Viralnya sebuah video seorang tokoh agama menyampaikan bahwa membasuh kedua telinga merupakan fardhu wudhu kemudian muncul narasi tulisan atau artikel yang membahasnya. Tak sedikit pula komentar terkait tanggapan dari video tersebut meski sudah menyertakan ibarot dan kitabnya dianggap suatu kesalahan karena menurut mereka hal itu didasari nafsu untuk merendahkan orang lain yang mengatakan bahwa mengusap kedua telinga itu wajib. Padahal beda pendapat dalam masalah itu hal yang biasa.
اختلف أهل العلم في مسح الأذنين في الوضوء هل هو واجب أو سنة، فمنهم من قال بالوجوب وذهب الجمهور إلى أن مسح الأذنين سنة مستحبة وليس واجباً. وبناء عليه، فمن نسي مسح الأذنين، فلا شيء عليه ووضوؤه صحيح.
مسح الأذنين في الوضوء مما واظب عليه النبي صلى الله عليه وسلم، واختلف أهل العلم فيه هل هو واجب أو سنة، فمنهم من قال بالوجوب كما هو المذهب عند الحنابلة؛ لما روى ابن ماجه (443) عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْأُذُنَانِ مِنْ الرَّأْسِ والحديث مختلف في صحته، وقد صححه الألباني رحمه الله في صحيح ابن ماجة.
وإذا كان الأذنان من الرأس كان مسحهما في الوضوء فرضا كمسح الرأس.
وذهب الجمهور إلى أن مسح الأذنين سنة مستحبة وليس واجباً. وينظر: "الموسوعة الفقهية" (43/364).
والمنقول عن الإمام أحمد رحمه الله أن من ترك مسح الأذنين، أن وضوءه يجزئه.
قال ابن قدامة رحمه الله في "المغني" (1/90):
"والأذنان من الرأس، فقياس المذهب وجوب مسحهما مع مسحه. وقال الخلال: كلهم حكوا عن أبي عبد الله فيمن ترك مسحهما عامدا أو ناسيا، أنه يجزئه؛ وذلك لأنهما تبع للرأس، لا يفهم من إطلاق اسم الرأس دخولهما فيه، ولا يشبهان بقية أجزاء الرأس، ولذلك لم يجزه مسحهما عن مسحه عند من اجتزأ بمسح بعضه، والأولى مسحهما معه؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم مسحهما مع رأسه، فروت الرُّبَيِّع أنها رأت النبي صلى الله عليه وسلم مسح رأسه، ما أقبل منه وما أدبر وصدغيه وأذنيه مرة واحدة. وروى ابن عباس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم مسح رأسه وأذنيه ظاهرهما وباطنهما. وقال الترمذي: حديث ابن عباس وحديث الرُّبَيِّع صحيحان." انتهى.
وبناء على ذلك، فمن نسي مسح الأذنين، فلا شيء عليه، ووضوؤه صحيح.
"Para ulama berbeda pendapat mengenai mengusap telinga dalam wudhu, apakah itu wajib atau sunnah. Sebagian di antaranya berpendapat bahwa itu wajib, sementara mayoritas berpendapat bahwa mengusap telinga adalah sunnah yang dianjurkan dan bukan wajib. Oleh karena itu, jika seseorang lupa mengusap telinga, maka tidak ada masalah dan wudhunya tetap sah.
Mengusap telinga dalam wudhu adalah sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Para ulama berbeda pendapat apakah itu wajib atau sunnah. Sebagian di antaranya berpendapat bahwa itu wajib, sebagaimana pendapat yang dianut oleh madzhab Hanbali, berdasarkan riwayat Ibn Majah (443) dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu yang berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: 'Telinga adalah bagian dari kepala.' Hadits ini berbeda pendapat mengenai keshahihannya, namun dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah.
Jika telinga adalah bagian dari kepala, maka mengusapnya dalam wudhu adalah wajib sama seperti mengusap kepala.
Mayoritas berpendapat bahwa mengusap telinga adalah sunnah yang dianjurkan dan bukan wajib. Lihat: "Ensiklopedia Fiqh" (43/364).
Dari Imam Ahmad rahimahullah, diriwayatkan bahwa siapa pun yang meninggalkan mengusap telinga, maka wudhunya tetap sah.
Ibnu Qudamah ulama Madzhab Hambali dalam "Al-Mughni" (1/90) mengatakan:
'Telinga adalah bagian dari kepala, maka menurut kaidah madzhab, mengusapnya bersama dengan mengusap kepala adalah wajib. Dan Al-Khalal menyatakan bahwa semua ulama mengutip dari Abu Abdullah bahwa siapa pun yang meninggalkan mengusapnya secara sengaja atau lupa, maka wudhunya sah; karena telinga mengikuti kepala, dan tidak bisa dipahami dari nama kepala bahwa telinga termasuk di dalamnya, dan tidak sama dengan bagian kepala lainnya. Oleh karena itu, mengusap telinga tidak bisa menggantikan mengusap kepala bagi orang yang sudah cukup dengan mengusap sebagian. Sebaiknya mengusap keduanya bersama-sama; karena Nabi ﷺ mengusap keduanya bersama dengan kepalanya. Ruba'iy meriwayatkan bahwa ia melihat Nabi ﷺ mengusap kepalanya, baik bagian depan maupun belakang, serta kedua telinganya sekaligus. Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ mengusap kepala dan telinganya, baik bagian luar maupun dalam. Dan Tirmidzi mengatakan: Hadis Ibn Abbas dan Hadis Ruba'iy adalah sahih.'"
Oleh karena itu, jika seseorang lupa mengusap telinga, maka tidak ada masalah dan wudhunya tetap sah. (Sumber : https://islamqa.info/ar/answers/115246)
Imam Al-Kasani (Abu Bakar Alauddin bin Mas’ud bin Ahmad bin Alauddin Al-Kasani) seorang ulama Madzhab Hanafi murid dan sekaligus menantu dari Imam Muhammad bin Ahmad bin Abu Ahmad As-Samarqandi pengarang kitab fikih At-Tuhfah. Imam Al-Kasani dalam karyanya Badai’u Ash-Shana’i fii Tartib Asy-Syarai’ menjelaskan dan beliau juga mengutip pendapat imam madzhab lainnya,
(مطلب المسح الاذنين)
(ومنها) ان يمسح الاذنين ظاهرهما, وباطنهما بماء الرأس (مذهب الحنفية : العناية شرح الهداية جز ١ ص ٢٧), رد المختار على الدار المختار جز ١ ص ١٢١)
وقال الشافعى: السنة ان يأخذ لكل واحد منهما ماء جديدا (مذهب الشافعية: حاشية البجيرمي على المنهاج جز ١ ص ٧٩, حاشيتي قليوبي وعميرة جز ١ ص ٦٢)
ورُوِيَ عن أنس بن مالك رضي الله عنه عن النَّبيِّ ﷺ أَنَّه قال : «الْأَذْنَانِ مِنَ الرَّأْس " ومعلوم أنه ما أراد به بيان الخِلْقة، بل بيان الحكم، إلا أنه لا ينوبُ المسح عليهما عن مسحِ الرّأسِ لأنّ وُجوبَ مسح الرّأسِ ثبت بدليل مقطوع به .
وكونُ الأُذُنَيْنِ من الرّأسِ ثبت بخَبَرِ الواحِدِ ، وأنّه يوجِبُ العمل دون العلم، فلوناب (المسحُ عليهما ) عن مسح الرّأسِ لَجَعَلْناهما من الرّأسِ قطعًا، وهذا لا يجوز، وصار هذا كقول النّبيِّ ﷺ : «الحطيم (٦) من البيتِ» (۷) فالحديثُ يُفيد كونَ الحطيم من البيت، حتّى يُطافَ به كما يُطافُ بالبيت، ثمّ لا يجوز أداء الصّلاةِ إِليه ؛ لأنّ وُجوبَ الصَّلاةِ إلى الكعبة ثبت بدليل مقطوع به ، وكون الحطيم من البيتِ ثبت بخَبَرِ الواحِدِ، والعمل بخَيْرٍ الواحِدِ إنّما يجب إذا لم يتضَمَّنْ إبطال العمل بدليل مقطوع به ، أمَّا إذا تَضَمَّنَ فلا ، كذلك ههنا .
(Masalah Mengusap Dua Telinga)
(Dan di antara itu) bahwa mengusap telinga dilakukan pada bagian luarnya dan dalamnya dengan air yang digunakan untuk mengusap kepala (Pendapat Hanafi: Al-'Inayah Syarh Al-Hidayah Jilid 1 Hal. 27, Radd Al-Mukhtar Ala Dar Al-Mukhtar Jilid 1 Hal. 121).
Dan Imam Syafi'i berkata: Sunnahnya adalah mengambil air yang baru untuk masing-masing telinga (Pendapat Syafi'i: Hasyiah Al-Bujairami Ala Al-Minhaj Jilid 1 Hal. 79, Hasyiah Qalyubi dan Umairah Jilid 1 Hal. 62).
"Dan diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda: 'Dua telinga adalah bagian dari kepala.' Dan diketahui bahwa yang dimaksud bukan untuk menjelaskan penciptaan, tetapi untuk menjelaskan hukum. Namun, mengusap keduanya tidak menggantikan pengusapan kepala karena kewajiban mengusap kepala telah ditetapkan dengan bukti yang jelas.
Bahwa telinga termasuk dalam kepala ditetapkan melalui berita yang tunggal, dan itu mewajibkan tindakan meskipun tanpa ilmu. Seandainya mengusap keduanya menggantikan pengusapan kepala, pasti kita akan menganggap keduanya sebagai bagian dari kepala secara mutlak, dan ini tidak diperbolehkan. Ini mirip dengan sabda Nabi ﷺ: 'Hatim adalah bagian dari rumah.' Hadits tersebut menunjukkan bahwa hatim adalah bagian dari rumah, sehingga dapat dikelilingi seperti rumah, tetapi tidak diperbolehkan untuk shalat menghadapnya; karena kewajiban shalat menghadap Ka'bah telah ditetapkan dengan bukti yang jelas, sedangkan hatim sebagai bagian dari rumah ditetapkan dengan berita yang tunggal. Tindakan berdasarkan berita yang tunggal hanya wajib jika tidak mengandung pembatalan tindakan berdasarkan bukti yang jelas; jika mengandung, maka tidak. Begitu juga di sini." (Fiqih Hanafi : Bada'i Ash-Shana'i fi Tartib Asy-Syara'i juz 1 hal. 97-98)
فرع: أجمعت الأمة على أنَّ الأذنين تطهران واختلفوا في كيفية تطهيرهما على المذاهـب السَّابقة. قال أبو جعفر محمد بن جرير الطبري في كتابه اختلاف الفقهاء: أجمعوا أن من ترك مسحهما فطهارته صحيحةٌ وكذا نقل الإجماع غيره وحكى ابن المنذر وأصحابنا عن إسحاق بن راهويه أنَّه قال: من ترك مسحهما عمدا لم تصح طهارته وهو محجوجٌ بإجماع من قبل وبالحديث الذي ذكره المصنف والله أعلم.
وحكى القاضي أبو الطَّيِّب وغيره عن الشَّيعة أنَّهم قالوا لا يستحبُّ مسح الأذنين لأنَّه لا ذكر لهما في القرآن ولكن الشيعة لا يعتد بهم في الإجماع وإن تبرعنا بالرد عليهم فدليله الأحاديث الصحيحة والله أعلم.
*Cabang Permasalahan:* Umat sepakat bahwa kedua telinga harus dibersihkan, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai cara membersihkannya menurut mazhab-mazhab sebelumnya. Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari dalam bukunya "Ikhtilaf Al-Fuqaha" menyatakan: Mereka sepakat bahwa siapa yang meninggalkan mengusap keduanya, maka taharahnya sah. Demikian pula, orang lain menyebutkan konsensus ini. Ibnu Mundzir dan para pemilik mazhab kami mengutip dari Ishaq bin Rahawaih bahwa ia berkata: Siapa yang sengaja meninggalkan mengusap keduanya, maka taharahnya tidak sah, dan ia didukung oleh konsensus sebelumnya dan oleh hadits yang disebutkan oleh penyusun. Allah lebih mengetahui.
Dikisahkan bahwa hakim Abu Thayyib serta lainnya mengutip dari Syi'ah bahwa mereka mengatakan tidak dianjurkan untuk mengusap telinga karena tidak ada sebutan tentangnya dalam Al-Qur'an. Namun, Syi'ah tidak dianggap dalam ijma' ulama (konsensus), dan jika kita bersedia membantah mereka, dalilnya adalah hadits-hadits yang shahih. Allah lebih Maha Mengetahui. (Imam Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi dalam Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzab Asy-Syairazi juz 1 hal. 480)
Kesimpulannya, bahwa mengusap kedua telinga menurut jumhur ulama (konsensus mayoritas ulama) menghukumi sunnah, meski ada sebagian yang menghukumi wajib sebagaimana Imam Ibnu Qudamah madzhab Hambali dalam Al-Mughni. Wallahu a’lam
Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar