MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Minggu, 12 April 2020

KAJIAN TENTANG DO'A LI KHOMSATUN (DO'A PENOLAK WABAH PENYAKIT THA'UN/COVID 19)



Li Khomsatun menjadi pujian doa sangat masyhur ketika terjadi wabah penyakit. Di Indonesia, doa Li Khomsatun masyhur diijazahkan Hadratusysyaikh KH Hasyim Asy’ari, pendiri jamiyyah Nahdlatul Ulama’ dan pendiri Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Bukan saja warga kecil di berbagai musholla dan masjid, para pejabat dan aparat kepolisian juga ikut membaca doa pujian ini. Doa yang populer di kalangan Nahdiyin (sebutan untuk warga NU) ini dipercaya dapat menangkal segala keburukan yang melanda, termasuk menangkal wabah virus corona COVID-19.

Adanya Pandemi COVID-19 telah membuat kita sebagai manusia tersadarkan akan betapa lemahnya diri ini. Seakan kita diajak merenung kembali dan berintrospeksi diri terhadap segala apa yang diperbuat selama ini. Berbagai ikhtiar dan doa terus dilakukan guna berharap kepada-Nya semoga pandemi ini cepat berlalu dan kita semua dapat beraktifitas sedia kala. Salah satu ikhtiar doa untuk menghela pandemi COVID-19 yang kini tengah viral adalah Li Khomsatun (Lima Pribadi Mulia).

Li Khomsatun merupakan puisi, syair nazham yang berisi pujian terhadap keluarga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Doa ini pernah dipraktikkan oleh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama dan santrinya serta diijazahkan kepada masyarakat ketika dulu dilanda pagebluk (baca: wabah) di mana bila pagi ada orang sakit, maka sorenya meninggal dunia. Hal ini dikisahkan oleh KH. Masduqi Abdurrahman, Pengasuh PP. Roudhotu Tahfidz Qur’an, Jombang saat mengisi ceramah agama haul KH. Yahya bin Abdul Chamid Hasbullah di Tambakberas Jombang. Berikut syairnya,

لِيْ خَمْسَةٌ أُطْفِيْ بِهَا حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةِ # الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَةَ

"Aku berharap diselamatkan dari dari panas derita wabah (pandemi) yang membuat sengsara dengan wasilah (perantara) derajat luhur lima pribadi mulia yang aku punya: Baginda Nabi Muhammad al-Musthafa Shallallahu 'alaihi wa sallam, Sayyidina Ali al-Murtadha dan kedua putra (Hasan dan Husein), serta Sayyidatina Fatimah."

Dalam sebuah kitab الملاحق في فقه دعوة النور  (Mulahiq fi Fiqh Da’wah al-Nur) kitab setebal 440 halaman karya Syekh Badi’uzzaman Said Nursi (1877-1960 M), ulama sufi asal Turki. Berikut redaksinya yang terdapat pada hal. 81,

وَقَدْ قَالَ أَحَدُ الْفَاضِلَيْنِ لِلْإِسْتِشْفَاءِ وَالْإِسْتِشْفَاع

Dan berkata salah satu pribadi yang mulia untuk meminta kesembuhan dan pertolongan,

لِيْ خَمْسَةٌ أُطْفِيْ بِهَا نَارَ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةِ # الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَةَ

Redaksi tersebut ternyata memiliki footnote (catatan kaki) yang merujuk pada sebuah wirid dalam kitab Majmu’ah al-Ahzab al-Syadziliyah, Juz 2, hal. 505 dalam bab daf’ut tha’un (menolak tha’un). Di mana kitab tersebut merupakan sekumpulan hizib tarekat Syadziliyah yang disusun oleh Imam Abi al-Hasan al-Syadzili, yang dikodifikasi oleh Syaikh Dhiyauddin Ahmad bin Musthafa bin ‘Abdurrahman al-Kamsyakhanawi al-Naqsyabandi al-Mujaddidi al-Khalidi (w. 1311 H). Berikut wiridnya,

لِيْ خَمْسَةٌ أُطْفِيْ بِهَا حَرَّ الْوَبَا… الخ

Sedangkan redaksi berbeda ditemukan pada kitab Majmu’ah Aurad wa Ahzab al-Thariqah al-Naqsyabandiyah, sebuah kitab yang berisi kumpulan hizib tarekat Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Syaikh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al-Naqsyabandy (w. 791 H).

Di dalam bab Hizb li Daf’i al-Tha’un wa al-waba wa kulli al-‘Ilal (menolak Tha’un, wabah dan segala penyakit), hal. 348, redaksi Li Khomsatun sebagai berikut:

لِيْ خَمْسَةٌ أُطْفِيْ بِهَا حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةِ # الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَالْفَاطِمَةِ

Di dalam kitab yang lain yakni al-Madzahib wa al-Afkar al-Mu’ashirah fi Tashawur al-Islami karya Muhammad Hasan, redaksinya sebagai berikut.


إِنَّ تَرْتِيْبَ الْأَغْوَاثُ يَبْدَأُ بِعَلِيِّ، وَإِنَّ عَالِيًا يَدْفَعُ الْبَلاَءِ وَيَكْشِفُ الْكُرُوْبِ وَمِنْ دُعَائِهِ

نَادَ عَلِيًّا مَظْهَرِ الْعَجَائِبِ # تَجِدْهُ عَوْنًا لَكَ فِيْ النَّوَابِ

لِيْ خَمْسَةٌ أُطْفِيْ بِهَا حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةِ # الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَالْفَاطِمَةِ

“Panggillah Dia ‘Ali (Yang Maha Tinggi) dengan segala keagungannya, Maka kau temukan pertolongannya dalam musibah”. Aku berharap diselamatkan dari dari panas derita wabah (pandemi) yang membuat sengsara dengan wasilah (perantara) derajat luhur lima pribadi mulia yang aku punya: Baginda Nabi Muhammad al-Musthafa Shallallahu 'alaihi wa sallam, Sayyidina Ali al-Murtadha dan kedua putra (Hasan dan Husein), serta Sayyidatina Fatimah.” (Al-Madzahib wa al-Afkar al-Mu’ashirah fi Tashawur al-Islami, Bab Al Barilawi, hal. 171-172)

Redaksi dalam kitab tersebut terdapat footnote yang merujuk pada kitab al-Fatawa al-Radhawiyyah, bab 6, hal. 187 karangan Ahmad Ridha Khan al-Barilawi al-Hindi (1865-1921 M), seorang ulama Syi’ah India. Dalam kajian biografi Ahmad Ridha menjelaskan bahwa ia adalah ulama Sunni-Maturidi, berfikih Hanafi dan bertarekat Qadiriyah. Namun menurut Muhammad Hasan, Ahmad Ridha merupakan ulama Syi’ah yang lahir dari keluarga Syi’ah namun bertaqiyah Sunni.

Adapun Yusuf bin ‘Abdurrahman al-Mara’isyli dalam kitabnya Mashadir al-Dirasat al-Islamiyyah, Juz 2, hal. 960, mencantumkan redaksi tambahan:

إِنَّ تَرْتِيْبَ الْأَغْوَاثُ يَبْدَأُ عَلِيِّ، وَإِنَّ عَالِيًا يَدْفَعُ الْبَلاَءِ وَيَكْشِفُ الْكُرُوْبِ وَمِنْ دُعَائِهِ

نَادَ عَلِيًّا مَظْهَرِ الْعَجَائِبِ # تَجِدْهُ عَوْنًا لَكَ فِيْ النَّوَائِبِ

لِيْ خَمْسَةٌ أُطْفِيْ بِهَا حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةِ # الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَالْفَاطِمَةِ

Sesungguhnya runtutan meminta pertolongan (berdoa) dimulai dari ‘Ali (Yang Maha Tinggi), dan Dialah yang mampu menolak bala’ (musibah) dan menghilangkan kesedihan atau kesusahan, antara lain doanya adalah, “Panggillah Dia ‘Ali (Yang Maha Tinggi) dengan segala keagungannya, Maka kau temukan pertolongannya dalam musibah”.

Sedangkan Abu Al-Fadl Ibn al-Ridha al-Burqi al-Qummi dalam Muwahhidin: Ta’aradh (Mafatih al-Jinan) ma’a Al-Qur’an, hal. 430, redaksinya adalah,

لِيْ خَمْسَةٌ أٌطْفِيْ بِهِمْ نَارَ الْجَحِيْمِ الْهَاوِيَةِ # الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَالْفَاطِمَةِ

Selanjutnya, ditemukan kembali redaksi berbeda dalam kitab Tuhfah al-Mujib ‘ala Asilati al-Hadir wa al-Gharib karangan Abi Abdurrahman Muqbil bin Hadi al-Wada’i (w. 1422 H), berikut redaksinya,

لِيْ خَمْسَةٌ أُطْفِيْ بِهِمْ ناَرَ الَّظَى وَالْحَاطِمَةِ # الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَالْفَاطِمَةِ

Dengan demikian, syair doa tolak wabah Li Khomsatun yang populer di kalangan pesantren yang diijazahkan oleh KH. Hasyim Asy’ari ternyata memiliki sanad muttashil (ketersambungan) kepada dua tarekat besar yang mu’tabar (bersambung hingga Rasulullah saw.) yang diikuti oleh mayoritas masyarakat Indonesia bahkan dunia yakni tarekat Syadziliyah dan tarekat Naqsyabandiyah serta berbagai ulama lainnya. Wallahu A’lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaiakan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar