Hukum membuang barang pemberian pada dasarnya tidak ada larangan eksplisit dalam agama Islam, namun membuangnya adalah bentuk perbuatan yang sangat tidak terpuji karena menyalahi etika dan nilai kesyukuran. Perbuatan tersebut hanya dihalalkan jika barang pemberian itu sudah diketahui atau diduga kuat merupakan barang haram, atau jika tujuan pemberian itu tidak jelas dan hanya basa-basi.
Islam mengatur soal pemberian orang lain seperti termaktub dalam kitab berjudul Risalatul Mu‘awanah wal Mudhaharah wal Muwazarah dari Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad.
وعَلَيْك إذا أسدى إليك مسلم معروفًا بقبوله منه وشكره ومكافأته عليه، فإن لم تقدر عليها أو كان ممن توحشه المكافأة فعيّضك بالدعاء له. وقد قال عليه الصلاة والسلام: «لو أُهدي إليّ ذراع أو كُراع لقبلت، ولو دُعيت إلى ذراع أو كُراع لأجبت». وقال: «من أُصطنع إليكم معروفًا فكافئوه، فإن لم تقدروا على ذلك فادعوا له حتى تعلموا أنكم قد كافأتموه»
"Dan atasmu (yakni kewajibanmu) ketika seorang muslim memberikan suatu kebaikan kepadamu, maka terimalah darinya, ucapkanlah terima kasih, dan balaslah kebaikannya. Jika engkau tidak mampu membalasnya atau ia termasuk orang yang menjadi sungkan bila dibalas, maka balaslah dengan mendoakannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Seandainya diberikan kepadaku hadiahnya berupa lengan (kambing) atau kaki (kambing), niscaya aku akan menerimanya. Dan seandainya aku diundang (makan) dengan hidangan lengan atau kaki (kambing), niscaya aku akan memenuhi undangannya.’
Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‘Barangsiapa diberi kebaikan oleh kalian, maka balaslah ia. Jika kalian tidak mampu, maka doakanlah dia hingga kalian merasa bahwa kalian telah membalasnya.’ (Risalah Al-Mu'awanah hal.139)
Dalam beberapa riwayat hadits disebutkan,
عَنْ عُمَرَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِينِي الْعَطَاءَ فَأَقُولُ أَعْطِهِ مَنْ هُوَ أَفْقَرُ إِلَيْهِ مِنِّي فَقَالَ خُذْهُ إِذَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ شَيْءٌ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ وَمَا لَا فَلَا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ
Dari Umar berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah memberiku suatu pemberian lalu aku berkata kepada Beliau: "Berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkan dariku". Maka Beliau bersabda: "Ambillah! Jika datang kepadamu dari harta (pemberian) sedangkan kamu bukan orang yang suka menghambur-hamburkannya dan tidak pula meminta-mintanya, maka ambillah. Selain dari itu maka janganlah kamu perturutkan nafsumu". (HR Bukhari)
وَعَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ, عَنْ أَبِيهِ; ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُعْطِي عُمَرَ اَلْعَطَاءَ, فَيَقُولُ: أَعْطِهِ أَفْقَرَ مِنِّي, فَيَقُولُ: “خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ, أَوْ تَصَدَّقْ بِهِ, وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا اَلْمَالِ, وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ, وَمَا لَا فَلَا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ” ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Salim Ibnu Abdullah Ibnu Umar, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ pernah memberikan sesuatu kepada Umar Ibnu Khattab. Lalu ia berkata: “Berikanlah pada orang yang lebih membutuhkan daripada diriku.” Beliau bersabda: “Ambillah, lalu simpanlah atau bersedekahlah dengannya. Dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam ini, padahal engkau tidak membutuhkannya dan tidak meminta, maka ambillah. Jika tidak demikian, maka jangan turuti nafsumu.” (HR. Muslim)
Dari hadits di atas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita menolak pemberian orang lain. Dianjurkan menerimanya meski kita tak membutuhkannya. Kita boleh menyimpan pemberian itu, atau menyedekahkan dengan memberikannya pada orang lain. Dengan sikap seperti ini maka kita terhindar dari menyakiti hati orang yang memberi tersebut.
ومما كان النبي صلى الله عليه وسلم يقبله ولا يرده: الطيب، فقد جاء في حديث ثُمَامَةَ بْنِ عَبْدِ اللهِ -رضي الله عنه- قَالَ: كَانَ أَنَسٌ لاَ يَرُدُّ الطِّيبَ، وَقَالَ أَنَسٌ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَرُدُّ الطِّيبَ. رواه البخاري، والترمذي، وبوّب عليه الترمذي بابًا، فقال: بَابُ مَا جَاءَ فِي كَرَاهِيَةِ رَدِّ الطِّيبِ.
وأمر النبي صلى الله عليه وسلم بقبول ما يأتي للمسلم من رزق عمومًا، ونهاه عن رده، ما دام قد ساقه الله إليه من غير سؤال، ففي مسند أحمد، وصحيح ابن حبان، ومستدرك الحاكم عَنْ خَالِدِ بْنِ عَدِيٍّ الْجُهَنِيِّ -رضي الله عنه- قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَنْ بَلَغَهُ مَعْرُوفٌ عَنْ أَخِيهِ مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ، وَلَا إِشْرَافِ نَفْسٍ، فَلْيَقْبَلْهُ، وَلَا يَرُدَّهُ، فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ سَاقَهُ اللهُ إِلَيْهِ.
Di antara hal yang diterima Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ditolaknya adalah parfum. Dalam hadits Thumamah bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: "Anas tidak menolak parfum, dan Anas berkata: 'Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menolak parfum.'" (HR. Bukhari dan At-Tirmidzi)
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Tirmidzi, dan Tirmidzi menambahkan bab tentang "Apa yang datang dalam kebencian menolak parfum."
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga memerintahkan untuk menerima apa yang datang kepada seorang Muslim dari rizki secara umum, dan melarang untuk menolaknya, selama itu datang dari Allah tanpa diminta. Dalam Musnad Ahmad, Shahih Ibn Hibban, dan Mustadrak Al-Hakim, dari Khalid bin Adi Al-Juhani radhiyallahu 'anhu ia berkata: "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: 'Siapa yang mendapatkan kebaikan dari saudaranya tanpa meminta dan tanpa mengintip, hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena itu adalah rezeki yang Allah berikan kepadanya." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Para ulama membolehkan menolak pemberian orang lain ketika pemberian itu berupa barang haram, baik haram secara zat misal daging babi, saren (makanan terbuat dari darah hewan), minuman keras, dan sebagainya. Begitu juga pemberian barang haram karena sebab, yakni hasil curian dan kita mengetahuinya.
Pemberian yang boleh ditolak selanjutnya adalah pemberian zakat tapi kita tak termasuk golongan yang berhak menerima zakat. Ulama mempersilakan kita untuk menolak karena itu memang bukanlah hak kita.
Selain itu, kita juga boleh menolak pemberian orang zalim, yang tujuan pemberiannya agar kita tunduk pada perintahnya atau menjadi bagian dari kezalimannya. Pemberian seperti ini harus ditolak sekaligus untuk menjaga kehormatan kita.
Pemberian semacam uang tutup mulut atas keburukan yang dilakukan seseorang dengan tujuan agar ia bebas melakukannya tanpa ada yang menghalangi, juga harus kita tolak. Termasuk di dalamnya adalah suap dalam politik, wajib bagi kita untuk menolaknya. Islam tidak membenarkan menerima uang suap seperti itu.
Sudah jelas bahwa dalam keseharian kita, saat ada tetangga memberi sesuatu maka kita tak boleh menolaknya. Penolakan boleh dilakukan untuk pemberian yang memang tak sepantasnya kita terima sebagaimana disebutkan di atas.
Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*