MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Senin, 01 April 2024

KAJIAN TENTANG HUKUM MENYAMPUR BERAS ZAKAT

Fenomena Zakat memang tak pernah ada habisnya, ada yang bertanya hukum mencampur beras zakat fitrah. Kemudian masalah menjual sampai memindah zakat (dengan nilai uang). 

Zakat Fitrah merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam yang mampu yang ditunaikan mulai terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan kepada delapan kelompok yang telah ditetapkan dalam surah At-Taubah ayat 60.

Proses penyaluran zakat Fitrah yang berlaku dalam masyarakat Indonesia umumnya melalui tiga cara: pertama, muzakki menyerahkan langsung zakat fitrahnya kepada mustahiq. Kedua, Muzakki menyerahkannya melalui Amil Zakat untuk diserahkan kepada mustahiq. Ketiga, Muzakki menyerahkan melalui panitia zakat untuk diserahkan kepada mustahiq.

Perlu diketahui perbedaan antara amil zakat dengan panitia zakat dimana para ulama membedakan antara Amil Zakat dan Panitia zakat, yaitu:

Pertama, Amil, sebagaimana fatwa MUI no 8 tahun 2011, ada dua kriteria: (1). seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh pemerintah untuk mengelola zakat; (2). Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.

Berdasarkan ketentuan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang mengelola zakat baru bisa disebut amil jika mendapat legitimasi dari pemerintah. Dalam hal ini, yang berwenang mengangkat Amil adalah BAZNAS atau LAZ

Sementara panitia zakat yang ada selama ini adalah bentukan sebuah organisasi atau DKM Masjid dan Musholla yang notabene belum memiliki legalitas dari pemerintah atau lembaga yang memiliki wewenang mengeluarkan SK. Dengan demikian pengertian amil zakat sebagaimana dijelaskan dalam kitab fiqih sebagai berikut, 

كفاية الأخيار في حل غاية الإختصار - (ج 1 / ص 194)

الصنف الثالث: العامل، وهو الذي استعمله الإمام على أخذ الزكوات ليدفعها إلى مستحقيها كما أمره الله تعالى.

"Bagian ketiga: Amil (zakat), yaitu orang yang ditunjuk/diperkerjakan mengelola zakat oleh Imam (pemimpin) untuk mendistribukan zakat kepada orang yang berhak, sebagaimana yang diperintahkan Allah Ta'ala." (Kifayatul Akhyar juz 1 hal.194)

Dalam kitab al- Umm juz 2, hal 84 disebutkan juga bahwa,

الأم الجزء 2 صحـ : 84 مكتبة دار المعرفة

وَلاَ يَجُوْزُ لَكَ إذَا كَانَتْ الزَّكَاةُ فَرْضًا عَلَيْكَ أَنْ يَعُوْدَ إلَيْكَ مِنْهَا شَيْءٌ فَإِنْ أَدَّيْتَ مَا كَانَ عَلَيْكَ أَنْ تُؤَدِّيَهُ وَإِلاَّ كُنْتَ عَاصِيًا لَوْ مَنَعْتَهُ فَإِنْ قَالَ فَإِنْ وَلَّيْتَهَا غَيْرِيْ قِيْلَ إذَا كُنْتَ لاَ تَكُوْنُ عَامِلاً عَلَى غَيْرِكَ لَمْ يَكُنْ غَيْرُكَ عَامِلاً إذَا اسْتَعْمَلْتَهُ أَنْتَ وَلاَ يَكُوْنُ وَكِيْلُكَ فِيْهَا إِلاَّ فِيْ 

مَعْنَاكَ أَوْ أَقَلَّ لأَنَّ عَلَيْك تَفْرِيْقُهَا فَإِذَا تَحَقَّقَ مِنْكَ فَلَيْسَ لَك اْلانْتِقَاصُ مِنْهَا لَمَّا تَحَقَّقْتَ بِقِيَامِهِ بها  اهـ

"Tidak halal bagimu jika zakat itu wajib bagimu, sebagian darinya dikembalikan kepadamu, jika kamu membayar apa yang wajib kamu bayarkan, sebaliknya maka kamu berdosa jika ada orang yang mengatakan, “Jika aku menugaskannya kepada orang lain,” dikatakan, “Jika kamu tidak bertanggung jawab atas orang lain, maka orang lain itu bukanlah amil, jika kamu mempekerjakannya dan dia bukan amil kamu.” Tidak ada yang lain selain itu dalam maknanya kurang lebih karena harus dipisahkan, jika terbukti olehmu, maka kamu tidak berhak menguranginya karena kamu telah mencapainya dengan melakukannya." (Al-Umm juz 2 hal.84)

Di dalam kitab lainnya disebutkan,

البيان جز ٣ صحيفة ٤٠٦

فإن أخذ الإمام من رجل زكاته وكان الدافع مستحقا لأخذ الزكاة فدفع الإمام إليه زكاته بعينه أجزءه لأن ذمته قد برئت بتسليمها إلى الإمام وإنما رجعت بسبب آخر..

"Jika seorang imam (amil zakat) mengambil dari seorang laki-laki akan zakatnya dan orang yang membayar zakat itu layak untuk mengambil zakatnya (mustahiq zakat), dan imam itu membayarkan (mengembalikan) zakat kepadanya secara langsung, maka hal itu boleh, karena kewajibannya telah terhapuskan dengan menyerahkannya kepada imam (amil zakat), tetapi tidak dikembalikan karena alasan lain.." (La-Bayan juz 3 hal.406)

Dari ibaroh diatas , akhirnya difahami oleh sebagian pihak bahwa tindakan panitia zakat selama ini yg mengumpulkan dan mencampur hasil zakat fitrah adalah sebuah kesalahan besar, sebab hal tersebut berpotensi kembalinya beras zakat pada muzakki.

Tafsil, jika panitia zakat tersebut merupakan badan resmi yg diangkat oleh pemerintah, maka tindakan amil tersebut tidaklah salah, sebab dengan demikian tanggungan muzaki telah gugur saat menyerahkan zakat pada amil resmi tersebut. Dan amil berhak memberikan hasil zakat pada siapapun yg berhak dan termasuk muzakki sendiri. Namun bila panitia tersebut hanya dibentuk oleh tokoh masyarakat atau ormas maka tindakannya dapat disalahkan sebab dengan begitu status panitia hanya sebagai wakil dari muzaki (tidak boleh mencampur beras zakat dengan kata lain beras tidak boleh kembali lagi pada dirinya sendiri).

Adapun cara menyerahkan zakat kepada amil zakat cara dan niatnya dijelaskan,

حاشية إعانة الطالبين جز ٢ صحيفة ٢٠٦

وتكفي النية إعطاء إمام الزكاة لأن الإمام نائب المستحقين فالدفع إليه كالدفع إليهم ولهذا أجزأت وإن تلفت عنده بخلاف الوكيل

"Niatnya cukup dengan mengeluarkan zakat kepada imam (amil zakat), karena imam adalah wakil para penerima manfaat (mustahiq zakat), maka menunaikannya seperti membayar kepada mereka, dan oleh karena itu diperbolehkan, meskipun hilang di hadapannya. berbeda dengan wakilnya (panitia zakat)." (Hasyiah I'anah Ath-Tholibin juz 2 hal.206)

Dalam kitab lain juga ada penjelasan, 

نهاية الزين صحـ : 178

وَيُشْتَرَطُ لِبَرَاءَةِ ذِمَّةِ الْمُوَكِّلِ الْعِلْمُ بِوُصُوْلِهَا لِلْمُسْتَحِقِّ وَمِثْلُ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزُ السَّفِيْهُ وَ الرَّقِيْقُ فِيْ ذَلِكَ  اهـ

"Dan disyaratkan untuk wakil (amil zakat; sebagai salah satu mustahiq zakat) supaya terbebas dari tanggung jawabnya, maka ia harus mengetahui bahwa tanggung jawab itu telah sampai kepada orang yang berhak, dan sebagai contoh anak yang berakal budi (mumayyiz) adalah orang yang bodoh dan budak dalam hal ini." (Nihayah Az-Zain hal.178)

Adapun mengenai panitia zakat yang tidak memiliki legalitas dari pemerintah dalam hal ini SK dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas atau yang setingkat) maka mencampur beras zakat fitrah adalah suatu kesalahan. Sebagaimana penjelasan berikut,

المنثور الجزء 2 صحـ : 125

الخَلْطُ بِمَا لاَ يَتَمَيَّزُ بِمَنْزِلَةِ اْلإِتْلاَفِ وَلِهَذَا لَوْ خَلَطَ الْوَدِيْعَةَ بِمَالِهِ وَلَمْ تَتَمَيَّزْ ضَمِنَ وَلَوْ غَصَبَ حِنْطَةً أَوْ زَيْتًا وَخَلَطَهَا بِمِثْلِهَا فَهُوَ إهْلاَكٌ حَتَّى يَنْتَقِلَ ( ذَلِكَ ) الْمَالُ إلَيْهِ وَيَتَرَتَّبَ فِي ذِمَّتِهِ بَدَلُهُ وَحِينَئِذٍ فَيَضْمَنُ ضَمَانَ الْمَغْصُوْبِ اهـ

"Mencampur dengan sesuatu yang tidak dapat dibedakan sama dengan pembusukan. Oleh karena itu, jika dia (panitia zakat) mencampurkan titipan itu dengan uangnya, namun tidak ada yang membedakannya, meskipun dia menyita gandum atau minyak dan mencampurkannya dengan sesuatu. Baginya, itu adalah penyusutan sampai (bahwa) uang itu ditransfer kepadanya dan dia bertanggung jawab atas penggantiannya, dan kemudian dia dijamin hak milik dari harta yang dirampas itu." (Al-Mantsur juz 2 hal.125)

Lebih lanjut dijelaskan dalam kitab fiqih Fathul Wahhab berikut,

2- فتح الوهاب - (ج 1 / ص 202)

المال الباطن زكاة الفطر (و) له أداؤها بنفسه أو وكيله (لامام) لانه (صلى الله عليه وسلم) والخلفاء بعده كانوا يبعثون السعاة لاخذ الزكوات، (وهو) أي أداؤها له (أفضل) من تفريقها بنفسه أو وكيله لانه أعرف بالمستحقين (إن كان عادلا) فيها وإلا فتفريقه بنفسه أو وكيله أفضل من الاداء له، وتفريقه بنفسه أفضل من تفريقه بوكيله (وتجب نية) في الزكاة (كهذا زكاة أو فرض صدقة) أو صدقة مالي المفروضة

"Harta yang tersembunyi itu adalah Zakat Fitrah (dan) ia berhak membayarkannya sendiri atau wakilnya (kepada seorang imam sebagai amil zakat) karena ia (Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) dan para khalifah setelahnya biasa mengirim kurir untuk mengambilkan zakat, yaitu menyalurkan zakat kepadanya (panitia zakat itu lebih baik) daripada membagikannya sendiri atau (menyerahkan zakat kepada) wakilnya (panitia zakat itu lebih utama) karena dia mengetahui siapa yang berhak mendapatkannya (jika dia adil) dalam pembagian zakat, jika (panitia zakat) tidak adil maka membagikan (zakat)nya sendiri (langsung) atau (boleh) menyerahkan zakatnya kepada wakilnya itu lebih baik daripada menyalurkannya langsung, dan mendistribusikannya sendiri itu lebih baik daripada mendistribusikannya melalui wakilnya (panitia zakat) (dan wajib niat) dalam bentuk zakat (seperti zakat ini atau sedekah wajib) atau sedekah keuangan wajib." (Fathul Wahhab juz 1 hal.202)

Dari keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa amil zakat dengan panitia zakat itu berbeda tupoksinya, sehingga apabila amil zakat diperbolehkan mencampur beras zakat sementara panitia zakat tidak dibenarkan melakukannya. Karena amil zakat adalah salah satu mustahiq zakat sementara panitia zakat bukan termasuk mustahiq zakat (amilin). Lantas bagaimana jika panitia zakat tersebut termasuk fakir miskin?

Jawabnya, selama mereka belum memiliki legalitas sebagai amil maka status kepanitian zakatnya sebatas wakil muzakki untuk mendistribusikan zakat dan tidak punya wewenang mengatur atau mengubah beras zakat. Wallahu a'lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar