MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Sabtu, 19 Februari 2022

KAJIAN TENTANG HUKUM TRANSGENDER DAN CARA MENGURUS JENAZAHNYA


Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman,

....وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْراناً مُبِيناً

"dan akan aku (setan) suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya”. Barang siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisa : 119)

Imam As-Sa'di dalam tafsirnya menjelaskan,

وذلك يتضمن التسخط من خلقته والقدح في حكمته واعتقاد أن ما يصنعون بأيديهم أحسن من خلقة الرحمن، وعدم الرضا بتقديره و بتدبيره

Perbuatan mengubah-ubah ciptaan Allah (anggota tubuh) itu mengandung makna :

1. Ketidaksenangan terhadap penciptaan Allah.

2. Celaan kepada hikmah-Nya.

3. Keyakinan bahwa yang mereka ciptakan dengan tangan mereka sendiri, lebih baik dari penciptaan Allah.

4. Serta tidak ridho kepada takdir Allah. (Tafsir As-Sa’di [Taisir Kariim Ar-Rahman], hal. 204)

Belakangan ini tengah menjadi perbincangan di media sosial tentang bagaimana mengurus jenazah transgender? Apakah mereka dimandikan sebagai laki-laki atau perempuan?.

Menurut Islam transgender adalah praktik dan perilaku menyimpang yang berlawanan dengan jenis kelamin. Kategori ini bisa dibongkar dengan mengusung makna perempuan sekaligus laki-laki dan sebaliknya. Semua perbuatan yang melibatkan proses mengubah jenis kelamin asli menjadi lawan jenis jelas bertentangan dengan hukum Islam.

Dalam hukum Islam, istilah ini paling dekat disebut sebagai Al-Mukhannath (laki-laki yang menyerupai perempuan) atau Al-Mutarajjil (perempuan yang menyerupai laki-laki). Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam,

لَعَنَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ

"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang bersifat kewanitaan dan perempuan yang bersifat kelaki-lakian.” (HR. Bukhari)

Imam Al-Munawi berkata di dalam karyanya, Faidhul Qadir,

وحكمة لعن من تشبه إخراجه الشئ عن صفته التي وضعها عليه أحكم الحكماء 

“Hikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai lawan jenis adalah mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Bijaksana (Allah Ta'alq),” (Lihat: Zaid Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, juz 5, hal. 271).

Golongan transgender atau waria dilaknat oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Baik laki-laki yang menyerupai perempuan atau sebaliknya.

Dalam hal ini mengacu pada kelompok laki-laki yang menyerupai perempuan dari berbagai sudut sehingga menonjolkan laki-laki sebagai perempuan dan bukan lagi laki-laki. Imam At-Tabari mengatakan, hadits larangan tersebut menunjukkan bahwa pria tidak boleh menyerupai wanita dalam hal pakaian dan perhiasan yang didedikasikan untuk wanita dan sebaliknya (Lihat: Fath al-Mun’im Syarh Shahih Muslim, 8/520).

Para ahli bahasa mengatakan arti Al-Mukhannath adalah sebagai berikut, “Ahli bahasa mengatakan al-mukhannath adalah kelompok yang menyerupai seorang wanita dalam tindakan, kata-kata dan gerak tubuh. Kadang-kadang terjadi secara alami (tidak diciptakan) tetapi kadang-kadang terjadi dengan sengaja (diciptakan).” (Lihat: Syarh al-Nawawi ‘ala Muslim, 14/163).

Juga hadits dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari No. 5885).

Dalam lafazh Musnad Imam Ahmad disebutkan,

لَعَنَ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad No. 3151, 5: 243. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari).

Begitu pula dalam hadits Abu Hurairah ra disebutkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian lelaki.” (HR. Ahmad no. 8309)

Oleh karena itu, berdasarkan pengertian di atas Al-Mukhannath terbagi menjadi dua, yaitu ciri-ciri yang lahir secara alamiah dan diciptakan. Jika sifat perempuan dalam diri laki-laki lahir atau lahir secara wajar, maka perbuatan itu tidak berdosa. Sedangkan dosanya adalah jika ciri-ciri tersebut diciptakan dengan sengaja. (Lihat: ‘Umdah Al-Qari Syarh Shahih Al-Bukhari, juz 8 hal. 403)

Syaikh Imam An-Nawawi juga menjelaskan,

المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخلاق النساء وزيهن وكلامهن وحركاتهن وهذا لا ذم عليه ولا إثم ولا عيب ولا عقوبة لأنه معذور والثاني من يتكلف أخلاق النساء وحركاتهن وسكناتهن وكلامهن وزيهن فهذا هو المذموم الذي جاء في الحديث لعنه 

“Mukhannits ada dua, pertama orang yang terlahir dalam kondisi demikian (mukhannits) dan ia tidak sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, pakaian, ucapan dan gerakan-gerakannya, mukhannits semacam ini tidak tercela, tidak berdosa, tidak memiliki cacat dan tidak dibebani hukuman karena sesungguhnya ia orang yang ma’dzur (dimaafkan sebab bukan karena kesengajaan dan usaha darinya). Yang kedua, orang yang sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, gerakan-gerakannya, diamnya, ucapan dan pakaiannya. Mukhannits yang keduanya inilah yang dilaknat di dalam hadits,” (Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, juz 8, hal. 57).

Beberapa hari yang lalu, publik dihebohkan dengan permintaan (wasiat) Bunda Dorce agar kelak ketika meninggal, diurus seperti halnya jenazah perempuan. Padahal sudah jamak diketahui bahwasanya beliau merupakan seorang transgender, kira-kira bagaimana fikih menyikapi hal demikian, bolehkah transgender diurus sesuai jenis kelaminnya yang sekarang?

Pada prinsipnya, wasiat itu hanya diperbolehkan pada 2 hal, yaitu: pentasarrufan harta dan pada perkara mubah. Adapun mengenai wasiat transgender agar diurus sesuai kelamin barunya, itu tidak bisa dilaksanakan, sebab tidak memenuhi syarat. 

Persoalan transgender adalah kontemporer, namun berikut adalah keterangan yang hampir mirip dengan konteks permasalahan ini dalam kitab Tuhfat Al-Habib Ala Syarh Al-Khatib, biasa dikenal dengan Hasyiyah Bujairami Ala Al-Khatib berikut,

ووقع السؤال عما لو تصور ولي بصورة امرأة أو مسخ رجل امرأة هل ينقض أو لا؟

فأجيب عنه: بأن الظاهر في الأول عدم النقض للقطع بأن عينه لم تنقلب، وإنما انخلع من صورة إلى صورة مع بقاء صفة الذكورة، وأما المسخ فالنقض به محتمل لقرب تبدل العين مع أنه قد يقال فيه بعدم النقض أيضا لاحتمال تبدل الصفة دون العين ع ش على م ر.

Ada pertanyaan “Kalau ada seseorang menyerupai perempuan atau seorang lelaki dirubah menjadi perempuan, apakah membatalkan wudhu bagi lelaki lain saat menyentuhnya ?

Jawabannya : tidak batal secara pasti karena (dirubah bagaimanapun) kesejatian dirinya tidak bisa diganti, yang dapat ditanggalkan hanyalah satu bentuk pada bentuk lain, sedang sifat kelelakiannya (bisa saja) masih ada, andaikan sifatnya pun juga berubah tetap saja tidak membatalkan wudhu." (Tuhfat Al-Habib Ala Syarh Al-Khatib dikenal dengan Hasyiyah Bujairami Ala Al-Khatib juz 1 hal. 211)

Keterangan serupa dengan redaksi yang hampir mirip, terdapat di Hasyiyah Al-Baijuri juz 1 hal. 69, Nihayat Al-Muhtaj juz 1 hal. 116), Hawasyi Syarwani wa Al-Ubbadi (1/137), Tuhfah Al-Muhtaj juz 1 hal. 137, dan Hasyiah Sibramalisi juz 1 hal. 116.

Juga penjelasan Imam An-Nawawi berikut,

(الخامس): لو لمس الخنثى المشكل بشرة خنثى مشكل أو لمس رجل أو امرأة بدن المشكل أو لمس المشكل بدنهما لم ينتقض للاحتمال فلو لمس المشكل بشرة رجل وامرأة انتقض هو لانه لمس من يخالفه ولا ينتقض الرجل ولا المرأة للشك وكذا لو لمساه لم ينتقض واحد منهما للشك وفى انتقاض الخثى القولان في الملموس فلو اقتدت المرأة بهذا الرجل لم تصح صلاتها لانها ان لم تكن محدثة فأمامها محدث

"(Kelima) Bila Khuntsa Musykil (orang dengan dua alat kelamin, pria dan wanita) menyentuh kulit khuntsa musykil lainnya atau seorang pria atau wanita menyentuh badan Khuntsa Musykil atau Khuntsa Musykil menyentuh badan pria atau wanita maka wudhunya tidak batal karena terdapat kemungkinan kesamaan jenis antara keduanya.

Bila Khuntsa Musykil menyentuh badan seorang pria atau wanita (sejati) maka batal wudhunya karena ia menyentuh orang yang berlainan jenis dengannya dan wudhu pria atau wanitanya tidak menjadi batal karena keraguan kesamaan jenis diatas, begitu juga tidak batal wudhu seorang pria atau wanita yang menyentuh Khuntsa Musykil karena keraguan diatas sedang untuk wudhunya Khuntsa Musykil yang disentuh terdapat dua pendapat ulama namun bila seorang wanita menjadi makmum lelaki jenis ini (Khuntsa Musykil yang telah ia sentuh) maka shalatnya tidak sah sebab bila ia tidak menjadi hadats akibat bersentuhan dengannya maka imamnya menjadi hadats." (Al-Majmuu’ Alaa Syarh Al-Muhadzdzab juz 2 hal. 30).

Dengan demikian, berdasarkan pengertian transgender dan Al-Mukhannath yang telah disebutkan dengan jelas bahwa seorang individu tetap dengan jenis kelamin aslinya, hanya penampilannya yang menunjukkan lawan jenis. Oleh karena itu cara memandikan jenazah transgender, sesuai dengan kelamin awal. Seorang laki-laki tetaplah seorang laki-laki meskipun ia bertingkah laku seperti seorang perempuan. Semua hukum yang berlaku padanya juga sesuai dengan jenis kelamin pria tersebut.

Hal ini diungkapkan oleh Syaikh Asy-Syarwani,

ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فلا نقض في الاولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صور

“Jika seorang laki-laki bertingkah laku seperti perempuan atau sebaliknya, (jika seorang laki-laki menyentuhnya) tidak membatalkan wudhunya pada masalah pertama (laki-laki berwatak perempuan) dan membatalkan wudhunya pada masalah kedua (perempuan berwatak laki-laki) karena dipastikan tidak ada perubahan realitas tetapi yang berubah hanyalah penampakannya, yaitu berubah dari satu penampakan ke bentuk penampakan lainnya. (Lihat : Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani, Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137).

*Kesimpulan*

Semua hukum terkait transgender didasarkan pada jenis kelamin aslinya. Hal ini disebabkan karena tidak ada perubahan pada jenis kelamin aslinya, yaitu dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya, tetapi yang berubah hanyalah penampilan luarnya saja.

Oleh karena itu, semua masalah yang berkaitan dengan aurat, pakaian, pengelolaan jenazah seorang waria sesuai dengan jenis kelamin aslinya. Wallahu a’lam.

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar