Secara bahasa, kata hijrah berasal dari bahasa Arab hajara (هَجَرَ ) yang maknanya adalah berpindah (tempat/keadaan/sifat).
Makna lain dari hajara adalah memutus hubungan antara dirinya dengan sesuatu. Dapat juga dimaknai sebagai keadaan yang memaksa orang untuk berpindah atau meninggalkan pekerjaan yang tidak baik/merugikan.
Di dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 100 diungkapkan bahwa orang yang berhijrah akan mendapatkan tempat yang lebih luas dan rejeki yang banyak, juga pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nisa : 100).
Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻭَﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮُ ﻣَﻦْ ﻫَﺠَﺮَ ﻣَﺎ ﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪ
“Dan Al-Muhaajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40)
Dari sinilah para ulama mengklasifikasikan hijrah secara syar'i atau hijrah syar'iyyah menjadi dua jenis, yaitu hijrah secara fisik dan hijrah secara nonfisik.
Hijrah secara fisik dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu hijrah Islam, hijrah dari wilayah kafir, dan hijrah dari wilayah maksiat. Adapun hijrah syar'i atau hijrah secara nonfisik adalah hijrah yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan istilah hijrah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Di kalangan milenial dan kalangan public figure fenomena hijrah sangat marak hari ini. Hijrah merupakan proses berpindah, namun banyak orang yang mendefinisikan hijrah dari penampilan padahal hijrah tak sesederhana itu. Diksi hijrah baru belakangan muncul, namun narasi yang dibawa itu adalah narasi Islam secara umum, sehingga acap kali banyak anak muda yang tertarik. Sebetulnya, hijrah yang digaungkan oleh mereka itu baik, namun tampak sangat sederhana dalam memaknai sebuah hijrah yang sebatas permukaan sehingga banyak yang bermunculan anak muda yang berhijrah namun mudah sekali menyalahkan orang lain karena menganggap dirinya sudah lebih baik.
Hijrah merupakan fase terpenting seseorang untuk memperbaiki diri. Hijrah yang berarti “berpindah/meninggalkan” merupakan roh yang menjiwai gerakan seorang muslim. Seperti hijrahnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari kota Makkah menuju kota Madinah yang bertujuan untuk mendakwahkan Islam sekaligus membangun peradaban Islam. Namun yang disayangkan hijrah di kalangan milenial maupun artis saat ini menjadi bias makna. Ketika penekanan hijrah lebih pada simbol daripada substansi, ketika life-style lebih diutamakan, hal ini sangat tidak dibenarkan. Banyak yang melihat hijrah hanya dari penampilan, bahkan dengan adanya fenomena hijrah, menjadi ladang bisnis dengan barang-barang dengan label syar’i.
Hijrah yang hanya merubah penampilan adalah hijrah aksesoris, karena jika hanya merubah dari penampilan tentunya kurang sempurna, ini bukan tentang merubah penampilan menjadi lebih baik namun untuk merubah diri menjadi lebih baik. Hijrah haruslah dilakukan dengan kaffah. Islam itu bukan hanya tampak dari luar (casing) atau hanya sebagai simbol lahir namun juga simbol batin. Begitupun sebaliknya islam tidak hanya sebagai simbol batin namun juga harus sebagai simbol lahir. Untuk itulah islam menganjurkan untuk selaras antara tindakan dan penampilan.
Belakangan ini banyak banyak orang yang menganggap dirinya sebagai seorang yang telah berhijrah dan menganggap dirnya adalah syar’i dan meminta orang lain untuk berhijrah. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa buruk diri kita hingga disuruh untuk berhijrah? Dari statemen tersebut muncul beberapa tafsiran, pertama menganggap diri kita lebih baik dari orang lain. Kedua, menganggap orang lain tersesat sedangkan diri kita tidak. Suatu hal yang menjadi permasalahan dalam dunia perhijrahan adalah ketika mereka yang sudah menggunakan beberapa simbol ke-Islaman mengeklaim dirinya lebih benar dari orang lain, begitu juga sebaliknya.
Syekh Ibnu Ajibah RA lebih jauh mengulas pandangan Syekh Ibnu Athaillah. Menurutnya, hijrah merupakan migrasi tingkat tinggi, yaitu migrasi spiritual atau migrasi kerohanian. Ia menyebut tiga jenis hijrah atau migrasi spiritual tersebut.
قلت الهجرة هي الانتقال من وطن إلى وطن آخر بحيث يهجر الوطن الذي خرج منه ويسكن الوطن الذي انتقل إليه وهي هنا من ثلاثة أمور من وطن المعصية إلى وطن الطاعة ومن وطن الغفلة إلى وطن اليقظة ومن وطن عالم الأشباح إلى وطن عالم الأرواح أو تقول من وطن الملك إلى وطن الملكوت أو من وطن الحس إلى وطن المعنى أو من وطن علم اليقين إلى وطن عين اليقين أو حق اليقين
“Buat saya, hijrah itu migrasi dari satu ke lain daerah di mana seseorang meninggalkan tanah asalnya dan kemudian mendiami tanah tujuan. Hijrah atau migrasi ini terdiri atas tiga jenis, yaitu migrasi dari lapangan maksiat ke lapangan taat, dari lalai ke sadar, dan dari alam raga ke alam rohani. Atau dapat dikatakan migrasi dari alam malak ke alam malakut, dari lahiriah fisik ke makna, dan dari ilmul yakin ke ainul yakin atau haqqul yakin,” (Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], juz I, halaman 73-74). Wallahu a'lam
Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar