Selasa, 08 Januari 2019
KAJIAN TENTANG MURTAD MEMBATALKAN KEISLAMAN, HARUSKAH DIBUNUH?
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُو۟لٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمٰلُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۖ وَأُو۟لٰٓئِكَ أَصْحٰبُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خٰلِدُونَ ۞ه
“… Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]:217)
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِينَ يُجٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍ ۚ ذٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَاللَّهُ وٰسِعٌ عَلِيمٌ ۞ه
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah [5]:54)
*DEFINISI MURTAD*
Riddah dan irtidad menurut al-Raghib, adalah, “al-ruju’ fi al-thariq al-ladziy jaa minhu” (kembali ke jalan dimana ia datang). Akan tetapi lafadz riddah khusus untuk kekafiran, sedangkan kata irtidad mencakup kekafiran maupun yang lain (Imam asy-Syaukani, Nail al-Authar, Kitab al-Riddah)
Istilah murtad dalam bahasa Arab diambil dari kata ( ارْتَدَّ) yang bermakna kembali berbalik ke belakang. Sedangkan menurut syariat, orang murtad adalah seorang Muslim yang menjadi kafir setelah keislamannya, tanpa ada paksaan, dalam usia tamyiiz (sudah mampu memilah dan memilih perkara, antara yang baik dari yang buruk) serta berakal sehat.
Seorang yang menyatakan kekufuran karena terpaksa, tidak dikategorikan sebagai orang murtad, sebagaimana yang terjadi pada diri Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ’Ammâr bin Yâsir Radhiyallahu anhu yang dipaksa dan disiksa agar mau mengingkari kenabian Rasûlullâh dan mencela Islam. Akhirnya terpaksa menuruti mereka, padahal hatinya tetap yakin akan kebenaran ajaran Rasûlullâh. Setelah dibebaskan, dengan menangis dia mendatangi Rasulullah seraya menceritakan peristiwa tersebut, dan ternyata Rasûlullâh memaafkannya. Kemudian turunlah firman Allâh Azza wa Jalla,
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
"Barang siapa yang kafir kepada Allâh sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allâh), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allâh menimpanya dan baginya adzab yang besar." (QS. An-Nahl/16:106)
Pada kesempatan kali ini, paparan bahasan ini terfokuskan pada dampak-dampak buruk orang yang murtad di dunia dan akherat, sebuah fenomena yang cukup banyak terjadi di tengah masyarakat kita. Sebagian orang begitu mudah mengganti akidah Islamnya, entah karena kesulitan ekonomi, anggapan semua agama itu sama dan mengajak kepada kebaikan, ataupun kepentingan-kepentingan duniawi lainnya. Jika menyadari betapa bahaya besar akan menimpa mereka usai menanggalkan baju Islamnya, mungkin mereka tidak akan pernah melakukan tindakan bodoh tersebut.
*Macam Murtad :*
*1. Riddah bi al-qawli* atau murtad dengan sebab ucapan. Misalnya ucapan mencela atau mengolok-olok Allah Ta’ala, malaikat-Nya, rasul-Nya, kitab-Nya dan agama Islam, menyatakan tasybih (menyerupakan dengan makhluk-Nya) terhadap Allah Ta’ala, menyatakan ta’thil terhadap Allah Ta’ala, menyatakan takdzib (kedustaan) terhadap Allah Ta’Ala, mengakui dirinya atau orang lain sebagai nabi setelah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdoa kepada selain Allah Ta’ala
*2. Riddah bi al-fi’li* atau murtad dengan sebab perbuatan. Misalnya menyembah selain Allah Ta’ala, beribadah karena selain Allah Ta’ala, menistakan malaikat-Nya dan rasul-Nya (dalam gambar, tulisan atau lainnya), membuang mushaf Al-Quran di tempat kotor, belajar dan mengajarkan sihir, menetapkan keputusan dengan mengedepankan hukum lain di atas hukum Allah Ta’ala.
*3. Riddah bi al-i’tiqadi* atau murtad dengan sebab keyakinan. Misalnya meyakini Allah memiliki sekutu, meyakini Islam bukan satu-satunya agama yang diterima Allah, meyakini Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan nabi terakhir, meyakini ada hukum lain yang lebih baik daripada hukum Allah Ta’ala dan rasul-Nya, meyakini keharaman sesuatu yang jelas disepakati kehalalannya, meyakini kehalalan sesuatu yang jelas disepakati keharamannya.
*4. Riddah bi al-Syaki* atau murtad dengan sebab keraguan. Misalnya meragukan ketuhanan dan kekuasaan Allah, meragukan kebaikan hukum dan keputusan Allah, meragukan kebenaran Al-Quran dan Hadits Shahih, meragukan kebenaran risalah Nabi dan Rasul, meragukan kebenaran ajaran Islam, meragukan perkara yang sudah jelas dalam Islam, meragukan kecocokan Islam dengan perkembangan jaman.
*SANKSI-SANKSI MORAL BAGI ORANG MURTAD*
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ
”Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi laa ilaaha illallah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali karena tiga hal: nyawa dibalas nyawa, orang yang berzina setelah menikah, dan orang yang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.” (HR. Bukhari 6878, Muslim 1676, Nasai 4016, dan yang lainnya).
Dalam hadits lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
”Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia.” (HR. Bukhari 3017, Nasai 4059, dan yang lainnya)
قَتْلُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ، وَذِكْرُ الِاخْتِلَافِ عَلَى زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ، عَنْ عَرْفَجَةَ فِيهِ
*Bab 5 Hukum Bunuh bagi Orang yang Memisahkan Diri dari Jamaah dan Penyebutan tentang Perbedaan Riwayat Ziyaad bin ‘Ilaaqoh dari ‘Arfajah tentang Hal tersebut*
Pada bab kali ini akan dibahas dalil-dalil lain yang menguatkan bahwa seorang yang murtad dari Islam, layak mendapatkan hukuman yaitu halal darahnya alias dibunuh.
Para ulama juga memiliki perhatian yang serius dalam masalah ini, mereka memasukkannya dalam kitab-kitab fiqihnya dan memberikan pasal khusus yaitu hukum orang yang murtad. Misalnya Imam Syafi’i, beliau telah membahas masalah ini dalam kitab fiqihnya yang diberi judul al-Umm. Pada jilid 1 hal. 294 (cet. Daarul Ma’rifah, Beirut), Imam Syafi’i memberikan sebuah sub bab dengan judul “Murtad dari Islam”, lalu beliau berkata :
وَمَنْ انْتَقَلَ عَنْ الشِّرْكِ إلَى إيمَانٍ ثُمَّ انْتَقَلَ عَنْ الْإِيمَانِ إلَى الشِّرْكِ مِنْ بَالِغِي الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ اُسْتُتِيبَ فَإِنْ تَابَ قُبِلَ مِنْهُ، وَإِنْ لَمْ يَتُبْ قُتِلَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ {وَلا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا} [البقرة: 217] إِلَى {هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ} [البقرة: 39]
Barangsiapa yang pindah dari kesyirikan kepada iman, lalu berpindah dari iman kepada kesyirikan dari kalangan laki-laki dan wanita yang baligh, maka diminta taubat, jika bertaubat diterima, namun jika tidak bertaubat, maka dibunuh. Allah Azza wa Jalla berfirman : {Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya} (QS. Al Baqoroh : 217).
Kemudian Imam kita ini membawakan beberapa hadits yang menunjukkan hukum bunuh bagi orang yang murtad. Diantara hadits tersebut adalah :
مَنْ غَيَّرَ دِينَهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَهُ
Barangsiapa yang mengganti agamanya. Maka potonglah lehernya.
Kemudian Imam Syafi’i memberikan penjelasan untuk hadits ini :
دُلُّ عَلَى أَنَّ مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ دِينَ الْحَقِّ، وَهُوَ الْإِسْلَامُ لَا مَنْ بَدَّلَ غَيْرَ الْإِسْلَامِ وَذَلِكَ أَنَّ مَنْ خَرَجَ مِنْ غَيْرِ دِينِ الْإِسْلَامِ إلَى غَيْرِهِ مِنْ الْأَدْيَانِ فَإِنَّمَا خَرَجَ مِنْ بَاطِلٍ إلَى بَاطِلٍ، وَلَا يُقْتَلُ عَلَى الْخُرُوجِ مِنْ الْبَاطِلِ إنَّمَا يُقْتَلُ عَلَى الْخُرُوجِ مِنْ الْحَقِّ لِأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ عَلَى الدِّينِ الَّذِي أَوْجَبَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَعَلَى خِلَافِهِ النَّارَ إنَّمَا كَانَ عَلَى دِينٍ لَهُ النَّارُ إنْ أَقَامَ عَلَيْهِ قَالَ اللَّهُ جَلَّ ثَنَاؤُهُ {إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإِسْلامُ} [آل عمران: 19] ، وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ} [آل عمران: 85] إلَى قَوْلِهِ {مِنَ الْخَاسِرِينَ} [البقرة: 64] وَقَالَ {وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ} [البقرة: 132] إلَى قَوْلِهِ {مُسْلِمُونَ} [البقرة: 132]
Hadits diatas menunjukkan bahwa yang orang mengganti agamanya adalah yang dimaksud disini agama yang hak yaitu Islam bukan agama selain Islam, sehingga keluar (dari cakupan hadits diatas) orang yang keluar dari agama selain Islam untuk memeluk agama lain juga, maka ia keluar dari (agama) yang batil kepada agama batil lainnya, tidak dibunuh orang yang keluar dari agama yang batil, hanyalah yang dibunuh orang yang keluar dari agama yang hak (yaitu agama Islam), karena tidak ada agama yang Allah tetapkan atasnya surga dan yang menyelisihinya akan masuk neraka (selain agama Islam). Allah berfirman : { Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam} (QS. Ali Imron : 19), { Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi} (QS. Ali Imron : 85), { Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam} (QS. Al Baqoroh : 132).
Namun ada pendapat lain bahwa seorang yang murtad tidak harus dibunuh sebagaimanayang disampaikan Mohammad Hashim Kamali, profesor hukum Islam pada International Islamic University of Malaysia, terhadap literatur fiqh dan hadits tentang hukum apostasy (irtidad) dalam Islam setidaknya membantah adanya ijma’
(konsensus) para ulama dalam soal ini sejak dulu sampi sekarang.
Profesor Kamali menyebut sejumlah pemikir Islam generasi salaf yang berpendapat bahwa orang yang keluar dari Islam tidaklah diganjar dengan hukuman mati, melainkan mesti terus menerus diberi kesemptan untuk kembli ke Islam, karena selalu ada harapan bahwa mereka akan berubah pikiran dan bertaubat. Sebut saja nama-nama seperti Ibrahim al-Nakha’i, faqih (ahli fiqh) generasi Tabi’in; Sufyan al-Tsauri, ahli hadist generasi Tabi’ al-Tabi’in yang digelari Amir al-Mu’minin dalam soal hadits dan pengarang buku kompilasi hadist tekenal, Jami’ al-Shaghir dan Jami’ al-Kabir; juga ahli fiqh empat mazhb seperti Imam Sya’roni dan Imam Syarakhsyi. (Lihat Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, hal. 93). Dengan kata lain, ahli-ahli hukum Islam sejak dulu berbeda pendapat tentang soal status orang murtad.
Wallahu a'lam
Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfa'at. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar