MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Senin, 06 Oktober 2025

KAJIAN TENTANG LARANGAN DALAM MEMBANGUN KUBURAN DAN MEMPERCAYAI KARAMAH YANG MENYALAHI SUNNAH





Syahdan, dalam sebuah kitab Syarh Ash-Shudur bi Tahrim Raf'i Al-Qubur karya seorang ulama Yaman yaitu Al-Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani menjelaskan tentang larangan membangun kuburan secara berlebihan dan bahaya menceritakan karamah orang yang telah meninggal dan mengagungkannya sehingga bisa jatuh pada perbuatan syirik.

Imam Asy-Syaukani adalah ulama Sunni Yaman terkemuka (1759–1834 M) yang berprofesi sebagai hakim, teolog, dan ahli hukum, serta pendukung paham salafy yang menyerukan penafsiran tekstual Al-Qur'an dan Hadis serta menentang taklid mazhab. Beliau lahir di Desa Syaukan, Yaman, dan wafat di Sana'a, menjabat sebagai qadhi (hakim) besar Yaman hingga akhir hayatnya pada usia 76 tahun. Karyanya yang terkenal meliputi tafsir Fath Al-Qadir dan kitab Nail Al-Authar, yang menjadi rujukan umat Islam sampai sekarang. Adapun dalam kitab 

Syarh Ash-Shudur bi Tahrim Raf'i Al-Qubur beliau menjelaskan manusia yang pertama kali mengagungkan kuburan sebagai berikut,

وَكَانَ أَوَّلُ ذَلِكَ فِي قَوْمِ نُوحٍ، قَالَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ: ﴿وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا﴾ كَانُوا قَوْمًا صَالِحِينَ مِنْ بَنِي آدَمَ، وَكَانَ لَهُمْ أَتْبَاعٌ يَقْتَدُونَ بِهِمْ، فَلَمَّا مَاتُوا قَالَ أَصْحَابُهُمْ الَّذِينَ كَانُوا يَقْتَدُونَ بِهِمْ: لَوْ صَوَّرْنَا صُوَرَهُمْ كَانَ أَشْوَقَ لَنَا إِلَى الْعِبَادَةِ إِذَا ذَكَرْنَاهُمْ، فَصَوَّرُوهُمْ، فَلَمَّا مَاتُوا، وَجَاءَ آخَرُونَ دَبَّ إِلَيْهِمْ إِبْلِيسُ، فَقَالَ: إِنَّما كَانُوا يَعْبُدُونَهُمْ،  

وَبِهِمْ يَسْتَسْقُونَ الْمَطَرَ فَعَبَدُوهُمْ، ثُمَّ عَبَدَهُمُ الْعَرَبُ بَعْدَ ذَلِكَ.  

وَقَدْ حَكَى مَعْنَى هَذَا فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، وَقَالَ قَوْمٌ مِنَ السَّلَفِ: «إِنَّ هَؤُلَاءِ كَانُوا قَوْمًا صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ، فَلَمَّا مَاتُوا عَكُفُوا عَلَى قُبُورِهِمْ، ثُمَّ صَوَّرُوا تَمَاثِيلَهُمْ، ثُمَّ طَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَعَبَدُوهُمْ».  

وَيُرِيدُ هَذَا مَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ وَغَيْرِهِمَا عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ذَكَرَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ كَنِيسَةً رَأَتْهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ، وَذَكَرَتْ لَهُ مَا رَأَتْ فِيهَا مِنَ الصُّوَرِ،  فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:  «إِنَّ أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِمْ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ».  

"Hal ini pertama kali terjadi pada kaum Nabi Nuh. Allah Subhanahu berfirman: "Dan mereka berkata, 'Jangan sekali-kali kamu meninggalkan sesembahan-sesembahanmu, jangan pula kamu meninggalkan Wadd, Suwâ`, Yaghuts, Ya'uq dan Nasr.'" (QS. Nuh: 23)

Mereka adalah kaum yang shaleh dari keturunan Adam, dan mereka memiliki pengikut yang mengikuti jejak mereka. Ketika mereka meninggal, para pengikut mereka yang mengikuti jejak mereka berkata, "Seandainya kita membuat patung-patung mereka, tentu akan lebih membuat kita bersemangat untuk beribadah ketika kita mengingat mereka." Lalu mereka membuat patung-patung tersebut. Ketika mereka meninggal, dan datang generasi lain, setan membisikkan kepada mereka, "Sesungguhnya mereka dahulu menyembah patung-patung itu. Dan dengan perantaraan mereka, hujan diturunkan. Maka mereka pun menyembah patung-patung itu. Kemudian orang-orang Arab juga menyembah patung-patung itu setelah itu.

Makna ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma dalam Shahih Bukhari. Sebagian ulama salaf berkata, "Sesungguhnya mereka adalah kaum yang shaleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal, orang-orang yang mengikuti mereka berdiam diri di kuburan mereka, lalu mereka membuat patung-patung mereka, dan setelah waktu yang lama berlalu, mereka menyembah patung-patung itu."

Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim serta kitab lainnya, dari Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Ummu Salamah radhiyallahu 'anha menyebutkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang sebuah gereja yang dilihatnya di negeri Habasyah, dan dia menyebutkan apa yang dilihatnya berupa gambar-gambar di dalamnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya mereka adalah suatu kaum yang apabila ada hamba yang saleh atau orang yang shaleh di antara mereka meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburnya dan membuat gambar-gambar mereka di dalamnya. Mereka itulah makhluk yang paling buruk di sisi Allah." (Syarh Ash-Shudur bi Tahrim Raf'i Al-Qubur, Imam Ahmad bin Ali Asy-Syaukani, cet. Pertama 1432 H./2011 M, hal.22-23)

رَسُولُ اللهِ ﷺ: «أَنْ لَا أَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتُهُ، وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتُهُ».  

وَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ أَيْضًا عَنْ أَبِي الهَيَّاجِ بْنِ جِمَاحٍ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ نَحْوُ ذَلِكَ.  

وَفِي هَذَا أَعْظَمُ دَلَالَةٍ عَلَى أَنَّ تَسْوِيَةَ كُلِّ قَبْرٍ مُشْرِفٍ وَاجِبَةٌ لِأَنَّهُ يَرْتَفِعُ زِيَادَةً عَلَى الْقَدْرِ الْمَشْرُوعِ وَاجِبَةٌ مُحَرَّمَةٌ، فَمَنْ إِشْرَافِ الْقُبُورِ: أَنْ يُرْفَعَ سَمْكُهَا، أَوْ يُجْعَلَ عَلَيْهَا الْقِبَابُ أَوِ الْمَسَاجِدُ، فَإِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَنْهِيِّ عَنْهُ بِلَا شَكٍّ وَلَا مِرْيَةٍ، وَهَذَا فَإِنَّ النَّبِيَّ ﷺ بَعَثَ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَيْهِ، ثُمَّ إِنَّ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ بَعَثَ خَدَمَهُ أَبَا الْهَيَّاجِ الأَسَدِيَّ فِي أَيَّامِ خِلَافَتِهِ.  

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Aku tidak membiarkan ada patung kecuali aku akan menghancurkannya, dan tidak ada kubur yang ditinggikan kecuali aku akan meratakannya." Dalam Shahih Muslim juga disebutkan dari Abu Al-Hayyaj bin Jumah dari Ali radhiyallahu 'anhu, yang serupa dengan itu.

Dalam hal ini terdapat dalil yang sangat jelas bahwa meratakan setiap kubur yang ditinggikan adalah wajib, karena meninggikannya melebihi batas yang disyariatkan adalah haram. Termasuk meninggikan kubur adalah dengan meninggikan bangunan di atasnya, atau membuat kubah atau masjid di atasnya, karena hal ini termasuk perbuatan yang dilarang tanpa keraguan sedikit pun. Maka hal (membangun kuburan) inilah sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan Amirul Mukminin Ali radhiyallahu 'anhu untuk menghancurkannya dan Amirul Mukminin memerintahkan pembantunya Abu Al-Hayyaj Al-Asadi untuk menghancurkannya di masa kekhalifahannya." (Syarh Ash-Shudur bi Tahrim Raf'i Al-Qubur, Imam Ahmad bin Ali Asy-Syaukani, cet. Pertama 1432 H./2011 M, hal.27)

وَقَدْ يَجْعَلُ الشَّيْطَانُ طَائِفَةً مِنْ إِخْوَانِهِ مِنْ بَنِي آدَمَ يَقِفُونَ عَلَى ذَلِكَ الْقَبْرِ، يُخَاطِبُونَ مَنْ يَأْتِي إِلَيْهِ مِنَ الزَّائِرِينَ، يَقُولُونَ عَلَيْهِمُ الْأَمْرَ، وَيَصْنَعُونَ أُمُورًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ، وَيَنْسِبُونَهَا إِلَى الْمَيِّتِ عَلَى وَجْهِ لَا يُفْطَنُ لَهُ مَنْ كَانَ مِنَ الْمُغَفَّلِينَ، وَقَدْ يَصْنَعُونَ أَكَاذِيبَ مُشْتَمِلَةً عَلَى أَشْيَاءَ يَسْمُّونَهَا كَرَامَاتٍ لِذَلِكَ الْمَيِّتِ، وَيَشِيعُونَهَا فِي النَّاسِ، وَيُكَرِّرُونَ ذِكْرَهَا فِي مَجَالِسِهِمْ، وَعِنْدَ اجْتِمَاعِهِمْ بِنَاسٍ، فَتَشِيعُ وَتُسْتَفْحَضُ، وَيَتَلَقَّاهَا مَنْ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِالْأَمْوَاتِ، وَيَقْبَلُ عَقْلُهُ مَا يُرْوَى عَنْهُمْ مِنَ الْأَكَاذِيبِ، فَيَرِيهَا كَمَا سَمِعَهَا، وَيَتَحَدَّثُ بِهَا فِي مَجَالِسِهِ، فَيَقَعُ الْجُهَّالُ فِي بَلِيَّةٍ عَظِيمَةٍ مِنَ الِاعْتِقَادِ الشِّرْكِيِّ، وَيَنْذُرُونَ عَلَى ذَلِكَ الْمَيِّتِ بِكَرَائِمِ أَمْوَالِهِمْ، وَيُخْصِرُونَ عَلَى قَبْرِهِ مِنْ أَمْلَاكِهِمْ مَا هُوَ أَحَبُّ إِلَى قُلُوبِهِمْ، عَلَى اعْتِقَادِهِمْ أَنَّهُمْ يَنَالُونَ بِسَبَبِ ذَلِكَ الْمَيِّتِ خَيْرًا عَظِيمًا وَأَجْرًا كَبِيرًا، وَيَعْتَقِدُونَ أَنَّ ذَلِكَ قُرْبَةٌ عَظِيمَةٌ، وَطَاعَةٌ نَافِعَةٌ، وَحَسَنَةٌ مُتَقَبَّلَةٌ، فَيَحْصُلُ بِذَلِكَ مَقْصُودُ أُولَئِكَ الَّذِينَ جَعَلَهُمُ الشَّيْطَانُ مِنْ إِخْوَانِهِ مِنْ بَنِي آدَمَ عَلَى ذَلِكَ الْقَبْرِ.  

Dan setan terkadang menjadikan sebagian manusia menjadi pengikutnya yang berdiri di kubur tersebut, berbicara kepada orang-orang yang datang menziarahinya, memerintahkan mereka melakukan sesuatu, dan mengada-adakan perkara yang dinisbatkan kepada mayit dengan cara yang tidak dipahami oleh orang-orang yang lalai. Mereka juga membuat kedustaan yang mengandung perkara-perkara yang mereka sebut sebagai karamah mayit tersebut, dan mereka sebarkan di tengah manusia, serta mengulang-ulang ceritanya dalam majelis-majelis mereka. Maka berita itu pun tersebar luas dan menjadi terkenal, dan orang-orang yang berprasangka baik kepada mayit akan menerima dan mempercayai kedustaan yang diriwayatkan tentang mereka, lalu dia menceritakannya dalam majelis-majelisnya. Maka terjadilah bencana besar berupa keyakinan syirik pada orang-orang yang bodoh, dan mereka bernazar dengan harta mereka yang berharga, serta mengkhususkan sebagian harta mereka yang paling dicintai untuk kubur tersebut, dengan keyakinan bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan besar dan pahala besar dengan perantaraan mayit tersebut. Mereka meyakini bahwa hal itu adalah ibadah yang besar, ketaatan yang bermanfaat, dan amal baik yang diterima. Maka dengan itu, tujuan orang-orang yang dijadikan pengikut setan dari anak Adam di kubur tersebut tercapai." (Syarh Ash-Shudur bi Tahrim Raf'i Al-Qubur, Imam Ahmad bin Ali Asy-Syaukani, cet. Pertama 1432 H./2011 M, hal.24-25). Wallahu a'lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar