MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Rabu, 21 September 2011

IBADAH TIDAK CUKUP BERPEDOMAN KEPADA AL-QUR’AN DAN AS-SUNAH


Orang boleh saja beranggapan dalam hidup dan menjalankan ibadah cukup berpedoman kepada Al Qur’an dan as Sunnah saja, karena kedua pegangan itu yang murni dari Rasulullah, sedangkan yang lainnya seperti IJMA’ dan QIYAS tidak mereka gunakan karena bukan dari Rasulullah. Akan tetapi yang perlu diketahui,berpedoman kepada Al Qur’an dan As-Sunnah saja kita tidak akan dapat menjalankan ibadah seperti sekarang ini. Contohnya, Al Qur’an di zaman Rasulullah tidak seperti apa yang ada sekarang ini, demikian pulan cara beribadah tidak satu haditspun yang menjelaskan secara detail tentang syarat dan rukun sholat, semua itu dijelaskan oleh para ulama setelah Rasulullah dan sahabat meninggal, dan detailnya terdapat dalam Ijma’ dan Qiyas.

Boleh saja mereka yang berteriak-teriak bahwa mengamalkan ajaran Islam selain apa yang telah diterangkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah adalah bid’ah,tetapi mereka tidak paham, sesungguhnya mereka bisa baca Al Qur’an dan bisa mengerti mana hadist asli dan mana hadits palsu,semua itu karena hasil karya para ulama. Maka,berbahagialah orang-orang yang  bisa mengamalkan ajaran islam dengan benar dengan tetap berpedoman kepada ajaran ahlus sunnah wal jama’ah.Para ulama terdahulu, telah menciptakan berbagai metode dan disiplin ilmu yang sangat bermanfaat bagi perkembangan zaman.Tidak saja dalam ilmu agama, akan tetapi ilmu kedokteran, filsafat, sosilogi serta ratusan ilmu ilmu lainnya telah dilahirkan oleh para Ulama yang saat ini dipelajari oleh kalangan barat. Dan apa yang telah mereka ciptakan, tidak ada di zaman Rasulullah,apakah semua itu juga disebut bid’ah yang sesat ? Tentu saja tidak, karena sesungguhnya bagi mereka yang menganggap bid’ah sekalipun, saat ini banyak Pada kenyataannya mereka masih banya yang menggunakan dan mempraktekkannya.aneh bukan???

Agama Islam sebagai agama tauhid terakhir,seluruh syari’at hukumnya yang dibawanya adalah syariat hukum yang sudah sempurna dan bisa diberlakukan diseluruh dunia ini.Tidak peduli peduli budaya dan adat kebiasaan yang umum dan khusus disuatu tempat.Syariat hukum islam pasti bisa diterapkan dan pasti bisa member keberkahan disana.Karena Islam adalah agama “Rahmatan Lil Alamiin”.

Dan hal itu tergambar dengan sangat jelas dalam percakapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,dengan sahabat Beliau Mu’z bin Jabal yang dikenal dengan Hadits Mu’az sebagai berikut:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما أراد أن يبعث معاذا إلى اليمن قال كيف تقضي إذا عرض لك قضاء قال أقضي بكتاب الله قال فإن لم تجد في كتاب الله قال فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فإن لم تجد في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا في كتاب الله قال أجتهد رأيي ولا آلو

Artinya:Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika mengutus Mu’adz ke Yaman bersabda : “Bagaimana engkau akan menghukum apabila datang kepadamu satu perkara ?”. Ia (Mu’adz) menjawab : “Saya akan menghukum dengan Kitabullah”. Sabda beliau : “Bagaimana bila tidak terdapat di Kitabullah ?”. Ia menjawab : “Saya akan menghukum dengan Sunnah Rasulullah”. Beliau bersabda: “Bagaimana jika tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah ?”. Ia menjawab : “Saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan mundur…”(HR.Abu Daud dalam Sunan-nya nomor 3592 dan 3593)

Selain itu, hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya nomor 1327 dan 1328 dengan lafadh :

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم بعث معاذا إلى اليمن فقال كيف تقضي فقال أقضي بما في كتاب الله قال فإن لم يكن في كتاب الله قال فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فإن لم يكن في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أجتهد رأيي

Artinya: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz ke Yaman. Maka beliau bersabda : “Bagaimana engkau menghukum (sesuatu) ?”. Mu’adz menjawab : “Saya akan menghukum dengan apa-apa yang terdapat dalam Kitabullah”. Beliau bersabda : “Apabila tidak terdapat dalam Kitabullah ?”.Mu’adz menjawab : “Maka (saya akan menghukum) dengan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam”. Beliau bersabda kembali : “Apabila tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ?”.Mu’adz menjawab : “Saya akan berijtihad dengan pikiran saya….”

Dari Hadits diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Apabila ada dalam suatu kasus hukum ternyata tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka di perbolehkan mencari landasan hukum yang lain yang tidak bertentangan dengan  Al-Qur’an dan As-Sunnah. Penetapan hukum itu bisa dilakukan dengan berbagai metode yang dikenal dengan beberapa macam tingkatan seperti: Ijma, Qiyas, Istidlal, Masalihal-mursalah, Istihsan,Istisab,dll.

Jadi penetapan hukum, seperti penetapan hukum bid’ah atas sesuatu perkara bukanlah sesuatu yang dengan  serta merta. Syariat hukum islam yang datang terakhir untuk semua manusia. Pemahaman hukum secara sempit akan cenderung mengarah kepada Radikalisme dalam beragama. Menolak tiap sesuatu yang   belum diketahui bukanlah sikap yang bijaksana dalam menjalankan dan mengembangkan ajaran Islam yang mulia. Radikalisme dalam memahami hukum justru akan sangat merugikan umat islam sendiri.Ajaran islam akan dijauhi, umatnya akan dimusuhi. Wallohu A’lam bish-Showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar