Banyak sekali
ragam tradisi yang berhubungan dengan ziarah kubur. Mulai dari mengaji
al-Qur’an, tahlil, yasinan hingga menyirami pusara dengan air dan bunga.
Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut telah sering disebutkan.
Diantaranya dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin ataupun air wewangian
(bunga). Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatu az-Zain menerangkan
bahwa hukum menyiram kuburan dengan air dingin adalah sunnah. Tindakan ini
merupakan sebuah pengharapan (tafa’ul) agar kondisi mereka yang dalam
kuburan tetap dingin.
Sementara dari kelompok Gg tidak menyukai tabur bunga di
kuburan sebagaimana paham salafi wahai mengatakan hal itu adalah perbuatan bid’ah
dan tidak boleh dianalogikan dengan apa Gg dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa salam.
Hal ini
sebenarnya pernah pula dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
” أن
النبي ( صلى الله عليه وسلم ) رش على قبر ابراهيم ابنه ووضع عليه حصباء ”
“Sesungguhnya
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya,
dan meletakkan kerikil diatasnya.”
Begitu juga
dengan meletakkan karangan bunga ataupun bunga telaseh yang biasanya diletakkan
di atas pusara ketika menjelang lebaran. Hal ini dilakukan dalam rangka Itba’
(mengikuti) sunnah Rasulullah saw. sebagaimana diterangkan dalam hadits
حَدثَناَ يَحْيَ
: حَدَثَناَ أَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ الأعمش عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طاووس عن ابن عباس
رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ مَرَّ
بِقَبْرَيْنِ يُعَذِّباَنِ فَقاَلَ: إِنَّهُمَا لَـيُعَذِّباَنِ وَماَ
يُعَذِّباَنِ فِيْ كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ
البَوْلِ وَأَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِيْ باِلنَّمِيْمَةِ . ثُمَّ أَخُذِ
جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشْقِهَا بِنَصْفَيْنِ، ثُمَّ غُرِزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ
وَاحِدَةٍ، فَقَالُوْا: ياَ رَسُوْلَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هٰذَا ؟ فقاَلَ: (
لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَالَمْ يَيْـبِسَا)
Dari Ibnu Umar,
ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu
Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi
bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang
disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing, sedang
yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh
sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian
dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu
bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?. Rasulullah menjawab: “Semoga Allah
meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum
kering.” (HR. Bukhari dari kitab Sahih al-Bukhari, hlm.
1361)
Terkait apa yg dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam tersebut Imam Bukhori membikin bab dalam shahihnya dengan
judul:
بَاب الْجَرِيدِ عَلَى الْقَبْرِ
Bab pelepah
kurma di kuburan.
وَأَوْصَى بُرَيْدَةُ ْالأَسْلَمِيُّ أَنْ
يُجْعَلَ فِي قَبْرِهِ جَرِيدَانِ
Dan Buraidah al-Aslami berwasiat
agar kuburannya di beri dua pelepah kurma [Shahih Bukhori]
Para ulama berbeda pendapat di dalam menanggapi hadist di atas,
Pendapat Pertama; mengatakan bahwa hadits di atas bersifat mutlak dan umum, sehingga dibolehkan bagi siapa saja untuk meletakkan pelepah kurma atau pun bunga2 dan semua tumbuh2 yg masih basah di atas kuburan. Bahkan sebagian dari mereka mengatakan hal itu dianjurkan. Ini pendapat sebagian ulama Syafi’iyah.
Pendapat Pertama; mengatakan bahwa hadits di atas bersifat mutlak dan umum, sehingga dibolehkan bagi siapa saja untuk meletakkan pelepah kurma atau pun bunga2 dan semua tumbuh2 yg masih basah di atas kuburan. Bahkan sebagian dari mereka mengatakan hal itu dianjurkan. Ini pendapat sebagian ulama Syafi’iyah.
Bagaimana dengan ulama Ahlussunnah bal Jama’ah ala
Aswaja?
وَيُنْدَبُ
رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءٍ باَرِدٍ تَفاَؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجِعِ وَلاَ
بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَّاءِ الْوَرْدِ ِلأَنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ تُحِبُّ
الرَّائِحَةَ الطِّيْبِ (نهاية الزين, ص. ۱٥٤)
Disunnahkan
untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai
pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa
menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada
aroma yang harum. (Kitab Nihayatuz Zain hal. 154)
Begitu pula yg
termaktub dalam kitab al-Bajuri sebagai berikut:
...ويندب
أن يرش القبر بماء والأولى أن يكون طاهرا باردا لأنه صلى الله عليه وسلم فعله
بقبرولده إبراهم وخرج بالماء ماء الورد فيكره الرش به لأنه إضاعة مال لغرض حصول
رائحته فلاينافى أن إضاعة المال حرام وقال السبكى لا بأس باليسير منه إن قصد به
حضور الملائكة فإنها تحب الرائحة الطيبة...
Disunnahkan
menyiram kubur dengan air, terutama air dingin sebagaimana pernah dilakukan
Rasulullah saw. terhadap pusara anaknya, Ibrahim. Hanya saja hukumnya menjadi
makruh apabila menyiraminya menggunakan air mawar dengan alasan menyia-nyiakan
(barang berharga). Meski demikian, menurut Imam Subki tidak mengapa kalau
memang penyiraman air mawar itu mengharapkan kehadiran malaikat yang menyukai
bau wangi.
Lebih ditegaskan
lagi dalam kitab I’anah at-Thalibin;
يُسَنُّ وَضْعُ
جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ
عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقيِسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ
الرَّيْحَانِ الرَّطْبِ
Disunnahkan
meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini
adalah sunnah Nabi Muhammad saw. dan dapat meringankan beban si mayat karena
barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan
sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang
masih segar.
Berkata Imam ar-Ramli di dalam Nihayah al-Muhtaj ( 8/374):
وَيُسْتَحَبُّ وَضْعُ الْجَرِيْدِ الْأَخْضَرِ عَلَى الْقَبْرِ لِلِاتِّبَاعِ ، وَكَذَا الرَّيْحَانُ وَنَحْوُهُ مِنْ الْأَشْيَاءِ الرَّطْبَة
“Dianjurkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kubur, karena mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Kwa sallam. Begitu pula bunga yg harum dan lainnya, yg terdiri dari tumbuh2 yg basah”
Berkata Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Bari ( 3/223 ) :
أَوْصَى بُرَيْدَة أَنْ يُوضَع فِي قَبْره جَرِيدَتَانِ ، وَمَاتَ بِأَدْنَى خُرَاسَانَ
“Buraidah berwasiat agar di kuburnya diletakkan dua pelepah kurma. Iawafat di dekat Khurasan”
Pendapat Kedua: mengatakan bahwa hadist di atas hanya berlaku bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan merupakan kekhususan beliau. Dan Allah meringankan adzab kedua orang tersebut berkat berkah dan syafa’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jadi bukan karena pelepah kurma yang basah. Oleh karena itu beliau tidak melakukan hal yang serupa pada kuburan2 yg lain.
Berkata al-Khattabi di dalam Ma’alim as-Sunan( 1/27 ) ketika mengomentari hadits di atas :
وأما غرسه أو شق العسيب على القبر وقوله ( ولعله يخفف عنهما ما لم ييبسا ) فإنه من ناحية التبرك بأثر النبي صلى الله عليه وسلم ودعائه بالتخفيف عنهما ، وكأنه جعل مدة بقاء النداوة فيهما حدا لما وقعت به المسألة من تخفيف العذاب عنهما ، وليس ذلك من أجل أن في الجريد الرطب معنى ليس في اليابس ، والعامة في كثير من البلدان تغرس الخوص في قبور موتاهم ، وأراهم ذهبوا إلى هذا ، وليس لما تعاطوه من ذلك وجه . أهـ
“Adapun menanam pelepah Kurma atau mematahkan menjadi dua dan sabdanya (mudah-mudahan ini bisa meringankan keduanya selama pelepah ini belum kering), maka ini bagian dari mengambil berkah dari apa yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan begitu juga dari doanya agar diringankan adzab keduanya. Seakan-akan beliau menjadikan masa kelembaban kedua pelepah kurma tersebut sebagai batas bagi keringanan adzab. Itu bukan karena pelepah kurma yang basah mempunyai kelebihan dibanding pelepah yang kering. Adapun orang2 awam di banyak negara Islam yang menanam pelepah kurma di kuburan, saya kira mereka berpendapat seperti itu, tetapi apa yang mereka kerjakan sebenarnya tidak mempunyai dasar.”
Berkata Sayid Sabiq di dalam Fiqh Sunnah ( 1/556 ) :
وما قاله الخطابي صحيح ، وهذا هو الذي فهمه أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، إذ لم ينقل عن أحد منهم أنه وضع جريدا ولا أزهارا على قبر سوى بريدة الأسلمي ، فإنه أوصى أن يجعل في قبره جريدتانويبعد أن يكون وضع الجريد مشروعا ويخفى على جميع الصحابة ما عدا بريدة
“Apa yang dikatakan al-Khattabi benar adanya, dan inilah yang dipahami oleh sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena tidak pernah ada riwayat dari seorang sahabatpun, bahwa mereka meletakkan pelepah kurma dan bunga-bungaan di atas kuburan, kecuali dari Buraidah al-Aslami radhiyallahu 'anhu, yang mewasiatkan agar ditanam dua pelapah kurma di atas kuburannya. Dan sangat jauh, kalau meletakkan pelepah kurma ini menjadi hal yg disyariatkan, sedang seluruh sahabat tidak mengetahuinya kecuali Buraidah. “
Pendapat ini dikuatkan dengan hadist Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda,
إِنِّى مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَأَحْبَبْتُ بِشَفَاعَتِى أَنْ يُرَفَّهَ عَنْهُمَا مَا دَامَ الْغُصْنَانِ رَطْبَيْنِ
“Saya melewati dua buah kuburan yang penghuninya tengah diadzab.Saya berharap adzab keduanya dapat diringankan dengan syafa’atku selama kedua belahan pelepah tersebut masih basah.” (HR. Muslim, no: 7705 ).
Hadist di atas menunjukkan bahwa penyebab diringankan adzab dari kedua orang tersebut adalah syafa’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan karena pelepah kurma, dan kelembaban pelepah kurma hanya dijadikan patokan tenggang waktu untuk keringanan dari adzab kubur.
Berkata Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Bari (3/223) :
قال بن رشيد ويظهر من تصرف البخاري أن ذلك خاص بهما فلذلك عقبه بقول بن عمر إنما يظله عمله
“Berkta Ibnu Rasyid : “Apa yang dilakukan oleh al-Bukhari menunjukkan bahwa hal tersebut hanya khusus bagi kedua penghuni kubur tersebut, oleh karena itu al-Bukhari mengomentari perbuatan Buraidah tersebut dengan membawakan perkataan Ibnu Umar (Sesungguhnya seseorang hanya akan dinaungi oleh hasil amalnya). “
Berkata Imam ar-Ramli di dalam Nihayah al-Muhtaj ( 8/374):
وَيُسْتَحَبُّ وَضْعُ الْجَرِيْدِ الْأَخْضَرِ عَلَى الْقَبْرِ لِلِاتِّبَاعِ ، وَكَذَا الرَّيْحَانُ وَنَحْوُهُ مِنْ الْأَشْيَاءِ الرَّطْبَة
“Dianjurkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kubur, karena mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Kwa sallam. Begitu pula bunga yg harum dan lainnya, yg terdiri dari tumbuh2 yg basah”
Berkata Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Bari ( 3/223 ) :
أَوْصَى بُرَيْدَة أَنْ يُوضَع فِي قَبْره جَرِيدَتَانِ ، وَمَاتَ بِأَدْنَى خُرَاسَانَ
“Buraidah berwasiat agar di kuburnya diletakkan dua pelepah kurma. Iawafat di dekat Khurasan”
Pendapat Kedua: mengatakan bahwa hadist di atas hanya berlaku bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan merupakan kekhususan beliau. Dan Allah meringankan adzab kedua orang tersebut berkat berkah dan syafa’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jadi bukan karena pelepah kurma yang basah. Oleh karena itu beliau tidak melakukan hal yang serupa pada kuburan2 yg lain.
Berkata al-Khattabi di dalam Ma’alim as-Sunan( 1/27 ) ketika mengomentari hadits di atas :
وأما غرسه أو شق العسيب على القبر وقوله ( ولعله يخفف عنهما ما لم ييبسا ) فإنه من ناحية التبرك بأثر النبي صلى الله عليه وسلم ودعائه بالتخفيف عنهما ، وكأنه جعل مدة بقاء النداوة فيهما حدا لما وقعت به المسألة من تخفيف العذاب عنهما ، وليس ذلك من أجل أن في الجريد الرطب معنى ليس في اليابس ، والعامة في كثير من البلدان تغرس الخوص في قبور موتاهم ، وأراهم ذهبوا إلى هذا ، وليس لما تعاطوه من ذلك وجه . أهـ
“Adapun menanam pelepah Kurma atau mematahkan menjadi dua dan sabdanya (mudah-mudahan ini bisa meringankan keduanya selama pelepah ini belum kering), maka ini bagian dari mengambil berkah dari apa yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan begitu juga dari doanya agar diringankan adzab keduanya. Seakan-akan beliau menjadikan masa kelembaban kedua pelepah kurma tersebut sebagai batas bagi keringanan adzab. Itu bukan karena pelepah kurma yang basah mempunyai kelebihan dibanding pelepah yang kering. Adapun orang2 awam di banyak negara Islam yang menanam pelepah kurma di kuburan, saya kira mereka berpendapat seperti itu, tetapi apa yang mereka kerjakan sebenarnya tidak mempunyai dasar.”
Berkata Sayid Sabiq di dalam Fiqh Sunnah ( 1/556 ) :
وما قاله الخطابي صحيح ، وهذا هو الذي فهمه أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، إذ لم ينقل عن أحد منهم أنه وضع جريدا ولا أزهارا على قبر سوى بريدة الأسلمي ، فإنه أوصى أن يجعل في قبره جريدتانويبعد أن يكون وضع الجريد مشروعا ويخفى على جميع الصحابة ما عدا بريدة
“Apa yang dikatakan al-Khattabi benar adanya, dan inilah yang dipahami oleh sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena tidak pernah ada riwayat dari seorang sahabatpun, bahwa mereka meletakkan pelepah kurma dan bunga-bungaan di atas kuburan, kecuali dari Buraidah al-Aslami radhiyallahu 'anhu, yang mewasiatkan agar ditanam dua pelapah kurma di atas kuburannya. Dan sangat jauh, kalau meletakkan pelepah kurma ini menjadi hal yg disyariatkan, sedang seluruh sahabat tidak mengetahuinya kecuali Buraidah. “
Pendapat ini dikuatkan dengan hadist Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda,
إِنِّى مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَأَحْبَبْتُ بِشَفَاعَتِى أَنْ يُرَفَّهَ عَنْهُمَا مَا دَامَ الْغُصْنَانِ رَطْبَيْنِ
“Saya melewati dua buah kuburan yang penghuninya tengah diadzab.Saya berharap adzab keduanya dapat diringankan dengan syafa’atku selama kedua belahan pelepah tersebut masih basah.” (HR. Muslim, no: 7705 ).
Hadist di atas menunjukkan bahwa penyebab diringankan adzab dari kedua orang tersebut adalah syafa’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan karena pelepah kurma, dan kelembaban pelepah kurma hanya dijadikan patokan tenggang waktu untuk keringanan dari adzab kubur.
Berkata Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Bari (3/223) :
قال بن رشيد ويظهر من تصرف البخاري أن ذلك خاص بهما فلذلك عقبه بقول بن عمر إنما يظله عمله
“Berkta Ibnu Rasyid : “Apa yang dilakukan oleh al-Bukhari menunjukkan bahwa hal tersebut hanya khusus bagi kedua penghuni kubur tersebut, oleh karena itu al-Bukhari mengomentari perbuatan Buraidah tersebut dengan membawakan perkataan Ibnu Umar (Sesungguhnya seseorang hanya akan dinaungi oleh hasil amalnya). “
Komentar Albani terkait hadits diatas sebagai berikut:
هُوَ أَوْصَى
بِوَضْعِ جَرِيْدَتَيْنِ فِي قَبْرِهِ عَلَى أَنَّ اْلاَثَرَ لاَ يَصِحُّ
إِسْنَادُهُ، فَقَدْ أَخْرَجَهُ الْخَطِيْبُ فِي تَارِيْخِ (بَغْدَادَ) (1 / 183
182) وَمِنْ طَرِيْقِهِ أَخْرَجَهُ ابْنُ عَسَاكِرَ فِي (تَارِيْخِ دِمَشْقَ) فِي
آخِرِ تَرْجَمَةِ نَضْلَةَ بْنِ عُبَيْدٍ بْنِ أَبِي بَرْزَةَ اْلاَسْلَمِي عَنِ
الشَّاهِ بْنِ عَمَّارٍ قَالَ: ثَنَا أَبُو صَالِحٍ سُلَيْمَانُ بْنُ صَالِحٍ اللَّيْثِي
قَالَ: أَنْبَأَنَا النَّضَرُ بْنُ اْلمُنْذِزِ بْنِ ثَعْلَبَةَ اْلعَبْهَدِي عَنْ
حَمَّادٍ بْنِ سَلْمَةَ بِهِ.
Dia berwasiat
untuk meletakkan dua pelepah kurma di kuburnya. Pada hal atsar itu tidak benar.
Ia juga diriwayatkan oleh al-Khatib dalam sejarah (Baghdad) (1 / 183 182) Dari
jalur Al Khathib, Ibn Asakir juga meriwayatkannya di dalam (Sejarah Damaskus)
dalam riwayat hidup yang terakhir Nadhlah bin Obaid bin Abi Barzah Aslami dari
Shah bin Ammar berkata: Bercerita kepada kami Abu Saleh – Sulaiman bin Saleh Al-Laitsi berkata:
"Bercerita kepada kami An-Nadhar bin Al-Mundz bin Tsa`labah Alabahdi dari Hammad bin
Salamah.
قُلْتُ: فَهٰذَا إِسْنَادٌ ضَعِيْفٌ، وَلَهُ
عِلَّتَانِ: اْلاُوْلَى: جَهَالَةُ الشَّاهِ وَالنَّضَرُ فَإِنِّي لَمْ أَجِدْ
لَهُمَا تَرْجَمَةً.
وَاْلاُخْرَى: عَنْعَنَةُ قَتَادَةَ فَإِنَّهُمْ
لَمْ يَذْكُرُوا لَهُ رِوَايَةً عَنْ أَبِي بَرْزَةَ، ثُمَّ هُوَ مَذْكُوْرٌ
بِالتَّدْلِيْسِ فَيُخْشَى مِنْ عَنْعَنَتِهِ فِي مِثْلِ إِسْنَادِهِ هٰذَا.
Aku berkata:
"Ini adalah sanad lemah, memiliki dua illat: Pertama: Syah dan Nadhar
tidak di kenal, saya tidak menemukan kisah riwayat hidup untuk mereka.
Dan
yang lainnya: An`anah Qatada, mereka tidak menyebutkan riwayatnya dari Abu
Barzeh yg mudallis. Ada rasa takut dari an`anah nya dalam sanad yang seperti
ini. [Kitab Ahkamul
janaiz 201/1]
Sebenarnya
tidak harus bunga, pelepah atau ranting2 pun boleh, yg penting masih basah atau segar.
Hal ini senafas dengan ayat al-Qur'an surat At-Taghabun ayat 1:
يُسَبِّحُ
لِلّهِ مَا فِي السَّموَاتِ وَ مَا فِي اْلأَرْضِ
Bahwa semua
makhluk, termasuk hewan dan tumbuhan, bertasbih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Akan tetapi,
mengenai cara masing2 membaca
tasbih, hanya Allah saja yg mengetahuinya. Dan terkait dengan tabur bunga tadi, sebaiknya memilih bunga2 yg masih segar
agar bisa memberi “manfa’at” bagi si mayit, sebab bunga2 tadi akan
bertasbih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hal ini
berdasar pada, pertama penjelasan dari kitab Kasyifatus Syubhat hlm.
131: Bahwa disunnahkan meletakkan pelepah daun yang masih hijau di atas
kubur/makam karena mengikuti sunnah Nabi (hadits ini sanadnya shahih). Dijelaskan
bahwa pelapah seperti itu dapat meringankan beban si mayit berkat bacaan
tasbihnya. Untuk memperoleh tasbih yang sempurna, sebaiknya dipilih daun yang
masih basah atau segar.
Analog dengan
meletakkan pelepah tadi ialah mencucurkan bunga atau sejenisnya. Pelepah atau
bunga yang masih segar tadi haram diambil karena menjadi hak si mayit. Akan
tetapi, kalau sudah kering, hukumnya boleh lantaran sudah bukan hak si mayit
lagi (sebab pelapah, bunga, atau sejenisnya tadi sudah tidak bisa bertasbih).
Hadits Ibnu
Hibban dari Abu Hurairah yang mengatakan:
“ Kami berjalan
bersama Nabi melewati dua makam, lalu beliau berdiri di atas makam itu, kami
pun ikut berdiri. Tiba-tiba beliau menyingsingkan lengan bajunya, kami pun
bertanya: ‘Ada apa ya Rasul? Beliau menjawab: ‘Apakah kau tidak mendengar?’
Kami menjawab heran: Tidak, ada apa ya Nabi? Beliau pun menerangkan: ‘Dua
lelaki sedang disiksa di dalam kuburnya dengan siksa yang pedih dan hina.’ Kami
pun bertanya lagi: Kenapa bisa begitu ya RasuI? Beliau menjelaskan: ‘Yang satu,
tidak bersih kalau membasuh bekas kencing; dan satunya lagi suka mencaci orang
lain dan suka mengadudomba.’ "Rasulullah lalu mengambil dua pelapah kurma,
diletakkan di atas kubur dua lelaki tadi. Kami kembali bertanya Apa gunanya ya
Rasul? Beliau menjawab: ‘Gunanya untuk meringankan siksa mereka berdua selagi
masih basah.’ Demikian
seperti dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin Juz II hlm 119.
Para ulama
menjadikan kasus Rasulullah menancapkan dua pelepah kurma yang ditancapkan di
atas dua kubur tadi dengan menanam pohon atau bunga, sayang para ulama tidak
menjelaskan caranya.
Akan tetapi, di
dalam hadits shahih disebutkan: Rasulullah menancapkan di masing-masing kuburan
itu dan tetap memberi manfaat pada semua ruang. Maksudnya, pelapah itu dapat
ditancapkan dimana saja. Abd bin Humaid dalam Musnad-nya mengatakan:
Rasulullah menancapkan pelapah itu tepat di arah kepala si mayit dalam
kuburnya. Demikian penjelasan dalam kitab al-Fatawa al-Haditsiyah hal
196.
Kesimpulannya, menabur bunga dukuburan memang
tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, karena yg dicontohkan
Rasul hanyalah menancapkan pelepah kurma. Terkait hadits pelepah kurma para
ulama masing2 memiliki penafsiran tersendiri.
Oleh karenanya sebagai muslim yg bijak
seyogyanya mengikuti penjelasan ulama yg diikuti penjelasannya terkait hadits
pelepah kurma karena jika kita memaksakan orang lain untuk mengikuti ulama yg
kita sepaham dengannya tentu tidak mungkin. Apalagi jika mendapat tersebut
hanya mengikuti pemahaman kita sendiri yg jauh dari wawasan keilmuan agama.
Wallahu a’lam
Demikaian Ibnu Mas’ud At-Tamanmini menjelaskan
dan semoga bermanfa’at. Aamiin
والله الموفق الى اقوم الطريق
|
|