Sabtu, 22 Juni 2019
KAJIAN TENTANG NAJISNYA KOTORAN KAMBING DAN KENCING ONTA*
*(Tanggapan Paham Salafi Wahabi Kotoran Hewan Tidak Najis)*
Ustadz salafi wahabi Firanda Andirja, Lc dalam sebuah video (lihat video yang saya upload) menyampaikan dalam dakwahnya bahwa kotoran kambing dan kencing onta tidaklah najis. Dia berhujjah dengan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut,
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْوُضُوءِ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ فَقَالَ « تَوَضَّئُوا مِنْهَا ». وَسُئِلَ عَنْ لُحُومِ الْغَنَمِ فَقَالَ « لاَ تَتَوَضَّئُوا مِنْهَا ». وَسُئِلَ عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَبَارِكِ الإِبِلِ فَقَالَ « لاَ تُصَلُّوا فِى مَبَارِكِ الإِبِلِ فَإِنَّهَا مِنَ الشَّيَاطِينِ ». وَسُئِلَ عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ فَقَالَ « صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ »
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai wudhu karena memakan daging unta, beliau menjawab, ‘Berwudhulah karena memakan daging unta.’ Beliau ditanya mengenai berwudhu karena memakan daging kambing, beliau menjawab, ‘Tidak perlu berwudhu karena memakan daging kambing.’ Beliau ditanya tentang shalat di tempat menderumnya unta, beliau menjawab, ‘Jangan shalat di tempat menderumnya unta karena unta biasa memberikan was-was seperti setan.’ Beliau ditanya tentang shalat di kandang kambing, ‘Silakan shalat di kandang kambing, di sana mendatangkan keberkahan (ketenangan).’” (HR. Abu Daud, no. 184; Tirmidzi, no. 81; Ahmad, 4:288).
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كان انَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ ثُمَّ سَمِعْتُهُ بَعْدُ يَقُولُ كَانَ يُصَلِّي فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ
Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] dari [Abu At Tayyah] dari [Anas bin Malik] berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di kandang kambing.” Setelah itu aku mendengar Anas mengatakan, “Beliau shalat di kandang kambing sebelum masjid di bangun.” (HR. Bukhari)
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ
Sebelum masjid dibangun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di kandang kambing. (HR. Bukhari 234 dan Muslim 1202).
Dari hadits-hadits diatas memberikan pemahaman bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencontohkan dan memerintahkan shalat dikandang kambing sebelum dibangunnya masjid untuk shalat.
*Kencing Onta Najis*
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memerintahkan sekelompok orang untuk meminum air kencing dan susu unta. Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan sebagai berikut,
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِيْنَةَ، فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِلِقَاحٍ، وَأَنْ يَشْرَبُوْا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا، فَانْطَلَقُوْا فَلَمَّا صَحُّوْا قَتَلُوْا رَاعِيَ النَّبِيِّ، وَاسْتَاقُوْا النَّعَمَ، فَجَاءَ الْخَبَرُ فِيْ أَوَّلِ النَّهَارِ، فَبَعَثَ فِيْ آثَارِهِمْ، فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيْئَ بِهِمْ، فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوْا فِيْ الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُوْنَ فَلَا يُسْقَوْنَ، الحديث. (رواه البخاري)
Dari Anas ra. berkata: Sekelompok orang datang dari Suku ‘Ukl atau ‘Urainah, lalu mereka merasa tidak nyaman di Madinah (hingga sakit). Kemudian Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya, lalu mereka pergi menuju kandang unta. Ketika sudah sembuh, mereka membunuh penggembala unta Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan membawa kabur unta-unta tersebut. Kemudian kabar tersebut datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelang siang, lalu beliau mengutus orang untuk menelusuri jejak mereka. Ketika matahari sudah meninggi, utusan tersebut datang membawa mereka. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki mereka, mencongkel mata mereka, lalu mereka dibuang di padang pasir yang panas. Mereka meminta minum namun tidak diberi (minum)." (HR. Al-Bukhari)
Bagi kita yang meyakini bahwa air kencing unta itu najis, maka peristiwa dalam hadits diatas adalah karena darurat. Sehingga dibolehkan berobat dengan air kencing unta -walaupun menurut mereka najis- karena darurat.
Berkata Khatib As-Syarbini,
وَ أَمَّا أَمرُه صلَّى اللُهُ عَليه وسلم العُرنِيِين بِشُربِ أَبوَالِ الإبل فَكَان لِلتّدَاوِى و التَّدَاوِي بِالنَّجَس جَائزٌ عِند فَقدِ الطَاهِرِالذي يَقُوم مَقَامَه
“Adapun perintah Rasulullah saw kepada al-‘Arayinin untuk meminum kencing unta, tujuannya adalah untuk pengobatan. Dan pengobatan dengan sesuatu yang najis dibolehkan, jika memang yang suci tidak bisa menggantikannya.“ (Khatib Syarbini, Mughni Muhtaj : 1/ 233)
Hadist Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah bersabda,
إِنَّ فِي أَبْوَالِ الْإِبِلِ وَأَلْبَانِهَا شِفَاءً لِلذَّرِبَةِ بُطُونُهُمْ
“Sesungguhnya dalam air kencing unta dan susunya bisa untuk mengobati sakit perut mereka (rusak pencernaannya)“. (HR. Ahmad dan Thabrani)
Hadist di atas secara tegas menyatakan bahwa air kencing unta dan susunya adalah obat untuk sakit pencernaan, dan ini menunjukkan kebolehan hanya untuk berobat dengan keduanya.
Air kencing unta termasuk kategori yang diperselisihkan para ulama. Hal ini disebutkan secara rinci oleh Syekh Wahbah Az-Zuhayli sebagai berikut:
ثانياً ـ النجاسات المختلف فيها: اختلف الفقهاء في حكم نجاسة بعض الأشياء… بول الحيوان المأكول اللحم وفضلاته ورجيعه: هناك اتجاهان فقهيان: أحدهما القول بالطهارة، والآخر القول بالنجاسة، الأول للمالكية والحنابلة، والثاني للحنفية والشافعية.
“Jenis kedua adalah najis yang masih menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ahli fikih berbeda pendapat perihal status najis sejumlah benda ini... Salah satunya adalah air kencing, kotoran, dan zat sisa tubuh hewan yang boleh dimakan. Di sini pandangan ulama fikih terbelah menjadi dua. Satu pandangan menyatakan suci. Sementara pandangan lainya menyatakan najis. Pandangan pertama dianut oleh madzhab Maliki dan Hanbali. Sedangkan pandangan kedua diwakili oleh madzhab Hanafi dan madzhab Syafi‘i,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405, juz I, halaman 160).
Adapun Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’i memandang status kotoran dan air kencing unta adalah najis sehingga keduanya memasukkan kotoran dan air kencing unta ke dalam kategori benda yang haram dikonsumsi. Mereka mendasarkan pandangannya pada hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa kotoran hewan itu najis. Sedangkan kedua madzhab ini memahami hadits perihal masyarakat Uraiyin sebagai izin darurat Rasulullah untuk kepentingan pengobatan.
وقال الشافعية والحنفية: البول والقيء والروث من الحيوان أو الإنسان مطلقاً نجس، لأمره صلّى الله عليه وسلم بصب الماء على بول الأعرابي في المسجد، ولقوله صلّى الله عليه وسلم في حديث القبرين: «أما أحدهما فكان لا يستنزه من البول»، ولقوله صلّى الله عليه وسلم السابق: «استنزهوا من البول» وللحديث السابق: «أنه صلّى الله عليه وسلم لما جيء له بحجرين وروثة ليستنجي بها، أخذ الحجرين ورد الروثة، وقال: هذا ركس، والركس: النجس». والقيء وإن لم يتغير وهو الخارج من المعدة: نجس؛ لأنه من الفضلات المستحيلة كالبول. ومثله البلغم الصاعد من المعدة، نجس أيضاً، بخلاف النازل من الرأس أو من أقصى الحلق والصدر، فإنه طاهر. وأما حديث العرنيين وأمره عليه السلام لهم بشرب أبوال الإبل، فكان للتداوي، والتداوي بالنجس جائز عند فقد الطاهر الذي يقوم مقامه.
“Madzhab Syafi’i dan Hanafi berpendapat bahwa air kencing, muntah, dan kotoran baik hewan maupun manusia mutlak najis sesuai perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk membasuh air kencing Arab badui di masjid, sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam perihal ahli kubur, ‘salah satunya tidak bersuci dari air kencing,’ sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebelumnya, ‘Bersucilah dari air kencing,’ dan hadits sebelumnya bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam –ketika dua buah batu dan sepotong kotoran binatang yang mengering dihadirkan di hadapannya untuk digunakan istinja– mengambil kedua batu, dan menolak kotoran. ‘Ini adalah najis,’ kata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sementara muntah –sekalipun tidak berubah bentuk adalah sesuatu yang keluar dari dalam perut– adalah najis karena ia termasuk sisa tubuh yang ‘berubah’ seperti air kencing. Hal ini sama najisnya dengan lender yang keluar dari dalam perut. Lain soal dengan lendir yang turun dari kepala, pangkal tenggorokan atau dada. Lendir ini suci. Sedangkan terkait perintah Rasulullah kepada warga Uraniyin untuk meminum air kencing unta, maka ini berlaku untuk pengobatan. Pengobatan dengan menggunakan benda najis boleh ketika obat dari benda suci tidak ditemukan dan benda najis dapat menggantikannya,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405, juz I, halaman 160).
Kalau mau diperjelas, kita dapat mencari tahu alasan empat madzhab ini ke dalam dua pandangan yang berbeda. Ibnu Rusyd mencoba memetakan persoalan yang melahirkan dua pandangan berbeda. Ia mengidentifikasi dua sebab yang memicu perbedaan tajam di kalangan ulama perihal status najis kotoran dan air kencing unta sebagai berikut,
وسبب اختلافهم شيئان: أحدهما اختلافهم في مفهوم الإباحة الواردة في الصلاة في مرابض الغنم وإباحته عليه الصلاة والسلام للعرنيين شرب أبوال الإبل وألبانها وفي مفهوم النهي عن الصلاة في أعطان الإبل. والسبب الثاني اختلافهم في قياس سائر الحيوان في ذلك على الإنسان فمن قاس سائر الحيوان على الإنسان ورأى أنه من باب قياس الأولى والأحرى ولم يفهم من إباحة الصلاة في مرابض الغنم طهارة أرواثها وأبوالها جعل ذلك عبادة، ومن فهم من للعرنيين أبوال الإبل لمكان المداواة على أصله في إجازة ذلك قال: كل رجيع وبول فهو نجس ومن فهم من حديث إباحة الصلاة في مرابض الغنم طهارة أرواثها وأبوالها وكذلك من حديث العرنيين وجعل النهي عن الصلاة في أعطان الإبل عبادة أو لمعنى غير معنى النجاسة، وكان الفرق عنده بين الإنسان وبهيمة الأنعام أن فضلتي الإنسان مستقذرة بالطبع وفضلتي بهيمة الأنعام ليست كذلك جعل الفضلات تابعة للحوم والله أعلم.
“Sebab perbedaan pandangan mereka terdiri atas dua hal. Pertama, perbedaan mereka dalam memahami status mubah shalat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di kandang kambing, izin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Uraniyin untuk meminum susu dan air kencing unta, dan larangan Rasul untuk shalat di kandang unta. Kedua, perbedaan mereka dalam menganalogi semua jenis hewan dalam konteks air kencing dengan jenis manusia. Ulama yang menganalogi semua jenis hewan dalam konteks air kencing dengan jenis manusia dan memandangnya dari qiyas aulawi atau lebih-lebih lagi utama–, dan tidak memahami dari status mubah shalat di kandang kambing sebagai kesucian kotoran dan kencingnya di mana itu menjadi ibadah–, dan orang yang memahami izin meminum air kencing unta sebagai kepentingan pengobatan, akan berpendapat bahwa semua kotoran dan kencing makhluk hidup dari jenis apapun adalah najis. Sedangkan ulama yang memahami kesucian kotoran dan kencing kambing dari hadits yang membolehkan shalat di kandang kambing, dari hadits masyarakat Uraniyin, atau larangan shalat di kandang unta sebagai makna lain selain najis, di mana baginya jelas perbedaan antara jenis manusia dan jenis hewan di mana kotoran sisa dari manusia dianggap kotor secara alamiah, tidak berlaku pada kotoran sisa dari jenis hewan, memandang status kotoran sisa jenis makhluk apapun sesuai dengan kategori daging tersebut (halal atau haram di makan)." (Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan kelima, 2013 M/1434 H, halaman 79-80). Wallahu a'lam
Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar