MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Kamis, 25 Agustus 2022

15 KIFAYATUL AKHYAR TERJEMAH

 


SYARAT-SARATNYA WUDHU'

فَرَائِضُ الْوُضُوْءُ

Fardu-nya Wudhu'

فَصْلٌ

FASHAL

﴿ وَفَرَائِضُ الْوُضُوْءُ سِتَّةُ النِّيَّةِ عِنْدَ غَسْلِ الْوَجْهِ ﴾

﴾Fardu-nya wudhu' ada enam yaitu berniat ketika membasuh wajah﴿

اِعْلَمْ أَنَّ الْوضُوْءَ لَهُ شُرُوْطٌ وَفُرُوْضُ

Ketahulah bahwa berwudhu' untuknya memiliki syarat-syarat dan yang di wajibkan

فَالشُّرُوْطُ الْإِسْلاَمُ وَالتَّمْيِزُ وَطَهُوْرِيَّةِ الْمَاءُ وَعَدَمُ الْمَانِعُ الْحَسِي كَالْوَسَخِ وَعَدَمِ الْمَانِعُ الشَّرْعِيُّ كَالْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَدُخُوْلِ الْوَقْتِ فِي حَقَّ ذَوِي الضَّرُوْرَاتِ كَالْمُسْتَحَاضَةِ وَمَنْ بِهِ الرِّيْحُ الدَّائِمُ

Maka syarat-nya adalah islam dan yang telah tamyiz dan bersuci dengan air dan ketiadaan yang mencegah yang bersifat kotor, seperti kotoran dan ketiadaan yang mencegah yang bersifat syar'i, seperti haidh dan nifas dan masuknya waktu dalam kepastian memiliki bahaya, seperti orang yang istihadah dan orang dengannya yang berkentut terus-menerus

CARA MENGUCAPKAN NIAT KETIKA INGIN BERWUDHU'

وَأَمَّا الْفُرُوْضُ فَسِتَّةُ كَمَا ذَكَرَهُ الشَّيْخُ٬ أَحَدُهَا : النِّيَّةُ

Dan adapun kewajiban berwudhu' maka ada enam, sebagaimana di sebutkan oleh Syekh, Salah satunya : Niat

لِقَوْلِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامْ : 《 إِنَّمَا الْأَعْمَال بِالنِّيَّاتِ 》

Karena sabda Nabi saw : 《 Sesungguhnya semua perbuatan itu, tergantung dengan niat 》

وَهِيَ فَرْضٌ فِي طَهَارَاتِ الْأَحْدَاثِ وَلَا تَجِبُ فِي إِزَالَةِ

Niat adalah suatu kewajiban dalam mensucikan hadats dan tidak wajib niat dalam menghilangkan

اَلنَّجَاسَاتِ عَلَى الصَّحِيْحِ وَالْفَرْقُ أَنَّ الْمَقْصُوْدِ مِنَ النَّجَاسَاتَ إِزَالَتُهَا وَهِيَ تَحْصَلُ بِالْغَسْلِ بِخِلَافِ

Najis-najis, atas pendapat yang shahih dan perbedaan bahwa yang di maksud dari najis-najis dari yang menghilangkannya dan cara menghilangkan najis adalah dapat terjadi dengan membasuh, dengan ada khilaf

الْأَحْدَاثِ فَإِنَّ طَهَارَتَهَا عِبَادَةُ فَتَفْتَقِرُ إِلَى نِيَّةِ كَسَائِرِ الْعِبَادَاتِ كَذَا قَالَهُ الرَّافِعِيُّ

Al-Hadats, maka bahwa mensucikannya adalah ibadah, maka memerlukan kepada niat, seperti selain melakukan ibadah, sebagaimana perkataannya Ar-Rafi'i

وَشَرْطُ صِحَّتُهَا الْإِسْلَامِ فَلَا يَصِحُّ وُضُوْءُ الْكَافِرُ وَلَا غَسْلُهُ عَلَى الصَّحِيْحُ لِأَنَّ النِّيَّةِ عِبَادَةِ

Dan Syarat sah nya Wudhu' adalag islam, maka tidak sah wudu'nya orang kafir dan tidak sah mandi hadats-nya, atas pendapat yang shahih karena sesungguhnya niat adalah ibadah

وَالْكَافِرُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِهَا وَلَا تَصِحُّ طَهَارَةُ الْمُرْتَدُ قَطْعًا تَغْلِيْظًا عَلَيْهِ

Dan orang kafir bukan dari ahli ibadah dan tidak sah bersucinya orang murtad secara pasti sebagai penekanan atasnya

وَوَقْتُ النِّيَّةِ الْوَاجِبَةِ عِنْدَ غَسْلِ أَوَّلِ جُزْءٍ مِنَ الْوَجْهِ لِأَنَّ أَوَّلِ الْعِبَادَاتِ الْوَاجِبَةِ وَلَا يُثَابُ عَلَى السُّنَنِ الْمَاضِيَةِ وَكَيْفِيَّتُهَا إِِنْ كَانَ الْمُتَوَضِيْءُ سَلِيْمًا لَا عِلَّةَ بِهِ أَنَّ يَنْوِيَ أَحَدَ ثَلَاثَةِ أُمُوْرِ

Dan waktu niat yang wajib adalah ketika membasuh bagian pertama dari wajah karena sesungguhnya pertama ibadah yang wajib dalam wudhu' dan tidak memberikan pahala atas sunnah yang dahulu dan tatacaranya niat jika ada orang yang berwudhu' selamat, tidak ada penyakit dengannya bahwa meniatkan salah satu yang ketiga perkara ini

أَحَدُهَا : رَفْعُ الْحَدَثِ أَوِ الطَّهَارَةُ عَنِ الْحَدَثِ

Pertama : menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats

الثَّانِي : أَنْ يَنْوِيَ اِسْتِبَاحَةَ الصَّلَاةِ أَوْ غَيْرُهَا مِمَّا لَا يُبَاحُ إِلَّا بِالطَّهَارَةِ

Kedua : untuk meniatkan yang membolehkan melakukan Shalat atau selainnya dari yang tidak di bolehkan kecuali dengan bersuci

الثَّالِثُ : أَنْ يَنْوِيَ فَرْضَ الْوُضُوْءِ أَوْ أَدَاءِ الْوُضُوْءِ وَإِنْ كَانَ النَّاوِي صَبِيًا

Ketiga : untuk meniatkan fardu-nya wudhu' atau melaksanakan wudhu' dan jika ada yang di niatkan anak kecil

قَالَ النَّوَوِيُّ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَلَوْ نَوَى الطَّهَارَةَ لِلصَّلَاةِ أَوِ الطَّهَارَةَ لِغَيْرِهَا مِمَّا يَتَوَقَّفُ عَلَى الْوُضُوْءِ كَفَى

Berkata Imam Nawawi dalam kitab 《 SYARAH AL-MUHADZDZAB 》 dan seandainya berniat bersuci untuk melakukan Shalat atau bersuci untuk selainnya dari yang bergantung atas wudhu', maka telah cukup

وَذَكَرَهُ فِي التَّنْبِيْهِ وَلَوْ نَوَى الطَّهَارَةَ وَلَمْ يَقُلْ عَنِ الْحَدَثِ لَا يَجْزِيَهُ عَلَى الصَّحِيْحِ لِأَنَّ الطَّهَارَةَ تَكُوْنُ عَنِ الْحَدَثِ وَعَنِ النَّجَسِ فَلَا بُدَّ مِنْ نِيَّةِ تَمْيِزٍ وَلَوْ نَوَى الْوُضُوْءَ فَقَطْ صَحَّ عَلَى الْأَصَحَّ فِي التَّحْقِيْقِ وَشَرْحُ الْمُهَذَّبِ بِخِلَافِ مَا إِذَا نَوَى الْغَسْلِ وَهُوَ جَنَبَ فَلَا يَكْفِي

Dan menyebutkannya dalam peringatannya dan seandainya niat bersuci dan tidak berkata dari menghilangkan hadats, maka tidak mendapatkan balasan pahala ibadah, atas pendapat yang Shahih karena sesungguhnya bersuci pasti dari hadats dan dari najis, maka tidak ada pilihan dari perbedaan dan seandainya niat berwudhu' saja, maka shah wudhu'nya, atas pendapat yang Ashah dalam kitab 《 AT-TAHQIQ 》 dan kitab 《 SYARAH AL-MUHADZDZAB 》 beda dengan apa, jika niat mandi dan dia adalah keadaan junub, maka tidak cukup

وَفَرَّقَ الْمَاوَرْدِيُّ بِأَنَّ الْوُضُوْءَ لَا يُطْلِقُ عَلَى غَيْرِ الْعِبَادَةِ بِخِلاَفِ الْغَسْلِ وَلَوْ نَوَى رَفْعُ الْحَدَثِ وَالْاِسْتِبَاحَةِ فَهُوَ نِهَايَةُ النِّيَّةُ

Dan di bedakan oleh Al-Mawardi bahwasannya berwudhu' tidak di mutlakkan atas selain beribadah, beda dengan mandi dan seandainya niat menghilangkan hadats dan membolehkan melakukan Shalat maka dia adalah kesimpulan dari niat

وَأَمَّا مَنْ بِهِ عِلَّةِ كَمَنْ بِهِ سَلَسَ الْبَوْلِ أَوْ كَانَتْ مُسْتَحَاضَةِ فَيَنْوِيَ الْاِسْتِبَاحَةِ عَلَى الصَّحِيْحِ وَلَا يَصِحُّ أَنْ يَنْوِيَ رَفْعَ الْحَدَثِ لِأَنَّ الْحَدَثَ مُسْتَمِرَّ وَلَا يتَصَوَّرُ رَفْعَهُ

Dan adapun orang yang dengannya memiliki penyakit, seperti orang dengannya SALASAL BAUL ( kencing terus menerus ) atau wanita mustahadhah, maka berniat membolehkan melakukan Shalat, atas pendapat yang Shahih dan tidak sah jika berniat menghilangkan hadats karena sesungguhnya hadats berkesinambungan dan tidak dapat di gambarkan menghilangkannya

وَقِيْلَ : يَجِبُ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَهُمَا يَكْفِي أَحَدَهُمَا

Dan di katakan : wajib untuk menjama' diantara keduanya dan cukup salah satu keduanya

SYARAT SAHNYA NIAT WUDHU'

﴿ فَرْعٌ ﴾ شَرْطُ النِّيَّةِ الْجَزْمُ فَلَوْ شَكَّ فِي أَنَّهُ مُحْدِثٌ فَتَوَضَّأَ مُحْتَاطًا ثُمَّ تَيَقَّنَ أَنَّهُ مُحْدِثٌ لَمْ

﴾ Cabang ﴿ Syarat Niat adalah menetapkan, maka seandainya ragu-ragu dalam berniat, bahwasannya hadats, maka berwudhu' berhati-hati, kemudian meyakini bahwasannya berhadats, maka tidak

يُعْتَدَّ بِوُضُوْئِهِ عَلَى الْأَصَحِّ لِأَنَّهُ تَوَضَّأَ مُتَرَدِّدًا وَلَوْ تَيَقَّنَ أَنَّهُ مُحْدِثَ وَشَكَّ فِي أَنَّهُ تَطَهَّرَ ثُمَّ بَانَ مُحْدِثًا أَجْزَأَهُ قَطْعًا لِأَنَّ الْأَصْلَ بَقَاءُ الْحَدَثِ فَلَا يَضُرُّ تَرَدَّدُهُ مَعَهُ فَقَوِيَ جَانِبَ النِّيَّةِ بِأَصْلِ الْحَدَثَ بِخِلَافِ الصُّوْرَةِ الْأُوْلَى٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ

menyalahi dengan wudhu'nya, atas pendapat yang ashoh, karena sesungguhnya berwudhu' dengan ragu-ragu dan seandainya meyakini bahwasannya berhadats dan ragu-ragu dalam hadats bahwasannya telah bersuci, kemudian tampak berhadats, maka wudhu'nya yang demikian telah mencukupi secara pasti karena sesungguhnya wudhu' tersebut kembali dengan asal tertinggalnya hadats, maka tidak akan merugikan pada keraguan bersamanya, maka kuatlah bagian niat dengan asal hadats, beda dengan gambaran yang pertama, Allah lebih mengetahui

﴿ فَرْعٌ ﴾ لَوْ كَانَ يَتَوَضَّأُ فَنَسِيَ لَمْعَةِ فِِي الْمَرَّةِ الْأُوْلَى فَإِنْغَسَلَتْ فِي الْغَسْلَةُ الثَّانِيَةُ أَوِ الثَّالِثَةُ أَجْزَأَهُ عَلَى الصَّحِيْحِ

﴾ Cabang ﴿ seandainya telah melakukan wudhu' maka terlupakan sebagian kulit dalam sekali basuhan yang pertama, maka ia membasuh dalam basuhan yang kedua atau yang ketiga, yang demikian sudah mencukupi, atas pendapat yang Shahih

بِخِلَافِ مَا إِذَا اِنْغَسَلَتْ اَللَّمْعَةِ فِي تَجْدِيْدِ الْوُضُوْءِ فَإِنَّهُ لَا يُجْزَئَهُ عَلَى الصَّحِيْحِ

Berbeda dengan apa, jika ia membasuh sebagian kulit dalam memperbarui wudhu' maka sesungguhnya yang demikian tidak mencukupinya, atas pendapat yang Shahih

وَالْفِرْقَ أَنَّ نِيَّةَ التَّجْدِيْدَ لَمْ تَشْتَمِلَ عَلَى نِيَّة فَرْضِ بِخِلَافِ الْغَسْلَةِ الثَّانِيَةِ وَالثَّالِثَةِ

Dan perbedaannya adalah bahwa niat pempebaruan, tidak mencakup atas niat fardhu, maka beda dengan membasuh yang kedua dan yang ketiga

فَإِنَّ نِيَّةَ فَرْضِ الْوُضُوْءِ شَمَلَتْ اَلثَّلَاثَ فَمَا لَمْ يُتْمِمْ اَلْأُوْلَى لَا تُحَصِّلُ الثَّانِيَةَ وَالثَّالِثَةَ وَالْخَطَأَ فِي الْاِعْتِقَادُ لَا يُضِرُّ إِلاَّ تَرَى أَنَّ الْمُصَلِّي لَوْ تَرَكَ سَجَدَةَ مِنَ الْأُوْلَى نَاسِيًا وَسَجَدَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ تُمِتْ اَلْأُوْلَى وَإِنَّ اِعْتَقَدَ خِلاَفَ ذَلِكَ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمُ

Maka bahwa niat fardhu wudhu' adalah ia telah mencakup yang ke tiga, maka apa tidak dapat melengkapi yang pertama dan tidak menghasilkan kesalahan yang kedua dan yang ketiga dalam mempercayai yang tidak ada kesalahan kecuali melihat bahwa orang yang Shalat seandainya meninggalkan dari sujud pertama yang terlupakan dan bersujud dalam raka'at kedua telah melengkapkan yang pertama dan bahwa hal itu telah di pikirkan adanya perbedaan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar