Selasa, 17 Maret 2020
KAJIAN TENTANG MEWASPADAI VIRUS MEMATIKAN THA'UN DAN CORONA (COVID 19)
Ada sebagian kecil kaum muslimin percaya bahwa wabah atau penyakit menular itu tidak ada. Hal ini mereka dasarkan pada hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ ، وَيُعْجِبُنِى الْفَأْلُ » . قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ « كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ »
“Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah) dan tidak dibenarkan beranggapan sial. Sedangkan al fa’lu membuatkan takjub.” Para sahabat bertanya, “Apa itu al fa’lu?” “Kalimat yang baik (thoyyib)”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 5776 dan Muslim no. 2224)
Hal ini tentu kelihatannya bertentangan dengan kenyataan yang ada di mana kita melihat banyak sekali wabah dan penyakit yang menular, wabah ini bahkan bisa merenggut nyawa sekelompok orang dengan cepat.
Perlu diketahui ada dalil-dalil lain yang menunjukkan bahwa Islam juga mengakui adanya wabah penyakit menular.
Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يُوْرِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
“Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit”. (HR. Muslim no. 2221)
Dan Sabda beliau,
فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ فِرَارَكَ مِنَ الأَسَدِ
“Larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa”. (HR. Bukhari)
Maka kompromi hadits ini: maksud dari hadits pertama yang menafikan penyakit menular adalah penyakit tersebut tidak menular dengan sendirinya, tetapi menular dengan kehendak dan takdir Allah. Dalam penjelasan ulama dikatakan,
العدوى المنفية في الحديث هي: ما كان يعتقده أهل الجاهلية من أن العدوى تؤثر بنفسها، وأما النهي عن الدخول في البلد الذي وقع بها الطاعون فإنه من باب فعل الأسباب الواقية.
"Wabah yang dinafikan dari hadits tersebut yaitu apa yang diyakini oleh masyarakat jahiliyah bahwa wabah itu menular dengan sendirinya (tanpa kaitannya dengan takdir dan kekuasaan Allah). Adapun larangan masuk terhadap suatu tempat yang terdapat tha’un (wabah menular) karena itu merupakan perbuatan preventif (pencegahan)."
Hal ini diperkuat dengan hadits bahwa Allah yang menciptakan pertama kali penyakit tersebut. Ia tidak menular kecuali dengan izin Allah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , bahwa seorang lelaki yang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa onta yang berpenyakit kudis ketika berada di antara onta-onta yang sehat tiba-tiba semua onta tersebut terkena kudis, maka beliau bersabda:
فَمَنْ أَعْدَى الْأَوَّلَ ؟
“Kalau begitu siapa yang menulari (onta) yang pertama ?” (HR. Muslim no.4116)
Maksud tujuan penulisan ini adalah supaya lebih sabar dan tetap waspada dalam melewati musibah atau supaya lebih tidak terlalu sering mengaduh pada kekurangan atau dalam hal yang kurang menyenangkan didalam hati. Karena musibah yang kita alami sekarang ini (kekhawatiran akan virus corona/covid 19) terhitung kecil jika dibandingkan dengan musibah-musibah yang terdahulu, yaitu Wabah Tha’un.
Memang belum jelas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan Wabah Tha’un, akan tetapi dalam As-Shahih, Imam Muslim (Radliallaahu ‘anhu), meriwayatkan sedikit penggambaran tentang Wabah Tho’un, beliau meriwayatkan dari Abdulloh bin Maslamah (Abdurrahman Al-Haritsy) sarat dengan perawinya bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,
الطاعون آية الرجز ابتلى الله عز وجل به ناسا من عباده فإذا سمعتم به فلا تدخلوا عليه وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تفروا منه
"Wabah Tho’un adalah suatu ayat, tanda kekuasaan Alloh Azza Wajall yang sangat menyakitkan, yang ditimpakan kepada orang-orang dari hambaNya. Jika kalian mendengar berita dengan adanya wabah Tho’un, maka jangan sekali-kali memasuki daerahnya, jika Tha’un telah terjadi pada suatu daerah dan kalian disana, maka janganlah kalian keluar darinya." (HR. Muslim)
Didalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasith disebutkan bahwa tha’un berarti penyakit bengkak yang mewabah yang disebabkan oleh tikus yang kemudian berpindah ke tikus lainnya melaui kutu-kutu hingga ke tubuh manusia.
Sementara itu makna etimologinya menurut Imam Nawawi bahwa tha’un adalah bisul-bisul yang terdapat pada tubuh, ia bisa terdapat di ketiak, siku, tangan, jari jemari bahkan seluruh badan dengan disertai pembengkakan atau rasa sakit sekali. Bisul itu juga keluar dengan disertai memar yang menjadikan daerah sekitarnya berwarna hitam atau hijau atau merah keruh sehingga menyebabkan jantung berdebar-debar dan muntah-muntah.
Bagaimana dengan virus atau wabah mematikan model baru yang dikenal dengan virus corona atau covid 19?
Virus corona jenis baru ini pertama kali ditemukan di kawasan Wuhan, China. Kawasan itu pun kini terisolasi untuk antisipasi penyebaran virus yang makin meluas. Kota Wuhan di Isolasi akibat virus corona. Tak hanya membatasi perjalanan untuk mencegah penyebaran virus, Kota Wuhan kini juga sudah diisolasi atau dikarantina.
Menanggapi hal ini, beberapa negara termasuk Indonesia sudah mengambil langkah untuk mencegah penyebaran virus corona. Salah satunya merawat seseorang dengan suspect virus corona di ruang isolasi.
Model karantina atau tindakan mengisolasi orang yang tengah menderita penyakit menular pernah dianjurkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wabah penyakit menular pernah terjadi di masa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wabah itu ialah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya.
Ketika itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat orang yang mengalami lepra atau leprosy (kusta).
Dalam sebuah hadits, Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ
"Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta." (HR Bukhari)
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan berada dekat wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya jika berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk keluar. Seperti diriwayatkan dalam hadits
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ*
"Jika kalian mendengar wabah tersebut menjangkiti suatu negeri, maka janganlah kalian menuju kesana, namun jika dia menjangkiti suatu negeri dan kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dan lari darinya." (HR Bukhari no. 5730)
عنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: إذَا سمِعْتُمْ الطَّاعُونَ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإذَا وقَعَ بِأَرْضٍ، وَأَنْتُمْ فِيهَا، فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا متفقٌ عليه*
"Jika kalian mendengar wabah tha'un di suatu negeri janganlah memasukinya, dan jika dia menjangkiti suatu negeri dan kamu berafa di dalamnya, maka janganlah keluar darinya." (HR. Muttafaq 'Alaih)
مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ فِي صَبَاحِ كُلِّ يَوْمٍ وَمَسَاءِ كُلِّ لَيْلَةٍ : بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ العَلِيمُ ، ثَلاثَ مَرَّاتٍ ، إِلاَّ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ*
“Tidaklah seorang hamba mengucapkan setiap pagi dari setiap harinya dan setiap petang dari setiap malamnya kalimat, "BISMILLAAHIL LADZII LAA YADHURRU MA’ASMIHI SYAI-UN FIL ARDHI WA LAA FIS SAMAA’I WA HUWAS SAMII’UL ‘ALIIM" sebanyak tiga kali, maka tidak aka nada apa pun yang membahayakannya.” (HR. Abu Daud, no. 5088; Tirmidzi, no. 3388; Ibnu Majah, no. 3388)
Disamping melalui do'a, pengobatan atau antisipasi awal dalam pencegahannya perlu diketahui bahwa virus corona sejenis virus menular dan mematikan seperti wabah tha'un dimasa lampau akan hilang dengan berakhirnya musim hujan dan tibanya musim panas.
Sebagaimana dijelaskan oleh Al-Imam Ibnul Hajar Al-Asqalani ra dalam salah satu karya kitabnya yg berjudul "Badzl Al-Maa'un Fi Fashl At-Thoo'uun" pada bab terakhir yaitu,
خاتمة في الاشارة الى الطواعين الواقعة في الاسلام
(Penutup, tentang isyarat penyakit tha'un yang terjadi pada umat islam) disebutkan bahwa,
قال ابو الحسن المدائني : كانت الطواعين العظام المشهور فى الاسلام خمسة :
طاعون شروية : بمداىن في عهد رسرل الله صلى الله عليه وسلم.
ثم طاعون عمواس : فى زمن عمر رضي الله عنه، كان بالشام، مات فيه خمسة وعشرون الفا
ثم طاعون الجاوف : سنة تسع وستين
ثم طاعون الفتيات : سنة سبع وثمانين
ثم طاعون الجارف : واختلف فى سنته، فقيل : سنة تسع وستين، وقيل : سنة اثنين وسبعين، وقيل : سنة سبعين، وقيل : غير ذالك
ثم طاعون الاشراف : وقع والحجاج بواسط، حتى قيل فيه : (لا تكون الطاعون والحجاج)
"Abu al-Hasan al-Madaini berkata: Ada lima wabah tha'un (virus mematikan) besar dan terkenal dalam Islam:
1. Tha'un Syarwiyah: terjadi di daerah-daerah semasa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam.
2. Tha'un 'Amwas: pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab radhiyallahu 'anhu, terjadi di negeri Syam (Syuriah), ketika itu dua puluh lima ribu orang meninggal.
3. Tha'un Al-Jawaf: terjadi pada tahun enam puluh sembilan (69 H)
4. Tha'un Al-Fatyat: terjadi pada tahun delapan puluh tujuh (87 H)
5. Tha'un Al-Jaraf: ada perbedaan pendapat tahun terjadinya, dikatakan: terjadi pada tahun enam puluh sembilan (69 H), dikatakan: terjadi pada tahun tujuh puluh dua (72 H), dikatakan: terjadi pada tahun tujuh puluh (70 H), dikatakan: terjadi pada tahun selain itu.
Kemudian terjadi Tha'un Al-Asyraf: terjadi penularannya melalui pelaksanaan ibadah haji, sampai dikatakan tentangnya: (tidak akan terjadi wabah tha'un (yang menular) kepada jama'ah haji)." (Badzl Al-Maa'un Fi Fashl At-Thoo'uun hal. 362-363)
منها : انه وفق فى الشتاء وارتفع فى الربيع، وكانت الطواعين فى الماضية تقع فى فصل الربيع، بعد انقضاء الشتاء، وترتفع فى أول الصيف.
"Termasuk diantaranya : bahwa wabah itu terjadi di musim dingin dan bangkit di musim semi, wabah penyakit Tha'un dimasa lalu (yg menimpa kaum muslimin sepanjang sejarah) sesunggunya terjadi di tengah-tengah antara musim gugur (musim dingin) hingga usai musim hujan (musim semi). Dan setelah tiba musim panas, maka wabah penyakit tersebut akan hilang." (Badzl Al-Maa'un Fi Fashl At-Thoo'uun hal. 369) Wallahu a'lam
Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfa'at dan semoga Allah menyelamatkan kita dari penyakit mematikan ini. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar