MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Kamis, 19 Oktober 2023

KAJIAN TENTANG PENJELASAN BENARKAH GAMBAR NABI ISA ALAIHISSALAM DAN MARIAM DI DALAM KA'BAH

Beredar kembali sebuah video viral berbahasa arab yang mengulas tentang gambar yang dibiarkan berada dalam ka'bah waktu fathul Makkah, dan sekitar tahun 2021 pernah disampaikan pula bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menghapus gambar nabi Isa dan Maryam dari dalam Ka'bah oleh seorang Buya Syakur dalam sebuah ceramah, lalu viral, dan akhirnya menjadi kontroversial di tengah umat Islam.

Perlu diketahui, seluruh riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan keberadaan gambar atau lukisan nabi Isa dan ibunya ‘alaihimassalam di dalam Ka'bah, satu pun tidak terdapat dalam kitab hadits yang muktabar.

Tidak terdapat dalam kitab-kitab sunan dan musnad yang masyhur, dalam Kutubus Sittah, dan dalam kitab-kitab yang biasa dipakai oleh para ulama sebagai hujah.

Riwayat-riwayat itu hanya terdapat dalam kitab-kitab sejarah yang sebagiannya tidak diketahui identitas penulisnya (majhul) dan tentunya bukan kitab-kitab sejarah yang muktabar.

Sumbernya ada, yaitu Akhbar Makkah karya Al Azraqi, dan Al Maghazi karya Al Waqidi. Sebagaimana layaknya kitab-kitab hadits dan sejarah dalam Islam yang penulisnya tidak hidup di masa kenabian, maka mereka menyampaikannya dalam bentuk periwayatan, bukan kesaksian langsung dengan mata kepala.

Dengan demikian untuk mengatakan otentik sebuah sejarah, haruslah dilakukan pengujian validitas berupa pemeriksaan sanad (mata rantai) dari riwayat yang ingin diteliti kebenarannya. Jika ternyata setelah diteliti riwayatnya lemah atau bahkan palsu, maka tidaklah dapat dikatakan sebagai sejarah yang otentik.

Terkait riwayat dalam referensi-referensi sejarah, ada sebuah rambu-rambu yang digariskan oleh al-Hafizh al-Iraqi kepada para penuntut ilmu dalam bait Alfiyah yang beliau gubah,

ولِيَعْلمِ الطَّالبُ أنَّ السّيَرَا # تَجمَعُ مَا صحَّ وَمَا قدْ أُنْكَرَا. 

والْقَصْدُ ذِكْرُ مَا أَتَى أَهْلُ السّيَرْ # بِهِ، وإنْ إِسْنَادُهُ لَمْ يُعْتَبَر

“Hendaknya penutut ilmu tahu bahwa sejarah, menghimpun riwayat yang shahih dan yang mungkar."

"Karena tujuan adalah menyampaikan ucapan pakar sejarah, meski sanadnya tidak muktabar.” (Alfiyah as-Sirah an-Nabawiyah, Abdurrahim bin al-Husain al-Iraqi, 29)

Setiap muslim tidak boleh menelan bulat-bulat seluruh riwayat sejarah, karena banyaknya percampuran riwayat yang shahih dan mungkar di dalamnya.

Sebab, riwayat-riwayat yang fokus pada sejarah umumnya berorientasi untuk menyingkap sejarah dan peristiwa sejarah itu sendiri melalui pandangan para pakar sejarah, sehingga tidak begitu menaruh perhatian pada jalur periwayatan (sanad).

Alangkah bagusnya ucapan Imam Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah,

الْإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ، وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

“Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan karena sanad, semua orang bebas berbicara (tentang riwayat) semaunya.” (Muqaddimah Shahih Muslim, Muslim bin Hajjaj an-Naisamburi, I/15)

Diantara sejarah yang menjelaskan hal tersebut ialah Al-Azraqi seorang tabi'in pernah meriwayatkan 4 hadits dalam karyanya Akhbaru Makkah yang kesemua sanadnya munqathi' (terputus) dan mursal (tidak tersambung dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) dan bertentangan dengan hadits shahih. Satu dari riwayat tersebut adalah,

وَحَدَّثَنِي جَدِّي، قَالَ: حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: أَخْبَرَنِي بَعْضُ الْحَجَبَةِ، عَنْ مُسَافِعِ بْنِ شَيْبَةَ بْنِ عُثْمَانَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَا شَيْبَةُ، امْحُ كُلَّ صُورَةٍ فِيهِ إِلَّا مَا تَحْتَ يَدِي. قَالَ: فَرَفَعَ يَدَهُ عَنْ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأُمِّهِ

“Kakekku menceritakan kepadaku. Ia mengatakan, Dawud bin Abdurrahman menceritakan kepada kami. Ia berkata, sebagian juru kunci Kakbah mengabarkan kepadaku, dari Musafi’ bin Syaibah bin Utsman, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai Syaibah, hapuslah seluruh gambar di dalam baitullah, kecuali yang berada di bawah tanganku ini.’ Beliau pun mengangkat tangan beliau yang menutupi gambar nabi Isa putra Maryam dan ibunya.” (Akhbaru Makkah, Muhammad bin Abdullah bin Ahmad al-Azraqi, 1/137)

Imam al-Azraqi sendiri selaku periwayat hadits ini dalam kitabnya Akhbaru Makkah tidak mengetahui keadaan siapa sahabat nabi yang menjadi sanad hadits (munqathi'/terputus) atau tidak jelas status keperawiannya, dan ini menjadi ganjil, karena berbeda versi dengan yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dalam Tarikh beliau,

مُسَافِعُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ شَيْبَةَ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا شَيْبَةُ امْحُ كُلَّ صُورَةٍ فِي الْبَيْتِ

“Musafi’ bin Abdullah, dari Syaibah bin Utsman, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai Syaibah, hapuslah seluruh gambar di Baitullah!” (At-Tarikh al-Kabir, Imam al-Bukhari, 8/70)

Ditegaskan pula oleh al-Allamah al-Muallimi rahimahullah mengenai ketsiqahan al-Azraqi,

وَلَكِنَّ الْأَزْرَقَيَّ نَفْسَهُ لَمْ يُوَثِّقُهُ أَحَدٌ مِنْ أَئِمَّةِ الْجَرْحِ وَالتَّعْدِيلِ، وَلَمْ يَذْكُرْهُ الْبُخَاَرِيُّ، وَلَا ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، بَلْ قَالَ الْفَاسِي فِي تَرْجَمَتِهِ مِنَ الْعَقْدُ الثَّمِينِ: لَمْ أَرَ مَنْ تَرْجَمَهُ. فَهُوَ عَلَى قَاعِدَةِ أَئِمَّةِ الْحَدِيثِ: مَجْهُولُ الْحَالِ

“Namun al-Azraqi sendiri tidak ditsiqahkan oleh seorang ulama pun yang berkapasitas dalam memberikan penilaian negatif (jarh) maupun positif (ta’dil). Al-Bukhari tidak menyebutnya, demikian juga Ibnu Abi Hatim. 

Bahkan Imam Alfasi menyebutkan pada biografi tentangnya dalam al-Aqd ats-Tsamin, ‘Aku belum mendapatkan orang yang menjelaskan tentangnya.’ Maka al-Azraqi termasuk dalam rambu-rambu para imam hadits, yaitu majhul hal.” (Maqam Ibrahim, al-Muallimi, 56)

Sejatinya sejarah yang salah satunya disampaikan oleh al-Azraqi diatas sudah terpatahkan dan gugur karena bertentangan dengan hadits yang jelas-jelas shahih tanpa diragukan lagi keshahihannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari dengan tegas keberadaan gambar atau lukisan manusia di dalam Ka'bah. Imam al-Bukhari rahimahullah mengatakan,

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ: حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَمْرٌو، أَنَّ بُكَيْرًا، حَدَّثَهُ عَنْ كُرَيْبٍ، مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ البَيْتَ، فَوَجَدَ فِيهِ صُورَةَ إِبْرَاهِيمَ، وَصُورَةَ مَرْيَمَ، فَقَالَ أَمَا لَهُمْ، فَقَدْ سَمِعُوا أَنَّ المَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ، هَذَا إِبْرَاهِيمُ مُصَوَّرٌ، فَمَا لَهُ يَسْتَقْسِمُ

“Yahya bin Sulaiman menceritakan kepada kami. Ia berkata, Ibnu Wahb menceritakan kepadaku. Ia berkata, Amru (bin al-Harits) mengabarkanku bahwa Bukair menceritakan kepadanya dari Kuraib maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Ia berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasuki Baitullah (Ka'bah).

Beliau pun menemukan adanya lukisan Ibrahim ‘alaihissalam dan lukisan Maryam ‘alaihassalam di dalamnya. Beliau pun bersabda, “Mengapa dengan mereka, padahal mereka telah mendengar bahwa para malaikat tidak akan memasuki rumah yang terdapat lukisan di dalamnya?! Ini justru Ibrahim dijadikan sebagai lukisan (dengan memegang busur panah), padahal ia tidak pernah mengundi nasib (dengan anak panah).”(HR. Al-Bukhari No. 3351)

Imam Abu Dawud rahimahullah menceritakan,

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ، أَنَّ إِسْمَاعِيلَ بْنَ عَبْدِ الْكَرِيمِ، حَدَّثَهُمْ، قَالَ: حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ يَعْنِي ابْنَ عَقِيلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ وَهْبِ بْنِ مُنَبِّهٍ، عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ زَمَنَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِالْبَطْحَاءِ أَنْ يَأْتِيَ الْكَعْبَةَ، فَيَمْحُوَ كُلَّ صُورَةٍ فِيهَا، فَلَمْ يَدْخُلْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى مُحِيَتْ كُلَّ صُورَةٍ فِيهَا

“Al-Hasan bin ash-Shabbah menceritakan kepada kami bahwa Ismail bin Abdul Karim menceritakan kepada mereka. Ia berkata, Ibrahim yakni Ibnu ‘Aqil menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Wahb bin Munabbih, dari Jabir,

‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu pada saat Fathu (Makkah) ketika Umar masih di wilayah gurun pasir untuk mendatangi Ka'bah. Umar pun menghapus seluruh gambar di dalam Ka'bah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memasuki Kakbah sampai seluruh gambar di dalamnya dihapuskan semuanya.” (HR. Abu Dawud No. 4156)

Imam al-Bukhari rahimahullah juga meriwayatkan,

حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَارِثِ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ أَبَى أَنْ يَدْخُلَ البَيْتَ وَفِيهِ الآلِهَةُ، فَأَمَرَ بِهَا فَأُخْرِجَتْ، فَأَخْرَجُوا صُورَةَ إِبْرَاهِيمَ، وَإِسْمَاعِيلَ فِي أَيْدِيهِمَا الأَزْلاَمُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَاتَلَهُمُ اللَّهُ، أَمَا وَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّهُمَا لَمْ يَسْتَقْسِمَا بِهَا قَطُّ». فَدَخَلَ البَيْتَ، فَكَبَّرَ فِي نَوَاحِيهِ، وَلَمْ يُصَلِّ فِيهِ

“Abu Ma’mar menceritakan kepada kami, Abdul Waris menceritakan kepada kami, Ayyub (as-Sikhtiyani) menceritakan kepada kami, Ikrimah menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Ia mengatakan,

‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala tiba (di Makkah), beliau menolak untuk memasuki Ka'bah karena adanya gambar berhala-berhala di dalamnya. Nabi pun memerintahkan agar gambar-gambar itu dikeluarkan. Para sahabat pun mengeluarkan gambar Ibrahim dan Ismail dalam keadaan busur panah (untuk mengundi) ada di tangan keduanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Semoga Allah membinasakan mereka (kaum musyrik). Demi Allah, sungguh mereka tahu bahwa keduanya (Ibrahim dan Ismail) tidak mengundi dengan anak panas sedikit pun.”

Beliau lalu memasuki Ka'bah, bertakbir di setiap sudut-sudutnya, dan tidak shalat di dalamnya.” (HR. Al-Bukhari No. 1601)

Kesimpulannya, seluruh riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam Ka'bah sebelum seluruh gambar di dalamnya dikeluarkan atau masuk ke dalam Ka'bah dalam keadaan gambar masih ada dan atau bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menemukan adanya gambar nabi Isa putra Maryam dan ibunya ‘alaihimassalam di dalam Ka'bah swmuanya riwayat lemah dan mungkar.

Sebab hadits-hadits shahih yang dapat dipastikan keshahihannya hanya menyebutkan bahwa Rasulullah hanya menemukan gambar Ibrahim dan Ismail ‘alaihimassalam di dalam Ka'bah, bukan gambar nabi Isa dan ibunya ‘alaihimassalam.

Dengan adanya seluruh fakta ini, maka gugurlah klaim dan asumsi bahwa Rasulullah tidak menghapus gambar nabi Isa dan Maryam dari dalam Ka'bah. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Kamis, 12 Oktober 2023

KAJIAN TENTANG HUKUM PENETAPAN NASAB BERDASARKAN TES DNA (Deoxyrebose Nucleic Acid)

Islam sangat memelihara masalah keturunan, karena itu Islam mengajarkan agar hubungan tetap terjaga murni sehingga orang tua dapat mengetahui dengan benar siapa anaknya. Dalam hukum Islam asal-usul seorang anak (nasab) dapat diketahui dari salah satu diantara tiga sebab, yaitu al-firasy, iqrar dan bayyinah. Dalam bidang kedokteran untuk mengetahui masalah nasab dapat melalui tes DNA.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتِ اخْتَصَمَ سَعْدُ بْنُ أَبِيْ وَقَّاصٍ وَعَبْدُ بْنُ زَمْعَةَ فِيْ غُلاَمٍ فَقَالَ سَعْدٌ هَذَا يَا رَسُولَ اللهِ ابْنُ أَخِيْ عُتْبَةَ بْنِ أَبِيْ وَقَّاصٍ عَهِدَ إِلَيَّ أَنَّهُ ابْنُهُ انْظُرْ إِلَى شَبَهِهِ وَقَالَ عَبْدُ بْنُ زَمْعَةَ هَذَا أَخِيْ يَا رَسُولَ اللهِ وُلِدَ عَلَى فِرَاشِ أَبِيْ مِنْ وَلِيدَتِهِ فَنَظَرَ رَسُولُ اللهِ  :  إِلَى شَبَهِهِ فَرَأَى شَبَهًا بَيِّنًا بِعُتْبَةَ فَقَالَ هُوَ لَكَ يَا عَبْدُ بْنَ زَمْعَةَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ وَاحْتَجِبِيْ مِنْهُ يَا سَوْدَةُ بِنْتَ زَمْعَةَ فَلَمْ تَرَهُ سَوْدَةُ قَطُّ

(رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

“Dari Aisyah rah. ia berkata, “Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abd bin Zam’ah berselisih tentang seorang anak lelaki. Kata Sa’ad, “Ya Rasulallah, ini anak saudara laki-laki saya ‘Utbah bin Abi Waqqash. Ia telah berpesan kepadaku bahwa bocah tersebut adalah anaknya. Lihatlah kemiripan bocah ini. Akan tetapi Abd bin Zam’ah berkata, “Bocah ini saudara laki-laki saya wahai Rasulallah, ia dilahirkan dari hubungan badan ayahku dengan budak wanitanya.” Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meneliti kemiripannya, maka beliau melihat anak itu sangat mirip dengan ‘Utbah, lalu beliau bersabda, “Anak ini saudaramu wahai Abd bin Zam’ah, seorang anak adalah milik orang yang berhubungan badan di tempat tidur, sedangkan bagi orang yang berzina mendapat kerugian, dan pakailah tirai darinya wahai Saudah binti Zam’ah. Sejak saat itu Saudah tidak pernah melihat anak itu lagi.” (HR. Bukhari)  

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ : دَخَلَ عَلَيْهَا مَسْرُورًا تَبْرُقُ أَسَارِيرُ وَجْهِهِ فَقَالَ أَلَمْ تَرَىْ أَنَّ مُجَزِّزًا نَظَرَ آنِفًا إِلَى زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ فَقَالَ هَذِهِ اْلأَقْدَامُ بَعْضُهَا مِنْ بَعْضٍ قَالَ أَبُوْ عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى ابْنُ عُيَيْنَةَ هَذَا الْحَدِيثَ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ وَزَادَ فِيهِ أَلَمْ تَرَ أَنَّ مُجَزِّزًا مَرَّ عَلَى زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَدْ غَطَّيَا رُءُوسَهُمَا وَبَدَتْ أَقْدَامُهُمَا فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ اْلأَقْدَامَ بَعْضُهَا مِنْ بَعْضٍ وَهَكَذَا حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَغَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ هَذَا الْحَدِيثَ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدِ احْتَجَّ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ بِهَذَا الْحَدِيثِ فِي إِقَامَةِ أَمْرِ الْقَافَةِ

(رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ)

Dari A’isyah rah. ia berkata, “Sungguh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengunjunginya dengan keadaan suka cita, guratan kegembiraan nampak di wajah beliau. Lalu beliau bersabda, “Tidakkah kamu tadi melihat Mujazzir (seorang ahli nasab) memandang  Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid, lalu berkata: “Kaki-kaki ini memiliki kesamaan antara satu dengan yang lain.” Abu Isa (Tirmidzi) berkata, “Ini merupakan hadits hasan shahih.” Dan sungguh Ibn ‘Uyainah meriwayatkan hadits ini dari al-Zuhri dari Urwah dari Aisyah, dengan tambahan, “Tidakkah kamu melihat Mujazzir melintas di depan Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid saat kepala mereka tertutup dan terlihat kakinya. Lalu ia berkata: “Sesungguhnya kaki-kaki ini memiliki kesamaan antara satu dengan yang lain.” Demikianlah Sa’id bin Abdirrahman dan lebih dari seorang perawi menceritakan hadits ini kepada kami, dari Sufyan bin Uyaynah, dari al-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah. Dan ini merupakan hadis shahih, sebagian ulama telah menjadikan hadits ini sebagai hujjah dalam masalah qiyafah." (HR. Tirmidzi)  

فَأَقْصَى اْلإِمْكَانِ فِيْ ذَلِكَ أَنَّ الرَّسُوْلَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ لَوْ لَمْ يَكُنْ مُعْتَقِدًا قَبُوْلَ قَوْلِ الْقَائِفِ لَعَدَّهُ مِنَ الزَّجْرِ وَالْفَأْلِ وَالْحَدْسِ وَالتَّخْمِيْنِ، وَلَمَا أَبْعَدَ أَنْ يُخْطِئَ فِيْ مَوَاضِعَ وَإِنْ أَصَابَ فِيْ مَوَاضِعَ، فَإِذَا تَرَكَهُ وَلَمْ يَرُدَّهُ كَانَ الْكَلاَمُ عَلَى اْلأَنْسَابِ بِطَرِيْقِ الْقِيَافَةِ، فَهَذَا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ قَدْ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ مُسْتَنَدُ اْلأَنْسَابِ، فَهَذَا هُوَ الْمُمْكِنُ فِيْ ذَلِكَ

"Kemungkinan paling maksimal dalam hal tersebut adalah bahwa andaikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallah tidak meyakini informasi ahli nasab, tentu beliau menganggapnya sebagai larangan, asumsi, perkiraan, dan taksiran, dan tentu akan sering dalam tidak tepat dalam beberapa kesempatan, meski bisa tepat dalam kesempatan lain. Maka ketika beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membiarkan dan tidak menolaknya, maka pembahasan tentang nasab itu berdasarkan teori qiyafah. Maka penerimaan ahli nasab dari kajian tersebut bisa menunjukkan, bahwa qiyafah adalah dasar penentuan nasab, dan demikian yang mungkin dalam masalah tersebut." (Abdul Malik al-Juwaini/Imam Haramain, al-Burhan fi Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1997) h. 188). 

وَالْمَقْصُوْدُ أَنَّ أَهْلَ الْقِيَافَةِ كَأَهْلِ الْخِبْرَةِ وَأَهْلِ الْخَرْصِ وَالْقَاسِمِيْنَ وَغَيْرِهِمْ مِمَّنْ اعْتِمَادُهُمْ عَلَى اْلأُمُوْرِ الْمُشَاهَدَةِ الْمَرْئِيَّةِ لَهُمْ وَلَهُمْ فِيْهَا عَلاَمَاتٌ يَخْتَصُّوْنَ بِمَعْرِفَتِهَا مِنَ التَّمَاثُلِ وَاْلاخْتِلاَفِ وَالْقَدْرِ وَالْمَسَاحَةِ وَأَبْلَغُ مِنْ ذَلِكَ النَّاسُ يَجْتَمِعُوْنَ لِرُؤْيَةِ الْهِلاَلِ فَيَرَاهُ مِنْ بَيْنِهِمْ الْوَاحِدُ وَاْلإِثْنَانِ فَيُحْكَمُ بِقَوْلِهِ أَوْ قَوْلِهِمَا دُوْنَ بَقِيَّةِ الْجَمْعِ

"Yang dimaksud adalah sungguh ahli qiyafah itu seperti pakar bidang tertentu, juru taksir, juru pembagi, dan semisalnya dari orang-orang yang berpedoman pada perkara yang bersifat kasat mata dan bisa dilihat mereka. Dalam hal tersebut mereka memiliki tanda-tanda yang secara khusus diketahui mereka, yaitu kemiripan, perbedaan, taksiran, dan ukuran luas. Yang lebih mendalam dari hal itu adalah orang-orang yang berkumpul untuk melihat hilal, ketika satu atau dua orang di antara mereka melihatnya, maka diputuskan dengan informasi satu atau dua orang tadi, tanpa informasi dari selainnya." (Ibn Qayyim al-Jauziyah, al-Thuruq al-Hukmiyah fi al-Siyasah al-Syari’ah, (Kairo: Dar al-Hadits, 2000), hal.139). 

 بِدِقَّتِهَا وَصِحَّتِهَا مَوْضُوْعُ نَظَرٍ لِأَنَّ تَشَابُهَ فَصَائِلَ الدَّمِ بَيْنَ شَخْصٍ وَآخَرَ أَمْرٌ وَارِدٌ مَعَ إِمْكَانِيَّةِ خَطَأِ التَّحَالِيْلِ وَتَزْوِيْرِهَا، وَلِذَلِكَ فَإِنَّ اْلإِسْتِعَانَةَ بِهَذِهِ الْقَرِيْنَةِ فِي النَّفْيِ وَلَيْسَتْ فِي اْلإِثْبَاتِ

"Terkadang hasil penelitian laborat bisa memberi manfaat, hanya saja detail dan kebenaran secara pasti masih menjadi bahan diskusi, dikarenakan kemiripan golongan darah antara seseorang dengan orang lain merupakan hal yang bisa saja terjadi, di samping masih terbukanya kemungkinan kesalahan hasil analisa laborat dan terjadinya pemalsuan. Oleh karena itu penggunaan sarana ini hanya untuk meniadakan hubungan garis keturunan saja, dan tidak untuk digunakan dalam menetapkan hubungan garis keturunan (nasab)." (Shalih Ali Nashir, dkk, Tharaiq al-Hukm fi al-Syar’iyah al-Islamiyah, hal.350).

Singkatnya, penggunaan teknologi tes DNA dalam menentukan hubungan keturunan (nasab) bisa dilakukan dan dijadikan sebagai bagian yang mendukung boleh tidaknya seseorang itu diakui sebagai nasabnya. Dengan tes DNA itu, seseorang bisa dinasabkan secara biologis, tetapi tidak bisa dinasabkan sebagai nasab secara syar' i. Sebab, yang bersangkutan itu lahir atas pernikahan secara sah atau tidak, itulah pennasalahannya. (Sidang Komisi Bahsul Masa'il ad-Diniyyah al-Waqi'iyyah Nahdlatul Ulama (BM-NU) ke-31 di Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah. Pada tanggal, 28 November - 02 Desember 2004, yang bertepatan pada tanggal 15-18 Syawal 1425 H). Wallahu a'lam 🙏🏻

Video hanya pemanis 😊😊😊