MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Kamis, 04 Juni 2020

KAJIAN TENTANG CURHAT KEPADA SELAIN ALLAH TA'ALA, BOLEHKAH?


Semua orang pasti pernah merasakan sesuatu yang tidak diinginkan. Semua orang juga pasti mempunyai masalah dan problem kehidupan. Di saat tertentu orang hidup bahagia dan senang, di saat yang lain pula boleh jadi sedih dan pilu. Dan ini adalah sunnatullah.

Dalam menyikapi masalah kehidupannya, orang memiliki beragam tindakan untuk memecahkannya. Ada yang mencurahkan perasaan dan uneg-unegnya kepada keluarga, teman, atau bahkan kepada benda-benda mati. Apalagi sering dijumpai tidak sedikit orang yang apabila mempunyai problem, selalu ia curhatkan di jejaring sosial seperti facebook, WhatsApp atau twitter sehingga semua manusia mengetahuinya.

Ada pula seseorang yang status upated-nya adalah kegalauan hidup, seakan-akan tiada hari tanpa kesedihan. Semua yang ditulisnya adalah situasi mengerikan dalam hidupnya. Masalah-masalah kepada teman, guru, orangtua, atau bahkan masalah rumah tangga pun diceritakannya di sana. Tak peduli apakah itu aib atau bukan.

Memang mencurahkan segala isi hati atau yang lebih dikenal dengan istilah “curhat”, merupakan suatu hal yang mungkin pernah atau sering kita lakukan. Hal tersebut diyakini sebagai solusi ketika diri sudah merasa tidak sanggup lagi menahan masalah kehidupan yang sedang dialaminya. Atau, “curhat” ini memang tidak selalu menceritakan masalah, bisa juga kebahagiaan atau hal lainnya yang memang menurut orang yang menyampaikannya penting untuk diceritakan kepada karibnya.

Namun, ternyata ada hal penting yang harus diperhatikan, sebagai seorang muslim, kita dianjurkan untuk tidak sembarang berkeluh kesah atau menceritakan permasalahan hidup kepada makhluk. Pun, jika memang mendesak, diperbolehkan untuk menanyakan solusi dari permasalahantersebut kepada ahli agama. Itupun dalam catatan, kontek dari masalah yang diceritakan terkait dengan hukum, tidak berisi curahan hati yang tidak-tidak atau berisi ungkapan emosi semata.

Tapi, solusi terbaik ketika kita dihadapkan pada suatu permasalahan adalah dengan mengadukannya kepada Allah Ta’ala, Dia menyukai hamba yang suka mengeluh dengan berdoa kepada-Nya seraya menunjukkan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan sang hamba di hadapan-Nya.

Ketahuilah sebagai contoh bahwa Nabi Ya’qub ‘alaihis salam ketika menghadapi kesedihan berupa kehilangan putranya, Yusuf, sehingga anak-anaknya yang lain mengiranya akan bertambah sakit dan sedih. Maka dengarlah jawaban Nabi Ya’qub yang perlu diteladani setiap muslim,

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بثّيْ وَ حُزْنِيْ إِلَى اللهِ

“Dia (Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS. Yusuf: 86)

Benar saja, jika seseorang menampakkan dan mengadukan kesedihan serta kesulitan kepada manusia, maka hal itu tidak meringankan kesedihan terdebut. Namun apabila seseorang mengadukan kesedihan itu kepada Allah, itu lah yang akan bermanfaat baginya. Bagaimana tidak? Sedangkan Allah Ta’ala telah menjanjikan hal itu dalam sejumlah firman-Nya. Jika Anda berkehendak, bacalah dan renungkanlah beberapa firman Allah ini,

وَ إِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS Al-Baqarah: 186]

Perhatikanlah ayat ini. Di dalam Al-Qur'an yang biasa memakai uslub soal-jawab, biasanya setelah disebutkan pertanyaan akan diikuti dengan kata-kata قُلْ (katakanlah), seperti dalam QS. Al Baqarah: 189, 215, 217, dan banyak lagi. Namun dalam ayat ini, Allah tidak menggunakan kata-kata قُل (katakanlah), namun langsung menjawabnya, “فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ …إلخ.” Ini menunjukkan bahwa kedekatan dan janji Allah itu benar-benar nyata.

Perhatikan juga firman Allah Ta’alaa berikut,

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan” (QS. An-Naml : 62)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لِيَسْأَلَ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا حَتَّى يَسْأَلَهُ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ

“Hendaknya salah seorang dari kalian meminta kepada Rabb-Nya seluruh kebutuhannya (hajatnya) bahkan sampai untuk memperbaiki tali sandalnya jika terputus.” (HR At-Thirmidzi)

Allah Ta’alaa pun dalam firman-Nya  mengisahkan tentang permohonan Nabi Musa ‘alaihis salam yang kelaparan,

وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ (٢٢)وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (٢٣)فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

“Dan tatkala Nabi Musa menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar”. Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian Dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. (QS Al-Qoshos : 22-24)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata,

سَارَ مُوْسَى مِنْ مِصْرَ إِلَى مَدْيَنَ، لَيْسَ لَهُ طَعَامٌ إِلاَّ الْبَقْلَ وَوَرَقَ الشَّجَرِ، وَكَانَ حَافِيًا فَمَا وَصَلَ مَدْيَنَ حَتَّى سَقَطَتْ نَعْلُ قَدَمِهِ. وَجَلَسَ فِي الظَّلِّ وَهُوَ صَفْوَةُ اللهِ مِنْ خَلْقِهِ، وَإِنَّ بَطْنَهُ لاَصِقٌ بِظَهْرِهِ مِن الْجُوْعِ…وَإِنَّهُ لَمُحْتَاجٌ إِلَى شَقِّ تَمْرَةٍ

“Nabi Musa berjalan dari negeri Mesir menuju negeri Madyan, ia tidak memiliki makanan kecuali mentimun dan daun-daun pohon. Ia tidak memakai alas kaki, karena tatkala sampai di negeri Madyan sendalnya putus. Lalu ia duduk dibawah rindangan pohon –padahal ia adalah orang yang dipilih Allah- dan perutnya telah menempel dengan punggungnya karena saking laparnya,… Dan sesungguhnya ia sangat membutuhkan sepenggal butir kurma” (Tafsir Ibnu Katsir 6/227)

Lihatlah Nabi Musa ‘alaihis salam dengan tanpa ragu-ragu memohon dan berdoa kepada Allah karena kelaparan. Bukankah dalam hadits qudsi Allah berfirman :

يَا عِبَادِي! كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ؛ فَاسْتَطْعِمُوْنِي أُطْعِمْكُمْ

“Wahai hamba-hambaKu, kalian seluruhnya lapar kecuali yang Aku berikan makanan kepadanya, maka mintalah makanan kepadaku niscaya Aku akan berikan kepada kalian.” (HR Muslim no 2577)

Seseorang hendaknya tidak ragu-ragu untuk menunjukkan kebutuhannya dan kehinaannya kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai hal tersebut nampak pada hamba-hambaNya. As-Syaikh As-Si’di berkata

استِحْبَابُ الدُّعَاءِ بِتَبْيِيْنِ الْحَالِ وَشَرْحِهَا، وَلَوْ كَانَ اللّهُ عَالِمًا لَهَا، لِأَنَّهُ تَعَالَى، يُحِبُّ تَضَرُّعَ عَبْدِهِ وَإِظْهَارَ ذُلِّهِ وَمَسْكَنَتِهِ

“Disunnahkan berdoa dengan menjelaskan kondisi kesulitan yang dihadapi, meskipun Allah mengetahui kondisi tersebut, karena Allah ta’aala menyukai perendahan hamba dan sang hamba yang menunjukkan kehinaan dan kelemahannya.” (Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 618)

Maka, berdasarkan uraian tersebut, lebih baik kita belajar untuk merahasiakan kesulitan ataupun permasalahan dari makhluk. Karena, manusia belum tentu mempunyai solusi dan tidak terjamin rahasia itu akan terjaga. Tetapi, berbeda halnya ketika kita berkeluh kesah kepada Allah Ta’alaa atau langsung kepada ahli ilmunya. Jangan sampai, perbuatan kita menjerumuskan kita sendiri ke dalam jurang kehinaan. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar