MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Jumat, 07 Juni 2024

KAJIAN TENTANG PERBANDINGAN SYARIF JAHL (BODOH) DENGAN 70 KYAI ALIM


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ (المجادلة : ١١)

قوله: (يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ) يقول تعالى ذكره: يرفع الله المؤمنين منكم أيها القوم بطاعتهم ربهم، فيما أمرهم به من التفسح في المجلس إذا قيل لهم تفسحوا، أو بنشوزهم إلى الخيرات إذا قيل لهم انشزوا إليها، ويرفع الله الذين أوتوا العلم من أهل الإيمان على المؤمنين، الذين لم يؤتوا العلم بفضل علمهم درجات، إذا عملوا بما أمروا به.

Allah berfirman: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." Ini mengacu pada Allah meninggikan orang-orang yang beriman dengan taat kepada-Nya, sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, baik dalam memberi kesempatan duduk ketika disuruh untuk memberi kesempatan, atau dalam bersemangat menuju kebaikan ketika disuruh untuk menuju kebaikan. Dan Allah akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dari kalangan orang-orang beriman di atas orang-orang yang beriman yang tidak diberi ilmu pengetahuan dengan derajat, ketika mereka beramal sesuai dengan perintah-Nya." (Tafsir Ath-Thabari QS. Al-Mujadilah:  11)

Berawal dari sebuah ucapan yang viral dan menghebohkan dunia per-habib-an, "Belajar dengan satu habib jahl atau bodoh maksudnya, sama ukurannya belajar dengan 70 kyai alim. Itu perbandingannya."

Setelah ditelusuri ternyata referensinya bukan dari ayat Al-Qur'an atau Al-Hadits tetapi  berasal dari penjelasan dalam kitab karya Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Zain bin Smith Ba'alwi kelahiran Jakarta, Indonesia pada tahun 1357 H/1936 M) yang saat ini tinggal di Madinah.

Dalam Kitab Al-Manhaj Al-Sawi Syarh Ushul Thariqah Al-Sadah Ali Ba ‘Alawi, hal. 384, karangan Al-Habib Zain ibn Ibrahim ibn Smith, terdapat penjelasan sebagai berikut,

وقد أخبرني بعض الثقات عن العلامة شيخ المشايخ أبي الحسني اليمني المدني رضي الله عنه محشي الكتب الستة في الحديث وغيرها، أنه سئل في درسه : من أفضل : الشريف أو العالم ؟ فحصل له عندها استغراق وطأطأ رأسه إلى الأرض ما شاء الله تعالى، ثم رفع رأسه وقال : شريف جاهل – أو قال : شريف واحد أفضل من سبعين عالما انتهي .

“Ada beberapa orang yang terpercaya mengabarkan kepada Saya tentang Syekh Abul Hasany al-Yamani al-Madany pengarang Khasyiyah (catatan pinggir) enam kitab hadist dan kitab lainnya.

Saat mengajar Beliau mendapat pertanyaan: “Lebih utama mana antara Syarif  dan orang Alim? lalu sebab pertanyaan itu, beliau mengalami istighroq (larut dalam dzikir) dan menundukkan kepalanya ke tanah hingga beberapa saat, kemudian Beliau mengangkat kepalanya seraya berkata, ‘Syarif yang bodoh atau satu orang Syarif itu lebih utama daripada 70 orang Alim’.” (Al-Manhaj Al-Sawi Syarh Ushul Thariqah Al-Sadah Ali Ba ‘Alawi, Juz 01 Hal. 384).

Kemudian dalam Kitab Muroqil Ubudiyah, Hal. 284, Cet. Darul Bashoir, karangan Al-Imam An-Nawawi Al-Bantani terdapat keterangan sebagai berikut,

وأفاد بعضهم أن من انتسب إلى رسول الله وهو من أولاد سيدنا الحسن أو الحسين وهو غير عالم يفوق على غيره ممن يساويه في الرتبة بستين درجة، وأن العالم الذي لم يُنسب إليه يفوق على غير العالم ممن انتسب إليه بستين درجة.

“Menurut sebagian Ulama’ bahwasanya; Orang yang mempunyai garis nasab dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Yakni lewat jalur Sayyidina Hasan dan Husein dan ia tidak alim derajatnya lebih utama dari pada orang biasa (bukan syarif) tidak alim melebihi 60 derajat. Sedangkan Orang yang ali dari kalangan bukan syarif itu mengungguli dari pada syarif yang tidak alim dengan 60 derajat.” (Muraqil Ubudiyah, Hal. 284).

Dalam Kitab Quratul Ain, bi Fatawa Ulama Al-Haramain, Juz 01, hal. 281, karangan As-Syaikh Isma’il Utsman Al-Yamani Al-Makki, terdapat pertanyaan yang serupa sekaligus jawabannya;

ما قولكم في الشريف؟ هل يفضل العالم أم العالم أفضل؟

“Apa pendapat Anda mengenai seorang Syarif? Apakah dia lebih utama dari pada orang ‘Alim ataukah orang ‘Alim yang lebih utama daripada syarif?”

(الجواب) الشريف أفضل من حيث النسب، والعالم أفضل من حيث العلم، وفضيلة العلم تفوق فضيلة النسب، وقد تقدم هذا الجواب أول الكتاب عن الاجهوري

والعالم أفضل من حيث العلم، وفضيلة العلم تفوق فضيلة النسب، وقد تقدم هذا الجواب أول الكتاب عن الاجهوري

“(Jawaban) Syarif itu utama dari segi nasab, dan ‘Alim itu lebih utama dari segi keilmuan. Sedangkan ilmu itu mengungguli keutamaan nasab. Jawaban ini sudah ada di awal kitab dari ‘Ali Al-Ajhuri.” (Quratul Ain, bi Fatawa Ulama Al-Haramain, Juz 01, hal. 281).

Dalam Kitab Al-Ajwibah Al-Ghaliyah, hal. 197, karangan Al-Habib Zain Al-Abidin Ibn Al-Alawi, Ada sebuah keterangan sebagai berikut,

و في فتاوى الإمام العلامة خاتمة المحققين أحمد بن حجر رحمه الله قد سئل عن الشريف الجاهل أو العالم العامل أفضل ؟ وأيهما أحق بالتوقير إذا اجتمعا اواريد تفريق نحو قهوة عليها أيهما أحق بالبداءة ؟ أوأراد شخص التقبيل فايهما يبدأ به ؟

“Dalam Fatawi Ibnu Hajar Al Haitami: bahwasanya beliau mendapat pertanyaan tentang lebih utama mana Syarif yang bodoh atau orang Alim? Apabila keduanya berkumpul, siapakah diantara keduanya yang lebih berhak mendapat penghormatan? Atau ketika akan menghidangkan kopi, siapa diantara keduanya yang lebih didahulukan? Atau ada seseorang yang ingin mencium tangan mereka, siapa yang lebih didahulukan?

فأجاب رضي الله عنه بقوله : في كل منها فضل عظيم، أما الشريف فلان فيه من البضعة الكريمة التي لا يعادلها شيء، ومن ثم قال بعض العلماء : لا أعادل بضعته صلى الله عليه وسلم أحدا

“Maka beliau menjawab: ‘Dalam diri mereka, sama-sama memiliki keistimewaan masing-masing. Dalam diri Syarif terdapat unsur keturunan yang sangat mulia yang tiada bandingannya, karena itulah sebagian Ulama’ mengatakan: ‘Aku tidak akan menyamakan keturunan Rasulullah dengan keturunan siapapun’.” 

وأما العالم العامل فلما فيه من نفع المسلمين وهداية الضالين فهم خلفاء الرسل ووارثوا علوم ومعارفهم

“Adapun orang Alim yang mengamalkan ilmunya, memiliki keistimewaan karena mereka memberi manfaat pada orang Mukmin, menunjukkan jalan orang yang tersesat, mereka adalah khalifah para Rasul dan mereka mewarisi ilmu dan makrifat para Rasul.”

فيتعين على الموفق أن يرى للكل من الأشراف والعلماء حقهم من التوقير والتعظيم. والمبدوء به إذا اجتمعا الشريف، لقوله صلى الله عليه وسلم : ” قدموا قريش ” ولما فيه من البضعة الشريفة. والمراد بالشريف المنسوب إلى الحسن والحسين رضي الله عنهما وعليهما وعلى آل بيتهما السلام والله سبحانه وتعالى أعلم. اهـ )

“Maka bagi orang yang mendapat taufiq, hendaknya melihat kelebihan masing-masing dari para Syarif maupun Ulama’ dan wajib memenuhi hak mereka, baik dari segi penghormatan maupun pengagungan.

Adapun apabila keduanya berkumpul, maka yang lebih didahulukan adalah Syarif. Hal ini karena berdasar hadist Nabi, “Dahulukanlah orang Quraisy”, dan juga karena adanya unsur keturunan Rosululloh yang mulia. Adapun yang dimaksud dengan Syarif adalah keturunan Hasan dan Husain, semoga Allah meridhoi mereka berdua dan memberikan salam sejahtera kepada keduanya juga kepada keluarga mereka. Wallahu Subhanahu wa Ta'ala a'lam." (Al-Ajwibah Al-Ghaliyah, hal. 197).

Adakah yang melebihi keutamaan Nasab dan Ilmu? Jawabnya, ada. Yakni Taqwa. Simak keterangan dalam Kitab Masbuq Al-Zdahab fi Fadlil Arab wa Syaraful Ilmi Ala Syaraf Al Nasab, hal. 15, karangan As-Syaikh Mar’iy ibn Yusuf Al-Hambali,

وشرف العلم أفضل من حيث التقدم في الصلاة ومنصب الإفتاء والقضاء وغير ذلك. وينظر في منصب الخلافة، والإمامة العظمى فهل يستحقها قرشي جاهل أو عجمي فاضل ؟ وهذا كله مع الاتصاف بتقوى الله – تعالى – وإلا فالعالم الفاسق كإبليس والعربي الجاهل كفرعون وكلاهما مذموم.

“Adapun kemuliaan ilmu lebih utama dari sisi untuk di dahulukan menjadi imam sholat, jabatan mufti, hakim, dll. Dan yang jadi pertimbangan pula dalam rangka pemilihan pemimpin tinggi. Maka apakah yang berhak adalah ‘Arobi (Keturunan Quraisy/ Habib) yang bodoh atau ‘ajam yang lebih utama (‘alim)? -Tentu dalam hal ini Nasab tidak dipertimbangkan. Dan keutamaan ini semua dengan catatan memiliki shifat taqwa kepada Allah. Apabila hal ini tidak dibarengi Taqwa kepada Alloh, maka alim yang fasiq, seperti iblis, dan ‘arobi yang bodoh, seperti fir’aun, layak mendapatkan keutamaan dan keistimewaan. Padahal jelas-jelas keduanya orang-orang yang amat sangat tercela.” (Masbuq Al-Zdahab fi Fadlil Arab wa Syaraful Ilmi Ala Syaraf Al Nasab, hal. 15).

Kesimpulannya, masing-masing dari para syarif atau sayyid dan orang alim memiliki keutamaannya sendiri-sendiri. Syarif memiliki keutamaan nasab yang tidak ada tandingannya, sementara orang alim memiliki keutamaan dari sisi keilmuannya.

Jika ada syarif dan orang alim berkumpul maka menurut Imam Ibn Hajar Al-Haitami berpendapat yang di dahulukan untuk dimulyakan adalah keturunan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Keutamaan yang paling tinggi adalah ketakwaan, sebab baik keturunan nabi maupun orang alim bila tidak takwa maka keutamaan nasab dan keilmuannya tidak ada guna. 

Dan yang menjadi kontroversi belum terpecahkan sampai saat ini apakah nasabnya ba'alawi tersambung kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam atau terputus? Wallahu a'lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

* والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar