MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Selasa, 17 Oktober 2017

KAJIAN HADITS TENTANG AIR KENCING KUCING NAJIS DAN AIR LIURNYA TIDAK NAJIS


Berawal dari status akun FB Zur'ah Ar Rozy (wahabi=red) mengatakan bahwa *AIR KENCING KUCING TIDAK NAJIS,* maka sy buat kajian tentangnya.

Dalam status FB yg ditulisnya dia mengatakan sbb:

*Masalah Kencing Kucing*

Ketika beredar pendapat ana tentang kencing kucing bahwa ia suci berdasarkan hadits: ia (kucing) adalah suci. dan nabi memberi alasannya: karena ia selalu berkeliling diantaramu. Sebagian orang meledek dan menyinyir dan menganggapnya sebagai sebuah kemungkaran.

Bismillah saya tanggapi: Sebelumnya terima kasih buat antum yang memberi saya kritikan dalam masalah ini. Soal kritik mengkritik dalam masalah ilmiyah adalah perkara yang lumrah. Yang tidak lumrah itu adalah memaksakan pendapat dalam masalah ijtihadiyah yang tidak ada nashnya.

Pertama: Masalah ini bukanlah masalah yang menjadi ijma ulama, sehingga orang yang menyelisihinya dianggap sesat. Para ulama berbeda pendapat apakah kencing dan kotoran hewan yang tidak halal dagingnya itu najis atau tidak. Madzhab yang empat menyatakan kenajisannya diqiyaskan kepada kotoran keledai karena nabi megatakan bahwa ia najis.

Sedangkan Imam Asy Sya'biy, Imam Al Bukhari dan Dawud Adz Dzahiri berpendapat bahwa ia tidak najis. Karena tidak adanya dalil yang menyatakan kenajisannya.
Al Walid bin Muslim berkata: Aku bertanya kepada Al Auza'iy: Bagaimana kencing binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya seperti bighol dan keledai ? Beliau berkata: "dahulu mereka terkena itu di peperangan mereka, namun mereka tidak mencucinya sama sekali.

Yang rajih adalah pendapat jumhur. Wallahu a'lam

Namun untuk kucing, saya berpendapat bahwa ia tidak najis baik bekas minumnya atau kencing dan kotorannya sesuai alasan yang diberikan oleh nabi shallallahu alaihi wasallam.

Alasan saya adalah:

1. Nabi menghukumi secara mutlak tentang kucing:
إنها ليست بنجس

Sesunggunya ia (kucing) itu tidak najis. Dlomir ha itu kembali kepada hirroh (kucing). Kalaulah yang suci itu bekas minumnya saja, tentu dlomirnya bukan ha tapi hu karena su'ru (bekas minum) itu bentuknya mudzakkar.

Tapi Nabi menyatakan bahwa kucing itu tidak najis secara mutlak. Ini ini mencakup semuanya. Karena dalil yang mutlak hendaknya dibawa kepada kemutlakannya sampai ada dalil yang mengikatnya. Jika ada yang berkata bukankah sebab hadits itu tentang bekas minumnya, maka dijawab: yang dianggap itu adalah keumuman lafadz bukan kekhususan sebab.

2. Hadits tersebut khusus dalam masalah kucing, sehingga mengkhususkan pendapat imam yang empat yang berpendapat najis semua kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya. Manthuq hadits lebih didahulukan dari pada qiyas. Dan jika pun diterima qiyas, namun itu bersifat umum. Sedangkan ini khusus untuk kucing. Dan dalil yang umum bila bertemu dengan dalil yang khusus maka keumumannya dikhususkan.

3. Nabi memberikan alasan mengapa kucing tidak najis: beliau bersabda:

إنما هي من الطوافين عليكم والطوافات

Sesungguhnya ia adalah binatang yang selalu berkeliling diantara kalian.

Maksud beliau adalah bahwa ia sulit untuk dihindari sedangkan sesuatu yang sulit dihindari tentunya mendatangkan kemudahan.
Namun yang harus diingat adalah bahwa kesucian kotoran kucing ini berkaitan dengan illat yang nabi sebutkan tadi yaitu sulit dihindari. Adapun jika illatnya hilang maka dihukumi najis sebagaimana pendapat jumhur ulama. Karena kaidah ushul fiqih berkata: hukum itu mengikuti illatnya, jikaillatnya ada maka hukum ada. Dan jika illatnya tidak ada maka hukumpun tidak ada.

*Inilah Kajian Asimun Ibnu Mas'ud Tentang Hadits Tersebut*

*HADITS BERIKUT TENTANG AIR LIUR KUCING, BUKAN TENTANG AIR KENCINGNYA*

حدثنا إسحق بن موسى الأنصاري حدثنا معن حدثنا مالك بن أنس عن إسحق بن عبد الله بن أبي طلحة عن حميدة بنت عبيد بن رفاعة عن كبشة بنت كعب بن مالك وكانت عند ابن أبي قتادة أن أبا قتادة دخل عليها قالت فسكبت له وضوءا قالت فجاءت هرة تشرب فأصغى لها الإناء حتى شربت قالت كبشة فرآني أنظر إليه فقال أتعجبين يا بنت أخي فقلت نعم قال إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إنها ليست بنجس إنما هي من الطوافين عليكم أو الطوافات. (روه الترمذي فى سننه كتاب الطهارة)

Telah berkata kepada kami Ishaq bin Musa Al-Anshari, telah berkata kepada kami Ma'an, telah berkata kepada kami Malik bin Anas, dari Ishaq bin Abdullah bin Thalhah dari Hamidah binti Usaid bin Rifa'ah dari Kabsyah binti Ka'ab bin Malik dia berada disamping Abu Qatadah. Sesungguhnya Abu Qatadah masuk lalu Kabsyah menyiapkan air wudhu buat beliau. Lalu datanglah seekor kucing lalu minum darinya (air wudhu tersebut). Lalu Abu Qatadah menyodorkan bejananya hingga kucing itu minum. Kabsyah menyatakan: Beliau melihat aku memandang kepadanya, lalu ia berkata: Wahai anak saudaraku apakah kamu merasa heran? Kabsyah menjawab: Ya. Lalu Abu Qatadah menyatakan: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaa,  "Sesungguhnya kucing itu tidak najis sungguh kucing itu termasuk hewan yang sering bersama kalian." (HR. Tirmidzi dalam Kitab Thaharah)

Hadits ini telah di-shahih-kan oleh para imam ahli hadits, diantaranya: imam Malik, Syafi’i, Bukhari, Tirmidziy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Daruquthni, Hakim, Baihaqiy, Al Baghawi, Adz Dzahabi, Ibnu Hajar dan lain-lain.

Imam at-Tirmidzi menyatakan: Hadits Hasan Shahih. Imam Malik telah baik dalam menyampaikan hadits ini dari Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah dan tidak seorang pun yang menyampaikan secara lebih sempurna dari Imam Malik.

Ikut meriwayatkan hadits ini bersama Imam Malik, Husein al-Mu’allim dan Hammam bin Yahya.

Riwayat Husein Al-Mu’allim disampaikan Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 1/245 dari jalan Husein al-Muallim dari Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah dari Ummu Yahya dari bibinya bintu Ka'ab.

Imam Al-Baihaqi menyatakan: Ummu Yahya adalah Humaidah dan bintu Ka'ab adalah Kabsyah bintu Ka'ab. Demikian juga riwayat Hammam bin Yahya disampaikan Imam Al-Baihaqi (1/245) dari dua jalan periwayatan dari Hammam dari Ishaq bin Abdillah bin Abu Thalhah dari Ummu Yahya dari Kabsyah.

Banyak ulama menshahihkan hadits ini, di antara mereka:

1. Al-Bukhari sebagaimana disampaikan imam al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubro (1/ 245)
2. At-Tirmidzi dalam sunannya 1/1553
3. Al-Uqaili dalam al-Kaamil (2/142) dengan menyatakan: Sanadnya sah dan shahih.
4. Ad-daraquthni dalam al-Ilal 6/163.
5. Imam ibnu Hajar dalam kitab Talkhish al-Habier 1/54 menyatakan: Hadits ini dishahihkan oleh imam al-Bukhori, at-Tirmidzi, al-Uqaili dan ad-Daraquthni
6. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya
7. Ibnu Abdilbarr dalam at-tamhid (1/324)
8. Al-Haakim dalam al-Mustadrak (1/159-160).
9. Al-Baihaqi dalam ma’rifatu as-Sunan (1/313)
10. An-Nawawi dalam al-majmu’ 1/225

Mereka adalah ulama pakar hadits yang menshahihkan hadits ini.

*Penjelasan Umum*

Kucing adalah binatang yang banyak berada dirumah dan banyak bersentuhan dengan manusia. Ia masuk rumah dan sangat dekat dengan bejana-bejana yang digunakan untuk minum dan digunakan manusia juga. Hadits ini memiliki sebab yaitu kisah Abu Qatadah yang menyerahkan air kepada seekor kucing, lalu Kabsyah seorang menantunya merasa heran atas perbuatan Abu Qatadah. Ketika beliau melihat rasa heran tersebut maka beliau menyatakan bahwa beliau telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sungguh kucing itu bukanlah benda najis, ia termasuk yang selalu berkeliling atau berada di tengan-tengah kita (Thawaafin). Hal ini menunjukkan sahabat yang mulia Abu Qatadah memahaminya seperti yang terjadi pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  menjelaskan bahwa kucing itu bukan najis dzatnya dan ia termasuk yang selalu berkeliling atau berada di tengan-tengah kita (Thawaafin). Inilah yang menyebabkan kucing tersebut tidak najis.

*Faedah Hadits*

1. Air liur Kucing dan mulutnya tidak najis menurut mayoritas ulama, dengan alasan:
2. Keadaan kucing sebagai thawwafin (yang selalu berkeliling atau berada di tengan-tengah kita).
3. Keterangan jelas dan gamblang bahwa ia bukanlah benda najis
4. Kebolehan wudhu dari bekas sisa minum kucing dibejana tersebut.
5. Disukai bagi kita dari sisi kebersihan untuk mencuci bejana yang berisi air yang dijilat oleh kucing sebanyak satu kali.
6. Ketetapan atau ketentuan suatu benda itu najis harus datang keterangan yang shahih dan tegas dari Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Kucing adalah binatang yang selalu berkeliling atau berada di tengan-tengah kita.
8. Boleh memiliki kucing.
9. Air yang telah dijilat oleh kucing tetap suci dan mensucikan dan dapat dipakai untuk menghilangkan hadats kecil atau besar dan berwudlu.

Imam ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan setelah menyampaikan hadits ini: Hadits ini dengan lafazhnya menunjukkan tidak adanya larangan dari sisa kucing. Dengan sebab tidak makruhnya ini maka yang selainnya dari hewan yang selalu berkeliling atau berada di tengan-tengah kita juga tidak makruh. (Al-Mughni 1/11)

Dengan demikian hukum ini tidak terbatas hanya pada kucing, namun juga kepada semua hewan yang banyak berada disekeliling kehidupan rumah yang serupa dengannya atau lebih kecil lagi bentuknya, selama masih termasuk thawaafin.

Indahnya cara pendidikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menghubungkan hukum dengan sebab hukum tersebut. Hal ini memiliki banyak manfaat diantaranya:

1. Menjadi dasar atas ketinggian dan kesempurnaan syari’at Islam
2. Menguatkan iman dengan hukum tersebut bila mengerti sebab hukumnya
3. Hukum ini berkembang kepada semua masalah yang memiliki sebab hukum yang sama dengannya.

*Masaail Fikih Tentang Hukum sisa bekas dari kucing*

Dalam masalah ini ada dua pendapat para ulama;

Pertama: Sisa bekas kucing adalah suci. Ini adalah madzhab Ali bin Abi Thalib, al-Abbas bin Abdil muthalib, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Aisyah, Abu Qatadah, al-Hasan bin Ali, al-Husein bin Ali, Alqamah, Ibrohim, Atha bin Yasaar, Ishaq bin Rahuyah, (lihat Al-Ausath ibnu Al-Mundzir 1/301-302 dan Ath-Thuhur hlm 282) dan imam yang tiga; Imam Malik (lihat al-Istidzkar 1/209 dan Bidayatul Nujtahidin 1/21), Asy-Syafi’i (Al-Majmu’ 1/175 dan Raudhatuth Thalibin 1/32) dan Ahmad bin Hambal (Al-Mughni 1/44). Juga pendapat Abu Yusuf dan Muhammad bin Al-Hasan dari ulama madzhab Hanafiyah.(lihat Syarh Ma’aani Al-Atsar 1/19).

Mereka berdalil dengan hadits abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu diatas yang jelas sekali menunjukkan ketidak najisannya.

Kedua: Hukumnya najis namun diberikan keringanan sehingga dimakruhkan bekas kucing karena umum menimpa manusia. James Harrison Authentic Jersey Inilah madhab Hanafiyah (lihat Hasyiyah Ibnu Abidin 1/383-384). Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfa'at. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar