MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Minggu, 08 Juni 2025

KAJIAN TENTANG ADANYA KASTA DALAM BERIBADAH HAJI 2025

Khutbah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Saat Haji Wada'

أَيُّهَا الـنَّاسُ : إِسْمَعُوْا قَوْلِي فَإِنِّي لاَأَدْرِيْ لَعَلِّيْ لاَأَلْقَكُمْ بَعْدَ عَامِيْ هذَا بِهذَا المَوْقِفِ أَبَـدًا.

أَيُّهَاالـنَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْـوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ إِلَى أَنْ تَلْقَوْا رَبَّكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا، وَكَـحُرْمَةِ شَهْرِكُمْ هذَا.       

وَإِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْـأَ لُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ وَقَدْ بَلَّغْتُ.    

فَمَنْ كَانـَتْ عِنْدَهُ أَمَانَةٌ فَلْـيُؤَدِّهَا إِلَى مَنِ ائْـتَمَنَهُ عَلَيْهَا.    

وَإِنَّ كُلَّ رِبًا مَوْضُوْعٌ ، وَلَكِنْ لَكُمْ رُؤُوْسَ أَمْـوَالِكُمْ لاَتَـظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ.     

قَضَى اللهُ أَنَّهُ لاَ رِبًا، وَأَنَّ رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدُ الْمُطَلِبِ مَوْضُوْعٌ كُلَّهُ.     

وَأَنَّ كُلَّ دَمٍ كَانَ فِي الْجَاهِلِـيَّةِ مَوْضُوْعٌ، وَأَنَّ أَوَّلَ دِمَائِكُمْ أَضَعُ دَمَ ابْنِ رَبِـيْعَةِ بْنِ الحَارِثِ بْنِ عَبْدُ الْمُطَلِبْ ....   

أَمَّا بَعْدُ. أَ يُّهَاالنَّاسُ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَـئِسَ مِنْ أَنْ يُعْبَدَ بِأَرْضِكُمْ هذِهِ أَبَدًا. وَلَكِنَّهُ إِنْ يُـطَعْ فِيْمَا سِوَى ذلِكَ، فَقَدْ رَضِيَ بِهِ مِمَّا تَـحْقِرُوْنَ مِنْ أَعْمَالـِكُمْ، فَاحْذَرُوْهُ عَلَى دِيْنِكُمْ.     

أَيُّهَاالنَّـاسُ، إِنَّ النَّسِىءَ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِيْنَ كَـفَرُوْا، يَـحْلُوْنَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُ نَهُ عَامًا، لـِيُوَاطِئُوْا عِدَّةً مَاحَـرَمَ اللهُ، فَـيُحِلُّوْا مَا حَرَمَاللهُ وَيُـحَرِّمُوْا مَا أَحَلَّ اللهُ.     

وَإِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْـتَدَارَ كَهَيْـئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّموَاتِ وَاْلأَرْضَ، وَإِنَّ عِدَّةً الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةُ حُرُمْ، ثَلاَثَةُ مُتَوَا لِيَةٌ. وَرَجَبُ مُفْرَدٌ، الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ.      

أَمَّا بَعْدُ. أَيُّهَا الـنَّاسُ، فَإِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِـكُمْ حَقًّا، وَلـَهُنَّ عَلَيْكُمْ حَقًّا. لَكُمْ عَلَيْـهِنَّ أَلاَّ يُوْطِئْنَ فِرَشَـكُمْ أَحَدًا تَـكْرَهُوْنَهُ، وَعَلَيـْهِنَّ أَلاَّ يَأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ. فَإِنَّ فَعَلْنَ، فَإِنَّ اللهَ قَدْ أَذِنَ لَكُمْ أَنْ تَهْجُرُوْ هُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ، وَتَـضْرِبُوْ هُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرَّحٍ. فَإِنِ انْتَهَيْنَ فَلَهُنَّ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ. وَاسْتَوْصُوْا بِاالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّـهُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٌ لاَيَمْلِكُنَّ ِلأَنْفُسِهِنَّ شَيْئًا. وَإِنَّكُمْ إِنَّمَا أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ، وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَاتِ اللهِ.      

فَاعْقِلُوْا أَيُّهَا النَّاسُ قَوْلِي، فَإِنِّي قَدْ بَلَّغْتُ، وَقَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَاإِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تُضِلُّوْا أَبَدًا، أَمْرًا بَيِّنَتًا : كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ.

أَيُّهَا النَّاسُ، إِسْمَعُوْا قَوْلِيْ وَاعْقِلُوْهُ، تَعْلَمُنَّ أَنَّ كُلَّ مُسْلِمٍ أَخٌ لِلْمُسْلِمِ، وَأَنَّ الْمُسْلِمِيْنَ إِخْوَةٌ، فَلاَ يُحِلُّ لاِمْرِىءٍ مِنْ أَخِيْهِ إِلاَّ مَا أَعْطَاهُ عَنْ طِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ، فَلاَ تُظْلَمُنَّ أَنْفُسَكُمْ.

اللّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ !

قُلْ لَهُمْ إِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ إِلَى أَنْ تَلْقَوْا رَبَّكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا.

اللّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟ 

اللّهُمَّ اشْهَدْ.

Wahai manusia sekalian! perhatikanlah kata-kata ini! Aku tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi akan bertemu dengan kamu sekalian.

Wahai manusia (Saudara-saudara). Bahwasannya darah kamu dan harta-benda kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. 

Dan pasti akan menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggung jawaban atas segala perbuatanmu. Ya, aku sudah menyampaikan ini!

Barang siapa telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya.

Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu. Janganlah kamu berbuat aniaya terhadap orang lain, dan jangan pula kamu teraniaya. 

Allah telah menentukan bahwa tidak boleh ada lagi riba dan bahwa riba ‘Abbas bin Abdul-Muthalib semua sudah tidak berlaku.

Bahwa semua tuntutan darah selama jahiliyah tidak beralaku lagi, dan bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Ibnu Rabi’ah bin Al-Harith bin Abdul-Muthalib!

Kemudian daripada itu wahai manusia (saudara-saudara). Hari ini nafsu syetan yang minta di sembah di negeri ini sudah putus untuk selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walaupun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan segala amal perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia. Oleh karena itu peliharalah agamamu ini baik-baik.

Wahai manusia (Saudara-saudara). Menunda-nunda larangan di bulan suci berarti memperbesar kekufuran. Dengan itu orang-orang kafir itu tersesat. Pada satu tahun meraka langgar dan pada tahun lainnya mereka sucikan, untuk di sesuaikan dengan jumlah yang sudah disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana yang di sudah di halalkan.

Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah bilangan menurut Tuhan ada dua belas bulan, empat bulan diantaranya ialah bulan suci, tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab itu antara bulan Jumadilakhir dan Sya’ban.

Kemudian daripda itu, wahai manusia (saudara-saudara). Sebagaimana kamu punya hak atas istri kamu, juga istrimu sama mempunyai hak  atas kamu. Hak kamu atas mereka ialah untuk tidak mengizinkan orang yang kamu tidak sukai menginjakan kaki diatas lantaimu, dan jangan sampai mereka secara jelas membawa perbuatan keji. Kalau mereka sampai melakukan itu Tuhan mengizinkan kamu berpisah tempat tidur dengan mereka dan boleh memukul mereka dengan satu pukulan yang tidak sampai mengganggu. Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka kewajiban kamulah memberi nafkah dan dan pakaian kepada mereka dengan sopan-santun. Berlaku baiklah terhadap istri-istri kamu, mereka itu kawan-kawan yang membantumu, mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri merekaa. Kamu mengambil mereka sebagai amanat Tuhan, dan kehormatan mereka di halalkan buat kamu dengan nama Tuhan.

Perhatikanlah kata-kataku ini, wahai manusia (saudara-saudara)! Aku sudah menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas kutinggalkan ditangan kamu, yang jika kamu pegang teguh kamu tidak akan sesat selama-lamanya; Kitabullah dan sunnah rasul.

Wahai manusia sekalian! Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Kamu akan mengerti, bahwa setiap Muslim adalah saudara Muslim yang lain, dan kaum Muslimin semuanya bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan (mengambil sesuatu) dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.

Ya Allah, sudah kusampaikan?

Katakanlah kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu oleh Tuhan disucikan, seperti hari ini yang suci, sampai masanya kamu sekalian bertemu dengan Tuhan.

Ya Allah! sudahkah kusampaikan?

Ya Allah. saksikanlah ini!

Tahun ini (2025) kembali terjadi haji Akbar, karena wukuf di Arafah jatuh pada hari Kamis, dengan demikian hari Jum’at adalah Hari Raya Idul Adha.

Ada hal yang melekat dalam ingatan penulis, manakala sampe ke Arafah, dimana seorang tetangga yang berhaji plus menuliskan dalam storisnya sedang menikmati fasilitas mewah makanan dan tempat maktabnya, begitu juga berkisah saat seharusnya bermalam (mabit) di Muzdalifah mereka cukup dengan murur meski dalam kondisi sehat, belum lagi saat maktab di Mina mereka menulis storis "Alhamdulillah dapat maktab/tenda yang dekat dengan jamarat, sementara penulis berjarak 3,5 km dari jamarat dengan berjalan kaki bersama jamaah lainnya. 

Sementara saat di Muzdalifah penulis mendengar seorang ustadz/pemimpin jamaah mengatakan bahwa seluruh tamu Allah tidak ada perbedaan. Semua berbaju ihram warna putih duduk di tanah menunggu waktu menuju Mina untuk ibadah jamarat yaitu pelemparan jumrah. Memang benar, tidak ada lagi perbedaan antara si kaya dan miskin.

Semua jamaah haji selain memakai baju berwarna putih dan tidak boleh dijahit, juga menghilangkan perasan bangga terhadap diri sendiri.

Saat tengah malam pukul : 00.00 WAS (Waktu Arab Saudi) bus pengangkut jamaah haji mulai menuju Mina. Namun ketidakjelasan sistem transportasi pengangkutan jamaah akhirnya penulis memilih untuk berjalan kaki menuju Mina yang jaraknya 6-7 km bersama jamaah lainnya. Unforgetable umroh Oktober tahun 2024 disaat bus rombongan umrah meliwati Muzdalifah dan Mina, penulis mendapat info dari guidence (Muthawwif) mengatakan lihat bangunan baru itu. Setelah dicermati, ternyata posisi bangunan yang lebih tinggi dan lebih bagus untuk tempat bermalam raja, kerabat, dan tamu-tamu terhormat raja. Penulis lantas tersentak. Ternyata paradigma pelayanan sudah berubah. Tidak ada lagi perlakuan sama rata, sama rasa (egaliter). Tetapi pengkastaan mulai berlaku dalam pelayanan.

Namun penulis berasumsi positif, bagi yang telah beriman dan niat murni beribadah pasti tidak merasakan ada perbedaan. Seperti perbedaan pelayanan haji dengan menggunakan Ongkos Naik Haji (ONH) plus, dengan ONH tanpa plus. Mungkin disikapi sama oleh kaum yang beriman.

*Makna Kasta Haji Dengan Kasta Hindu*

Kasta sepengetahuan penulis dalam agama Hindu merujuk pada sistem stratifikasi sosial yang membagi masyarakat ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan pekerjaan dan tanggung jawab mereka. Sistem ini dikenal dengan istilah Varna, yang terdiri dari empat kategori utama: Brahmana, Kshatriya, Vaishya, dan Shudra. 

Makna kasta, dalam konteks agama Hindu, adalah pembagian masyarakat menjadi kelompok-kelompok sosial turun-temurun yang membatasi pekerjaan dan hubungan antar anggota. Kasta merupakan sistem stratifikasi sosial yang kaku dan diwariskan secara turun-temurun. Istilah "kasta" sendiri berasal dari bahasa Portugis "casta" yang berarti keturunan atau ras. 

Istilah "kasta" dalam konteks ibadah haji memang tidak tepat. Namun kenyataannya ternyata fasilitas pelayanan dan proses rangkaian ibadahnya mencerminkan sistem kasta. Memang Ibadah haji tidak memiliki sistem kasta seperti yang ada dalam tradisi Hindu. Dalam Islam, semua orang, tanpa memandang ras, kelas sosial, atau status, memiliki hak yang sama untuk menunaikan ibadah haji. Yang penting adalah kemampuan finansial dan fisik untuk memenuhi syarat-syarat ibadah haji. 

Lebih lanjut, ibadah haji didasarkan pada prinsip kesederhanaan dan persamaan di hadapan Allah. Orang yang mampu secara finansial dan fisik diwajibkan untuk menunaikan haji, dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara orang yang kaya dan orang yang miskin dalam pelaksanaan ibadah tersebut. 

*Penjelasan Lebih Detail Mengenai Ibadah Haji Yang Seharusnya:*

*Kesederhanaan:*

Ibadah haji menekankan pada kesederhanaan dan kesetaraan. Jemaah haji mengenakan pakaian ihram yang sederhana, tanpa perbedaan, dan berinteraksi satu sama lain dengan rasa hormat, tanpa memandang status sosial atau harta kekayaan. 

*Persamaan:*

Dalam ibadah haji, semua orang memiliki hak yang sama untuk beribadah. Tidak ada perbedaan dalam pelaksanaan ibadah haji berdasarkan ras, etnis, atau status sosial. Semua jemaah mengikuti ritual yang sama, dan tidak ada diskriminasi berdasarkan kasta atau status sosial. 

*Kemampuan:*

Ibadah haji hanya diwajibkan bagi mereka yang mampu. Mampu di sini mencakup kemampuan finansial untuk biaya perjalanan dan kebutuhan selama di tanah suci, serta kemampuan fisik untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji. 

*Tidak Ada Kasta:*

Dalam Islam, konsep kasta tidak ada dalam sistem sosial dan juga dalam ibadah. Semua orang, tanpa memandang status sosial atau kasta, memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah. 

*Kesimpulan:*

Ibadah haji tidak memiliki konsep kasta. Ibadah ini didasarkan pada prinsip kesederhanaan, persamaan, dan keadilan di hadapan Allah. Semua orang, tanpa memandang ras, kelas sosial, atau status, memiliki hak yang sama untuk menunaikan ibadah haji. Namun kenyataanya memang ada perbedaan fasilitas dalam pelayanan haji, bisa jadi disebabkan karena program keberangkatan haji ada yang haji reguler, haji plus maupun haji furoda. Atau bisa dimungkinkan karena penanganan penyelenggara haji itu sendiri kepada jamaah. Gambaran ini muncul karena melihat pelayanan yang didapat jamaah haji dari negara tetangga semisal Malaysia, Turki, Mesir dan semisalnya terlihat rapi dan terkoordinir dengan matang baik transportasi, hotel dan petugas yang membantu jamaah menaik-turunkan barang bawaan jamaah.

Terkait dengan kasta haji (atau apalah namanya yang tepat), saat ini ada 3 jenis program keberangkatan untuk menunaikan ibadah haji yakni Haji Reguler, Haji Plus/Haji Khusus, dan Haji Furada. Jika Haji Reguler harus antre hingga 30 tahun di sebagian provinsi, haji plus atau haji khusus memiliki masa tunggu sekitar 5 sampai 9 tahun, sedangkan di program Haji Mujammalah atau Haji Furada calon jamaah hanya perlu satu tahun menunggu keberangkatan alias tanpa antre. 

Disinilah kemudian muncul asumsi bahwa ternyata terdapat kasta dalam menunaikan ibadah haji diakui atau tidaknya. Wallahu a'lam 🙏 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

KAJIAN TERKAIT HUKUM THAWAF IFADHAH MELEWATI HARI TASYRIK 11,12 DAN 13 DZUL HIJJAH (Asimun Mas'ud)

*Hukum Thawaf Ifadhah*

Para Ulama sepakat menjadikan Thawaf Ifadhah sebagai rukun haji yang menjadi bagian dari keabsahan ibadah haji berdasarkan pada firman Allâh Azza wa Jalla,

وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

"Dan hendaklah mereka melakukan thawâf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)." (QS. al-Hajj : 29)

Yang dimaksud dengan thawâf di dalam ayat ini adalah thawaf Ifadhah. Menurut ijma’ Ulama ahli tafsir sebagaimana dinyatakan Imam Ath-Thabari rahimahullah, "Tidak ada khilaf diantara para Ulama tafsir dalam hal ini. (Tafsîr Ath-Thabari juz 9 no.142)

Sedangkan dari hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam adalah hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berkata,

أَنَّ صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَيٍّ – زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – حَاضَتْ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «أَحَابِسَتُنَا هِيَ» قَالُوا: إِنَّهَا قَدْ أَفَاضَتْ قَالَ: «فَلاَ إِذًا»

"Sesungguhnya Shafiyah bintu Huyai (istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam) sedang haidh. lalu aku sampaikan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, "Apakah Dia (Shofiyah) akan menahan kami?" maka mereka berkata, "Dia telah melakukan thawaf Ifadhah." Beliaupun bersabda, "Tidak apa-apa, kalau begitu." (HR al-Bukhâri 1757).

Imam Al-Baghawi rahimahullah menyatakan, "Jelaslah dengan hadits ini bahwa orang yang belum thawaf Ifadhah pada hari Nahr (Idul Adha) tidak boleh meninggalkan Makkah. (Ma’âlim at-Tanzîl 5/382).

Thawaf Ifadhah yang melewati tanggal 13 Dzulhijjah *diperbolehkan,* meskipun lebih utama dilakukan sebelum akhir hari-hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah). Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai batasan akhir pelaksanaan thawaf Ifadhah.

*Penjelasan:*

*Thawaf Ifadhah:*

Thawaf Ifadhah adalah thawaf yang wajib dilakukan sebagai bagian dari rukun haji, setelah melempar jumrah di Mina dan tahallul. 

*Waktu Utama:*

Waktu utama pelaksanaan thawaf Ifadhah adalah pada tanggal 10 Dzulhijjah, dan sebaiknya sebelum akhir hari-hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah). 

*Perbedaan Pendapat:*

*Madzhab Hanafi:* 

Ada pendapat bahwa thawaf Ifadhah harus dilakukan sebelum akhir bulan Dzulhijjah. 

*Madzhab Syafi'i dan Hanbali:* 

Ada pendapat bahwa tidak ada batas waktu akhir untuk thawaf Ifadhah, dan bisa dilakukan kapan saja. 

*Hukum:*

*Wajib:* Thawaf Ifadhah adalah rukun haji yang wajib dilakukan. 

*Sah:* Jika thawaf Ifadhah dilakukan setelah tanggal 13 Dzulhijjah, tetap sah dan haji tetap sah. 

*Dam (Denda):*

Ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban dam (denda) jika thawaf Ifadhah dilakukan setelah tanggal 13 Dzulhijjah, terutama di *Madzhab Hanafi.* 

*Kesimpulan:*

Thawaf Ifadhah yang dilakukan setelah tanggal 13 Dzulhijjah tetap sah menurut *madzhab Syafi'i dan Hambali*, tetapi lebih utama jika dilakukan sebelum akhir hari-hari tasyrik. Para ulama berbeda pendapat mengenai batas akhir pelaksanaan thawaf Ifadhah dan kewajiban dam. Wallahu a'lam 🙏🏻

Oleh karenanya, mengingat esok hari di hari terakhir hari tasyrik belum ada bus shalat (shalawat) yang beroperasi menuju Masjidil Haram, maka alangkah bijak melihat sikon jama'ah Timlak AL yang masih kelelahan dan kecapean setelah melakukan ibadah ARMUZNA, maka Thawaf Ifadhah dilaksanakan setelah bus shalat (shalawat) beroperasi kembali. 

Demikian disampaikan penjelasan tentang Thawaf Ifadhah semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق إلى أقوم الطريق*

Kamis, 29 Mei 2025

RANGKAIAN IBADAH HAJI DI ARMUZNA [ARAFAH, MUZDALIFAH DAN MINA]

Rangkaian ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina merupakan puncak pelaksanaan ibadah haji, yang terdiri dari wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, dan lempar jumrah di Mina. 

*1. Arafah:*

*Wukuf:* 

Jemaah berdiam (wukuf) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Wukuf merupakan ibadah utama di Arafah, dimana jemaah menghabiskan waktu untuk berdoa, berzikir, dan memohon ampunan kepada Allah SWT.

*2. Muzdalifah:*

*Mabit atau Murur:*

Mabit adalah kegiatan setelah wukuf di Arafah, jemaah menuju Muzdalifah untuk bermalam (mabit). 

Murur di Muzdalifah adalah suatu skema haji di mana jemaah haji melintasi area Muzdalifah tanpa turun dari kendaraan (bus atau kendaraan lainnya) untuk kemudian langsung menuju Mina. Skema ini diterapkan sebagai solusi untuk mengurangi kepadatan dan potensi risiko di area Muzdalifah, serta untuk mempermudah perjalanan jemaah, terutama jemaah lansia dan disabilitas. 

*Makna "Murur":*

Secara bahasa, "murur" berarti melintas atau melewati. Dalam konteks haji, murur di Muzdalifah berarti jemaah haji tidak berhenti atau bermalam di Muzdalifah, melainkan langsung melintasinya menuju Mina. 

*Tujuan Murur:*

* *Mencegah Kepadatan:* Muzdalifah memiliki area yang terbatas, sehingga saat puncak haji, area tersebut akan menjadi sangat padat. Skema murur membantu mengurangi kepadatan ini dan mempercepat proses mobilisasi jemaah. 

* *Menjaga Keselamatan dan Kesehatan:* Kepadatan yang berlebihan di Muzdalifah dapat berisiko bagi keselamatan dan kesehatan jemaah, terutama jemaah lansia dan disabilitas. Murur membantu mencegah potensi risiko tersebut. 

*Mempermudah Perjalanan:*

Skema ini membuat perjalanan jemaah dari Arafah ke Mina menjadi lebih efisien, karena tidak perlu berhenti dan bermalam di Muzdalifah. 

*Pelaksanaan Murur:*

Setelah wukuf di Arafah, jemaah haji akan diberangkatkan menuju Muzdalifah, namun mereka tidak turun dari kendaraan. 

Jemaah melintasi Muzdalifah tanpa berhenti dan langsung melanjutkan perjalanan menuju Mina. 

Niat mabit (bermalam) di Muzdalifah tetap dilakukan secara mental, meskipun tidak secara fisik bermalam di area tersebut. 

*Hukum Murur:*

Skema murur di Muzdalifah ini sah dan diizinkan oleh ulama, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), PBNU, Muhammadiyah, dan Persis. Hal ini dikarenakan murur merupakan solusi untuk mengatasi kondisi darurat dan kemaslahatan jemaah, seperti kepadatan di Muzdalifah. 

*Mengumpulkan Batu:*

Jemaah mengumpulkan batu-batu kecil sebanyak 70 buah atau lebih (bagi jamaah yang murur biasanya batu telah disiapkan oleh syarikah) yang akan digunakan untuk lempar jumrah di Mina. 

*Shalat Jama' Qashar:*

Di Muzdalifah, jemaah melaksanakan shalat Maghrib dan Isya' secara jamak (jama' qashar). 

*Shalat Subuh:*

Jemaah juga melakukan shalat Subuh di Muzdalifah sebelum melanjutkan perjalanan ke Mina. 

*Mina:*

*Lempar Jumrah:*

Jemaah melakukan lempar jumrah (melempar batu) ke tiga tempat [Jumrah Ula (awal), Jumrah Wustha (tengah), dan Jumrah Aqabah (akhir)]. Lempar jumrah merupakan simbol penolakan terhadap godaan setan dan hawa nafsu. 

*Mabit:*

Jemaah juga bermalam (mabit) di Mina selama beberapa hari, yang biasanya dimulai dari tanggal 10 Dzulhijjah. 

*Penyembelihan Hewan Kurban:*

Di Mina, jemaah yang melakukan haji tamattu' atau haji qiran juga melakukan penyembelihan hewan kurban.

Jemaah haji mabit di Mina selama 3 malam, yaitu malam tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Namun, bagi jemaah yang memilih nafar awal, mereka cukup mabit selama 2 malam, yaitu malam tanggal 11 dan 12 Zulhijah. 

*Penjelasan Lebih Detail:*

*Mabit:*

Mabit adalah kegiatan menginap atau bermalam di suatu tempat selama perjalanan haji. 

*Mina:*

Mina adalah sebuah tempat di dekat Mekah yang menjadi tempat bagi jemaah haji untuk menginap dan melakukan ritual melempar jumrah. 

*3. Nafar Awal:*

Nafar awal adalah kegiatan meninggalkan Mina pada tanggal 12 Zulhijah sebelum matahari tenggelam. 

*Nafar Tsani:*

Nafar tsani adalah kegiatan meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah setelah matahari tenggelam. 

Jadi, secara umum, jemaah haji mabit di Mina selama 3 malam, tetapi jemaah yang memilih nafar awal cukup mabit selama 2 malam. Wallahu a’lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat 🙏🏻

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

PERSIAPKAN DIRI UNTUK 5 HARI PUNCAK RANGKAIAN HAJI, WUKUF 2025

*4 Juni 2025 (8 Zulhijah 1446 H)*

- Pemberangkatan jemaah dari Makkah ke Arafah.

*5 Juni 2025 (9 Zulhijah 1446 H)*

- Wukuf di Arafah (puncak haji).

*6 Juni 2025 (10 Zulhijah 1446 H)*

- Idul Adha 1446 Hijriah.

*7 Juni 2025 (11 Zulhijah 1446 H)*

- Hari Tasyrik I.

*8 Juni 2025 (12 Zulhijah 1446 H)*

- Hari Tasyrik II (Nafar Awal).

*9 Juni 2025 (13 Zulhijah 1446 H)*

- Hari Tasyrik III (Nafar Tsani).

*DEVINISI WUKUF*

Wukuf adalah suatu aktivitas ibadah dalam haji yang melibatkan berdiam diri di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, yang merupakan salah satu rukun haji yang paling penting. Wukuf berasal dari bahasa Arab "wuquf" yang berarti berhenti, dengan pesan moral untuk sejenak meninggalkan aktivitas dunia dan melakukan perenungan. 

Wukuf merupakan puncak ibadah haji dan menjadi pembeda antara haji dan umrah. Dalam bahasa Arab, "wukuf" berasal dari kata "waqafa" yang berarti berhenti. 

*Wukuf di Arafah:*

Ibadah wukuf dilakukan di Padang Arafah, yang merupakan tempat penting dalam ibadah haji. 

*Waktu Wukuf:*

Wukuf dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah, sehari sebelum hari raya Idul Adha. Pelaksanaan wukuf dimulai setelah matahari tergelincir (zhuhur) sampai terbenam matahari dan berakhir sebelum fajar (subuh) di hari Idul Adha. 

*Makna Wukuf:*

Wukuf merupakan simbol kebulatan tekad untuk meninggalkan keburukan dan mengabadikan kebaikan. Wukuf juga menjadi momen untuk merenungi dosa dan memohon ampunan kepada Allah. 

*Hukum Wukuf:*

Wukuf adalah rukun haji yang wajib dilaksanakan. Jika tidak dilakukan, maka ibadah haji dianggap tidak sah. 

*Makna Bahasa Arab:*

"Wukuf" berasal dari kata "waqafa" yang berarti berhenti. Ini menunjukkan bahwa wukuf adalah kegiatan berhenti sejenak dari aktivitas duniawi untuk merenungkan diri dan mendekatkan diri kepada Allah. 

*Makna-makna penting dari wukuf:*

*1. Introspeksi dan Muhasabah Diri:*

Wukuf memberikan kesempatan bagi jemaah haji untuk melakukan introspeksi diri, merenungkan dosa-dosa, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi akhirat. 

*2. Kebulatan Tekad:*

Wukuf juga menjadi simbol kebulatan tekad untuk meninggalkan keburukan dan mengabadikan nilai-nilai kebaikan. 

*3. Mengingati Peristiwa Nabi Adam dan Hawa:*

Wukuf di Arafah mengingatkan peristiwa Nabi Adam dan Hawa yang diturunkan ke bumi dan bertemu di Arafah setelah 40 tahun. 

*4. Makrifat:*

Wukuf mengajarkan makrifat, yaitu pemahaman dan penghayatan mendalam tentang kebesaran Allah dan penciptaan manusia. 

Pengakuan 

*5. Keterbatasan Diri:*

Wukuf juga menjadi sarana untuk mengakui keterbatasan diri sebagai manusia dan menyadari bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara. 

*6. Persiapan Akhirat:*

Wukuf mengajarkan pentingnya mempersiapkan diri untuk akhirat dan mengingatkan akan keadilan Allah. 

Pertukaran Budaya:

Wukuf juga menjadi sarana pertukaran pengetahuan dan budaya antar bangsa, memperkaya wawasan tentang keberagaman. 

*7. Puncak Ibadah Haji:*

Wukuf merupakan puncak ibadah haji, dan jemaah haji yang tidak melakukan wukuf dianggap tidak sah ibadah hajinya. 

*8. Pengampunan Dosa:*

Wukuf merupakan kesempatan bagi jemaah haji untuk memohon pengampunan dosa kepada Allah. 

*9. Penyesalan Dosa:*

Wukuf adalah kesempatan bagi jemaah haji untuk menyesali segala dosa yang pernah dilakukan. Wallahu a’lam 🙏🏻 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Minggu, 25 Mei 2025

SHALAT SUNNAH SAFAR BERANGKAT HAJI (Asimun Mas'ud)

Shalat sunnah dua rakaat sebelum berangkat haji ini dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Idhah fi Manasikil Hajj. Shalat sunnah berikut bacaan surat dan doa setelahnya disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam karyanya yang membahas khusus tata cara ibadah haji dan umrah.

يستحب إذا أراد الخروج من منزله أن يصلي ركعتين يقرأ في الأولى بعد الفاتحة (قل يا أيها الكافرون) وفي الثانية (قل هو الله أحد) ففي الحديث عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ما خلف عبد أهله أفضل من ركعتين يركعهما عندهم حين يريد السفر

“Jamaah haji dianjurkan melakukan shalat dua raka’at sebelum keluar rumah. Pada rakaat pertama, ia dianjurkan untuk membaca surat Al-Kafirun dan membaca surat Al-Ikhlas untuk rakaat kedua. Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan yang lebih utama ketika keluar rumah kecuali shalat dua raka’at,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-fatah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 23)

Niat Shalat Sunnah Safar (bepergian),

أُصَلِّي سُنَّةَ السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushalliî sunnatas safari rak'ataini lillâhi ta'âla

"Saya niat shalat sunnah perjalanan dua rakaat karena Allah ta'âla."

Berikut ini adalah rangkaian amalan sebelum jamaah haji keluar rumah menuju tanah suci:

*1.    Shalat sunnah dua rakaat.*

a. Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Kafirun (pada rakaat pertama).

b. Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Ikhlas (pada rakaat kedua).

*2.    Baca Ayat Kursi (Surat Al-Baqarah ayat 255) setelah salam.*

اللهُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَاْ خُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَّهُ مَا فِى السَّمَوَاتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ اِلاَّ بِاِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَينَ اَيْدِيْهِمِ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلاَ يُحْيِطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ اِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضَ، وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمُا، وَهُوَ الْعَلِىُّ الْعَظِيْمُ 

“Allah, tiada yang layak disembah kecuali Dia yang hidup kekal lagi berdiri sendiri. Tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberikan syafa’at di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat menjaga keduanya. Dia maha tinggi lagi maha agung.”

*3.    Baca Surat Quraisy.*

لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ ٬إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ ٬ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ٬ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ 

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas, Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

*4.    Doa memohon penguatan perjalanan.*

اللهُمَّ إِلَيْكَ تَوَجَّهْتُ٫ وَبِكَ اعْتَصَمْتُ٫ اللهُمَّ اكْفِنِي مَا أَهَمَّنِي وَمَا لَمْ أَهْتَمَّ بِهِ. اللهُمَّ زَوِّدْنِي التَّقْوَى وَاغْفِرْ لي ذَنْبِي

Allahumma ilayka tawajjahtu, wa bika‘tashamtu. Allahummakfini ma ahammani wa ma lam ahtamma bihi. Allahumma zawwidnit taqwa, waghfir li dzanbi.

“Ya Allah, hanya kepada-Mu aku menghadap. Hanya dengan-Mu aku berpegang. Ya Allah, cukupilah aku akan apa yang membimbangkanku dan apa yang tidak membimbangkanku. Ya Allah, berilah aku ketakwaan sebagai bekal. Ampunilah dosaku,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 23).

*5.    Doa memohon kemudahan dan penitipan atas segala yang ditinggalkan.*

اللهُمَّ بِكَ أَسْتَعِيْنُ، وَعَلَيْكَ أَتَوَكَّلُ٬ اللهُمَّ ذَلُّلْ لِيْ صُعُوبَةَ أَمْرِيْ٬ وَسَهِّلْ عَلَيَّ مَشَقَّةَ سَفَرِيْ٬ وَارْزُقْنِي مِنَ الخَيْرِ أَكْثَرَ مِمَّا أَطْلُبُ٬ وَاصْرِفْ عَنِّي كُلَّ شَرٍّ٬ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِيْ وَنَوِّرْ قَلْبِيْ وَيَسِّرْ لِي أَمْرِيْ. اللهُمَّ إِنِّي أَسْتَحْفِظُكَ وَأَسْتَوْدِعُكَ نَفْسِي وَدِيْنِي وَأَهْلِي وَأَقَارِبِي وَكُلَّ مَا أَنْعَمْتَ بِهِ عَلَيَّ وَعَلَيْهِمْ مِنْ آخِرَةٍ وَدُنْيَا فَاحْفَظْنَا أَجْمَعِيْنَ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ يَا كَرِيْمُ

Allahumma bika asta'inu, wa 'alayka atawakkalu. Allahumma dzallil li shu'ubata amri, wa sahhil 'alayya masyaqqata safari, warzuqni minal khayri aktsara min ma athlubu, washrif 'anni kulla syarr. rabbisyrah li shadri, wa nawwir qalbi, wa yassir li amri. Allahumma inni astahfizhuka wa astawdi'uka nafsi wa dini wa ahli wa aqaribi wa kulla ma an'amta bihi 'alayya wa 'alayhim min akhiratin wa duniya, fahfazhna ajma'ina min kulli su'in ya karim.

“Ya Allah, hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan dan hanya kepada-Mu aku pasrah. Ya Allah, turunkanlah kesulitan urusanku. Mudahkanlah beban kesulitan perjalananku. Karuniakanlah aku sebagian dari kebaikan lebih banyak dari yang kuminta. Palingkanlah segala keburukan daripadaku. Tuhanku, lapangkanlah dadaku. Terangilah hatiku. Mudahkanlah urusanku. Ya Allah, aku meminta penjagaan dan menitipkan diriku, agamaku, keluarga, kerabatku, dan semua yang Kauanugerahkan kepadaku dan kepada mereka baik dunia maupun akhirat. Pelihaalah kami semua dari segala kejahatan wahai Tuhan yang pemurah,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 23).

Semua rangkaian amalan ini disarikan dari Al-Idhah karya Imam An-Nawawi. Amalan ringkas sebelum memulai perjalanan ini dapat dilakukan oleh jamaah haji menuju tanah suci dan musafir lain secara umum. Wallahu a’lam

Jumat, 23 Mei 2025

MEMBAYAR DAM/HADYU UNTUK HAJI TAMATTHU'

*Referensi Terkait Hadyu/Dam Bagi Haji Tamatthu'* (Asimun Mas'ud)

فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ

 “Maka siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali.” (QS. Al-Baqarah: 196)

Haji Tamatthu' adalah jenis haji di mana jemaah melakukan umrah terlebih dahulu sebelum melaksanakan haji. *Konsekuensi utama dari haji tamatthu' adalah kewajiban membayar dam atau denda.* Dam tersebut biasanya berupa penyembelihan hewan kurban, seperti kambing, yang disalurkan kepada fakir miskin. Jika jemaah tidak mampu membayar dam dengan penyembelihan, dapat diganti dengan berpuasa, yaitu tiga hari saat ibadah haji dan tujuh hari setelah kembali ke kampung halaman. 

*Haji Tamatthu':*

Haji tamatthu' adalah jenis haji yang paling umum dilakukan oleh jemaah haji dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam haji tamatthu', jemaah berihram untuk umrah di miqat (tempat awal ihram) kemudian melakukan thawaf dan sa'i umrah. Setelah tahalul (memotong rambut), jemaah berihram kembali untuk melaksanakan haji pada tanggal 8 Dzulhijjah. 

*Wajib Bayar Dam:*

Karena jemaah melakukan dua ibadah (umrah dan haji) dalam satu perjalanan, mereka wajib membayar dam/hadyu atau denda. Ini sebagai bentuk pengorbanan dan tanda syukur atas kemudahan yang diberikan Allah SWT. 

*Pilihan Dam:*

Dam haji tamatthu' dapat berupa penyembelihan seekor kambing atau sepertujuh dari hewan kurban seperti sapi atau unta. *Jika jemaah tidak mampu membayar dam dengan penyembelihan, mereka dapat menggantinya dengan berpuasa sepuluh (10) hari.*

*Penggunaan Dam:*

Dam yang dibayar oleh jemaah haji tamatthu' disalurkan kepada fakir miskin di sekitar Masjidil Haram. 

*Tata Cara:*

Jemaah yang melakukan haji tamatthu' melakukan ihram untuk umrah terlebih dahulu di miqat, kemudian melakukan thawaf dan sa'i, serta tahalul. Setelah itu, jemaah kembali berihram untuk haji pada tanggal 8 Dzulhijjah. 

*Keuntungan:*

Haji tamatthu' memberikan kemudahan bagi jemaah yang datang dari luar Makkah karena memungkinkan mereka melaksanakan umrah dan haji dalam satu perjalanan. 

*Fatwa MUI:*

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa penyembelihan hewan dam atas haji tamatthu' atau qiran harus dilakukan di Tanah Haram, dan jika dilakukan di luar Tanah Haram, hukumnya tidak sah.

*Catatan:*

*Syarat Membayar Dam Dengan Berpuasa*

Imam Ar-Rafi‘i memberikan kemudahan bagi kita untuk mengetahui mana yang tartib (keharusan) dan mana yang takhyir (pilihan). Serta mana yang taqdir (ketetapan) dan mana yang ta’dil (keadilan).

فمعنى الترتيب انه يجب الدم ولا يجوز العدول إلى غيره إلا إذا عجز عنه ومعنى التخيير انه يجوز العدول إلى غيره

“Makna tartib adalah bahwa diharuskan bagi jamaah haji (yang melanggar larangan) untuk membayar denda dan tidak diperbolehkan menggantinya dengan denda lain yang setara kecuali orang tersebut tidak mampu membayarnya. Sedangkan makna takhyir adalah boleh mengganti dengan denda lain yang setara.”

فمعنى التقدير ان الشرع قدر البدل المعدول إليه ترتيبا أو تخييرا أي مقدرا لا يزيد ولا ينقص ومعنى التعديل انه امر فيه بالتقويم والعدول إلى غيره بحسب القيمة

“Makna taqdir adalah sesungguhnya syariat telah menetapkan denda pengganti yang setara, baik secara berurutan maupun dengan memilih, yakni taqdir bisa juga berarti telah ditetapkan dendanya tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Sedangkan makna ta’dil adalah bahwasanya syariat memerintahkan untuk mencari denda lain dengan takaran yang setara berdasarkan nilai (harga).” (Kitab Al-Majmu’ ala Syarhil Muhadzab karya Imam An-Nawawi)

Singkatnya, selama mampu membayar Dam/Hadyu (denda) dengan memotong hewan maka tidak boleh memilih (menggantinya) dengan BERPUASA 10 HARI (3 hari dilaksanakan di tanah haram dan 7 hari dilaksanakan di tanah air). Wallahu a'lam

KAJIAN TENTANG HUKUM BADAL HAJI

Haji secara bahasa berarti ( القصد ) ‘menuju’.

Secara syariat, haji adalah,

التعبد لله بأداء المناسك في مكان مخصوص في وقت مخصوص، على ما جاء في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Ibadah kepada Allah Ta’ala dengan melaksanakan manasik di tempat dan waktu tertentu, sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Haji merupakan salah satu rukun Islam dan kewajiban yang agung, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Dan bagi Allah, kewajiban manusia adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran : 97)

Orang yang telah meninggal dunia dan belum berhaji tidak lepas dari dua keadaan:

*Pertama:*

Saat  hidup mampu berhaji dengan badan dan hartanya, maka orang yang seperti ini wajib bagi ahli warisnya untuk menghajikannya dengan harta si mayit. Orang seperti ini adalah orang yang belum menunaikan kewajiban di mana ia mampu menunaikan haji walaupun ia tidak mewasiatkan untuk menghajikannya. Jika si mayit malah memberi wasiat agar ia dapat dihajikan, kondisi ini lebih diperintahkan lagi. Dalil dari kondisi pertama ini adalah firman Allah Ta’ala,

وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ

“Mengerjakan haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, [yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah]” (QS. Ali Imran: 97)

Juga disebutkan dalam hadits shahih, ada seorang laki-laki yang menceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata,

يا رسول الله إن أبي شيخ لا يستطيع الحج ولا العمرة ولا الظعن

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku sudah tua dan tidak mampu melaksanakan haji, umrah, maupun bepergian.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حج عن أبيك واعتمر

“Lakukanlah haji dan umrah untuk ayahmu.” (HR. Abu Dawud, 1: 420; At-Tirmidzi, 4: 160; dan beliau berkata, “Hadis hasan sahih.”)

Kondisi orang tua dalam hadits ini telah berumur senja dan sulit melakukan safar dan amalan haji lainnya, maka tentu saja orang yang kuat dan mampu namun sudah keburu meninggal dunia lebih pantas untuk dihajikan.

Hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ada seorang wanita dari suku Khath’am berkata,

يا رسول الله، إن فريضة الله على عباده في الحج أدركت أبي شيخًا كبيرًا لا يستطيع أن يثبت على الراحلة. أفأحج عنه؟

“Wahai Rasulullah, kewajiban Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam hal haji telah menimpa ayahku yang sudah tua dan tidak mampu duduk tegak di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya?”

Beliau menjawab, ( نعم ) “Ya,” dan itu terjadi pada Haji Wada’. (HR. Bukhari, 2: 163; Muslim, 2: 973).

Hadits dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu.

Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata,

يا رسولَ اللهِ إنَّ أمِّي ماتت ولم تحُجَّ أفأحُجُّ عنها ؟

“Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dunia dan belum berhaji. Bolehkah aku berhaji untuknya?” Beliau menjawab,

نعم حُجِّي عنها

“Ya, berhajilah untuknya.” (HR. Lihat HR. Muslim no. 1149).

*Kedua:*

Jika si mayit dalam keadaan miskin sehingga tidak mampu berhaji atau dalam keadaan tua renta sehingga semasa hidup juga tidak sempat berhaji. Untuk kasus semacam ini tetap disyari’atkan bagi keluarganya seperti anak laki-laki atau anak perempuannya untuk menghajikan orang tuanya. Alasannya sebagaimana hadits yang disebutkan sebelumnya.

Berkaitan dengan hal ini, Imam Abul Hasan Al-Mawardi (wafat 450 H) mengatakan menurut mazhab Syafi’iyah, tidak boleh bagi seseorang untuk menghajikan orang lain, sementara dirinya belum pernah menunaikan ibadah haji. Hal ini berdasarkan salah satu hadits nabi, yaitu,

احْجُجْ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمة.  

“Hajilah untuk dirimu sendiri terlebih dahulu, barulah haji atas nama Syubramah.” 

Hadits ini bermula dari ucapan salah seorang sahabat nabi yang sedang menghajikan temannya yang bernama Syubramah. Dalam kisahnya, ia mengatakan “labbaikan ‘an syubramah”, yang artinya: "Aku memenuhi panggilan-Mu, ya Allah, atas nama Syubramah". Mendengar ucapan itu, Nabi lantas bertanya, “Sudahkah engkau melakukan haji?” Sahabat itu pun menjawab: "Belum, wahai Rasululah.” Akhirnya Nabi berpesan untuk menunaikan haji terlebih dahulu, kemudian baru menghajikan orang lain. 

Berdasarkan hadits ini, Imam Al-Mawardi menegaskan bahwa orang yang belum pernah menunaikan ibadah haji tidak diperbolehkan untuk membadali orang lain. Hal ini sebagaimana ditegaskannya, 

وَهَذَا كَمَا قَالَ لَيْسَ لِمَنْ لَمْ يُؤَدِّ فَرْضَ الْحَجِّ عَنْ نَفْسِهِ أَنْ يَحُجَّ عَنْ غَيْرِهِ سَوَاءٌ أَمْكَنَهُ الْحَجُّ أَمْ لا  

“Dan ini sebagaimana yang telah dikatakan, bahwa sesungguhnya tidak ada hak bagi orang yang belum pernah menunaikan ibadah haji bagi dirinya sendiri untuk haji atas nama orang lain, baik memungkinkan baginya untuk menunaikan haji atau pun tidak.” (al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz IV, halaman 45)

*Menyewa Orang Lain untuk Badal Haji*

Dalam kitab-kitab fikih, badal haji ( بدل الحج ) biasa juga diistilahkan dengan niyabah dalam haji ( النيابة في الحج ), yaitu,

القيام مقام الغير في أداء الحج

“melaksanakan haji atas nama orang lain.”

Misalnya, seseorang menyewa orang lain untuk berhaji untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut madzhab Imam Syafi’i dan pendapat Imam Ahmad (bin Hambal) berpendapat bahwa boleh menyewa orang lain untuk berhaji karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أحق ما أخذتم عليه أجرًا كتاب الله

“Hal yang paling berhak kalian ambil upahnya adalah Kitabullah.” (HR. Bukhari, 3: 121).

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengambil upah untuk meruqyah dengan Kitabullah (Al-Qur'an) dan memberitahukan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau membenarkan mereka. Wallahu a'lam bis-Showab 🙏🏻

Demikian Asimun Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق إلى أقوم الطريق*