MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Senin, 16 Oktober 2017

KAJIAN TENTANG AMPUNAN DAN SIKSA ADALAH ATURAN ALLAH TA'ALA


*(Kajian Tafsir Ali Imran: 128-129 Latar Belakang Qunut Nazilah)*

*A. Teks Ayat dan Tarjamahnya*

لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ () وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zhalim. Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki; dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran : 128-129)

 *B. Kaitan dengan Ayat Sebelumnya*

1. Ayat sebelumnya mengungkap beberapa hikmah pertolongan yang diberikan Allah Ta'ala  terhadap orang mu`min dalam peristiwa perang badar. Ayat berikutnya menegaskan bahwa nasaib orang kafir yang tidak mendapar tolongan Allah itu, sangat tergantung pada kebijaksanaan Allah Ta'ala, apakah mendapat ampunan ataukah mendapat siksaan.

2. Ayat sebelumnya membuktikan bahwa Allah Ta'ala berkuasa untuk memenangkan satu fihak dan mengalahkan fihak lain. Ayat berikutnya menegaskan bhawa ampunan dan siksa bukanlah urusan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu tidak sepatutnya manusia memaksakan keinginan untuk menyiksa atau mengampuni fihak manapun.

3. Pada penghujung ayat 127 dijelaskan bahwa dengan adanya pertolongan Allah yang diberikan pada orang mu`min sehingga bisa mengalahkan orang kafir adalah untuk menjatuhkan derajat kafir. Ayat berikutnya menegaskan bahwa siapa yang patut dijatuhkan derajatnya dengan siksaan, siapa pula yang patut dimuliakan dengan ampunan, sepenuhnya menjadi wewenang Allah Ta'ala, bukan wewenang lain-Nya.

*C. Tinjauan Historis*

1.  Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus shahabatnya untuk da’wah kepada kaum musyrikin. Shahabat yang diutus tersebut diperlakukan oleh tokoh musyrikin secara tidak baik, maka Rasul berdo’a ketika bangun dari ruku' rakaat terakhir untuk keselamatan kaum muslimin dan kehancuran musyrikin. Perhatikan hadits berikut.

عَنْ الزُّهْرِيِّ حَدَّثَنِي سَالِمٌ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ مِنْ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِنْ الْفَجْرِ يَقُولُ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلَانًا وَفُلَانًا وَفُلَانًا بَعْدَ مَا يَقُولُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ إِلَى قَوْلِهِ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ

Diriwayatkan dari al-Zuhri, dari Salim dari ayahnya yang mendengar Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala bangun dari ruku terakhir (dalam shaalat) shubuh berdo’a: Ya Allah kutuklah si Pulan, kutuklah si Pulan, si pulan dan si pulan setelah mengucapkan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ maka turunlah ayat (Qs.3:128) لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ hingga فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ. (HR. Al-Bukhari)

*(Keterangan Hadits Al-Bukhari Nomor 4193)*

Riwayat hadits tersebut berisi mengenai tema “Teguran Allah kepada Rasulullah ketika beliau melaknat seseorang”. Kutipan hadits di atas diambil kitab Shahih Bukhari dengan nomor 4193. Selain dari kitab Shahih Bukhari, hadits dengan sanad dan matan yang sama juga terdapat dalam kitab Fathul Bari' nomor 4559. Menurut ijma ulama, hadits di atas termasuk dalam kategori hadits Shahih. Sehingga bisa dijadikan referensi yang baik untuk mengkaji makna sebuah ayat, maupun digunakan sebagai inspirasi dalam rangka mencari solusi atas sebuah permasalahan. hadits ini juga merupakan rujukan yang kuat untuk mendalami makna Quran Surat ali 'Imran ayat 128, dilihat dari sisi metode tafsir bil Ma’tsur khususnya tafsir Quran bil Hadits. Walaupaun, tidak sedikit hadits yang didalamnya menjelaskan keterkaitan ayat dengan ayat lainnya, atau yang disebut dengan istilah tafsir bil Ma’tsur ayat bil ayat. Sehingga bisa dikatakan bahwa kajian seperti ini, menurut teori metodologi tafsir bil ma’tsur merupakan “pintu gerbang” utama untuk membuka “tabir” makna secara utuh sebuah ayat al Quran.
Dilihat dari sisi matannya (isi/kandungan), hadits di atas termasuk hadits yang memiliki kaitan dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Dalam hal ini, Hadits Bukhari nomor 4193 berisi mengenai riwayat yang menjelaskan kandungan makna sebuah ayat Al-Qur'an, dan atau sebagai riwayat yang memaparkan contoh penerapan kandungan makna ayat al Quran di zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam konteks hadits ini, yaitu terkait dengan Qur'an Surat ali 'Imran ayat 128.

Pada bulan Shafar tahun keempat hijriah, peristiwa ini terjadi. Ketika itu datang Abu Barra` ‘Amir bin Malik menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di Madinah, kemudian oleh beliau diajak kepada Islam. Ia tidak menyambutnya, namun juga tidak menunjukkan sikap penolakan.

Kemudian dia berkata: “Wahai Rasu-lullah, seandainya engkau mengutus shahabat-shahabatmu kepada penduduk Najd untuk mengajak mereka kepada Islam, aku berharap mereka akan menyambutnya.”
Beliau berkata: “Aku mengkhawatirkan perlakuan penduduk Najd atas mereka.” Tapi kata Abu Barra`: “Aku yang menjamin mereka.”

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus 70 orang shahabat ahli baca Al-Qur`an, termasuk pemuka kaum muslimin pilihan. Mereka tiba di sebuah tempat bernama Bi`ru Ma’unah, sebuah daerah yang terletak antara wilayah Bani ‘Amir dan kampung Bani Sulaim. Setibanya di sana, mereka mengutus Haram bin Milhan, saudara Ummu Sulaim bintu Milhan, membawa surat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada ‘Amir bin Thufail. Namun ‘Amir bin Thufail tidak menghiraukan surat itu, bahkan memberi isyarat agar seseorang membunuh Haram. Ketika orang itu menikamkan tombaknya dan Haram melihat darah, dia berkata: “Demi Rabb Ka’bah, aku beruntung.”

Kemudian ‘Amir bin Thufail menghasut orang-orang Bani ‘Amir agar memerangi rombongan shahabat lainnya, namun mereka menolak karena adanya perlindung-an Abu Barra`. Dia pun menghasut Bani Sulaim dan ajakan ini disambut oleh ‘Ushaiyyah, Ri’l, dan Dzakwan. Mereka pun datang mengepung para shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu membunuh mereka kecuali Ka’b bin Zaid bin An-Najjar yang ketika itu terluka dan terbaring bersama jenazah lainnya. Dia hidup hingga terjadinya peristiwa Khandaq.

Dari Hanzhalah bin Abi Sufyan diterangkan bahwa yang dido’akan Rasul itu adalah Shafwan bin Umayah, Suhail bin Amr, Haris bin Hisyam, kemudian turun

لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ

"Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. [QS. Ali Imran : 128]. (HR. Al-Bukhari)

Dalam riwayat itu tidak disebut shalat tertentu, melainkan secara umum qunut selama satu bulan.

Dalam riwayat Ibn Khuzaimah diterangkan bahwa qunut itu dilakukan pada shalat maghrib, isya, shubuh, zhuhur dan ashar. (Shahih Ibn Khuzaimah, I hal. 312-315)

Dari Abu Hurairah diriwayatkan bahwa setelah Qs.3:128 ini turun, Rasul menghentikan do’a qunut tersebut. (Shahih Muslim, I hal. 466, Shahih Ibn Khuzaimah, I hal. 315)

Dari Abu Hurairah diriwayatkan bahwa setelah QS. Ali Imran : 128 ini turun, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak lagi mendo’akan kehancuran musyrikin.

Menghancurkan kemusyrikan, bukan denghan do’a agar Allah menurunkan siksa, melainkan dengan cara jihad melawan mereka. Allah Ta'ala berfirman:

قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ

"Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman." (QS. At-Taubah : 14)

Dengan demikian, secara histories ayat ini turun lebih dahulu di banding ayat sebelumnya.

2. Ibn al-Jauzi berpendapat bahwa sebab turun ayat ini tidak kurang dari lima peristiwa yaitu :

(a) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terluka pada perang Uhud, dahinya berdarah dan giginya ada yang patah kemudian berliau bersabda:

كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ وَكَسَرُوا رَبَاعِيَتَهُ وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللَّهِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

"Bagimana mungkin suatu kaum bisa beruntung yang melakukan seperti ini pada Nabinya yang menyeru pada jalan Allah. Tidak lama kemudian turunlah ayat ini." (HR. Muslim)

Pendapat ini dikemukan pula oleh Ibn Abbas dan Qatadah.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: قَالَ حُمَيْد وَثَابِتٌ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: شُجّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أحُد، فَقَالَ: "كَيْفَ يُفْلِحُ قُوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ؟ ". فَنَزَلَتْ: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ}

Imam Bukhari mengatakan bahwa Humaid ibnu Sabit meriwayatkan dari Anas ibnu Malik, bahwa Nabi Saw. terluka pada wajahnya dalam Perang Uhud, lalu beliau bersabda, "Bagaimana memperoleh keberuntungan suatu kaum yang berani melukai wajah nabi mereka?" Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya : "Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu." (Ali Imran: 128)

(b) diriwayatkan dari Ibn Umar bahwa Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutuk orang dari kalangan munafiq, maka ayat ini turun.

(c) diriwayatkan dari Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas bahwa Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam merasa iba terhadap kekalahan di perang Uhud, maka ayat ini turun sebagai berita gembira bagi Nabi.

(d) Muqatil Ibn Sulaiman menerangkan bahwa Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh da’I Ahl a-Shuffah ke Kabilah bani Salim dan dzakwan, namun dibantai oleh kaum musyrikin. Kemudian Rasul berdo’a selama empat puluh hari ingin membalas kekejaman mereka, maka turun ayat ini!

(e) menurut al-Waqidi, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Hamzah terluka, maka Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bertekad membalas kekejaman kafirin. Kemudian ayat ini turun.

Memperhatikan sebab turn di atas, jelaslah bawa (QS. Ali Imran : 128-129) ini turun berkaitan dengan kesedihan Rasul terhadap orang mu`min yang ditindas oleh orang kafir.

*D. Tafsir Tiap Ayat*

لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْء

"ٌTak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu."

Menurut al-Baidlawi pangkal ayat ini, serat kaitannya dengan ayat sebelumnya yang menandaskan bahwa Allah Ta'ala, dengan menolong mu`min pada perang Badar berfungsi menjatuhkan derajat orang kafir. Maka pada ayat ini ditandaskan bahwa kebijaksanaan Allah itu bukan urusan hamba-Nya.

أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُم

ْ"Atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka."

Apakah Allah Ta'ala mengampuni mereka, karena bartaubat, ataukah mengadzab mereka, karena tetap kafir. Semua itu bukan urusan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, bukan tanggung jawabnya. Tanggung jawab rasul dan umatnya adalah mengajak manusia ke jalan yang benar, memberi peringatan terhadap yang salah, dan memerangi orang yang melawan jihad. Satu fpihak ayat ini sebagai teguran pada hamba Allah yang bersikeras menginginkan agar orang kafir disiksa, dikalahkan dan dikutuk. Sisi lain, ayat ini sebagai berita gembira pada Rasul dan umatnya, agar mereka tidak terlalu jauh memikirkan nasib orang kafir, apakah mau diampuni Allah atas taubat mereka atau disiksa oleh-nya karena kekufuran. Menurut al-Farra, perkataan أَوْ (atau) pada ayat ini berma’na حَتّى (sehingga). Dengan demikian artinya “Bukan urusanmu, sehingga Allah mengampuni mereka bila bertaubat, dan menyiksa mereka karena tidak mau kembali pada jalan yang benar”. (Tafsir al-Nasafi)

فَإِنَّهُمْ ظَالِمُون

َ"Karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim."

Yang jelas bahwa orang kafir itu adalah manusia yang berbuat zhalim. Kalau sudah zhalim, maka sepantasnya mendapat siksaan dari dosanya itu.

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ

"Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi."

Pangkal ayat ini mengandung penegasan, mengapa Allah Ta'ala mempunyai wewenang untuk bertindak apapun? Karena kepunyaan Allah segala apa yang di langit dan di bumi.

يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ

"Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki;"

Allah memberi ampunan kepada orang yang bertaubat. Dalam ayat ini ditegaskan لِمَنْ يَشَاءُ bagi yang Ia kehendaki, karena yang mendapat ampunan ada syaratnya ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Firman-Nya:

وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا

"Barang siapa yang bertaubat dan beramal shalih, sesungguhnya Allah mengampuni orang yang bertaubat." (QS. Al-Furqan : 71)

فَأَمَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَعَسَى أَنْ يَكُونَ مِنَ الْمُفْلِحِينَ

"Adapun orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, mudah-mudahan mereka termasuk orang yang beruntung." (QS. Al-Wasbang : 67)

6. وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ

"Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki;"

Allah Ta'ala mempunyai wewenang menyisa siapa saja yang Dia kehendaki. Namun Allah sesuai dengan kebijakannya tetap menjatuhkan siksa hanya pada orang kafir, atau yang berbuat dosa tanpa taubat.

Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong." (QS. Ali Imran : 91)

وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Namun demikian perlu diingat, bahwa Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Tegasnya Dia, tidak akan menyksa manusia tanpa dosa, tapi bisa saja mengampunyi hamba-Nya tanpa syarat. Inilah Kemahapengampunan Allah.

*E. Beberapa Ibrah*

1. Nilai yang terkandung dalam pertistiwa ditolaknya doa Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam :
(a) Rasul dan umatnya tidak diperkenankan mendo’akan orang musyrik dicelakakan Allah,
(b) memenangkan Islam, jangan hanya mengandalkan do’a, tapi mesti berjuang dengan menghimpun kekuatan,
(c) bila kaum musyrikin ingin dikalahkan, maka kaum muslimin harus kuat dalam segala aspek kehidupan.

2. Urusan siksa atau ampunan merupakan wewenang Allah, bukan tanggung jawab Rasul atau umatnya.

3. Allah memiliki segalanya, tapi dia tetap berpegan pada kebijaksanaan yang sifatnya adil dan Maha penyayang.

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfa'at. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar