Selasa, 24 Maret 2020
KAJIAN TENTANG PENYELAMAT MANUSIA DUNIA AKHIRAT
Setiap manusia menginginkan keselamatan dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak, sesuai dengan doa yang diajarkan oleh Allah 'Azza wa Jalla di dalam Al-Qur’an, yaitu, “Ya Allah berikanlah kami keselamatan dan kebagiaan hidup didunia dan keselamatan kehidupan di akhirat serta hindarilah kami dari azab api neraka”. (QS. Al-Baqarah : 201)
Oleh karena itu perlu usaha dan ikhtiar secara sungguh-sungguh dan ikhlas agar kita dapat meraih dambaan tersebut. Ada empat hal yang dapat menyelamatkan hidup manusia, baik di dunia maupun diakhirat nanti, yaitu kita harus selalu ingat kepada Allah dimanapun kita berada, kita harus selalu ingat akan akhir kehidupan yaitu mati, kita harus melupakan kebaikan yang pernah kita lakukan untuk menghindari sifat ria dan kita harus melupakan kejahatan orang pada kita agar kita tidak memiliki sifat pendendam.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ: خَشْيَةُ اللّهِ فِي السِّرِّ وَ الْعَلَانِيَةِ، وَالْعَدْلُ فِي الغَضَبِ والرِّضَا، وَالقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَ الغِنَى (رواه الطبراني عن أنس بن مالك)
Rasulullah Shallallahu wa ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal yang akan mendatangkan keselamatan, "Takut kepada Allah Ta’ala dalam kesendirian dan keramaian, berlaku adil dalam keadaan ridha dan benci, dan berhemat dalam keadaan faqir (miskin) dan kaya.” (HR. Thabrani dari Anas bin Malik)
Rasulullah Shallallahu wa ‘alaihi wa sallam pernah memaparkan dua hal kontadiktif ketika bercerita di hadapan sahabatnya tentang laki-laki yang bergelimang dosa sepanjang hidupnya.
عن أبي هريرة، عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: ((أسرف رجلٌ على نفسه، فلما حضره الموتُ أوصى بنيه فقال: إذا أنا مت، فأحرقوني، ثم اسحقوني، ثم اذرُوني في الريح في البحر، فوالله لئن قدَر عليَّ ربي ليعذبني عذابًا ما عذَّبه به أحدًا، قال: ففعلوا ذلك به، فقال للأرض: أدِّي ما أخذتِ، فإذا هو قائم، فقال له: ما حملكَ على ما صنعتَ؟ فقال: خشيتُك يا رب - أو قال: مخافتك - فغفر له بذلك))؛ رواه الشيخان واللفظ لمسلم، باب في سعة رحمة الله -تعالى- وأنها سبَقت غضبَه
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "Seorang lelaki telah melampaui batas karena kelakuannya, lelaki tersebut berwasiat kepada keluarganya agar saat meninggal nanti jenazahnya dibakar.
Tak hanya itu, ia juga berpesan kepada anak-anaknya agar usai hangus dilalap api, sebagian abu jasadnya dibuang ke daratan, sebagian lain di lautan. Wasiat ini muncul dari ketakutan mendalam. Si lelaki sadar bahwa Allah 'Azza wa Jalla kelak menyiksanya, dan skenario pembakaran dan pembuangan abu tersebut adalah siasat menghindari siksaan itu.
Dosa-dosanya menggunung, sementara kebaikannya nihil. Ia berharap bisa lolos dari azab berat dengan menghilangkan jejak jasmani. Ketika kematian itu telah tiba, wasiat pun dijalankan dengan baik oleh putra-putranya.
Allah 'Azza wa Jalla yang Maha Kuasa. Saat orang tersebut meninggal dunia, Allah memerintahkan daratan dan lautan untuk menghimpun abu itu dan menghidupkannya kembali.
Allah bertanya kepada si laki-laki, "Kenapa kau melakukan hal ini?" "Karena khasyyah (takut), ya Rabb, dan Engkau lebih mengetahuinya."
Rasulullah mengabarkan bahwa lelaki itu akhirnya mendapat ampunan dari Allah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kisah ini tertuang dalam sejumlah hadits antara lain Shahih Muslim (4/2111) yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri (nomor 2756, 2757), juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari di beberapa tempat dalam Shahih Bikhari.
Lalu, dimana letak kontradiksinya? Di satu sisi lelaki itu berlumuran dosa namun di sisi lain menjelang kematiannya ia melakukan ibadah besar, yakni khasyyatullah (takut kepada Allah).
Rahmat Allah selalu lebih besar dari dosa-dosa hamba-Nya. Karena itu harapan akan kasih sayang dan ampunan-Nya senantiasa terbuka selama seorang hamba tulus menaruh harap dan ketundukan.
Kata khasyyah dalam Al-Qur'an diidentikkan dengan sifat nabi dan ulama. Artinya, ketakutan tersebut bukan semata cemas akan bahaya sesuatu, tetapi dilandasi pula oleh ilmu dan pengagungan terhadap Allah.
Ketahuilah bahwa manusia memiliki sistem pertahanan yang menjadi tameng untuk menangkal zat-zat asing masuk ke dalam tubuh. Zat-zat asing ini berbahaya bagi tubuh, bahkan bisa sampai bersifat membunuh. Sistem pertahanan tubuh ini bernama antibodi. Antibodi inilah yang bertugas melawan bakteri, virus, parasit, dan lain sebagainya.
Seorang muslim juga memiliki sistem pertahanan lain, yang berfungsi untuk membentengi dirinya dari dosa dan maksiat. Sistem pertahanan itu bernama khasyatullah, rasa takut kepada Allah. Takut itulah yang menjadikannya gentar untuk menerjang larangan-larangan Tuhannya. Takut itu pula yang membisikkan ke hatinya untuk urung mengeksekusi niatan-niatan buruk yang telah ia rencanakan. Takut itu pula yang meluapi relung hatinya dengan perasaan selalu diawasi oleh Sang Pencipta. Takut itu pula yang menyesaki jiwanya dengan kesadaran bahwa tidak ada satupun yang terluput dari penglihatan Tuhannya.
Ada kalanya sistem pertahanan tubuh yang bernama antibodi tadi rapuh, sehingga penyakit datang menjangkiti. Demikian halnya dengan sistem pertahanan jiwa yang telah kita sebutkan, ada saat dimana pertahanan itu rapuh. Iman manusia fluktuatif, adakalanya iman itu melemah sehingga khasyyatullah memudar. Maka disaat itulah tameng dosa menjadi rapuh, sehingga diri dikuasai setan dan nafsu, kemudian terjatuhlah manusia dalam dosa dan kesalahan. Sebab-sebab lain yang dapat melemahkan sistem pertahanan jiwa dari dosa adalah cinta dunia, lalai, teman yang buruk, dan meremehkan kewajiban.
Antibodi manusia bisa diperkuat dengan pola hidup sehat dan asupan makanan yang bergizi. Khasyyatullah pun bisa kita tingkatkan dengan beberapa sebab, diantaranya :
*1. Berdzikir.*
Allah ta’ala berfirman,
الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ
“Dan mereka (orang-orang yang beriman) apabila disebut nama Allah, maka takutlah hati mereka.” (QS. Al-Anfal : 2)
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Hanya ulama (orang-orang yang berilmu) saja yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya dan Allah Maha Perkasa lagi Pengampun”. (QS. Fathir : 28)
Ibnu Katsir menafsirkan,
كلما كانت المعرفة للعظيم القديم أتم، والعلم به أكمل، كانت الخشية له أعظم وأكثر
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Inti dari ilmu adalah khasyyatullah, rasa takut kepada Allah.”
*2. Membayangkan pedihnya siksa Allah bagi hambanya yang durhaka.*
Allah ta’ala berfirman,
وَكَذَٰلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَىٰ وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شديد
“Dan begitulah siksa Tuhanmu terhadap pemukiman-pemukiman yang zalim. Sungguh siska-Nya pedih lagi kuat.” (QS. Huud : 102)
*3. Mengingat kematian.*
Nabi shallallahu’alaihiwasallam bersabda,”Perbanyaklah mengingat sang Penghancur Kelezatan (kematian).”
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, sudah menjadi kebiasaan Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam apabila beranjak dari sebuah majelis, Beliau berdoa untuk para sahabat yang hadir,
اللَّهمَّ اقسِم لَنا من خشيتِكَ ما يَحولُ بينَنا وبينَ معاصيكَ ، ومن طاعتِكَ ما تبلِّغُنا بِهِ جنَّتَكَ ، ومنَ اليقينِ ما تُهَوِّنُ بِهِ علَينا مُصيباتِ الدُّنيا
"Ya Allah bagikan kepada kami rasa takut kepadamu, yang membentengi kami dari bermaksiat kepadamu. (Dan juga bagikan kepada kami) ketaatan, yang dengannya Engkau sampaikan kami pada surga-Mu. (Dan juga bagikan kepada kami) keyakinan, yang dengannya Engkau ringankan atas kami musibah-musibah di dunia." Aamiin
Wallahu a'lam
Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar