MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Kamis, 25 Agustus 2022

05 KIFAYATUL AKHYAR TERJEMAH

 


Pengertian Air Musyammas

2. PENGERTIAN AIR MUSYAMMAS

وَطَاهِرٌ مُطَهَّرٌ مَكْرُوْهٌ وَهُوَالْمَاءُ الْمُشَمَّسُ٬ هَذَا هُوَ الْقِسْمُ الثَّانِي مِنْ أَقْسَامِ الْمَاءِ وَهُوَ الْمَاءُ الْمُشَمَّسُ وَهُوَ [ طَاهِرٌ ] فِي نَفْسِهِ لَمْ يَلْقَ نَجَاسَةِ وَ [ مُطَهِّرَ ] أَيْ : يَرْفَعُ الْحَدَثُ وَيَزِيْلُ النَّجْسَ لِبَقَاءِ إِطْلاَقِ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ وَهَلْ يُكْرَهُ ؟ فِيْهِ الْخِلاَفُ الْأَصَحُّ عِنْدَ الرَّافِعِي أَنَّهُ يُكْرَهُ وَهُوَ الَّذِي جَزَمَ بِهِ الْمُصَنِّفْ وَاحْتَجَّ لَهُ الرَّافِعِي بِأَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : 《نَهَى عَائِشَةْ رَضِيَ اللّٰهُ تَعَالَى عَنْهَا عَنِ الْمُشَمَّسِ وَقَالَ : إِنَّهُ يُوْرِثُ الْبَرَصَ》

Dan air suci mensucikan tapi makruh adalah air yang terkena sinar matahari sampai panas dan ini adalah bagian yang ke dua dari pembagian air dan ia adalah air musyammas dan ia adalah [ suci ] dalam dzatnya karena tidak bertemu dengan najis dan [ suci ] maksudnya : dapat mengangkat hadats dan menghilangkan najis karena tetap pemutlakan nama air atasnya dan apakah air musyammas makruh ? Di dalamnya di perselisihkan, yang lebih shahih di sisi Imam Ar-Rofi'i, sesungguhnya air musyammas adalah makruh dan ia adalah yang menyatakan dengannya Al-Mushonnif dan berhujjah untuknya Ar-Rafi'i dengan hadits bahwa Rasulullah saw : 《melarang 'Aisyah ra dari air musyammas dan Nabi saw bersabda : sesungguhnya air musyammas dapat menimbulkan penyakit kusta》

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 17

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ : 《مَنِ اغْتَسَلَ بِمَاءٍ مُشَمَّسِ فَأَصَابَهُ وَضَحٌ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ》

Dan dari Ibnu 'Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda : 《Barangsiapa yang mandi dengan air musyammas, maka ia sedang tertimpa penyakit belang, maka jangan menyalahkan kecuali pada dirinya sendiri》

وَكَرَهَهُ عُمَرْ رَضِيَ اللّٰهُ تَعَالَى عَنْهُ وَقَالَ : 《إِنَّهُ يُوْرِثُ الْبَرَصَ》

Dan 'Umar ra tidak senang menggunakan air musyammas dan ia berkata : 《sesungguhnya air musyammas menimbulkan penyakit kusta》

SYARAT AIR MUSYAMMAS MENJADI MAKRUH

فَعَلَى هَذَا إِنَّمَا يُكْرَهُ الْمُشَمَّسْ بِشَرْطَيْنَ :

Maka atas dasar ini, sesungguhnya air musyammas akan menjadi makruh dengan dua syarat :

أَحَدِهِمَا : أَنْ يَكُوْنَ التَّشْمِيْسُ فِي الْأَوَانِي الْمُنْطَبِعَةِ كَالنُّحَاسِ وَالْحَدِيْدِ وَالرَّصَاصِ لِأَنَّ الشَّمْسَ إِذَا أَثَّرَتْ فِيْهَا خَرَجَ مِنْهَا زُهُوْمَةٌ تَعْلُوْ عَلَى وَجْهِ الْمَاءِ وَمِنْهَا يَتَوَلَّدَ الْبَرَصِ وَلاَ يَتَأَتَّى ذَلِكَ فِي إِنَاءِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ لِصَفَاءِ جَوْهَرِهِمَا لَكِنَّهُ يَحْرَمُ اسْتِعْمَالُهُمَا عَلَى مَا يَأْتِي ذَكَرَهُ فَلَوْ صَبَّ الْمَاءُ الْمُشَمَّسُ مِنْ إِنَاءِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فِی إِنَاءِ مُبَاحْ لاَ يُكْرَهُ لِفَقْدِ الزُّهُوْمَةِ وَكَذَا لاَ يُكْرَهُ فِي أَوَانِي الْخَزْفِ وَغَيْرِهَا لِفَقْدِ الْعِلَّةِ

Pertama : jika ada air terjadi pemanasan ke dalam bentuk bejana, seperti tembaga dan besi dan timah karena sesungguhnya terkena sinar matahari, jika ia membekas di dalamnya dan keluar darinya kebisukan terangkat atas permukaan air dan darinya menghasilkan penyakit kusta dan tidak berakibat hal itu dalam bejana emas dan perak karena kemurnian dasar keduanya, tapi haram menggunakan keduanya atas apa yang datang penjelasannya, maka jika menuangkan air musyammas dari wadah emas dan perak kedalam bejana yang di bolehkan, maka air itu tidak makruh karena ketiadaan bau busuk dan juga tidak makruh menggunakan air dalam bejana yang terbuat dari tanah liat dan yang lainnya karena ketiadaan sesuatu yang menyebabkan penyakit

اَلشَّرْطُ الثَّانِي : أَنْ يَقَعَ التَّشْمِيْسُ فِي الْبِلاَدِ الشَّدِيْدَةِ الْحَرَارَةِ دُوْنَ الْبَارِدَةِ وَالْمُعْتَدِلَّةِ فَإِنْ تَأْثِيْرَ الشَّمْسِ فِيْهِمَا ضَعِيْفَ وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يُقْصَدَ التَّشْمِيْسُ أَوْ لاَ لِوُجُوْدِ الْمَحْذُوْرِ وَلاَ يُكْرَهُ الْمُشَمَّسُ فِي الْحِيَاضِ وَالْبَرَكِ بِلاَ خِلاَفْ وَهَلِ الْكَرَاهَةِ شَرْعِيَّةِ أَوْ إِرْشَادِيَّةِ ؟ فِيْهَا وَجْهَانِ أَصَحَّهُمَا فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبْ أَنَّهَا شَرْعِيَّةِ فَعَلَى هَذَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِ اسْتِعْمَالِهِ وَعَلَى الثَّانِي وَهِيَ أَنَّهَا إِرْشَادِيَّةِ لاَ يَثَابَ فِيْهَا لِأَنَّهَا مِنْ وَجْهَةِ الطِّبِّ٬ وَقِيْلَ إِنَّ الْمُشَمَّسَ لاَ يُكْرَهُ مُطْلَقًا وَعَزَاهُ الرَّافِعِيُّ إِلَى الْأَئِمَّةِ الثَّلاَثَةِ قَالَ النَّوَوِيْ فِي زِيَادَةُ الرَّوْضَةِ : وَهُوَ الرَّاجِحُ مِنْ حَيْثُ الدَّلِيْلُ وَهُوَ

Syarat kedua : jika terjadi pemanasan dalam negara yang sangat panas tanpa dingin dan yang sederhana dinginnya, maka sesungguhnya air yang di pengaruhi sinar matahari dalam keduanya adalah lemah dan tidak ada perbedaan antara untuk bermaksud memanaskan air atau tidak karena keberadaan bahaya dan tidak di makruhkan air musyammas dalam danau atau sumur dengan tanpa perbedaan pendapat, apakah kemakruhannya menurut syara' atau menunjukkan kebaikan ? Di dalamnya ada dua pandangan pendapat yang lebih shahih keduanya dalam kitab 《SYARAH MUHADZDZAB》 sesungguhnya kemakruhannya itu adalah syar'i, maka atas dasar pendapat ini adalah akan mendapatkan pahala atas orang yang meninggalkan dan atas dasar pendapat kedua, sesungguhnya kemakruhannya itu menunjukkan kebaikan tidak akan mendapatkan pahala dalam meninggalkannya karena sesungguhnya kemakruhannya dari pandangan kesehatan. Dan di katakan bahwa air musyammas tidak makruh secara mutlak dan Ar-Rafi'i menisbatkannya kepada imam yang tiga. Imam Nawawi berkata : dalam tambahannya pada kitab 《RAUDHAH》 dan itu adalah pendapat yang rajih di pandang dari segi dalil dan dia adalah

مَذْهَبُ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءْ وَلَيْسَ لِلْكَرَاهِيَةِ دَلِيْلٌ يَعْتَمَدُ وَإِذَا قُلْنَا بِالْكَرَاهَةِ فَهِيَ كَرَاهَةِ تَنْزِيْهِ لاَ تَمْنَعُ صِحَّةَ الطَّهَارَةُ وَيَخْتَصُّ اسْتِعْمَالِهِ بِالْبَدَنِ وَتَزُوْلُ باِلتَّبْرِيْدِ عَلَى الْأَصَحِّ وَفِي الثَّالِثِ يُرَاجَعُ الْأَطِبَّاءِ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ. اِنْتَهَى

Kebanyakan ulam' madzhab pada pendapat ini. Dan tidak ada dalil untuk kemakruhan ini yang dapat di gunakan dan jika kami berkata dengan makruh, maka makruhnya adalah makruh tanzih dan tidak mencegah shahnya bersuci dan di khususkan penggunaannya pada badan dan kemakruhan ini akan hilang dengan mendinginkannya, atas pendapat yang lebih ashoh. Dan dalam pandangan pendapat yang ketiga adalah boleh merujuk pada keterangan dokter. Dan Allah lebih mengetahui. Sebagaiman penjelasan yang telah lewat

وَمَا صَحَّحَهُ مِنْ زَوَالِ الْكَرَاهِيَةِ بِالتَّبْرِيْدِ قَدْ صَحَّحَ الرَّافِعِي فِي الشَّرْحِ الصَّغِيْرِ بَقَاءُهَا وَقَالَ فِي الشَّرْحِ الْمُهَذَّبْ : اَلصَّوَابُ أَنَّهُ لاَ يُكْرَهُ

Dan apa yang di shahihkan Imam Nawawi dari menghilangkan kemahruhan dengan mendinginkan dan sungguh di shahihkan Imam Rofi'i dalam kitab 《SYARAH ASH-SHOGHIR》 dengan menetapkan hukum makruh dan Imam Nawawi berkata dalam kitab 《SYARAH MUHADZDZAB》 : yang benar bahwasannya air musyammas tidak makruh

وَحَدِيثْ عَائِشَةْ هَذَا ضَعِيْفُ بِاتِّفَاقَ الْمُحَدِّثِيْنَ وَمِنْهُمْ مَنْ جَعَلَهُ مَوْضُوْعًا وَكَذَا مَا رَوَاهُ الشَّافِعِيُّ عَنْ عُمَرْ بِنْ اَلْخَطَّابْ أَنَّهُ يُوْرِثُ الْبَرَصَ ضَعِيْفٌ لاَتِّفَاقَ الْمُحَدِّثِيْنَ عَلَى تَضْعِيْفَ إِبْرَاهِيْمَ بِنْ مُحَمَّدْ وَحَدِيثْ اِبْنُ عَبَّاسْ غَيْرُ مَعْرُوْفٍ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ

Dan hadits A'isyah ini lemah dengan kesepakatan ulama' ahli hadits dan dari sebagian mereka ada orang yang menjadikannya hadits maudhu' dan juga apa yang telah di riwayatkan Imam Syafi'i daru Umar Bin Al-Khattab bahwasannya air musyammas akan mengakibatkan penyakit kusta adalah hadits lemah tanpa kesepakatan ulama' ahli hadits atas dasar mendha'ifkan Ibrahim Bin Muhammad dan hadits-nya Ibnu 'Abbas tidak di kenal. Dan Allah yang mengetahui

وَمَا ذَكَرَهُ مِنْ أَثَرِ عُمَرْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ فَمَمْنُوْعٌ وَدَعْوَاهُ الْاِتِّفَاقَ عَلَى تَضْعِيْفُ إِبْرَاهِيْمَ أَحَدُ الرَّوَاةُ غَيْرُ مُسْلِمْ فَإِنَّ الشَّافِعِي وَثَّقَهُ وَفِي تَوْثِيْقِ الشَّافِعِي كِفَايَةِ وَقَدْ وَثَّقَهُ غَيْرُ وَاحِدٌ مِنَ الْحَفَاظَ وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِي بِإِسْنَادِ آخِرُ صَحِيْحِ قَالَ النَّوَوِي فِي زِيَادَةِ الرَّوْضَةِ : وَيُكْرَهُ شَدِيْدُ الْحَرَارَةِ وَالْبَرُوْدَةِ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ

Dan apa di sebutkan dari atsar-nya Umar ra, maka Imam Nawawi melarang dan dakwaannya yang menyepakati atas mendha'ifkan Ibrahim salah seorang perawi bukan orang muslim, maka sesungguhnya Imam Syafi'i dapat mempercayainya Ibrahim dan dalam kepercayaan Imam Syafi'i telah cukup dan sungguh mempercayainya tanpa salah seorang perawi dari orang yang hafidz dan atsar itu di riwayatkan Ad-Darukutni dengan sanat selain shahih dan Imam Nawawi berkata dalam tambahannya pada kitab 《RAUDHAH》 : makruh bersuci dengan air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. Dan Allah yang lebih mengetahui

وَالْعِلَّةُ فِيْهِ عَدَمُ الْإِسْبَاغِ وَقَالَ فِي آبَارِ ثَمُودْ : إِنَّهُ مَنْهِيُّ عَنْهَا فَأَقَلُّ الْمَرَاتِبِ أَنَّهُ يُكْرَهُ اسْتِعْمَالِهَا

Dan sesuatu yang menyebabkan sakit di dalamnya ketiadaan yang meratakan anggota badan dan Imam Nawawi berkata dalam masalah sumur kaum Tsamud : sesungguhnya sumur Tsamud di larang dari menggunakannya, maka lebih sedikit yang mengatur bahwasannya sumur Tsamud makruh di gunakannya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar