MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Kamis, 24 Februari 2022

KAJIAN TENTANG HUKUM DAN ATURAN PENGGUNAAN PENGERAS SUARA DI MASJID

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

ٱدْعُوا۟ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ

"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-A'raf : 55)

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'raf : 205)

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا

 “Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al-Asmaul-Husna dan  janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." (QS. Al-Isra' : 110)

Viral dan heboh sebagian muslim Indonesia terkait kebijakan pemerintah melalui Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menerbitkan surat edaran (SE) yang mengatur tentang pengeras suara masjid dan mushalla. Aturan itu ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022. 

Sementara di negeri muslim lain, Mesir misalnya, tercatat mulai menerapkan aturan pembatasan pengeras suara sejak sejak 2018 lalu. Pada bulan Juni 2021, Arab Saudi secara resmi mengeluarkan edaran terkait dengan pengaturan suara di masjid dan mushalla. Arab Saudi membatasi penggunaan pengeras suara  hanya boleh digunakan untuk azan dan ikamah. Arab Saudi sendiri saat ini memiliki kurang lebih 98.000 masjid di seantero wilayah Kerajaan Arab.

Sebagaimana dilansir Gulf News, Menteri Urusan Islam Saudi, Anullarif bin Abdulaziz Al-Sheikh, merilis edaran mengenai pembatasan penggunaan pengeras suara ini ke seluruh masjid. Al-Sheikh menegaskan bahwa pihaknya sudah menyiapkan sanksi keras bagi siapapun yang melanggar aturan ini.

Masih merujuk Syariah itu, Al-Sheikh menyatakan bahwa suara imam seharusnya hanya didengar jelas oleh orang-orang di dalam masjid. Menurutnya, suara imam tak perlu terdengar sampai ke rumah-rumah di sekitar masjid.

Selain itu, Dewan Ulama Senior Arab Saudi juga sudah mengeluarkan fatwa serupa terkait pembatasan penggunaan pengeras suara masjid.

Masih ada negara mayoritas muslim yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan mushalla diantaranya Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA) dan Malaysia pada tahun 2017.

https://muslim.okezone.com/read/2022/02/24/614/2552512/selain-indonesia-5-negara-mayoritas-muslim-ini-juga-atur-penggunaan-pengeras-suara-masjid

Bagaimana dengan aturan hukum di negeri kita terkait penggunaan pengeras suara? Sebenarnya tadarus atau pemutaran kaset pengajian dengan pengeras suara masjid atau mushalla untuk sejumlah keperluan tersebut boleh saja. Tetapi pemutaran kaset itu atau tadarus Al-Qur'an dengan durasi panjang misalnya lebih dari satu jam juga tidak baik karena dapat mengganggu orang yang memerlukan kondisi tenang. Pemutaran kaset terlalu lama hanya membuat bising atau polusi suara hingga menggangu aktivitas sebagian masyarakat. Kebisingan atau polusi suara ini yang dilarang dalam agama. 

Jangankan pakai pngeras suara tadarus tanpa pengeras suara lalu mengacaukan konsenstrasi orang yang sedang shalat jelas dilarang agama sebagai keterangan Sayyid Abdurrahman Ba’alawi dalam Bughyatul Mustarsyidin berikut ini, 

فائدة: جماعة يقرأون القرآن في المسجد جهراً، وينتفع بقراءتهم أناس، ويتشوّش آخرون، فإن كانت المصلحة أكثر من المفسدة فالقراءة أفضل، وإن كانت بالعكس كرهت اهـ فتاوى النووي 

“(Pemberitahuan) sekelompok orang membaca Al-Qur'an dengan lantang di masjid. Sebagian orang mengambil manfa'at dari pengajian mereka. Tetapi sebagian orang lainnya terganggu. Jika maslahatnya lebih banyak dari mafsadatnya, maka baca Al-Qur'an itu lebih utama (afdhal). Tetapi jika sebaliknya yang terjadi, maka baca Al-Qur'an itu menjadi makruh. Selesai. Fatwa Imam An-Nawawi,” (Lihat Sayyid Abdurrahman Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Fikr, 1994 M/1414 H], halaman 108).

Sayyid Abdurrahman Ba’alawi menjelaskan lebih lanjut bahwa tadarus Al-Qur'an, zikir, atau semacamnya hingga membuat polusi suara bukan saja dilarang karena dapat mengganggu orang yang sedang shalat. Semua itu dilarang dan karenanya harus dihentikan atau dikurangi volume suaranya karena dapat mengganggu sebagian orang lain bahkan mengganggu orang istirahat.

لا يكره في المسجد الجهر بالذكر بأنواعه ، ومنه قراءة القرآن إلا إن شوّش على مصلّ أو أذى نائماً ، بل إن كثر التأذي حرم فيمنع منه حينئذ ، كما لو جلس بعد الأذان يذكر الله تعالى ، وكل من أتى للصلاة جلس معه وشوّش على المصلين ، فإن لم يكن ثم تشويش أبيح بل ندب لنحو تعليم إن لم يخف رياء 

“Zikir dan sejenisnya antara lain membaca Al-Qur'an dengan lantang di masjid tidak makruh kecuali jika menggangu konsentrasi orang yang sedang sembahyang atau mengusik orang yang sedang tidur. Tetapi jika bacaan Al-Qur'an dengan lantang itu lebih banyak mengganggu (menyakiti orang lain), maka saat itu bacaan Al-Qur'an dengan lantang mesti dihentikan. Sama halnya adengan orang yang duduk setelah azan dan berzikir. Demikian halnya dengan setiap orang yang datang untuk shalat ke masjid, lalu duduk bersamanya, kemudian mengganggu konsentrasi orang yang sedang shalat. Kalau di sana tidak memunculkan suara yang mengganggu, maka zikir atau tadarus Al-Qur'an itu itu hukumnya mubah bahkan dianjurkan untuk kepentingan seperti taklim jika tidak dikhawatirkan riya,” (Lihat Sayyid Abdurrahman Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Fikr, 1994 M/1414 H], halaman 108). 

Pandangan Sayyid Abdurrahman Ba’alawi ini bukan tanpa dasar. Sebuah riwayat menceritakan bagaimana Rasulullah yang sedang beritikaf menegur orang yang membaca Al-Qur'an dengan suara lantang sehingga ibadah itikafnya terganggu sebagaimana riwayat hadits berikut ini,

  عن أبي سعيد قال اعتكف رسول الله صلى الله عليه وسلم في المسجد فسمعهم يجهرون بالقراءة فكشف الستر وقال ألا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة 

“Dari Abu Said, ia bercerita bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan itikaf di masjid. Di tengah itikaf ia mendengar mereka (jama'ah) membaca Al-Qur'an dengan lantang. Rasulullah kemudian menyingkap tirai dan berkata, ‘Ketahuilah, setiap kamu bermunajat kepada Tuhan. Jangan sebagian kamu menyakiti sebagian yang lain. Jangan juga sebagian kamu meninggikan atas sebagian lainnya dalam membaca.’ Atau ia berkata, ‘dalam shalat,’” (HR Abu Dawud). 

Hadits riwayat Abu Dawud ini secara jelas mengangkat persoalan polusi suara. Keterangan ini bisa didapat dari Syarah Abu Dawud sebagai berikut,        

عن أبي سعيد) وهو الخدري (ولا يرفع بعضكم على بعض) أي صوته (أو قال في الصلاة) شك من الراوي. قال المنذري: وأخرجه النسائ 

“(Dari Abu Said) ia adalah Al-Khudri. (Jangan juga sebagian kamu meninggikan) suaranya (atas sebagian lainnya). (Atau ia berkata, ‘dalam shalat.’) keraguan datang dari perawi. Al-Mundziri berkata, ‘Hadits ini juga diriwayatkan oleh An-Nasai,’” (Lihat Abu Abdirrahman Abadi, Aunul Ma‘bud ala Sunan Abi Dawud, [Yordan: Baitul Afkar Ad-Dauliyyah, tanpa catatan tahun], halaman 626). 

Oleh karena itu, pengurus masjid yang akan memutar kaset pengajian atau jama'ah yang hendak tadarus Al-Qur'an dengan pengeras suara masjid atau mushalla perlu mengukur durasi dan memiliki tujuan jelas, yaitu mengingatkan masyarakat akan masuknya waktu shalat atau syiar.

Tetapi pertimbangan durasi ini menjadi penting agar tidak menimbulkan polusi suara atau kebisingan yang tidak perlu. Artinya, pengurus masjid perlu mempertimbangkan sebagian masyarakat yang sedang sakit, orang perlu istirahat, lansia yang membutuhkan ketenangan, pelajar yang membutuhkan konsentrasi untuk belajar, atau pekerja yang memerlukan suasana kondusif tanpa polusi suara. Tentu saja ini tidak hanya berlaku untuk pengeras suara masjid, tetapi juga anggota masyarakat, instansi negara maupun swasta yang ingin menggunakan pengeras untuk pelbagai kepentingan. Pada prinsipnya, boleh saja asal tidak mengganggu orang lain. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar