MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Selasa, 22 Maret 2022

KAJIAN TENTANG HUKUM PROFESI SEBAGAI PAWANG HUJAN

Viralnya Rara Istiati Wulandari, pawang hujan dalam gelaran MotoGP Mandalika 2022 tengah menjadi sorotan atau viral. Diketahui, aksi Rara sebagai pawang hujan terekam kamera siaran live MotoGP.

Tidak hanya itu, akun resmi MotoGP pun turut memposting aksi Rara sebagai pawang hujan. Aksi Rara pun menjadi sorotan bahkan menjadi trending di media sosial. Lantas bagaimana hukum profesi sebagai seorang pawang hujan?

Tradisi nyarang hujan, yakni meminta bantuan pawang hujan dalam rangka ikhtiar agar tidak hujan. Hal ini biasanya dilakukan ketika ada hajatan atau kegiatan tertentu agar hujan tidak turun ketika acara berlangsung. Istilah "Pawang" identik "pengendali", namun praktiknya pawang hujan bukanlah pengendali (Jika meyakini pawang hujan sebagai pengendali hujan, maka tidak dibenarkan dalam Islam).

Doa apa yang dibaca oleh para pawang hujan? Jika doa atau mantra yang dibaca mengandung kesyirikan, maka tidak dapat dibenarkan. Namun jika doa yang dibaca bersumber dari Al-Qur'an dan hadits atau salafusshalih, maka hukumnya boleh. Bahkan bisa menjadi keharusan demi kemaslahatan hajatan atau acara yang dianggap penting menurut syara', seperti contoh yang dilakukan sebagian pawang hujan,  

يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ

"Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi." (QS. Nuh : 44)

Potongan ayat ini, jika dilihat dari asbab nuzulnya merupakan doa Nabi Nuh yang memohon keselamatan dari marabahaya banjir yang sedang terjadi. Hal tersebut juga pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam semasa hidupnya sebagaimana diterangkan dalam Sahih Bukhari yang diriwayatkan oleh Anas ra.

Diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari no 1014 dan Imam Muslim no 897. Berikut haditsnya,

عن أنس بنُ مالكٍ رَضيَ اللهُ عنه أنَّ رجُلًا دَخَلَ يومَ الجُمُعةِ مِن أحدِ أبوابِ المسجِدِ النَّبويِّ، وكان هذا البابُ مُواجِهًا ومُقابِلًا للمِنبرِ، وكان رَسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قائمًا على المنبرِ يَخطُبُ، فوقَفَ الرَّجلُ واستَقبَلَ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بوَجْهِه، وقال: يا رسولَ اللهِ، هلَكَتِ المَواشي؛ بسَببِ عدَمِ تَوفُّرِ ما تَعيشُ به مِن الأقواتِ المفقودةِ بحَبْسِ المطَرِ، وانقطَعَتِ السُّبُلُ، أي: الطُّرُقُ، فلمْ تَسلُكْها الإبلُ لهَلاكِها أو ضَعفِها؛ بسَببِ قِلَّةِ الكَلَأِ، أو بإمْساكِ الأقواتِ فلم تُجلَبْ، أو بعَدَمِ ما يُحمَلُ عليها، فادْعُ اللهَ أنْ يُغيثَنا، فيَسقِيَنا بإنزالِ المطَرِ، فاستجابَ رَسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ للرجُلِ، فرفَعَ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يدَيْه ودَعا قائلًا: «اللَّهمَّ اسْقِنا»، وكرَّر الدُّعاءَ ثَلاثَ مرَّاتٍ . 

قالَ أنَسُ: ولَا واللَّهِ ما نَرَى في السَّمَاءِ مِن سَحَابٍ، ولَا قَزَعَةً، ولَا شيئًا، وما بيْنَنَا وبيْنَ سَلْعٍ مِن بَيْتٍ، ولَا دَارٍ. قالَ: فَطَلَعَتْ مِن ورَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ، فَلَمَّا تَوَسَّطَتِ السَّمَاءَ، انْتَشَرَتْ ثُمَّ أمْطَرَتْ، قالَ: واللَّهِ ما رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا، ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِن ذلكَ البَابِ في الجُمُعَةِ المُقْبِلَةِ، ورَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ، فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا، فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، هَلَكَتِ الأمْوَالُ وانْقَطَعَتِ السُّبُلُ، فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا، قالَ: فَرَفَعَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَدَيْهِ، ثُمَّ قالَ: اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، ولَا عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ علَى الآكَامِ والجِبَالِ، والآجَامِ والظِّرَابِ، والأوْدِيَةِ ومَنَابِتِ الشَّجَرِ. قالَ: فَانْقَطَعَتْ، وخَرَجْنَا نَمْشِي في الشَّمْسِ. قالَ شَرِيكٌ: فَسَأَلْتُ أنَسَ بنَ مَالِكٍ: أهو الرَّجُلُ الأوَّلُ؟ قالَ: لا أدْرِي.

Pada hari Jum’at, ada seorang laki-laki memasuki masjid (nabawi). Ia masuk dari pintu yang dekat dengan “Dar Al-Qadha” (ketika itu berada di sebelah kanan masjid)

Ia masuk masjid ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah. Ia pun langsung berdiri menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, harta benda telah musnah (karena kekeringan), jalan-jalan terputus (karena hewan tunggangan tidak memiliki air minum). Berdoalah kepada Allah, agar menurunkan hujan kepada kami."

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun langsung mengangkat kedua tangannya, lalu berdoa,

اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا

Allahummasqinaa, Allahummasqinaa, Allahummasqinaa

“Ya Allah turunkan hujan untuk kami, Ya Allah turunkan hujan untuk kami, Ya Allah turunkan hujan untuk kami” (Beliau berdoa 3x)

Anas radhiyallahu ‘anhu pun, berkata, “Demi Allah, ketika itu tidak ada sedikit pun awan di langit." karena dahulu belum ada rumah di antara masjid dan gunung sal'. Anas berkata, “Tiba-tiba saja, muncul awan kecil, bulat dari belakang gunung tersebut. Ketika sampai di tengah langit, awan tersebut menyebar dan melebar kemudian turunlah hujan."

Anas radhiyallahu ‘anhu meneruskan ceritanya, “Demi Allah, selama satu minggu kami tidak melihat matahari sama sekali."

Lalu pada hari Jum’at berikutnya, masuk seorang lelaki (salah seorang sahabat) dari pintu yang dahulu dimasuki oleh orang yang meminta hujan.

Ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berdiri berkhutbah, Ia langsung menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, harta benda musnah (karena hujan), jalan-jalan pun terpotong tidak bisa dilalui. Mohon, berdoalah kepada Allah, agar hujan ini reda."

Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa salam pun mengangkat kedua tangannya, lalu berdoa,

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عليْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah jadikan hujan ini di sekitar kami, bukan tepat di atas kami. Ya Allah jadikan hujan ini di atas perbukitan, anak-anak gunung, lembah-lembah, dan perhutanan”.

“Hingga hujan pun reda” jelas Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. “Dan kami bisa berjalan di bawah sinar matahari.”

Salah seorang rawi hadits, murid Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, yang bernama Syarik bertanya, “Apakah orang yang meminta agar hujan tersebut reda adalah orang pertama yang meminta hujan dahulu?.”

Anas menjawab, “Saya tidak tahu.” (HR. Bukhari Muslim)

Itulah hadits yang menceritakan doa agar hujan reda.

Ada beberapa faedah dalam hadits ini :

1. Disunnahkannya mengulang doa 3x, sebagaimana saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta hujan dalam hadits ini.

2. Bolehnya meminta seorang yang baik, shalih, agar berdoa kepada Allah untuk menurunkan atau meredakan hujan

3. Diantara adab meminta doa kepada orang lain adalah menyampaikan keadaan yang ada padanya, sebagaimana dilakukan oleh sahabat yang meminta hujan dan meminta agar hujan reda, mereka menyampaikan keadaan mereka.

4. Bolehnya berbicara kepada khatib saat khutbah. Adapun berbicara dengan orang lain, selain khatib, maka ini terlarang.

5. Pada hadits tersebut ada tanda-tanda kenabian, dengan terkabulnya doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat meminta hujan ataupun saat meminta reda.

6. Diantara adab berdoa agar hujan reda adalah tidak meminta agar hujan berhenti secara total, tapi meminta agar hujan tersebut dipindahkan ke tempat lain.

7. Berdoa agar Allah menghilangkan sesuatu yang bermudharat, menyebabkan kerusakan dan kerugian, tidak bertentangan dengan tawakal

Selain berdoa langsung terkadang juga ada tata cara yang diajarkan oleh para salafusshalih seperti melemparkan kerikil ke setiap penjuru, mengumandangkan adzan oleh anak yang belum baligh dan lain sebagainya. Semuanya itu ada sandaran hujjah yang bisa dipertanggung jawabnya secara ilmiah. 

Misal, dahulu di kampung kelahiran saya (Pati Jawa Tengah) biasanya yang menjadi pawang hujan (yang berdoa agar hujan tidak turun di lokasi acara) adalah anak kecil yang disebut perawan/perjaka kunti yaitu anak yang bapaknya meninggal saat dia masih dalam kandungan ibunya. Kenapa harus anak kecil yang belum baligh, berbagai  keterangan para ulama kalau masih kecil jauh dari dosa dan dengan demikian peluang dikabulkannya doa lebih besar. Bahkan sebagian ulama mengatakan: Jika ingin seperti wali ikuti tawakkalnya anak kecil yang tidak pernah memikirkan apa yang akan dimakan di hari esok. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar