MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Jumat, 20 September 2019

KAJIAN TENTANG SYARAT MENJADI PRIBADI BERJIWA PEMIMPIN


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ ۖ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ

"Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah." (QS. Al-Anbiya' : 73)

Masalah kepemimpinan (leadership) merupakan pembahasan yang paling menarik dan tidak pernah ada habisnya. Sebab, ia adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi berhasil atau gagalnya suatu organisasi. Memang harus diakui bahwa suatu organisasi akan dapat mencapai tujuannya manakala stakeholder pendukung yaitu sumber permodalan mencukupi, struktur organisasinya akurat, dan tenaga trampilnya (SDM) tersedia. Lantas siapakah pemimpin itu dan kriterianya?

Setiap diri adalah pemimpin. Seorang imam, seorang suami, seorang wanita, bahkan seorang budak. Semua adalah pemimpin. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.

Dari Abdullah bin Umar ra. berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggung jawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya." (HR. Bukhari no.4789)

Jika setiap diri adalah pemimpin, maka dalam setiap individu harus memiliki SIM-P (Soliditas, Integritas, Moralitas dan Profesionalitas). Hal itulah yang dimiliki oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam untuk menjadi pemimpin umat manusia yaitu Shiddiq (Integritas), Amanah (Moralitas), Tabligh (Soliditas) dan Fathonah (Profesionalitas).

Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah figur pemimpin paling berpengaruh yang hingga saat ini dihormati oleh banyak manusia termasuk oleh non muslim. Kesuksesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memimpin, selain karena dukungan wahyu, ditopang oleh empat sifat utama beliau, yaitu:

Pertama, Shiddiq (Integritas) yang artinya jujur. Kejujuran adalah sikap utama yang selalu dipegang Rasulullah dalam memimpin. Beliau dikenal luas oleh masyarakat Arab kala itu sebagai sosok yang sangat jujur dan jauh dari dusta.

Bahkan, beliau sendiri menegaskan,

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ، وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

“Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kejujuran ini pula yang semestinya tertanam dalam diri setiap pemimpin. Pemimpin yang jujur tidak akan membohongi rakyat dan jauh dari pencitraan. Ia akan jujur kepada dirinya sendiri maupun kepada rakyat. Sebab pemimpin yang jujur memahami, bahwa kejujuran akan membawa kebaikan dalam segala hal.

Kedua, Amanah (Moralitas) yang artinya mampu menjalankan sekaligus menjaga kepercayaan yang diembankan di pundak secara profesional. Sikap amanah ini sudah mengakar kuat pada diri Rasulullah semenjak beliau masih berusia sangat belia. Bahkan pada detik-detik terakhir hijrah dari Makkah menuju Madinah, Rasulullah masih berpesan kepada Ali ibnu Abi Thalib untuk mewakili beliau memulangkan kembali semua barang dan harta titipan warga Makkah.

Pemimpin yang amanah akan menyadari bahwa ia mengemban amanah untuk melayani kepentingan rakyat, bukan menjadi pelayan kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, atau kepentingan lainnya. Ketidakjujuran, ingkar janji, dan kegagalan mengemban amanah adalah ciri orang munafik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَثَ كَذِبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan dalam sebuah riwayat lain, hadits di atas diakhiri dengan pernyataan Rasulullah,

وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ

“Walaupun ia berpuasa dan shalat serta mengklaim dirinya muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketiga, Tabligh (Soliditas) yang berarti menyampaikan kebenaran dan berani mengungkap kebathilan. Kepemimpinan Rasulullah ditopang oleh sikap transparansi, keterbukaan, dan selalu menyuarakan kebenaran apa pun risikonya. Sehingga, tak dapat dihindari, sikap terang-terangan beliau dalam menyampaikan kebenaran ini mengundang kemarahan para pemuka kafir Quraisy.

Suatu hari, delegasi Quraisy pun datang menemui Abu Thalib untuk memberikan tawaran menggiurkan kepada Rasulullah asal beliau berhenti berdakwah. Namun, Rasulullah menanggapi mereka dengan memberikan pernyataan tegas seraya memberikan sebuah ilustrasi indah yang memupuskan mimpi delegasi Quraisy,

يَا عَمّ ، وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ فِي يَمِينِي ، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الْأَمْرَ حَتّى يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ

“Wahai pamanku, demi Allah, seandainya mereka letakkan mentari di tangan kananku, dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan da’wah ini, hingga Allah memenangkannya atau aku binasa bersamanya, aku tetap tidak akan mau meninggalkannya.” (HR. Baihaqi)

Seorang pemimpin selain berani menyuarakan kebenaran dan berani dinilai secara kritis oleh rakyat, pemimpin yang tabligh tidak akan bisa dibeli dengan kekuatan apa pun. Ia tegas dalam pendirian dan tegar dalam prinsip membela kebenaran.

Keempat, Fathanah (Profesionalitas) yang artinya cerdas. Kecerdasan dan kemampuan menguasai persoalan sekaligus mengatasi masalah mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memberikan arahan, menentukan kebijakan, dan mengambil keputusan selalu mendasarkan pandangan beliau pada ilmu. Seorang pemimpin harus cerdas dan berilmu. Dari sinilah akan lahir kebijakan-kebijakan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Bukan kebijakan yang merugikan dan menyengsarakan rakyat banyak.

Menjadi seorang pemimpin itu artinya kita akan menjadi seseorang yang akan selalu berinteraksi dengan orang lain dengan berbagai karakteristik, baik dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan.

Satu penilaian yang paling penting dalam diri seorang pemimpin adalah tentang attitude (etika)-nya. Itulah kenapa sepintar apapun seorang pemimpin, tetap akan tidak terlihat sebagai pemimpin yang baik di mata orang lain jika etika-nya selalu menyimpang dari adab yang berlaku dalam suatu organisasi, mulai dari kejujuran, perilaku, keberanian hingga responsibilitas. Wallahu a'lam

Demikianlah Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar