Dalam satu ceramah yang ditampilkan lewat YouTube channel Audio Dakwah, Ustadz Adi Hidayat menjelaskan soal hadits palsu dengan mengatakan, "Kita sering dengar, makan saat lapar berhenti sebelum kenyang, itu ternyata bukan hadits, bukan hadits, itu hadits palsu. Saking palsunya di kitab hadits palsu pun tidak ditemukan," kata UAH.
Sementara seorang ulama Timur Tengah (wahabi) Syeikh Abdul Aziz bin Baz sangat bijak dan arif dalam menjawab saat ditanya, "Bagaimana keshahihan hadits berikut,
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع
“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.“
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab, "Hadits ini memang diriwayatkan dari sebagian sahabat yang bertugas sebagai utusan, namun sanadnya dhaif. Diriwayatkan bahwa para sahabat tersebut berkata dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع
“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.“
Maksudnya yaitu bahwa kaum muslimin itu hemat dan sederhana. Beliau melanjutkan,
هذا المعنى صحيح لكن السند فيه ضعيف. [يراجع في زاد المعاد والبداية لابن كثير]. وهذا ينفع الإنسان إذا كان يأكل على جوع أو حاجة، وإذا أكل لا يسرف في الأكل ، ويشبع الشبع الزائد، أما الشبع الذي لا يضر فلا بأس به
"Maknanya benar, namun sanadnya dhaif, silahkan periksa di Zaadul Ma’ad dan Al-Bidayah Wa An-Nihayah. Faidahnya, bahwa seseorang baru makan sebaiknya jika sudah lapar atau sudah membutuhkan. Dan ketika makan, tidak boleh berlebihan sampai kekenyangan. Adapun rasa kenyang yang tidak membahayakan, tidak mengapa. Karena orang-orang di masa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan masa selain mereka pun pernah makan sampai kenyang. Namun mereka menghindari makan sampai terlalu kenyang."
Maknanya memang benar sebagaimana dikuatkan dengan hadits dan penjelasan ulama yang lainnya. Rasulullah shallallahi ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas”. (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan,
لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة
“Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah”. (Kitab Adab As-Syafi'i wa Manaqibih hal. 78 Imam Ar-Razi, Ibnu Abi Hatim).
Bahkan kekenyangan hukumnya bisa haram, Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,
وما جاء من النهي عنه محمول على الشبع الذي يثقل المعدة ويثبط صاحبه عن القيام للعبادة ويفضي إلى البطر والأشر والنوم والكسل وقد تنتهي كراهته إلى التحريم بحسب ما يترتب عليه من المفسدة
“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat penuh perut dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Bisa jadi hukumnya berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan)." (Fathul Bari Ibnu Hajar 7258/10164)
Secara medis, makan tidak hanya memberi energi bagi tubuh, setiap asupan makanan yang masuk ke dalam perut akan memengaruhi suasana hati. Logikanya, jika seseorang makan dengan takaran yang tidak tepat atau berlebihan maka perut terasa sesak dan sakit sehingga malas beraktivitas.
Dalam hadits disebutkan,
ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه
“Tidaklah sekali-sekali manusia memenuhi sebuah wadah pun yang lebih berbahaya dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tubuhnya. Jika ia harus mengisinya, maka sepertiga (bagian lambung) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk napasnya (udara).” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Imam al-Suyuthi dalam bukunya yang berjudul al-Rahmah fi al-Thibb wa al-Hikmah, ada empat orang dokter ahli berkumpul di istana Raja Persia. Empat dokter ini masing-masing dari Irak, Romawi, India, dan Sudan. Di antara keempat dokter ini yang paling cerdas adalah dokter dari Sudan.
Kepada keempat dokter ini, raja meminta resep atau obat-obatan yang paling manjur dan tidak membawa efek samping. Dokter dari Irak mengatakan, obat yang tidak membawa efek samping adalah minum air hangat tiga teguk setiap pagi, ketika bangun tidur.
Dokter dari Romawi mengatakan, obat yang tidak membawa efek samping adalah menelan biji rasyad (sejenis sayuran) setiap hari. Sedangkan dokter dari India mengatakan, obat yang tidak membawa akibat sampingan adalah memakan tiga biji ihlilaj yang hitam tiap hari. Ihliljaj adalah sejenis gandum yang tumbuh di India, Afghanistan, dan China.
Ketika tiba giliran dokter dari Sudan berbicara, dia diam saja. Kemudian raja bertanya, “Mengapa kamu diam saja?”
“Wahai Tuanku, air hangat itu dapat menghilangkan lemak ginjal dan menurunkan lambung. Biji rasyad dapat membuat kering jaringan tubuh. Dan ihlilaj juga dapat membuat kering jaringan tubuh yang lain.”
“Kalau begitu menurutmu, obat apa yang tidak mengandung efek samping?”
Dokter dari Sudan itu menjawab, “Wahai Tuanku, obat yang tidak mengandung efek samping adalah Anda tidak makan kecuali saat lapar. Dan apabila Anda makan, angkatlah tangan Anda sebelum Anda merasa kenyang. Apabila hal itu Anda lakukan, maka Anda tidak akan terkena penyakit kecuali penyakit mati.”
Penelitian modern juga menunjukkan bahwa makan secara cukup (tidak berlebihan) juga berdampak bagi umur seseorang. Penemuan Kalluri Suba Rao, ahli biologi melekuler membuktikan, makan sedikit memungkinkan tubuh untuk lebih berkonsentrasi memperbaiki dirinya sendiri, sehingga kegiatan perbaikan DNA , membuang zat-zat toksin keluar tubuh, dan regenerasi sel-sel rusak dengan sel sehat dapat berlangsung lebih optimal.
Sedangkan bila kita makan banyak melebihi batasan, maka tubuh akan lebih sibuk dengan kegiatan metabolisme (menguraikan makanan-makanan itu dalam tubuh) dan tidak sempat memperbaiki dirinya sendiri. Inilah salah satu pengundang berbagai penyakit yang dapat memperpendek umur manusia. Wallahu a'lam
Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar