MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Jumat, 17 Januari 2020

NASEHAT ANAK KECIL MEMBUAT IMAM ABU HANIFAH MENANGIS


جاء في "مقدمة حاشية ابن عابدين" (1/67) ما نصه: «رأى الإمام أبو حنيفة غلامًا يلعب بالطين ، فقال له : يا غلام ، إياك والسقوط في الطين , فقال الغلام للإمام : إياك أنت من السقوط ، لأن سقوط العالِم سقوط العالَم .

فكان أبو حنيفة لا يفتي بعد سماع هذه الكلمة إلا بعد مدارسة المسألة شهرًا كاملاً مع تلامذته

Terdapat dalam Muqaddimah Hasyiah Ibnu Abidin (1/67) dijelaskan bahwa Imam Abu Hanifah melihat seorang anak laki-laki bermain dengan lumpur, dan beliau berkata kepadanya, "Wahai anak lelaki, berhati-hatilah kamu jangan sampai jatuh ke dalam lumpur."

Dan anak lelaki itu berkata kepada Imam (Abu Hanifah), "Takutlah Engkau dari terjatuh, karena jatuhnya orang yang berilmu adalah kejatuhan alam dunia."

Abu Hanifah tidak membuat fatwa setelah mendengar perkataan (anak laki-laki) ini, kecuali setelah mempelajari masalah ini selama sebulan penuh dengan murid-muridnya. (Muqaddimah Hasyiah Ibnu Abidin (1/67)

Suatu hari juga, Nu'man bin Tsabit atau yang biasa kita kenal sebagai Imam Abu Hanifah Rahimahullah atau Imam Hanafi Rahimahullah, bertemu dengan seorang anak kecil yang berjalan dengan sepatu kayu.

Sang Imam berkata kepada anak kecil itu, “Hai nak, hati-hati dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai kamu tergelincir.”

Anak kecil itu pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas perhatian Abu Hanifah.

“Bolehkan saya Tanya nama anda, tuan?” Tanya si anak kecil itu.

“Namaku Numan”, jawab sang Imam.

“Jadi, tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar al-Imam al-A’dhom (Imam Agung) itu?” Tanya si anak kecil.

“Bukan aku yang memberi gelar itu, masyarakatlah yang berprasangka baik dan memberi gelar itu kepadaku”, jawab sang Imam.

“Wahai Imam, hati-hatilah dengan gelar anda, jangan sampai tuan tergelincir ke neraka karena gelar itu”, nasehat sang anak kecil.

Kemudian anak kecil itu melanjutkan, “Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelar anda itu dapat menjerumuskan anda ke dalam api neraka yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan yang menyertainya.”

Abu Hanifah Rahimahullah pun langsung tersungkur menangis. Beliau sangat bersyukur, siapa sangka peringatan itu ternyata datang dari seorang anak kecil.

Begitu tawadhunya (rendah diri) seorang Imam Mujtahid (Abu Hanifah Rahimahullah) yang mau menerima ilmu dan nasehat dari siapa saja selama itu benar, termasuk nasehat dari anak kecil tadi.

Begitu juga dengan gelar, julukan, pangkat dan jabatan yang ditujukan kepada kita. Jangan pernah kita merasa berbangga diri dari padanya, apalagi sampai sombong dan angkuh. Semua itu hanyalah pemberian dari manusia, dan sesungguhnya hanya Allah lah yang tahu siapa diri kita, bagaimana aib kita, dan dosa-dosa yang ada pada diri kita. Segala puji dan puja yang kita terima selama ini, sesungguhnya bukanlah karena kehebatan yang kita miliki, namun karena sesungguhnya Allah masih menutupi aib diri kita.

Teruslah untuk bersikap tawadhu (rendah diri), jangan sombong dan angkuh. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari sombong.” (HR. Thabrani).

Imam Abu Hanifah memiliki nama lengkap Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit bin Zutha Al-Kufi. Lahir di kota Anbar, Kufah pada tahun 80 H/699 M.

Seiring berjalannya waktu, dengan keilmuannya yang mumpuni, Abu Hanifah kemudian dikenal luas sebagai ulama yang memiliki keluasan ilmu pengetahuan dalam segala bidang. Tak heran, jika akhirnya ia mendapat gelar Imam al-a‘dham (imam agung) yang menjadi panutan kaum Muslimin.

Bahkan, Muhammad ibn Maslamah berkata: “Ilmu agama diturunkan oleh Allah kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian diturunkan kepada para sahabat. Kemudian diturunkan kepada tabi’in. Kemudian diturunkan kepada Abu Hanifah dan murid-muridnya.”

Hal ini diaminkan oleh Imam As-Syafi’i Rahimahullah dengan mengatakan, “Barangsiapa hendak mengetahui ilmu fiqih, maka belajarlah kepada Abu Hanifah dan murid-muridnya. Karena manusia dalam bidang fiqih membutuhkan Abu Hanifah.” Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud memyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar