْ أَجْرِهِ شَيْئًا مِنْهُمْ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ. قُتِلَ يَوْمَ أُحُدٍ فَلَمْ يُوجَدْ لَهُ شَىْءٌ يُكَفَّنُ فِيهِ إِلاَّ نَمِرَةٌ فَكُنَّا إِذَا وَضَعْنَاهَا عَلَى رَأْسِهِ خَرَجَتْ رِجْلاَهُ وَإِذَا وَضَعْنَاهَا عَلَى رِجْلَيْهِ خَرَجَ رَأْسُهُ.فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ضَعُوهَا مِمَّا يَلِى رَأْسَهُ وَاجْعَلُوا عَلَى رِجْلَيْهِ الإِذْخِرَ ». وَمِنَّا مَنْ أَيْنَعَتْ لَهُ ثَمَرَتُهُ فَهُوَ يَهْدِبُهَا. (رواه مسلم 6: 118\ 2220, باب فِى كَفَنِ الْمَيِّتِ)

3.       kafan yang digunakan harus panjang dan memadai yang bisa menutupi seluruh tubuhnya. Sebagimana hadits dari Abu Qatadah:

...وَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحَسِّنْ كَفَنَهُ »(رواه مسلم 6: 128\ 2228, باب فِى تَحْسِينِ كَفَنِ الْمَيِّتِ)

"jika salah seorang di antara kalian mengkafani saudaranya maka hendaklah dia memberikan kafan yang terbaik (jika mampu)." (HR. Muslim & Ibnu Majjah)

4.       jika kain kafan yang disiapkan terlalu sempit, dimana tidak cukup untuk menutupi tubuhnya secara keseluruhan, maka yang lebih dulu ditutupi adalah kepalanya dan bagian yang bisa dijangkauanya. Sedangkan bagian lain yang masih terbuka ditutup dengan daun idzkhir atau rumput lainnya, sebagaimana hadits dari Khabbab bin al-Aratti:

...فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ضَعُوهَا مِمَّا يَلِى رَأْسَهُ وَاجْعَلُوا عَلَى رِجْلَيْهِ الإِذْخِرَ ». وَمِنَّا مَنْ أَيْنَعَتْ لَهُ ثَمَرَتُهُ فَهُوَ يَهْدِبُهَا. (رواه مسلم 6: 118\ 2220, باب فِى كَفَنِ الْمَيِّتِ)

"tutupkanlah kain itu pada bagian yang dekat kepalanya" dan letakkanlah pada kedua kakinya idzkhir. Dan diantara kami ada yang merasakan hasilnya, yang bisa dia petik (HR. Bukhari-Muslim)
5.       Kain kaffan hendaklah berwarna putih, sebagaimana hadits Nabi SAW:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا خَيْرُ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ.... (رواه ابوداود 12: 108\4063, باب فِى الْبَيَاضِ)

"Pakaikanlah dari kain kalian yang berwarna putih, karena sesungguhnya kain berwarna putih merupakan kain kalian yang terbaik. Dan kafanilah orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan kain tersebut…." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

6.       Kain Kafan terdiri 3 lapis, sebagaimana hadits dari Aisyah :

عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - كُفِّنَ فِى ثَلاَثَةِ أَثْوَابٍ يَمَانِيَةٍ بِيضٍ سَحُولِيَّةٍ مِنْ كُرْسُفٍ ، لَيْسَ فِيهِنَّ قَمِيصٌ وَلاَ عِمَامَةٌ. (رواه البخارى 5: 122\ 1264, باب الثِّيَابِ الْبِيضِ لِلْكَفَنِ)

"Bahwasannya Rasulullah SAW dikafani dengan tiga kain Yaman berwarna putih suhuli, yang terbuat dari kapas, yang didalamnya tidak terdapat padanya gamis dan tidak juga penutup kepala." (HR. Imam sab'ah)

7.       Memberinya wewangian 3 kali, sebagaimana sabda Nabi SAW:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا أَجْمَرْتُمُ الْمَيِّتَ فَأَجْمِرُوهُ ثَلاَثاً » (رواه احمد 30: 448, باب مسند جابر بن عبد الله)

"Jika kalian memberi wewangian kepada mayit, maka berilah dia wewangian 3 kali." (HR. Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi)
8.       Dalam mengkafani kaum wanita sebagaimana yang dilakukan tatkala wafat Ummu Kultsum, putri Rasulullah SAW, dan jumlah kaffanya ada lima.

عَنْ لَيْلَى ابْنَةِ قَانِفٍ الثَّقَفِيَّةِ قَالَتْ كُنْتُ فِيمَنْ غَسَّلَ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِنْدَ وَفَاتِهَا وَكَانَ أَوَّلُ مَا أَعْطَانَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْحِقَاءَ ثُمَّ الدِّرْعَ ثُمَّ الْخِمَارَ ثُمَّ الْمِلْحَفَةَ ثُمَّ أُدْرِجَتْ بَعْدُ فِى الثَّوْبِ الآخِرِ. قَالَتْ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِنْدَ الْبَابِ مَعَهُ كَفَنُهَا يُنَاوِلُنَاهُ ثَوْباً ثَوْباً (رواه احمد 59: 71\27896, باب مسند لَيْلَى ابْنَةِ قَانِفٍ الثَّقَفِيَّةِ)

Dari Laila binti qanif atsaqofiyah ia berkata, keadaanku bersama orang yang memandikan ummu kultsum putrid Rasulullah SAW. Di waktu wafatnya maka yang pertama diberikan pada kami oleh Rasulullah SAW untuk mengkafaninya ialah kain, kemudian baju, dan selanjutnya tutup kepala dan baju luar, seterusnya ia dimasukan ke dalam satu lembar kain…… (HR. Ahmad)

B. Kaifiyat Mengkafani Jenazah

1.       Sebaiknya kain kaffan disiapkan sebelum selesai memandikan jenazah
2.       Di bentangkan 3 lapis kain yang sudah di ukur sebagiannya diatas sebagian yang lain
3.       Bila Jenazahnya ada luka, untuk menjaga kesehatan dan kebersihan sebaiknya di temple pada kain kafan kapas.
4.       setelah itu letakkan hanuth (harum-haruman) yang ditaruh di kain pada kapas diletakkan, diantaranya pantat si mayat
5.       kemudian sisa kapas yang sudah di kasih harum-haruman tadi diletakkan di atas kedua matanya, kedua lobang hidungnya, mulutnya, kedua lobang telinganya, dan diatas anggota sujudnya, seperti dahinya, hidungnya, kedua tangannya, kedua lututnya dan perutnya.
6.       kemudian ujung kain bagian atas ditarik melalui bagian kiri kebagian kanan, begitu juga ujung kain bagian kanan atas ditarik kebagian kirinya, begitu pula yang kedua kalinya, ketiga kalinya.
7.       Kemudian lebihnya kain yang ada di kepala si mayat tadidiletakkan di wajahnya, begitu juga lebihnya kain yang ada di atas kaki simayat, di letakkan diatas kakinya
8.       Kemudian diikat agat tidak lepas pada saat berada di dalam kuburnya
9.       Oleh karena itu jangan lupa ikatan kain diletakkan di bawah kain lapis paling bawah
10.   Bila Mayatnya wanita kain kafannya 5 buah
11.   Bila mayatnya anak laki maka kainnya sebaiknya 1 lapis saja
12.   Bila mayatnya perempuan 3 lapis (1 lapis sebagai bajunya dan 2 lapis di lipat) 

VII.             TATA CARA MENSHOLATKAN JENAZAH


Ø  Menshalatkan Jenazah
     
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، صَلُّوْاعَلَى مَوْتَاكُمْ وَصَلُّوْاعَلَى مَنْ قَالَ:لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ {روه الدرقطنى}
    
            Rasulullah saw bersabda, ”Shalatkanlah olehmu orang yang meninggal dunia diantara kamu, dan shalatkan pula (jenazah) orang yang telah mengucapkan ”Laa Ilaaha Illaallooh.”  (HR. Daruquthni)

Syarat-syarat Shalat Jenazah

¡  Sama dengan syarat shalat yang lain, kecuali masuk waktu

¡  Janazah sudah dimandikan dan dikafani

¡  Janazah hendaknya disebelah kiblat orang yang menshalati, kecuali diatas kubur atau shalat ghaib


Rukun Shalat Janazah
¡  Niat
¡  Takbir empat (4) kali dengan takbiratul ihram
¡  Membaca surat Al-Fatihah setelah takbir yang pertama. Rasulullah bersabda,

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَتَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ {متفق عليه}
      
Rasulullah saw bersabda, ”Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca fatihatul kitab (Al-Fatihah).” (HR. Bukhari Muslim)

¡  Membaca shalawat atas Nabi saw, sesudah takbir kedua
¡  Mendo’akan jenazah setelah takbir ketiga.

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهَ عَنْهَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى اْلمَيِّتِ فَأَخْلِصُوْا لَهُ الدُّعَاءِ {روه ابوداود وابن حبّان}
    
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ”Apabila kamu menshalatkan jenazah, maka ikhlaskanlah olehmu do’a kepadanya.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Hibban)
¡  Mendo’akan kaum muslimin dan jenazah setelah takbir yang keempat.
¡  Mengucap salam
¡  Tertib dan berdiri jika mampu

Cara Shalat Jenazah

¡  Meletakkan jenazah dihadapan orang yang akan menyolatkannya sedikit lebih tinggi kira-kira satu hasta dati lantai dengan posisi kepala disebelah utara, sedangkan posisi imam lurus dengan kepala jika jenazah laki-laki, dan lurus dengan pusar jenazah atau tengah-tengah jika perempuan. Rasulullah bersabda,

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَتَيْهِ وَسَلَّمَ، ضَعِ اْلمَيِّتِ بِقَدْرِ ذِرَاعٍ
     
Rasulullah saw bersabda, ”Letakkanlah mayit kira-kira satu hasta (satu siku).”
¡  Niat shalat jenazah ialah :

اُصَلِّ عَلَى هَذَا اْلمَيِّتِ {هَذِهِ اْلمَيِّتَةِ} اَرْبَعَ تَكْبِرَةٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى

¡  Adapun waktu niat bertepatan dengan takbiratul ihram (takbir pertama), tempatnya niat didalam hati tetapi boleh diucapkan (lebih baik hati dan ucapan menurut Imam Syafi’i)
¡  Setelah takbiratul ihram (takbir pertama) lalu membaca fatihah
¡  Setelah membaca fatikah takbir kedua, kemudian membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw dengan shalawat Ibrahimiyah. Sekurang-kurangnya shalawat ialah:

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

¡  Kemudian takbir ketiga, setelahnya membaca do’a untuk mayit. Sekurang-kurangnya ialah:

اَللهُمَّ اغْفِرْ لَهُ {لَهَا} وَارْحَمْهُ {هَا} وَعَافِهِ {هَا} وَاعْفُ عَنْهَُ {هَا}

¡  Selanjutnya takbir keempat terakhir, kemudian berdo.a untuk jenazah dan kaum muslimin. Sekurang-kurangnya ialah :

اَللهُمَّ لاَتَحْرِمْنَا اَجْرَهُ {هَا} وَلاَتَفْتِنَا بَعْدَهُ {هَا} وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ {هَا}

¡  Setelah membaca do’a kemudian salam diikuti dengan menengok ke sebelah kanan kemudian ke kiri

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

VIII.           TATA CARA MENGUBURKAN JENAZAH


¡  Ketika memasukkan jenazah ke liang lahad disunahkan membaca do’a :

ِسْمِ اللهِ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

¡  Ketika mulai menimbun tanah disunahkan membaca do’a :

مِنْهَا خَلَقْنَكُمْ وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ وَمِنْهَانُخْرِجُكُمْ تَارَةً اُخْرَى

¡  Tanah kubur disunahkan agak ditinggikan kira-kira sati jengkal sesuai dengan sabda Rasul saw :

              اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ قَبْرَاِبْرَاهِيْمَ اِبْنَهُ قَدْرَ شِبْرٍ {روه البيهقي}
      
”Sesungguhnya Nabi saw telah meninggikan kubur Ibrahim putranya kurang lebih satu jengkal.” (HR. Baihaqi)
¡  Setelah penguburan selesai disunahkan berhenti sejenak untuk mendo’akan si mayit (supaya mempunyai keteguhan dalam menjawab pertanyaan kubur), yang oleh tabi’in disikapi dengan dibacakan talkin kemudian istighfar dan berdo’a. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw :
           
عَنْ عُثْمَانَ رََضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَافَرَغَ مِنْ دَفْنِ
 اْلمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وَقَالَ:اِسْتَغْفِرُوْا لاَِخِيْكُمْ فَااسْئَلُوْالَهُ التَّثْبِيْتَ فَاِنَّ اْلاَنَ يُسْئَا
 {روه ابوداود والحكيم}
           
            Dari Utsman, adalah Nabi saw apabila selesai menguburkan mayat beliau berdiri sejenak lalu bersabda, ”Mintakanlah olehmu ampunan untuk saudaramu dan mintakanlah supaya ia diberi kekuatan dan keteguhan, karena sesungguhnya ia saat ini sedang ditanya (Munkar Nakir).” HR. Abu Daud dan Hakim)

Cara Mengubur Jenazah

¡  Lebih utama keluarga musibah yang memasukkan jenazah ke dalam kubur
¡  Menghamparkan kain diatas lubang kubur sebagai tutup atau payung
¡  Mengangkat jenazah dengan pelan-pelan dan hati-hati, ada yang mengangkat diatas dan ada yang menerima dibawah
¡  Meletakkan jenazah keliang lahat dengan pelan-pelan disertai do’a
¡  Jenazah diletakkan dalam posisi miring menghadap kiblat
¡  Dibuka pipinya sebelah kanan dan ditempelkan ke tanah
¡  Badan jenazah diganjal dengan kepalan tanah supaya posisinya tidak berubah
¡  Liang lahad ditutup pakai papan atau bambu
¡  Kubur ditimbun dengan tanah disertai dengan do’a
¡  Tanah kubur ditinggikan sedikit kira-kira satu jengkal
¡   Mendo’akan jenazah setelah selesai dikubur

IX.               HAH-HAL YANG DILARANG

Larangan-larangan yang berkaitan dengan kubur

¡  Meninggikan kubur yang melampaui batas, sebagaimana sabda Nabi saw:       
        لاَضَعْ تِمْثَالاًاِلاَّطَمَسَّتْهُ وَلاَ قَبْرٌ مَسْرُوْفًا اِلاَّ سَوَّيْتَهُ {روه الحماعة}
         
”Janganlah engkau tinggalkan patung kecuali menghancurkannya, dan tidaklah kubur yang melampaui batas, kecuali engkau meratakannya”. (HR. Jama’ah)
¡  Menembok kubur dengan semen sehingga menjadi bangunan permanen
¡  Duduk diatas kubur, sebagaimana sabda Nabi saw :

        نَهَى رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ اْلجَصِّصَ اْلقَبْرَ وَاَنْ يَقْعُدَعَلَيْهِ اَوْيُبْنَى عَلَيْهِ
      
”Rasulullah saw melarang mengapur kuburan, duduk diatasnya, atau membangun (bangunan) atasnya.”
¡  Meminta-minta kepada orang yang telah dikubur (meninggal)





X.                 PENUTUP

            Demikianlah panduan singkat tentang tata cara pelayanan pengurusan jenazah, apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan mohon kiranya dima’afkan. Kami sangat mengharapkan bimbingan, masukan dan saran-saran. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, keberkahan dan ampunan-Nya kepada kita semua, amiin. Wallahu A’lam bish-Shawab



الله اعلم بالصّواب
















Disusun oleh:
Asimun Mas’ud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar