MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Kamis, 12 November 2015

HAK SUAMI ISTRI DALAM HAL JIMA' (SEKSUAL)


Ma'af sebelumnya jika dengan artikel ini kurang berkenan. Berawal dari pertanyaan seorang akhwat terkait pertanyaan apakah seorang istri boleh meminta duluan dan apakah suami boleh menolak dalam ajakan jima'?
Maka dengan singkat sy jawab. “Bahwa seorang istri boleh lebih dulu mengajak suami dalam berjima' dan seorang suami memiliki kewajiban memenuhi hak istri, jika tidak maka ia telah berlaku zholim dan durhaka pada Allah. Karena sang suami menghalalkan kemaluan istri atas nama Allah, maka ia juga wajib memenuhi hak istri yg diantaranya perihal kepuasan seksual”.
Namun alangkah baiknya jika jawaban ini sy jelaskan secara gamblang agar lebih mudah dipahami bagi yg masih awam masalah kewajiban dan hak antara suami istri.
Menurut hasil survey menyebutkan bahwa sebagian para istri tidak merasakan kenikmatan dalam berhubungan suami istri dan sebagian dari mereka menutupi bahkan berbohong dari suami mereka, entah karena untuk menghibur suami atau alasan yg lain. Agama Islam yg lengkap dan sempurna telah mengatur hal ini.
Ada tiga faktor utama penyebabnya:
Pertama: Suami cuek dan mau menang sendiri
Mungkin hal ini dilupakan oleh sebagian suami, para suami ini hanya berpikir bagaimana mereka menunaikan hajat dan merasakan kepuasan kemudian selesai dan habis, titik. Memulai dengan kaku dan dingin tanpa pemanasan kemudian ditutup dengan Istri ditinggal tidur atau langsung pergi tanpa ada kata2 penutup romantis yg sangat dinanti oleh istri.
Kedua: Istri malu mengungkapkan dan berkomunikasi
Kemudian faktor lainnya, sebagian istri juga berbalut rasa malu dan segan ingin mengungkapkan keinginannya. Memang sifat dasar wanita yg berbalut malu. Padahal tidak sedikit wanita yg sangat berharap dan mereka juga sama dengan lelaki, jika tidak disentuh maka akan berpengaruh dengan emosi dan psikologis mereka.
Ketiga: wanita lebih butuh terhadap perhatian, kasih sayang dan belaian
Selain itu beberapa wanita tidak seperti laki2 dimana jima’ adalah kebutuhan primer, karena kebutuhan primer wanita berupa perhatian, kasih sayang dan belaian terkadang melebihi kebutuhan jima’. Sehingga ada beberapa wanita yg sudah merasa cukup dengan perhatian, kata2 lembut dan romantis serta belaian meskipun tidak mendapatkan kenikmatan dalam berjima’. Akan tetapi tetap saja yg satu ini diharapkan juga oleh wanita sebagaimana agama Islam memperhatikan hal ini.
Patutlah para suami memperhatikan perkataan Umar bin Abdul Aziz ra, beliau berkata,
لا تواقعها إلا وقد أتاها من الشهوة مثل ما أتاك لكيلا تسبقها بالفراغ
”Janganlah kamu menjima’ istrimu, kecuali dia (istrimu) telah mendapatkan syahwat seperti yg engkau dapatkan, supaya engkau tidak mendahului dia menyelesaikan jima’nya (maksudnya engkau mendapatkan kenikmatan sedangkan istrimu tidak).” [Al-Mugni lbni Qudamah 8/136, Darul Fikr, Beirut, cet. I, 1405 H]
Wanita juga punya nafsu syahwat seperti laki2
Ini perlu diketahui oleh para suami karena hakikatnya laki2 dan wanita sama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما النساء شقائق الرجال
“Sesungguhnya wanita itu saudara kandung laki2.” [HR. Ahmad no.26195]
Tidak sedikit juga wanita yg memiliki “keinginan” yg lebih besar bahkan tidak di-sangka2 oleh suami mereka.
Wanita mempunyai beberapa hak atas suami dan sebaliknya
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالمَعْرُوفِ
“…Dan para wanita mempunyai hak yg simbang dengan kewajibannya menurut cara yg ma’ruf…” (Al-Baqarah : 228)
Suami juga diperintahkan agar memperhatikan dan bermuamalah dengan baik kepada istrinya, termasuk nafkah batin
Allah Ta’ala berfirman,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالمَعْرُوفِ
“…Dan bergaullah dengan mereka (istri) dengan cara yg ma’ruf / baik.” (Qs. An-Nisa’ : 19)
Bisa juga kita lihat kisah sahabat Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu sudah merasakan nikmatnya beribadah sampai lupa terhadap istrinya. Maka ia ditegur oleh sahabatnya Salman, agar ia juga memberikan nafkah batin kepada istrinya.
عن عون بن أبي جحيفة، عن أبيه، قال: آخى النبي صلى الله عليه وسلم بين سلمان، وأبي الدرداء، فزار سلمان أبا الدرداء، فرأى أم الدرداء متبذلة، فقال لها: ما شأنك؟ قالت: أخوك أبو الدرداء ليس له حاجة في الدنيا،
“Diriwayatkan dari ‘Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya, ia mengkisahkan: Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjalinkan tali persaudaraan antara sahabat Salman (Al Farisi) dengan sahabat Abu Darda’, maka pada suatu hari sahabat Salman mengunjungi sahabat Abu Darda’, kemudian ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’ dalam keadaan tidak rapi, maka ia (sahabat Salman) bertanya kepadanya, “Apa yg terjadi pada dirimu?
Ummu Darda’-pun menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak butuh lagi kepada dunia (menggauli istri).”
فجاء أبو الدرداء فصنع له طعاما، فقال: كل؟ قال: فإني صائم، قال: ما أنا بآكل حتى تأكل، قال: فأكل، فلما كان الليل ذهب أبو الدرداء يقوم، قال: نم، فنام، ثم ذهب يقوم فقال: نم، فلما كان من آخر الليل قال: سلمان قم الآن، فصليا
Maka tatkala Abu Darda’ datang, ia pun membuatkan untuknya (sahabat Salman) makanan, kemudian sahabat Salman pun berkata, “Makanlah (wahai Abu Darda)”
Maka Abud Darda’ pun menjawab, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.”
Mendengar jawaban sahabatnya Salman berkata, “Aku tidak akan makan, hingga engkau makan”
Maka Abu Darda’ pun akhirnya makan. Dan tatkala malam telah tiba, Abud Darda’ bangun (hendak shalat malam, melihat yg demikian, sahabatnya Salman) berkata kepadanya, “Tidurlah, maka iapun tidur kembali, kemudian ia kembali bangun, dan sahabat Salman pun kembali berkata kepadanya, "tidurlah." Dan ketika malam telah hampir berakhir, sahabat Salman berkata, "bangunlah sekarang, dan shalat (tahajjud)."
فقال له سلمان: إن لربك عليك حقا، ولنفسك عليك حقا، ولأهلك عليك حقا، فأعط كل ذي حق حقه، فأتى النبي صلى الله عليه وسلم، فذكر ذلك له، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: «صدق سلمان»
Kemudian Salman menyampaikan alasannya dengan berkata, “Sesungguhnya Rabb-mu memiliki hak atasmu, dan dirimu memiliki hak atasmu, dan istri/keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka hendaknya engkau tunaikan setiap hak kepada pemiliknya.”
Kemudian sahabat Abud Darda’ datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan ia menyampaikan kejadian tersebut kepadanya, dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawabnya dengan bersabda, "Salman telah benar.” [HR. Bukhari no. 1968)
Anjuran Islam agar memperhatikan nafkah batin istri
“Mendatangi istri” adalah termasuk sedekah dan ibadah, tentu dalam ibadah kita harus melakukan dengan “cara yg baik”.
Dari Abi Dzar ra bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
( وفي بُضع أحدكم صدقة ) – أي في جماعه لأهله – فقالوا : يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر ؟ قال عليه الصلاة والسلام : ( أرأيتم لو وضعها في الحرام ، أكان عليه وزر ؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر ) رواه مسلم
”Dan di dalam kemaluan salah seorang di antara kalian adalah sedekah.” -Maksudnya dalam jima’nya (hubungan intim) terhadap istrinya– Maka mereka (Sahabat) berkata, ”Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang di antara kami mendatangi keluarganya (menunaikan syahwatnya/jima’) dia mendapatkan pahala?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berabda, ”Bukankah apabila dia menunaikannya (jima’) di tempat yg haram (zina) dia akan mendapatkan dosa?” Maka demikian juga seandainya dia menunaikannya di tempat yg halal (istrinya) maka dia akan mendapatkan pahala.” [HR. Muslim]
Begitu juga dengan kisah seorang wanita yg mengadu kepada Amirul mukminin Umar bin Khattab bahwa suaminya malam harinya shalat malam terus dan siangnya puasa terus. Artinya ia tidak mendapat nafkah batin. maka Islam memerintahkan agar memperhatikan hal ini.
عن محمد بن معن الغفاري قال: أتت امرأة عمر بن الخطاب رحمه الله، فقالت: يا أمير المؤمنين إن زوجي يصوم النهار، ويقوم الليل وإني أكره أن أشكوه، وهو يعمل بطاعة الله فقال: نعم الزوج زوجك، فجعلت تكرر عليه القول، وهو يكرر عليها الجواب، فقال له كعب الأسدي: يا أمير المؤمنين هذه المرأة تشكو زوجها في مباعدته إياها عن فراشه، فقال له عمر: كما فهمت كلامها فاقض بينهما
Muhammad bin Ma’an al-Ghifari berkata, “Seorang perempuan datang kepada ‘Umar lalu berkata, ‘Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya suamiku siang hari puasa dan malam hari shalat. Aku tidak senang mengadu kepadanya karena ia menjalankan ketaatannya kepada Allah.’
Lalu ‘Umar berkata kepadanya, ‘Memang laki2 itu adalah suamimu (suami yg shalih).”
Lalu berkali-kali perempuan tadi mengulangi perkataannya dan ‘Umar pun berkali-kali pula mengulang jawabannya.
Lalu Ka’ab al-Asadi berkata kepada‘Umar, “Wahai Amirul Mu’minin, perempuan ini mengadukan keadaan suaminya karena ia membiarkan tidur sendirian.’
Lalu ‘Umar menjawab, ‘Kalau seperti itu yg kau fahami dari ucapannya, maka putuskanlah perkara antara keduanya.”
Akhirnya Ka’ab sebagai hakim setelah mendengar peryataan dari suami-istri tersebut, memutuskan perkara dan berkata,
إن لها حقاً عليك يا رجل … نصيبها في أربع لمن عقل فاعطها ذاك ودع عنك العلل ثم قال: إن الله عز وجل قد أحل لك من النساء مثنى وثلاث ورباع، فلك ثلاثة أيام ولياليهن تعبد فيهن ربك ولها يوم وليلة
‘Sesungguhnya istrimu mempunyai hak atas dirimu, wahai kawan. Bagian dia ada pada yg empat (dua paha laki2 dan dua paha perempuan), bagi orang yg berakal. Berikanlah itu kepadanya, Dan janganlah anda perpanjang alasan.’
Kemudian Ka’ab berkata, ‘Allah menghalalkan kamu menikahi empat perempuan. Tiga malamnya menjadi hakmu untuk menyembah Tuhanmu. Dan satu malam menjadi hak istrimu." [HR. Bukhari (no. 4528) dan Muslim (no. 1435]
Beberapa cara jima' secara umum:
1. Melakukan pemanasan (foreplay)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Jabir radhiallahu ‘anhu ketika dia menikah dengan janda,
“فهلا بكراً تلاعبها وتلاعبك” (رواه الشيخان)، ولمسلم “تضاحكها وتضاحكك”
”Kenapa tidak gadis (yg engkau nikahi) sehingga engkau bisa mencumbunya dan dia mencumbumu?” [HR. Bukhari dan Muslim] dan dalam riwayat Muslim:”Engkau bisa mencandainya dan dia mencandaimu?” [HR Al-Bukhari V/1997 no 4908 dan Muslim IV/2191 no 2855]
Ibnu Qudamah berkata,
قال ابن قادمة رحمه الله: ويستحب أن يلاعب امرأته قبل الجماع لتنهض شهوتها، فتنال من لذة الجماع مثل ما ناله
”Dianjurkan (disunahkan) agar seorang suami mencumbu istrinya sebelum melakukan jima’ supaya bangkit syahwat istrinya, dan dia mendapatkan kenikmatan seperti yg dirasakan suaminya.”
2. Boleh dengan gaya apa saja selama masih di farji istri
Allah Ta’ala berfirman,
نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم اناشئتم
“Para wanita adalah ladang bagi kalian. Karena itu, datangilah ladang kalian, dengan cara yg kalian sukai.” [Al-Baqarah:223]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مقبلة ومدبرة إذا كان ذلك في الفرج
“Silahkan menggaulinya dari arah depan atau dari belakang asalkan pada kemaluannya” [HR. Bukhari (no. 4528) dan Muslim (no. 1435)]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yg paling baik terhadap keluarganya (istri2nya) dan akulah yg paling baik di antara kalian terhadap keluargaku." [HR. Tirmidzi dan beliau mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih]. Wallohu a'lam bis-Showab
Mohon koreksi dan semoga bermanfa'at. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar