MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Selasa, 21 Juni 2011

ANGGARAN RUMAH TANGGA NU

ANGGARAN RUMAH TANGGA
NAHDLATUL ULAMA

BAB I
KEANGGOTAAN

Pasal 1

Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari :

a.       Anggota biasa, selanjutnya disebut anggota, ialah setiap Warga Negara Indonesia yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut salah satu Mazhab Empat. sudah aqil baligh, menyetujui aqidah. asas. tujuan, usaha-usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan Nahdlatul Ulama.

b.       Anggota luar biasa, ialah setiap orang yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menu rut salah satu Mazhab Empat, sudah aqil baligh. menyetujui aqidah. asas. tujuan dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama. namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c.        Anggota kehormatan, ialah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Besar.


BAB II
TATACARA PENERIMAAN DAN
PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN

Pasal 2

1.       Anggota biasa diterima melalui Ranting di tempat tinggalnya.
2.       Apabila tidak ada Pengurus Ranting di tempat tinggalnya maka pendaftaran anggota dilakukan di Ranting terdekat.
3.       3. Anggota luar biasa diterima melalui Pengurus Cabang   Istimewa.

Pasal 3

1. Penerimaan anggota biasa maupun anggota luar biasa diatur dengan cara:
a.       Mengajukan permintaan menjadi anggota disertai pernyataan setuju pada aqidah, asas. tujuan dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama secara tertulis atau lisan, membayar uang pangkal sebesar Rp. 1000 (seribu rupiah).
b.       Jika permintaan itu diluluskan, maka yang bersangkutan menjadi calon anggota selama 6 (enam) bulan, dengan hak menghadiri kegiatan­kegiatan Nahdlatul Ulama yang dilaksanakan secara terbuka.
c.        Apabila selama menjadi calon anggota yang bersangkutan menunjukkan hal-hal yang positif, maka ia diterima menjadi anggota penuh dan kepadanya diberikan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU).
d.       Permintaan menjadi anggota dapat ditolak apabila terdapat alasan yang kuat, baik syar'i maupun organisasi.
2. Anggota keluarga dari anggota biasa dan anggota luar biasa Nahdlatul Ulama diakui sebagai anggota keluarga besar Perkumpulan Jam'iyah Nahdlatul Ulama.

Pasal 4

1. Anggota kehormatan dapat diusulkan oleh pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa atau Pengurus Wilayah.
2. Setelah mempertimbangkan kesediaan yang bersangkutan dan memperoleh persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, kepadanya diberikan surat pengesahan.

Pasal 5

1. Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri, dipecat, atau tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan Nahdlatul Ulama.

2. Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri yang diajukan kepada Pengurus Ranting secara tertulis, atau jika dinyatakan secara lisan perlu disaksikan oleh sedikitnya 2 (dua) orang anggota Pengurus Ranting.

3. Seseorang dipecat dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama Nahdlatul Ulama, baik ditinjau dari segi syar'i, kemaslahatan umum maupun organisasi dengan prosedur sebagai berikut:
a.       Pemecatan anggota biasa dilakukan berdasarkan Rapat Pleno Pengurus Cabang setelah menerima usul dari Pengurus Ranting berdasarkan Rapat Pleno Pengurus Ranting.
b.       Pemecatan anggota luar biasa dilakukan berdasarkan Rapat Pleno Pengurus Cabang Istimewa.
c.        Sebelum dipecat, anggota yang bersangkutan diberi surat peringatan oleh pengurus Ranting.
d.       d. Jika setelah 15 (lima belas) hari peringatan itu tidak diperhatikan, maka Pengurus Cabang dapat              memberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan.
e.        Anggota biasa yang diberhentikan sementara atau dipecat dapat membela diri dalam suatu Konferensi Cabang atau naik banding ke Pengurus Wilayah.
f.        Anggota luar biasa yang diberhentikan sementara  atau dipecat dapat membela diri dalam suatu Konferensi Cabang Istimewa atau naik banding ke Pengurus Besar.
g.        pengurus Besarl pengurus Wilayah dapat mengambil keputusan atas pembelaan itu.
h.       Surat pemberhentian atau pemecatan sebagai anggota dikeluarkan oleh Pengurus Cabangl Pengurus Cabang Istimewa bersangkutan atas keputusan Rapat Pleno Pengurus Cabangl Rapat Pleno Pengurus Cabang Istimewa.
i.         Jika selama pemberhentian sementara yang bersangkutan tidak ruju' ilal-haq, maka keanggotaannya gugur dengan sendirinya.
j.         Pengurus Besar mempunyai wewenang memecat anggota secara langsung jika tidak dapat dilakukan oleh Pengurus di bawahnya.
k.       Pemecatan kepada seorang anggota yang dilakukan langsung oleh Pengurus Besar berdasarkan hasil Rapat Pleno pengurus Besar.
l.         l. Anggota yang dipecat langsung oleh Pengurus          Besar dapat membela diri dalam Konferensi Besar  atau Muktamar.

4. Pertimbangan dan tatacara tersebut pad a ayat (3) juga berlaku terhadap pencabutan anggota kehormatan.

BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

Pasal 6

Anggota Nahdlalul Ulama berkewajiban :
a.       Setia, tunduk dan taat kepada Perkumpulan Jam'iyah              Nahdlatul Ulama.
b.       Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu segala langkah Nahdlatul Ulama, serta bertanggungjawab atas segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya.
c.        Membayar i’anah Syahriyah (iuran bulanan) dan I'anah Sanawiyah (iuran tahunan) yang jumlahnya ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
d.       Memupuk dan memelihara Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Insaniyah serta persatuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pasal 7

1. Anggota biasa berhak :
a.       Menghadiri Rapat Anggota Ranting, mengemukakan pendapat dan memberikan suara.
b.       Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain yang ditetapkan baginya.
c.        Mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama.
d.       Memberikan usulan, masukan dan koreksi kepada Pengurus dengan cara dan tujuan yang baik.
e.        Mendapatkan pembelaan, perlindungan dan pelayanan.
f.        Melakukan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya.

2. Anggota luarbiasa berhak:
a.       Mengikuti kegiatan-kegiatan yg diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama.
b.       Memberikan usulan, masukan dan koreksi kepada    Pengurus dengan tujuan dan cara yang baik.
c.        Mendapatkan pelayanan informasi tentang program dan kegiatan Nahdlatul Ulama.
d.       Melakukan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya.

3. Anggota kehormatan berhak menghadiri kegiatan­kegiatan Nahdlatul Ulama atas undangan Pengurus dan dapat memberikan saran-saran, pendapatnya, namun tidak memiliki hak suara atas pendapatnya maupun hak memilih dan dipilih.

4. Anggota Biasa dan Luar Biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi sosial kemasyarakatan lain yang mempunyai aqidah, asas dan tujuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama.

BAB IV
TINGKAT KEPENGURUSAN

Pasal 8

Tingkat kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.       Pengurus Besar (PS) untuk tingkat Pusat
b.       Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat Propinsi
c.        Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten Kota dan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) untuk Luar Negeri.
d.       Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat Kecamatan.
e.        Pengurus Ranting (PR) untuk tingkat Kelurahan/desa

Pasal 9

1.       Pengurus besar Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan Perkumpulan Jam'iyah sebagai suatu organisasi di tingkat pusat dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
2.       Pengurus Sesar Nahdlatul Ulama sebagai tingkat kepengurusan tertinggi dalam Nahdlatul Ulama merupakan penanggung jawab kebijakan dalam pengendalian organisasi dan pelaksanaan keputusan­keputusan Muktamar.

Pasal 10

1.       Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat propinsi dan berkedudukan di ibukota propinsi.
2.       pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 5 (lima) Cabang.
3.       Permintaan untuk membentuk pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama disampaikan kepada pengurus Besar dengan disertai keterangan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah Cabang yang ada di daerah itu setelah melalui masa percobaan 3 (tiga) bulan.
4.       Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator Cabang-Cabang di daerahnya dan sebagai pelaksana pengurus Besar untuk daerah yang bersangkutan.

Pasal 11
1.       Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat Kabupatenl Kota dan berkedudukan di ibukota Kabupaten Kota.
2.       Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat (1) diatas disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dan luasnya daerah atau sulitnya komunikasi dan atau faktor kesejarahan, pembentukan Cabang diatur oleh kebijakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3.       Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama dapat dibentuk jlka terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Majelis Wakil Cabang.
4.       Permintaan untuk membentuk pengurus Cabang disampaikan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam bentuk permohonan yang dikuatkan oleh Pengurus Wilayah yang bersangkutan setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
5.       pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memimpin dan mengkoordinir Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerah kewenangannya, melaksanakan kebijaksanaan Pengurus Wilayah dan Pengurus Besar untuk daerahnya

Pasal 12

1.       Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama setingkat Cabang yang berada di luar negeri.
2.       Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama dibentuk oleh Pengurus Besar Nilhdlatul Ulama atas permohonan sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) orang anggota setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.

Pasal 13

1.       Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat Kecamatan.
2.       pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 4 (empat) Ranting.
3.       Permintaan untuk membentuk Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama disampaikan kepada Pengurus Wilayah dengan rekomendasi Pengurus Cabang dan dapat disahkan oleh Pengurus Wilayah setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.

Pasal 14

1.       Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat Kelurahan/Desa.
2.       Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 14 dapat dibentuk jika di suatu Kelurahan/Desa terdapat sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang anggota.
3.       Permintaan pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama disampaikan kepada Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Cabang dan dapat Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga NU disahkan oleh Pengurus Cabang setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
4.       Untuk efektivitas organisasi dan pengembangan anggota, dapat dibentuk Kelompok Anak Ranting (KAR). Setiap KAR sedikitnya terdiri dari 10 (sepuluh) orang anggota.

BAB V
PERANGKAT ORGANISASI

Pasal 15

Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.       Lembaga.
b.       Lajnah
c.        Badan Otonom

Pasal 16
1.       Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
2.       Ketua Lembaga ditunjuk langsung dan bertanggung jav.db kepada pengurus Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatannya.
3.       Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan.
4.       Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal15 butir (a) dan ayat(1) Pasal 16 adalah:
a.             Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU,bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah.
b.             Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan pengajaran formal.
c.              Rabithah Ma'ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren.
d.             Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama.
e.              Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LP2NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan.
f.              Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang kesejahteraan keluarga, sosial dan kependudukan.
g.              Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat Lakpesdam, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.
h.             Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum disingkat LPBHNU, bertugas melaksanakan penyuluhan dan pemberian bantuan hukum.
i.               Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat Lesbumi, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan budaya.
j.               Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama disingkat LAZISNU, bertugas menghimpun, mengelola dan mentasharufkan, zakat, infaq dan shadaqah.
k.             Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, bertugas mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.
l.               Lembaga Bahtsul Masail disingkat LBM, bertugas membahas dan memecahkan masalah-masalah yang maudlu'iyah (tematik) dan waqi'iyah (aktual) yang memerlukan kepastian hukum.
m.           Lembaga Ta'mir Masjid Indonesia disingkat LTMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid.
n.             Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LPKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
5.       Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan oleh permusyawaratan pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
6. Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah, Cabang dan Cabang Istimewa, disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program.

Pasal 17

1.       Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus.
2.       Lajnah sebagaimana yang dimaksud Pasal 15 butir (b) dan ayat (1) Pasal17 adalah:
3.       Lajnah Falakiyah, bertugas mengurus masalah hisab dan ru'yah, serta pengembangan IImu Falak.
4.       Lajnah Ta'lifWan Nasyr, bertugas mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab buku serta media informasi menurut faham Ahlussunnah wal Jamaah.
5.       Pembentukan dan penghapusan Lajnah ditetapkan oleh permusyawaratan pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
6.       Pembentukan Lajnah di tingkat Wilayah, Cabang dan Majelis Wakil Cabang dilakukan sesuai dengan keperluan penanganan program khusus dan tenaga yang tersedia.

Pasal 18

1.       Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
2.       Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan aqidah, asas dan tujuan Nahdlatul Ulama.
3.       Kepengurusan Badan Otonom diatur menu rut Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga masing-masing sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
4.       Keputusan Kongres atau Konferensi Badan Otonom dilaporkan kepada pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau Pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya masing-masing.
5.       Dalam melaksanakan program, Badan Otonom memiliki keleluasaan yang tidak bertentangan dengan kebijakan Nahdlatul Ulama.
6.       Badan Otonom sebagaimana dimaksud Pasal15 butir (c) dan ayat (1) Pasal18 adalah:
a.       Jam'iyyah Ahli Thariqah AI Mu'tabarah An-Nahdliyyah, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlalul Ulama pad a pengikut tharekat yang mu'tabar di lingkungan Nahdlalul Ulama serta membina dan mengembangkan seni hadrah.
b.       Jam'iyyatul Qurra Wal Huffazh, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok Qori/ Qoriah dan Hafizh Hafizhah di lingkungan Nahdlatul Ulama.
c.        Muslimat Nahdlalul Ulama disingkat Muslimah NU, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlalul Ulama pada anggota perempuan Nahdlatul Ulama.
d.       Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Falayat NU, adalah Badan Otonom yang berfungsi membanlu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama.
e.        Gerakan Pemuda Ansor disingkat GP Ansor, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada anggota pemuda Nahdlatul Ulama.
f.        Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada pelajar laki-Iaki dan santri laki-Iaki.
g.        Ikatan Pelajar Putri Nahdlalul Ulama disingkal IPPNU, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlalul Ulama pada pelajar perempuan dan santri perempuan.
h.       Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum intelektual di kalangan Nahdlatul Ulama.
i.         Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat Sarbumusi, adalah Badan Otonom yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang kesejahteraan dan pengembangan ketenagakerjaan.
j.         Pagar Nusa, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada pengembangan seni bela diri.

Pasal 19

Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban membina dan mengayomi seluruh Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom pada tingkat masing-masing.

BAB VI
SUSUNAN PENGURUS BESAR

Pasal 20

1.       Mustasyar Pengurus Besar terdiri dari beberapa orang.
2.       Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais Aam, Wakil Rais Aam, beberapa Rais, Katib Aam dan beberapa Wakil Katib.
3.       Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A'wan.

Pasal 21

1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah Pusat.

Pasal 22

Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah. Pengurus
Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Umum Badan Otonom tingkat pusat.


BAB VII
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH

Pasal 23

1.       Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri dari beberapa orang.
2.       Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
3.       Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari pengurus Anggatan Dasar Anggaran Rumah Tangga NU Harian Syuriyah dan A'wan.

Pasal 24

1.       Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2.       pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurui! Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat wilayah.

Pasal 25

pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus
Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkatwilayah.

BAB VIII
SUSUNAN PENGURUS CABANG PENGURUS CABANG ISTIMEWA

Pasal 26

1.       Mustasyar pengurus Cabang terdiri dari beberapa orang.
2.       Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
3.       Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari pengurus Harian Syuriyah dan A'wan.

Pasal 27

1. pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua. beberapa Wakil Ketua. Sekretaris. beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2. pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat cabang.

Pasal 28

Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat cabang.

BAB IX
SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG

Pasal 29

1.       Mustasyar Majelis Wakil Cabang terdiri dari beberapa orang.
2.       Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
3.       Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari pengurus Harian Syuriyah dan A'wan.

Pasal 30

1.       Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2.       Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga tingkat Majelis Wakil Cabang.
Pasal 31
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus
Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Majelis Wakil Cabang.

BABX
SUSUNAN PENGURUS RANTING

Pasal 32

1.       Pengurus Harian Syuriyeh terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
2.       Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A'wan.

Pasal 33

pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris,
Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.

Pasal 34
Pengurus Pleno terdiri dari pengurus Syuriyah dan pengurus Tanfidziyah dan
Ketua Badan Otonom tingkat ranting.

BAB XI
SYARAT MENJADI PENGURUS

Pasal 35

1.       untuk menjadi pengurus Ranting atau Majelis Wakil . Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
2.       Untuk menjadi Pengurus Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
3.       Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun.
4.       Untuk menjadi pengurus Besar, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun.
5.       Keanggotaan pada ayat 1, 2, 3 dan 4 pasal ini adalah sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (2) Anggaran Dasar dan Pasal 1 butir (a) dan (b) Anggaran Rumah Tangga.

BABXII
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS

Pasal 36

Pemilihan dan penetapan pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
a.       Rais Aam dipilih secara langsung oleh Muktamar.
b.       Wakil Rais Aam ditunjuk oleh Rais Aam terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c.        Ketua Umum dipilih secara langsung oleh Muktamar dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Aam terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
d.       Rais Aam terpilih, Wakil Rais Aam dan Ketua Umum terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus : Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Muktamar.
e.        Pengisian A'wan, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
f.        Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Lajnah.

Pasal 37
Pemilihan pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama :
a.       Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Wilayah.
b.       Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Wilayah dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c.        Rais Syuriyah. dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Wilayah.
d.       Pengisian A'wan Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
e.        pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim untuk menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Lajnah.

Pasal 38

Pemilihan Pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa Nadhlatul Ulama:
a.       Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Cabang/Cabang Istimewa.
b.       Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Cabangl Cabang Istimewa dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c.        Rais Syuriyah. dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus : Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Cabangl Cabang Istimewa.
d.       Pengisian A'wan. Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
e.        pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan pengurus Lembaga dan Lajnah.

Pasal 39

Pemilihan pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama:
a.       Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Majelis Wakil Cabang.
b.       b. Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Majelis Wakil Cabang dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c.        Rais Syuriyah. dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus : Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Majelis Wakil Cabang.
d.       d. Pengisian A'wan dan Ketua Lembaga ditetapkan oleh              PengurusHarian syuriyah dan Tanfidziyah.
e.        Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga.

Pasal 40

Pemilihan Pengurus Ranting Nadhlatul Ulama:

a.       Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh Musyawarah
b.       Anggota.
c.        Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh Musyawarah Anggota dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
d.       Rais Syuriyah, dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus : Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Anggota.
e.        Pengisian A'wan ditetapkan oleh Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.

BAB XIII
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU

Pasal 41

1.       Apabila terjadi kekosongan jabatan Rais Aam, maka Wakil RaisAam menjadi pejabat Rais Aam.
2.       Apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Rais Aam,       maka Rais Aam menunjuk salah seorang Rais untuk menjadi Wakii Rais Aam.
3.       Apabila Wakil Rais Aam menjadi pejabat Rais Aam, maka pengisian Wakil Rais Aam ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah.
4.       Apabila Rais Aam dan Wakil Rais Aam berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan. maka :
5.       Rapat Pengurus Lengkap Syuriyah menetapkan Pejabat Rais Aam.
6.       Pejabat Rais Aam yang telah ditetapkan menunjuk Pejabat Wakil Rais Aam.
7.       Apabila terjadi kekosongan jabatan Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib Aam, Katib, dan A'wan, maka pengisian jabatan tersebut ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah.

Pasal 42

1.       Apabila Ketua Umum berhalangan sementara, maka Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua Tanfidziyah sebagai Pelaksana Tugas Harian.
2.       Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Tanfidziyah menetapkan Pejabat Ketua Umum.
3.       Apabila terjadi kekosongan jabatan Ketua Tanfidziyah. Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara, Wakil Bendahara, dan Ketua Lembaga, serta Ketua Lajnah maka pengisian jabatan tersebul ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.

Pasal 43

Apabila terjadi kekosongan jabatan pada pimpinan Wilayah, pimpinan Cabang, Cabang Istimewa, Majelis Wakil Cabang, dan Ranting, maka proses pengisian jabatan tersebut disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 41 dan 42 Anggaran Rumah Tangga ini.

BAB XIV
 MASA JABATAN

Pasal 44

1.       Masa jabatan dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama mengikuti ketentuan Pasal12 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama.
2.       Rais Aam dan Ketua Umum dapat dipilih kembali.
3.       pengurus Lembaga dan Lajnah yang masa jabatannya sudah berakhir, tetap melaksnakan tugasnya sampai dengan terbentuknya kepengurusan yang baru, dengan tidak mengambil kebijakan yang mendasar.
4.       Masa jabatan Badan Otonom sesuai dengan ketentuan Badan Otonom yang bersangkutan.

BAB XV
RANGKAP JABATAN

Pasal 45

1.       Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga. Lajnah dan Badan Otonom, tidak dapat dirangkap dengan jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan yang lain, baik dalam organisasi Nahdlatul Ulama maupun dalam perangkatnya.
2.       Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga. Lajnah dan Badan Otonom pada semua tingkat kepengurusan tidak dapat dirangkap dengan jabatan Pengurus Harian Partai Politik dan atau Organisasi yang berafiliasi kepadanya.
3.       Jika pengurus Harian Nahdlatul Ulama mencalonkan diri atau dicalonkan untuk mendapatkan jabatan politik. maka yang bersangkutan harus non aktif sementara hingga penetapan jabatan politik tersebut dinyatakan final dan apabila terpilih maka yang bersangkutan dapat mengundurkan diri atau diberhentikan dengan hormat.
4.       Rincian aturan pelarangan rangkap jabatan pad a ayat (1 ). (2) dan (3) diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XVI
PENGESAHAN DAN PEMBEKUAN PENGURUS

Pasal 46

1.       Susunan dan personalia pengurus Wilayah. Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa disahkan oleh Pengurus Besar.
2.       Dalam pengesahan susunan dan personalia Pengurus Cabang, kecuali Pengurus Cabang Istimewa harus dengan rekomendasi Pengurus Wilayah.
3.       Susunan dan personalia pengurus Majelis Wakil Cabang disahkan oleh Pengurus Cabang.
4.       Susunan dan p.ersonalia Pengurus Ranting disahkan oleh Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang.

Pasal 47

1.       Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat pusat ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
2.       Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat Wilayah ditetapkan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dan dilaporkan kepada Pimpinan Pusat Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan.
3.       Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat Cabang ditetapkan oleh Pengurus Cabangl Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama dan dilaporkan kepada Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan.

Pasal 48

1.       Pengurus Besar dapat membekukan Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang melalui keputusan yang ditetapkan oleh Rapat Pleno rengurus Besar.
2.       Pengurus Besar dapat membekukan Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Pengurus Ranting setelah mendapat rekomendasi dari Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang.
3.       Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Pasal ini didasarkan pada pertimbangan syar'i dan atau ketentuan organisasi.
4.       Sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari sebelum pembekuan dilakukan, terlebih dahulu diberi peringatan tertulis untuk memperbaiki.
5.       Kepengurusan yang dibekukan diambil alih oleh Pengurus setingkat lebih tinggi dengan tugas mempersiapkan penyelenggaraan permusyawaratan yang akan memilih pengurus baru.
6.       Selambat-Iambatnya 3 (tiga) bulan setelah pembekuan harus sudah terselenggara permusyawaratan untuk memilih Pengurus baru.

BAB XVII
TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS


Pasal 49

1.       Mustasyar adalah ulama atau tokoh yang telah memberikan dedikasi, pengabdian dan loyalitasnya kepada Nahdlatul Ulama.
2.       Mustasyar bertugas memberikan nasehat kepada Pengurus Nahdlatul Ulama menu rut tingkatannya baik diminta atau tidak.

Pasal 50

1.       Pengurus Syuriyah selaku pimpinan tertinggi sebagai pembina, pengendali, pengawas dan penentu kebijakan Nahdlatul Ulama mempunyai tugas dan wewenang :
a.       Menentukan arah kebijakan Nahdlatul Ulama dalam melakukan usaha dan tindakan untuk mencapai tujuan Nahdlatul Ulama.
b.       Memberikan petunjuk, bimbingan dan pembinaan pemahaman, pengamalan dan pengembangan ajaran Islam berdasar faham Ahlussunnah wal Jamaah, baik di bidang aqidah, syari'ah maupun akhlaql tasawuf.
c.        Mengendalikan, mengawasi dan memberikan koreksi sesuai dengan pertimbangan syar'i dan ketentuan organisasi.
d.       Membatalkan keputusan perangkat organisasi Nahdlatul Ulama sebagaimana yang dimaksud pad a Pasal19 butir (d)Anggaran Dasar.
       
2.       Pembagian tugas di antara anggota pengurus Syuriah diatur dalam Peraturan Tata Kerja Organisasi

Pasal 51

1.       Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana mempunyai kewajiban memimpin jalannya organisasi.
2.       pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana mempunyai tugas:
  1. Memimpin jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh Pengurus Syuriyah.
  2. Melaksanakan program Jam'iyah Nahdlatul Ulama.
  3. Membina dan mengawasi kegiatan semua perangkat Jam'iyah yang berada di bawahnya.
  4. Menyampaikan laporan secara periodik kepada pengurus Syuriyah tentang pelaksanaan tugasnya.
3.       Dalam menggerakkan dan mengelola program,   pengurus Tanfidziyah berwenang membentuk tim kerja tetap atau sementara sesuai kebutuhan.
4.       Ketua Umum pengurus Besar, Ketua pengurus Wilayah, Ketua Pengurus Cabang, Cabang Istimewa, Ketua pengurus Majelis Wakil Cabang dan Ketua pengurus Ranting karena jabatannya berhak menghadiri Rapat Harian dan Rapat Lengkap Pengurus Syuriyah sesuai dengan tingkatannya masing-masing.
5.       Pembagian tugas diantara anggota Pengurus Tanfidziyah diatur dalam Peraturan Tata Kerja Organisasi.

BAB XVIII
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS

Pasal 52

1.       Pengurus berkewajiban :
  1. Menjaga dan menjalankan amanat organisasi.
  2. Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
  3. Mematuhi ketentuan-ketentuan organisasi.

2.       Pengurus berhak :
  1. Membuat kebijakan, keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau keputusan pengurus Nahdlatul Ulama yang lebih tinggi.
  2. Memberikan saran atau koreksi kepada Pengurus setingkat lebih tinggi dengan tujuan dan cara yang baik.
  3. Memberikan motivasi dan dorongan kepada Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom untuk meningkatkan kinerjanya.

BAB XIX
PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL

Pasal 53

1.       Muktamar adalah instansi permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi Nahdlatul Ulama, diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sekali dalam 5 (lima) tahun.
2.       Muktamar dipimpin oleh pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3.       Muktamar dihadiri oleh :
a. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
b. Pengurus Wilayah.
c. pengurus Cabang/ Cabang Istimewa.
4.       Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah Wilayah dan Cabang/ Cabang Istimewa yang sah.
5.       Untuk penyelenggaraan Muktamar, pengurus Besar Nahdlatul Ulama membentuk Panitia Penyelenggara yang bertanggung jawab kepada pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
6.       PBNU berkewajiban menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban Organisasi dalam Muktamar.
7.       Pengurus Besar Nahdlatul Ulama membuat Susunan Acara Muktamar dan Rancangan Peraturan Tata Tertib Muktamar yang mencakup susunan dan tata cara pemilihan Pengurus.

Pasal 54

Muktamar Luar Biasa sebagaimana dimaksud Pasal17 ayat (1) butir (b) Anggaran
Dasar, dapat diselenggarakan atas permintaan Pengurus Besar Syuriyah dengan
ketentuan :
a.       Diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah­masalah nasional atau mengenai keberadaan Perkumpulan Jam'iyah Nahdlatul Ulama.
b.       Penyelesaian masalah-masalah dimaksud butir (a) tak dapat diselesaikan dalam permusyawaratan lain.
c.        Atas dasar keputusan Rapat Pleno Pengurus Besar dan rekomendasi Konferensi Besar.

Pasal 55

1.       Konferensi Besar merupakan instansi permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar dan diadakan oleh Pengurus Besar.
2.       Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan utusan Pengurus Wilayah.
2.       3. Konferensi Besar dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari jumlah       Pengurus Wilayah yang sah.
3.       Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya ditengah masyarakat.
4.       Konferensi Besar tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru.
5.       Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini.
6.       Susunan acara dan peraturan Tata Tertib Konferensi Besar ditetapkan oleh pengurus Besar.
7.       Konferensi Besardipimpin oleh pengurus Besar.
8.       Konferensi Besar diadakan satu kali dalam tengah masa jabatan pengurus Besar.

Pasal 56

1.       Musyawarah Nasional Alim Ulama yang diselenggarakan oleh pengurus Besar Syuriyah. sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) masa jabatan kepengurusan untuk membicarakan masalah keagamaan.
2.       Musyawarah tersebut dapat mengundang Alim Ulama, pengasuh Pondok Pesantren dan Tenaga Ahli, baik dari dalam maupun dari luar Pengurus Nahdlatul Ulama.
3.       Musyawarah Nasional Alim Ulama tidak dapat mengubah Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Muktamar dan tidak mengadakan pemilihan Pengurus.
4.       Musyawarah Alim Ulama yang serupa dapat juga diselenggarakan oleh Wilayah atau Cabang, sekurang­kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) masa jabatan.

Pasal 57

1.       Rapat Koordinasi Nasional diselenggarakan oleh Pengurus Besar untuk melaksanakan koordinasi atas suatu masalah atau kewajiban organisasi yang mendesak.
2.       Rapat Koordinasi Nasional dapat diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan keperluan.
3.       Rapat Koordinasi Nasional dihadiri oleh Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.

BAB XX
PERMUSYAWARATAN TlNGKAT DAERAH

Pasal 58

1.       Konferensi Wilayah adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Wilayah, dihadiri oleh Pengurus Wilayah dan utusan pengurus Cabang yang ada di daerahnya. terdiri dari Syuriyah dan Tanfidziyah.
2.       Konferensi Wilayah diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
3.       Konferensi Wilayah diselenggarakan atas undangan Pengurus Wilayah atau atas permintaan sekurang­kurangnya separuh jumlah Cabang yang ada di daerahnya.
4.       Konferensi Wilayah membicarakan pertanggung jawaban Pengurus Wilayah. menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun. memilih pengurus Wilayah yang baru dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya terutama yang terjadi diwilayah bersangkutan.
5.       Pengurus Wilayah membuat Rancangan Tata Tertib Konferensi termasuk di dalamnya tata cara pemilihan pengurus baru sebagaimana dimaksud Pasal (37) Anggaran Rumah Tangga.
6.       Konferensi Wilayah adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah Cabang di daerahnya dan dalam pengambilan keputusan, pengurus Wilayah sebagai lembaga dan tiap-tiap Cabang yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.



Pasal 59
1.       Musyarawah Kerja Wilayah diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
2.       Musyawarah Kerja Wilayah dihadiri oleh pengurus Pleno Wilayah dan Pengurus Cabang di daerahnya.
3.       Musyawarah Kerja Wilayah membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Wilayah, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
4.       Dalam Musyawarah Ke~a Wilayah tidak diadakan pemilihan Pengurus baru.

Pasal 60

1.       Konferensi Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang, dihadiri oleh Pengurus Cabang, utusan Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Pengurus Ranting yang ada di daerahnya, terdiri dari Syuriyah dan Tanfidziyah.
2.       Konferensi Cabang diadakan atas undangan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting didaerahnya.
3.       Konferens Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Cabang, menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun, memilih Pengurus Cabang dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pad a umumnya. terutama yang terjadi di Cabang yang bersangkutan.
4.       Pengurus Cabang membuat Rancangan Tata Tertib Konferensi, termasuk tata cara pemilihan pengurus sebagaimana dimaksud Pasal 38 Anggaran Rumah Tangga.
5.       Konferensi Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya dan dalam pengambilan keputusan, Pengurus Cabang sebagai lembaga dan tiap-tiap Majelis Wakil Cabang dan Ranting yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.

Pasal 61

1.       Musyarawah Kerja Cabang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
2.       Musyawarah Kerja Cabang dihadiri oleh pengurus Pleno Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang di daerahnya.
3.       Musyawarah Kerja Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat. membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
4.       Dalam Musyawarah Kerja Cabang tidak diadakan pemilihan Pengurus baru.

Pasal 62

1.       Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah instansi permusyawaratan tertingi pada tingkat Majelis Wakil Cabang, dihadiri oleh pengurus Majelis Wakil Cabang dan utusan Pengurus Ranting yang ada di daerahnya. terdiri dari Syuriyah dan Tanfidziyah.
2.       Konferensi Majelis Wakil Cabang diselenggarakan atas undangan pengurus Majelis Wakil Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya setengah dari jumlah Ranting di daerahnya.
3.       Konferensi Majelis Wakil Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang, penyusunan rencana kerja untuk masa 5 (lima) tahun, memilih Pengurus Wakil Cabang dan membahas masalah kemasyarakatan pad a umumnya, terutama yang te~adi di daerahnya.
4.       pengurus Majelis Wakil Cabang membuat Rancangan Tata Tertib Konferensi, termasuk tata cara pemilihan Pengurus sebagaimana dimaksud Pasal 39 Anggaran Rumah Tangga.
5.       Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh dari jumlah Ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, Pengurus Majelis Wakil Cabang sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap Ranting yang hadir masing-masing mempunyai 1 (satu) suara.

Pasal 63

1.       Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang diselenggarakan oleh pengurus Majelis Wakil Cabang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.

2.       Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang dihadiri oleh Pengurus Pleno Majelis Wakil Cabang dan Pengurus Ranting di daerahnya.
3.       Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Majelis Wakil Cabang, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
1.       4. Dalam Musyawarah Ke~a Majelis Wakil Cabang tidak                diadakan pemilihan Pengurus baru.

Pasal 64

1.       Musyawarah Anggota adalah instansi permusyawaratan tertinggi pad a tingkat Ranting yang dihadiri oleh anggota-angota Nahdlatul Ulama di daerah Ranting dan diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2.       Musyawarah Anggota diselenggarakan atas undangan pengurus Ranting atau atas permintaan sekurang­kurangnya separuh dari jumlah anggota Nahdlatul Ulama di Ranting bersangkutan.
3.       Musyawarah Anggota adalah sah apabila dihadiri lebih dari separuh anggota Nahdlatul Ulama di Ranting tersebut. Setiap anggota mempunyai hak 1 (satu) suara
4.       Musyawarah Anggota membicarakan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Ranting, menyusun rencana kerja untuk 5 (lima) tahun, memilih Pengurus Ranting dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerahnya sebagaimana dimaksud Pasal 40 Anggaran Rumah Tangga.

BAB XXI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 65

Uang pangkal, I'anah Syahriyah dan I'anah Sanawiyah yang diterima dari
anggota Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi dan
dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut:
a.       55% untuk membiayai kegiatan Ranting.
b.       20% untuk membiayai kegiatan Majelis Wakil Cabang.
b.       C. 15% untuk membiayai kegiatan Cabangl Cabang Istimewa.
a.       10% untuk membiayai kegiatan Wilayah.

Pasal 66

1.       1. Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus Besar    kepada Muktamar dimuat pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus Besar, Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom.
2.       Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus Wilayah kepada Konferensi dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris pengurus Wilayah, Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom.
3.       Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus Cabangl Cabang Istimewa kepada Konferensi dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris pengurus Cabangl Cabang Istimewa, Lembaga. Lajnah dan Badan Otonom.
4.       Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang kepada Konferensi dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Majelis Wakil Cabang, Lembaga dan Badan Otonom.
5.       Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Ranting kepada Rapat Anggota dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Ranting dan Badan Otonom.

Pasal 67

Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta benda tidak bergerak tidak dapat
dialihkan hak kepemilikannya kepada pihak lain kecuali atas persetujuan
Pengurus Besar.

BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal68

1.       Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan lebih lanjut oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
1.       2. Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh                 Muktamar.

Ditetetapkan di : Boyolali
Pada Tanggal. 18 Syawal1425 H
01 Desember 2004 M


MUKTAMAR XXXI NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN SIDANG PLENO IX

Ttd                                                                          ttd                                                           ttd


Drs KH A Hafizh Usman                                       H M Rozy Munir SE MSc                      Drs H Taufiq R Abdullah
Ketua                                                                     Wk. Ketua                                            Sekretaris





               
Tim Perumus :

KH. A. Hafizh Utsman                                      Ketua merangkap anggota (PBNU)
H.M. Rozy Munir, SE., MSc                                              Anggota (PBNU)
Drs. H. Taufiq R Abdullah                                 Anggota (PBNU)                 
Drs. H. Ahmad Fayumi                                      Anggota (PBNU)
Drs. H. Syamsuddin Asyrofi M.Hum              Anggota (PWNU Jateng)
H. Soleh Hayat, SH                                                            Anggota (PWNU Jatim)
H. Imron Masyhudi                                                            Anggota (PCI Saudi Arabia)
Drs. Isnadi Nori                                                    Anggota (PWNU Sumsel)
H. Koman, S.pd.i                                                 Anggota (PWNU Papua)
Tedy Suryana                                                                      Anggota (PWNU Kalsel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar