MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Senin, 21 Maret 2022

KAJIAN TENTANG CARA MEMANDIKAN DAN MENGEPANG RAMBUT JENAZAH WANITA


Dalam islam terdapat kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang hidup terhadap orang yang meninggal yakni memberikan pengurusan yang terbaik. Yang harus diperhatikan dengan baik adalah tata cara memandikan jenazah dengan baik dan benar. Sebagai persembahan terakhir untuk orang yang meninggal. Memandikan mayit adalah proses yang pertama kali dilakukan dan membersihkan tubuh orang yang meninggal.

Tentunya ada aturan dan tata cara memandikan jenazah khusus yang harus dilakukan dengan benar. Selain itu, disyariatkannya memandikan jenazah adalah sebagai bagian dari memuliakan dan membersihkannya. Ini wajib dilakukan kepada setiap jenazah orang Muslim, kecuali orang yang mati syahid di dalam peperangan.

Mengenai hujjah tentang tata cara memandikan dan menguncir atau mengepang rambut jenazah wanita menjadi tiga kunciran, ada hadits dari Ummu Athiyah radhiallahu anha, dia berkata,

توفيت إحدى بنات النبي صلى الله عليه وسلم فأتانا النبي صلى الله عليه وسلم فقال: (اغسلنها بالسدر وترا ثلاثا أو خمسا أو أكثر من ذلك إن رأيتن ذلك واجعلن في الآخرة كافورا أو شيئا من كافور فإذا فرغتن فآذنني فلما فرغنا آذناه فألقى إلينا حقوه فضفرنا شعرها ثلاثة قرون وألقيناها خلفها  (رواه البخاري، رقم 1263 ومسلم، رقم 939).

“Salah seorang putri Nabi sallahu alaihi wa sallam, kemudian Nabi sallallahu alaihi wa sallam mendatangi kami dan bersabda, “Mandikan dia dengan bidara dengan (bilangan) ganjil tiga atau lima atau lebih dari itu. Kalau hal itu diperlukan. Dan jadikan diakhirnya dengan kapur atau sedikit dari kapur. Kalau telah selesai tolong diberitahukan kepadaku. Ketika kami telah menyelesaikannya, maka kami beritahukan kepada beliau. Kemudian diberikan kepada kami kain penutup badannya, dan kami menguncir rambutnya menjadi tiga kunciran, lalu kami arahkan ke belakangnya.” (HR. Bukhori, 1263 dan Muslim, 939)

Dalam redaksi lain di riwayat Muslim, no. 939, “Kemudian kami menguncir rambutnya menjadi tiga bagian, di antara dua tanduk kepala dan di tengah." (HR. Muslim)

Imam Badruddin Al-Aini rahimahullah berkata, “Maksud kalimat ‘Kami kuncir rambut kepalanya menjadi tiga ikatan (kunciran). Satu kunciran di depan kepala dan dua kunciran di tanduk kepalanya. Tanduk kepala adalah di sisi dan di sampingnya. Yang menguatkan penafsiran kami adalah riwayat Muslim, “Kami kuncir rambutnya menjadi tiga kunciran. Dua kunciran di tanduk kepala dan di depan kepalanya. Kata ‘An-Nasiyah’ adalah di depan kepala.” (Syarh Sunan Abi Daud, 6/74)

حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أُمِّ الْهُذَيْلِ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ ضَفَرْنَا شَعَرَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْنِي ثَلَاثَةَ قُرُونٍ وَقَالَ وَكِيعٌ قَالَ سُفْيَانُ نَاصِيَتَهَا وَقَرْنَيْهَا

Telah menceritakan kepada kami Qabishah telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Hisyam dari Ummu Al Hudzail dari Ummu 'Athiyyah radliallahu 'anha berkata: "Kami menjalin (rambut) keala putri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadi tiga ikatan (kepang) ". Berkata, Waki' berkata, Sufyan: "Diikat kepang dan diketakkan di belakangnya". (HR. Bukhari)

Adapun menguncir atau mengepang rambut mayat lelaki itu tidak dianjurkan, karena tidak ada ketetapannya. Telah banyak yang meninggal dunia pada masa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, (akan tetapi) tidak ada informasi seorang pun yang dikuncir rambutnya. Dan nash-nash dari para ahli fikih juga menunjukkan akan hal itu. Mereka semua dengan tegas mengatakan dianjurkan (menguncir) untuk wanita berbeda dengan lelaki. Bukhori rahimahullah telah membuat bab khusus dalam kitab Shahihnya, yaitu bab, ‘Menjadikan rambut wanita menjadi tiga kuncir.’

Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Memandikan (mayat) wanita seperti lelaki. Dan lebih banyak diperhatikan (kebersihannya) dibandingkan lelaki. Dikuncir rambut kepalanya menjadi tiga kunciran dan ditaruh di belakang.” (Al-Umm, 8/131)

Al-Bahuti rahimahullah mengatakan, “Dimakruhkan (menyisir rambutnya) yakni mayat. Baik kepala atau jenggotnya karena dapat membuatnya rontok tanpa ada keperluan. Dari Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau melewati suatu kaum yang menyisir rambut mayat, maka beliau melarang hal itu. Lalu dia berkata, “Kenapa anda tidak memperlakukan mayat anda sebagaiman diajarkan. (disunnahkan menguncir rambut wanita tiga kunciran lalu menjulurkannya (di belakangnya).” (Daqoiq Ulin Nuha, 1/350)

*Teknis pemandian*

Dalam fiqih Syafi'i Safinatun Najah terbitan Beirut, Darul Minhaj, 2009 Syekh Salim bin Sumair Al-Hadhrami menuturkan,

أَقَلُّ الغُسْلِ: تَعْمِيْمُ بَدَنِهِ بِالمَاءِ.

وأَكْمَلُهُ: أَنْ يَغْسِلَ سَوْأَتَيْهِ، وأَنْ يُزِيْلَ الْقَذَرَ مِنْ أَنْفِهِ، وأَنْ يُوَضِّئَهُ، وأَنْ يَدْلُكَ بِالسِّدْرِ، وأَنْ يَصُبَّ الْمَاءَ عَلَيْهِ ثَلاَثاً.

Fasal: cara memandikan jenazah minimalnya adalah meratakan air ke seluruh tubuhnya, dan yang sempurna adalah mencuci dua auratnya (qubul dan dubur), menghilangkan kotoran dari hidungnya, mewudhukannya, dimandikan dengan daun bidara (sidr), dan disiram tiga kali dengan air.

Catatan:

أَقَلُّ الغُسْلِ: تَعْمِيْمُ بَدَنِهِ بِالمَاءِ.

Cara memandikan jenazah minimalnya adalah meratakan air ke seluruh tubuhnya.

Maksudnya, saat memandikan jenazah minimalnya adalah meratakan seluruh badannya, baik rambut atau kulitnya, dengan air, artinya setelah dihilangkan najis ‘ainiyah yang ada pada mayat. Sedangkan najis hukmiyah yang ada pada mayat, maka cukup dengan sekali aliran air untuk menghilangkan najis dan untuk memandikannya.

وأَكْمَلُهُ: أَنْ يَغْسِلَ سَوْأَتَيْهِ، وأَنْ يُزِيْلَ الْقَذَرَ مِنْ أَنْفِهِ، وأَنْ يُوَضِّئَهُ، وأَنْ يَدْلُكَ بِالسِّدْرِ، وأَنْ يَصُبَّ الْمَاءَ عَلَيْهِ ثَلاَثاً.

Dan yang sempurna adalah mencuci dua auratnya (qubul dan dubur), menghilangkan kotoran dari hidungnya, mewudhukannya, dimandikan dengan daun bidara (sidr), dan disiram tiga kali dengan air. (Safinatun Najah hal. 51)

Disebutkan oleh Ibnu Balban, Muhammad bin Badruddin dalam Matan Akhsharil Mukhtasharat fiqih Hambali hal. 133,

نوى وسمى وهما كفي غسل حَيّ ثمَّ يرفع راس غير حَامِل الى قرب جُلُوس ويعصر بَطْنه بِرِفْق وَيكثر المَاء حِينَئِذٍ ثمَّ يلف على يَده خرقَة فينجيه بهَا وَحرم مس عَورَة من لَهُ سبع

ثمَّ يدْخل اصبعيه وَعَلَيْهَا خرقَة مبلولة فِي فَمه فيمسح اسنانه وَفِي مَنْخرَيْهِ فينظفهما بِلَا ادخال مَاء ثمَّ يوضئه وَيغسل راسه ولحيته برغوة السدر وبدنه بثفله ثمَّ يفِيض عَلَيْهِ المَاء وَسن تثليث وتيامن وامرار يَده كل مرّة على بَطْنه فان لم ينق زَاد حَتَّى ينقى وَكره اقْتِصَار على مرّة وَمَاء حَار وخلال واشنان بِلَا حَاجَة وتسريح شعره

وَسن كافور وَسدر فِي الاخيرة وخضاب شعر وقص شَارِب وتقليم اظفار ان طالا

“Berniat dan membaca basmalah, keduanya wajib ketika mandi untuk orang hidup. Kemudian angkat kepalanya jika ia bukan wanita hamil, sampai mendekati posisi duduk. Kemudian tekan-tekan perutnya dengan lembut. Perbanyak aliran air ketika itu, kemudian lapisi tangan dengan kain dan lakukan istinja (cebok) dengannya. Namun diharamkan menyentuh aurat orang yang berusia 7 tahun (atau lebih). Kemudian masukkan kain yang basah dengan jari-jari ke mulutnya lalu gosoklah giginya dan kedua lubang hidungnya. Bersihkan keduanya tanpa memasukkan air. Kemudian lakukanlah wudhu pada mayit. Kemudian cucilah kepalanya dan jenggotnya dengan busa dari daun bidara. Dan juga pada badannya beserta bagian belakangnya. Kemudian siram air padanya. Disunnahkan diulang hingga tiga kali dan disunnahkan juga memulai dari sebelah kanan. Juga disunnahkan melewatkan air pada perutnya dengan tangan. Jika belum bersih diulang terus hingga bersih. Dimakruhkan hanya mencukupkan sekali saja, dan dimakruhkan menggunakan air panas dan juga daun usynan tanpa kebutuhan. Kemudian sisirlah rambutnya dan disunnahkan air kapur barus dan bidara pada siraman terakhir. Disunnahkan menyemir rambutnya dan memotong kumisnya serta memotong kukunya jika panjang”. (Fiqih Hambali Akhsharil Mukhtasharat fiqih Hambali hal. 133).

Kesimpulannya, bahwa menguncir atau mengepang rambut berlaku dalam memandikan (mayat) wanita bukan lelaki. Sementara menyisir rambut jenazah lelaki itu mayoritas ulama memakruhkan menyisir rambut mayat, sebagaimana dinukilkan hal itu dari Hanabilah. Adapun dari kalangan ulama' Syafi’iyyah sebagian ada yang mengatakan hal itu dibolehkan kalau rambutnya kaku. Bukan karena hal itu  dianjurkan tetapi karena pertimbangan. Mereka mensyaratkan menggunakan sisir yang bergigi lebar. Agar rambut mayat tidak terjatuh. (lihat Ahkamus Sya’ri Fi Al-Fiqhi Al-Islamy (Hukum rambut dalam Fikih Islam) karangan Toha Muhammad Faris, 235-257). Wallahu A'lam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar