Tak terasa Ramadhan
1437 H bulan suci telah dihadapan kita, semoga Allah berkenan mempertemukan dengan
Ramadhan yang tinggal hitungan hari.
Menjelang bulan
Ramadhan setiap muslim pasti akan disibukan dengan berbagai macam persiapan
untuk menyambutnya. Mulai dari persiapan rohani, jasmani maupun materi. Akan
tetapi ada yang menarik perhatian saya melihat fenomena disekitar tempat
tinggal saya. Yaitu Penutupan pengajian karena sudah mau datang bulan Ramadhan.
Hal ini sempat menjadi bahan perenungan bagi saya, menjelang datangnya bulan
suci yang menjanjikan pahala berlimpah bagi yang beribadah. Bukankah pengajian
merupakan sebuah ibadah yang mendatangkan pahala berlipat? Ya, majelis ilmu
yang biasa disebut pengajian ini justru ditutup pada bulan Ramadhan. Timbul
pertanyaan dalam diri saya, Apakah tidak salah? Padahal mereka berkesempatan
untuk mendapatkan llimpahan pahala yang berlipat dengan pengajian tersebut.
saya pernah ditanya “kamu sudah penutupan pengajian belum?” Dengan jelas dan
tegas saya menjawab “justru kami lebih semangat dan sering ngaji di bulan
Ramadhan” orang itu balik bertanya “kok gak ditutup” saya agak bingung
menjelaskanya, karena yang seharusnya ditutup adalah tempat hiburan malam, Bar
dan diskotek serta tempat maksiat lainya bukan pengajianya.
Definisi Tawaqufan
Tawaquf dari
asal kata “Waqofa, Yaqifu, Mawqifan
وقف, يقف, موقفا ” mengikuti wazan
“Fa’ala, Yaf’ilu, Fau’ilan فعل, يفعل, فوعلا ” Fi’il
Tsulatsi Mujarrod Bina’ Mu’tal Mitsal atau dari asal kata "Tawaqqofa, Yatawaqqofu, Tawaqqufan توقّف, يتوقّف, توقّفا mengikuti wazan "Tafa'-'ala, Yatafa'-'alu, Tafa'-'ulan تفعّل, يتفعّل, تفعّلا Fi'il Tsulatsi Mazid Khumasi Bina' Mu'tal Mitsal yang berarti berhenti. Sedangkan menurut
istilah adalah penutupan sementara pengajian rutin yang diadakan di bulan sya’ban
baik pengajian privat agama, pengajian mingguan atau bulanan yang bertujuan
untuk memberikan kelonggaran dalam beribadah dan menuntut ilmu dengan tanpa
batasan waktu dan tempat yang biasanya telah ditentukan. Bukan berarti tidak
boleh mengkaji/menuntut ilmu atau beribadah, akan tetapi biar umat islam bebas
melakukannya kapan dan dimana saja tanpa batasan waktu dan tempat.
Disamping itu
juga sebagai langkah persiapan fisik dan mental melalui amal ibadah dalam
menyambut bulan suci Ramadhan yang sesuai hadits Rasul amal ibadah di bulan
Ramadhan pahalanya akan dilipatgandakan. Sebagaimana hadits berikut:
عن
سلمان الفارسي رضي الله عنه أنه قال : ( خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في
آخر يوم من شعبان فقال : أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم مبارك ، شهر فيه ليلة خير
من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة ، وقيام ليله تطوعاً ، من تقرب فيه بخصلة من
الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدّى سبعين فريضة
فيما سواه ،..... الى اخرها.[ رواه ابن خزيمة بلفظه في صحيحه 3/191]
Suatu ketika, pada akhir bulan
Sya’ban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkhutbah di hadapan para
sahabat, “Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang
senantiasa agung dan lagi penuh keberkatan; yaitu bulan yang didalamnya ada
suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan ; bulan yang Allah telah
menjadikan puasa-Nya suatu fardhu dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’.
Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada Allah dengan suatu perbuatan di dalam
bulan itu, maka samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di bulan
lain. Dan barangsiapa menunaikan suatu fardhu di bulan Ramadhan, samalah dia
dengan orang yang mengerjakan tujuh puluh fardhu di bulan lain. .... sampai akhir hadits.’’ (HR. Ibn Khuzaimah dari Salman ra)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ
النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ،
وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ
الْقُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ
يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan
saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al-Qur’an. Dan kedermawanan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari-Muslim)
An Nawawi berkata: “Ulama madzhab
kami berkata: Yang sunnah adalah memperbanyak membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan dan
mempelajarinya. Yaitu dengan cara, seseorang membaca Al-Qur’an di depan orang lain, lalu
orang lain membaca di depannya. Berdasarkan hadits sebelumnya dari Ibnu ‘Abbas”
(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzab,
6/274).
Ibnu Rajab rahimahullah berkata tentang hadits tersebut:
“hadits ini dalil tentang dianjurkannya memperbanyak membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan” (Lathaif Al Ma’arif, 169)
Ketidaksiapan yang Berbuah
Pahit
Imam Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah memaparkan
dua perkara yang wajib kita waspadai. Salah satunya adalah [اَلتَّهَاوُنُ
بِالْأَمْرِ إِذَا حَضَرَ وَقْتُهُ], yaitu
kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya.
Ketidaksiapan tersebut salah satu bentuk meremehkan perintah. Akibatnya
pun sangat besar, yaitu kelemahan untuk menjalankan kewajiban tersebut dan
terhalang dari ridha-Nya. Kedua dampak tersebut merupakan hukuman atas
ketidaksiapan dalam menjalankan kewajiban yang telah nampak di depan mata. (Badai’ul Fawaid 3/699)
Persiapkan Amal Shalih dalam Menyambut Ramadhan
Bila kita
menginginkan kebebasan dari neraka di bulan Ramadhan dan ingin diterima amalnya
serta dihapus segala dosanya, maka harus ada bekal yang dipersiapkan.
Allah ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأعَدُّوا لَهُ
عُدَّةً وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا
مَعَ الْقَاعِدِينَ (٤٦)
“Dan jika
mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan
itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan
keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama
orang-orang yang tinggal itu.” (At Taubah: 46).
Harus ada
persiapan! Dengan demikian, tersingkaplah ketidakjujuran orang-orang yang tidak
mempersiapkan bekal untuk berangkat menyambut Ramadhan. Oleh sebab itu, dalam
ayat di atas mereka dihukum dengan berbagai bentuk kelemahan dan kehinaan
disebabkan keengganan mereka untuk melakukan persiapan.
Sebagai
persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata,
وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ
أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ
يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Saya sama sekali belum pernah melihat
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dalam satu bulan sebanyak
puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, di dalamnya beliau berpuasa sebulan
penuh.” Dalam riwayat lain, “Beliau
berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.” (HR. Muslim: 1156)
Beliau tidak terlihat lebih banyak berpuasa di satu bulan melebihi puasanya
di bulan Sya’ban, dan beliau tidak menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali
di bulan Ramadhan.
Generasi emas
umat ini, generasi salafush shalih, mereka selalu mempersiapkan diri menyambut
Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama salaf mengatakan,
كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ
يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ
يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ
”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah
selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.” (Lathoiful Ma’arif hal. 232)
Tindakan mereka
ini merupakan perwujudan kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan, permohonan
dan bentuk ketawakkalan mereka kepada-Nya. Tentunya, mereka tidak hanya
berdo’a, namun persiapan menyambut Ramadhan mereka iringi dengan berbagai amal
ibadah.
Abu Bakr al
Warraq al Balkhi rahimahullah mengatakan,
شهر رجب شهر للزرع و شعبان شهر السقي للزرع و
رمضان شهر حصاد الزرع
“Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban
adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.” (Lathoiful Ma’arif hal. 130)
Sebagian ulama
yang lain mengatakan,
السنة مثل الشجرة و شهر رجب أيام توريقها و شعبان
أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن سود صحيفته بالذنوب
أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة أن يغتنم فيه ما بقي من
العمر
“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan
Rajab adalah waktu menumbuhkan daun, Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan
dahan, dan Ramadhan adalah bulan memanen, pemanennya adalah kaum mukminin.
(Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan” catatan amal mereka hendaklah
bergegas “memutihkannya” dengan taubat di bulan-bulan ini, sedang mereka yang
telah menyia-nyiakan umurnya dalam kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa umur
sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) di waktu tesebut.” (Lathaaiful Ma’arif hal. 130)
Wahai kaum
muslimin, agar buah bisa dipetik di bulan Ramadhan, harus ada benih yang
disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun. Puasa,
qiyamullail, bersedekah, dan berbagai amal shalih di bulan Rajab dan Sya’ban,
semua itu untuk menanam amal shalih di bulan Rajab dan diairi di bulan Sya’ban.
Tujuannya agar kita bisa memanen kelezatan puasa dan beramal shalih di bulan
Ramadhan, karena lezatnya Ramadhan hanya bisa dirasakan dengan kesabaran,
perjuangan, dan tidak datang begitu saja. Hari-hari Ramadhan tidaklah banyak,
perjalanan hari-hari itu begitu cepat. Oleh sebab itu, harus ada persiapan yang
sebaik-baiknya.
Jangan Lupa, Perbarui Taubat!
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ
الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون
“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan
dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi: 2499)
Taubat
menunjukkan tanda totalitas seorang dalam menghadapi Ramadhan. Dia ingin
memasuki Ramadhan tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang akan memperkeruh
perjalanan selama mengarungi Ramadhan.
Allah
memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, karena taubat wajib dilakukan
setiap saat. Allah ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا
الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١)
“Bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.” (An Nuur:
31).
Taubat yang
dibutuhkan bukanlah seperti taubat yang sering kita kerjakan. Kita bertaubat,
lidah kita mengucapkan, “Saya memohon ampun kepada Allah”, akan tetapi hati
kita lalai, akan tetapi setelah ucapan tersebut, dosa itu kembali terulang.
Namun, yang dibutuhkan adalah totalitas dan kejujuran taubat.
Jangan pula
taubat tersebut hanya dilakukan di bulan Ramadhan sementara di luar Ramadhan
kemaksiatan kembali digalakkan. Ingat! Ramadhan merupakan momentum ketaatan
sekaligus madrasah untuk membiasakan diri beramal shalih sehingga jiwa terdidik
untuk melaksanakan ketaatan-ketaatan di sebelas bulan lainnya.
Segala sesuatu yang kita hadapi akan lebih baik hasilnya jika
kita memiliki persiapan sebelumnya. Tak terkecuali dengan Ramadhan. Apalagi ia
merupakan tamu yang sangat istimewa dan sudah lama kita rindukan kehadirannya.
Dengan persiapan yang baik kita bisa bersamanya dengan baik, dan kebersamaan
yang baik akan membawa hasil yang baik pula dikemudian hari. Dalam menyambut
Ramadhan ada lima persiapan yang harus kita lakukan:
Pertama, persiapan ilmu. Agar aktifitas di bulan Ramadhan bisa optimal kita jalankan, kita harus memiliki wawasan dan pemahaman yang benar dan cukup tentang Ramadhan dan hal-hal yang terkait dengannya. Caranya dengan membaca berbagai bahan rujukan dan menghadiri majelis-majelis ilmu yang membahas tentang Ramadhan. Kegiatan ini berguna untuk mengarahkan kita agar beribadah sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebelum, selama dan pasca Ramadhan. Ilmu harus kita dahulukan sebelum beramal. oleh karena itu, mulai sekarang harus kita programkan untuk membaca dan menghadiri majelis-majelis ilmu. Jangan sampai pemahaman hal-hal yang berhubungan dengan Ramadhan justru baru kita dapatkan ketika di akhir-akhir Ramadhan, walaupun bukan hal yang sia-sia, namun hal itu dapat mengurangi keuntungan kita di bulan penuh berkah ini.
Pertama, persiapan ilmu. Agar aktifitas di bulan Ramadhan bisa optimal kita jalankan, kita harus memiliki wawasan dan pemahaman yang benar dan cukup tentang Ramadhan dan hal-hal yang terkait dengannya. Caranya dengan membaca berbagai bahan rujukan dan menghadiri majelis-majelis ilmu yang membahas tentang Ramadhan. Kegiatan ini berguna untuk mengarahkan kita agar beribadah sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebelum, selama dan pasca Ramadhan. Ilmu harus kita dahulukan sebelum beramal. oleh karena itu, mulai sekarang harus kita programkan untuk membaca dan menghadiri majelis-majelis ilmu. Jangan sampai pemahaman hal-hal yang berhubungan dengan Ramadhan justru baru kita dapatkan ketika di akhir-akhir Ramadhan, walaupun bukan hal yang sia-sia, namun hal itu dapat mengurangi keuntungan kita di bulan penuh berkah ini.
Kedua, persiapan semangat. Semangat Ramadhan harus kita miliki jauh-jauh hari sebelum ia tiba. Salafus-shaleh biasa membaca doa ini: "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan pertemukan kami dengan Ramadhan." Selain doa, semangat dapat kita tingkatkan dengan memperbanyak ibadah-ibadah sunnah.Selain itu, di bulan dan hari-hari menjelang Ramadhan jangan sampai kita melakukan maksiat berbentuk apapun, tapi bukan berarti di bulan lainnya dibolehkan. Hal ini dimaksudkan agar jauh hari sebelum Ramadhan tiba kadar keimanan kita sudah meningkat. Hitung-hitung sebagai pemanasan, sehingga ketika memasuki Ramadhan kita sudah terbiasa dengan berbagai kebaikan dan jauh dari keburukan. Jangan sampai terjadi lagi, kenikmatan Ramadhan baru kita rasakan justru di akhir-akhir Ramadhan.
Ketiga, persiapan fisik. Aktifitas di bulan Ramadhan memerlukan fisik yang lebih prima dari bulan lainnya. Sebab, jika fisik kita lemah, kemulian yang dilimpahkan Allah pada bulan tersebut tidak dapat kita raih secara maksimal. Kita harus membiasakan hidup sehat dengan mengatur pola makan, istirahat dan beraktifitas secara seimbang, serta cukup berolah raga, agar tubuh kita prima saat Ramadhan tiba.Kita juga harus melatih fisik untuk melakukan puasa sunnah, banyak berinteraksi dengan al-Qur'an, biasa bangun dan shalat malam, dan aktivitas lainnya. Agar kita memiliki ketahanan yang baik saat secara maksimal melakukannya di bulan Ramadhan.
Keempat, persiapan harta. Sebaiknya, sebelum Ramadhan tiba kita sudah memiliki perbekalan harta yang cukup. Sehingga saat Ramadhan, waktu kita bisa lebih difokuskan untuk beribadah. Lebih dari itu, persiapan harta adalah untuk melipatgandakan sedekah atau infaq kita di bulan Ramadhan. Apalagi pahalanya dilipatgandakan oleh Allah dan Rasulullah telah mencontohkan kedermawanan yang sangat tinggi di bulan ini. Harus diingat pula bahwa, persiapan harta bukan untuk membeli keperluan buka puasa atau hidangan lebaran secara berlebihan sebagaimana tradisi masyarakat kita selama ini, yang bahkan cenderung ke arah israf dan tabdzir.
Kelima, persiapan target peningkatan diri. Juga penting untuk kita persiapkan adalah target-target yang ingin kita capai di bulan Ramadhan nanti. Agar terjadi peningkatan dalam diri kita sesuai dengan yang kita inginkan. Misalnya target mengkhatamkan Al-Qur’an atau menghafalnya, target penguasaan bahasa Arab atau melancarkannya, target menamatkan kitab-kitab tafsir, hadits dan lainnya, target jumlah infaq, membantu orang yang kesusahan, dan yang semisalnya. Baik dari sisi kwalitas maupun kwantitasnya. Pembuatan target capaian bulan Ramadhan akan memacu kita untuk beramal lebih baik lagi dari sebelumnya. Selain untuk pribadi, dalam keluarga atau organisasi kita-pun sebaiknya juga dirancang target-target bersama yang akan dicapai di bulan Ramadhan ini.
Dengan persiapan ini, semoga karunia terbesar di bulan Ramadhan dapat kita raih secara maksimal. Mari kita jadikan Ramadhan tahun ini lebih baik dan bermakna dari yang telah kita lalui sebelumnya. Mari kita persiapkan diri kita dengan memperbanyak amal shalih di dua bulan Rajab dan Sya’ban, sebagai modal awal untuk mengarungi bulan Ramadhan yang akan datang sebentar lagi. Wallahu a’lam bis-Shawab
Demikian Ibnu Mas’ud At-Tamanmini menjelaskan dalam kajiannya dan semoga
bermanfa’at. Aamiin
والله الموفق الى اقوم الطريق
Tidak ada komentar:
Posting Komentar