MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Senin, 04 Juni 2018

KAJIAN TENTANG DEFINISI AMIL ZAKAT


Menurut bahasa, amil berasal dari kata 'amila ya'malu (عمِلَ - يَعْمَلُ), yang bermakna mengerjakan atau melakukan sesuatu. Kata amil (عامل) adalah ism fail yang bermakna pelaku dari suatu pekerjaan. Maka kata amil bermakna orang yang mengerjakan sesuatu.

Sedangkan Menurut istilah amil zakat dalam disiplin ilmu fiqih zakat bermakna,  "Orang yang diberi kewenangan untuk mengurus shadaqah (zakat) dan bertugas untuk berjalan dalam rangka mengumpulkannya dari para pemilik harta, dan yang mendistribusikannya kepada pihak yang berhak bila diberi kuasa oleh penguasa. Istilah amil zakat ini punya beberapa istilah lain yang sama, diantaranya : Amil yang artinya adalah orang yang berkeliling untuk mengumpulkan zakat."

Pengertian amil dalam artinya yang sekarang bermula pada masa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi menggunakan istilah tersebut bagi orang-orang yang ditunjuk olehnya sebagai petugas yang diperintahkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan shadaqah dan zakat kepada mereka yang berhak menerimanya.

Dengan pengertian lain amil adalah orang, lembaga atau Badan (panitia) yang mengurus segala permasalahan zakat dan shadaqah dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan menyalurkan atau membagikannya kepada mereka yang berhak menerimanya menurut ketentuan ajaran Islam.

Istilah amil disebutkan dalam Al Qur’an surat At Taubah; 60, yakni sebagai salah satu dari delapan golongan yang berhak menerima zakat.

  إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيم

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah : 60)

Orang yang menjadi amil harus memenuhi syarat-syarat seperti Islam, Baligh, berakal sehat,  adil, jujur, dan amanah, amil juga harus mengetahui hukum dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan zakat. Pada umumnya amil juga dituntut untuk memiliki kemampuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya, seperti keterampilan teknis atau pengetahuan tentang pengorganisasian zakat.

Amil termasuk diantara delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Namun demikian, amil, seperti ketujuh golongan lainnya, tidaklah memiliki hak mutlak. Apabila ada diantara delapan golongan tersebut lebih membutuhkan, maka zakat dapat diberikan kepada golongan yang lebih membutuhkan terlebih dahulu. Amil zakat tidak harus dari orang yang fakir atau miskin, tetapi dibolehkan juga dari orang yang kaya dan mampu. Dia mendapatkan bagian zakat, bukan karena fakir atau miskin, tetapi karena kedudukannya sebagai amil zakat. Amil zakat ini harus diangkat secara resmi oleh Negara,  organisasi, lembaga, yayasan. Tidak boleh sembarang bekerja secara serabutan dan tanpa pengawasan.

Menurut UU No.38 tahun 1999 panita zakat yang dibentuk takmir masjid bukanlah amil zakat. Namun mereka tetap berhak mendapat zakat kalau termasuk dari golongan yang delapan mustahik zakat seperti fakir miskin, dll.
Sementara itu, dalam madzhab Syafi'i, amil yang berhak zakat adalah apabila ia (a) diangkat oleh Pemerintah atau lembaga Zakat; (b) dan tidak menerima gaji khusus atas pekerjaannya tersebut.

Dasar pengangkatan amil zakat ini adalah hadits Abu Humaid as-Sa’idi,

عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَزْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْأُتْبِيَّةِ عَلَى الصَّدَقَةِ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي قَالَ فَهَلَّا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ بَيْتِ أُمِّهِ فَيَنْظُرَ يُهْدَى لَهُ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْهُ شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ بِيَدِهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ إِبْطَيْهِ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ثَلَاثًا

“Dari Abu Humaid as-Sa'idi radhiyallahu 'anhu berkata : Nabi Saw memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku".

Beliau bersabda : "Cobalah dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, dan menunggu apakah akan ada yang memberikan kepadanya hadiah? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik". Kemudian beliau mengangkat tangan-nya,  sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukan kah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan", sebanyak tiga kali.“  (HR.  Bukhari dan Muslim)

Dalam hal ini, Imam at-Thabari (w. 310 H), yang juga mujtahid mutlak, menyatakan,

وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَهُمُ السُّعَاةُ فِي قَبْضِهَا مِنْ أَهْلِهَا وَوَضْعِهَا فِي مُسْتَحِقِّيْهَا يُعْطُوْنَ ذَلِكَ باِلسِّعَايَةِ أَغْنِيَاء كَانُوْا أَوْ فُقَرَاءُ

"Amil adalah para wali yang diangkat untuk mengambil zakat dari orang berkewajiban membayarnya, dan memberikannya kepada yang berhak menerimanya. Mereka (‘amil) diberi (bagian zakat) itu karena tugasnya, baik kaya ataupun miskin." (Ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, Dar al-Fikr, Beirut, 1405 H, X/160).

Imam al-Mawardi (w. 450 H), dari mazhab as-Syafi’i, menyatakan,

وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَهُمْ اَلْمُتَوَلَّوْنَ جِبَايَتَهَا وَتَفْرِيْقِهَا فَيُدْفَعُ إِلَيْهِمْ مِنْهَا قَدْرَ أُجُوْرِ أَمْثَالِهِمْ

"Amil adalah orang yang diangkat untuk mengumpulkan zakat dan mendistribusikan-nya. Mereka dibayar dari zakat itu sesuai dengan kadar upah orang-orang yang sepadan dengan mereka." (Al-Mawardi, Al-Iqnâ’, I/71).

Imam al-Qurthubi (w. 671 H), dari mazhab Maliki, menyatakan,

وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا يَعْنِيْ السُّعَاةُ وَالجُبَّاةُ الَّذِيْنَ يَبْعَثُهُمْ الإمَامُ لِتَحْصِيْلِ الزَّكاَةِ بِالتَّوْكِيْلِ عَلَى ذَلِكَ

"Amil zakat adalah para wali dan pemungut zakat yang diutus oleh Imam/Khalifah (kepala negara) untuk mengumpulkan zakat dengan status wakalah." (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, ed. Ahmad ‘Abd al’-Alim al-Barduni, Dar as-Sya’b, Kaero, cet. II, 1372 H/, VIII/177).

Imam as-Syaukani (w. 1250 H), dari mazhab Zaidiyah, menyatakan,

وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا أَيْ السُّعَاةُ وَالْجُبَاةُ الَّذِيْنَ يَبْعَثُهُمُ الإمَامُ لِتَحْصِيْلِ الزَّكَاةِ فَإِنَّهُمْ يَسْتَحِقُّوْنَ مِنْهَا قِسْطًا

"Amil adalah orang yang diangkat menjadi wali dan memunggut zakat, yang diutus oleh Imam/Khalifah (kepala negara) untuk mengumpulkan zakat. Mereka berhak mendapatkan bagian dari zakat itu." (Asy-Syaukani, Faydh al-Qadîr, Dar al-Fikr, Beirut, t.t., II/372).

Imam as-Sarkhasi, dari mazhab Hanafi, menyatakan,

وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَهُمُ الَّذِيْنَ يَسْتَعْمِلُهُمُ الإمَامُ عَلَى جَمْعِ الصَّدَقَاتِ وَيُعْطِيْهِمْ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ كِفَايَتَهُمْ وَكِفَايَةَ أَعْوَانِهِمْ وَلاَ يُقَدَّرُ ذَلِكَ بِالثَّمَنِ

"Amil adalah orang yang diangkat oleh Imam/Khalifah menjadi pekerja untuk mengumpulkan sedekah (zakat). Mereka diberi dari apa yang mereka kumpulkan sekadar untuk kecukupan mereka dan kecukupan para pembantu mereka. Besarnya tidak diukur dengan harga (upah)."

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para fuqaha’ dari berbagai mazhab di atas, dapat disimpulkan, bahwa Amil Zakat adalah orang/wali yang diangkat oleh Imam/Khalifah (kepala negara) untuk memungut zakat dari para muzakki, dan mendistribusikannya kepada para mustahiq-nya. Tugas yang diberikan kepada Amil tersebut merupakan wakalah (mewakili) dari tugas yang semestinya dipikul oleh Imam/Khalifah (kepala negara). Sebab, hukum asal tugas mengambil dan mendistribusikan zakat tersebut merupakan tugas Imam/Khalifah. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfa'at. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar