MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Jumat, 11 Oktober 2024

KAJIAN TENTANG KISAH NABI MUHAMMAD SAW BELAJAR ILMU NAHWU KEPADA HABIB ALI AL-HABSYI



Dalam sebuah video ada kisah yang disampaikan bahwa konon katanya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dan putranya Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhu selalu menghadiri kajian ilmu nahwu yang diajarkan oleh Habib Ali Al-Habsyi ketika beliau tengah membuka majelis ilmu di masjid Hanbal, di tanah Hadhramaut. 

Di tempat itu, beliau memiliki banyak murid, karena banyak yang menyukai cara penyampaiannya. 

Para muridnya senantiasa mendengarkan majelis yang ia gelar dengan duduk tenang seraya menyandarkan badan mereka pada tiang-tiang yang ada di dalam masjid.

Suatu ketika, salah satu dari muridnya tersebut merasa sangat mengantuk, lalu datanglah sekelompok orang yang menarik perhatiannya. 

Mereka berjumlah tiga orang, wajah-wajah mereka bagaikan rembulan. Yang berada di depan adalah pemimpin mereka.

Karena keterpanaannya, Habib Ali membiarkan orang pertama dan kedua lewat begitu saja. 

Beliau pun segera menggenggam ujung pakaian yang dikenakan oleh orang yang terakhir kali melewatinya.

Habib Ali bertanya padanya, “Siapakah kalian bertiga?”

“Orang yang pertama melewatimu tadi adalah Nabi Muhammad saw. dan orang yang setelahnya adalah Ali bin Abi Tholib.”

“Lalu, siapakah dirimu?”

“Saya adalah Hasan bin Ali.”

Habib Ali pun bertanya lagi, “Ke mana kalian ingin pergi?”

“Kami datang untuk menghadiri suatu majelis yang diampu oleh Habib Ali.”

Ketika mendengar pernyataan Hasan bin Ali tersebut, Habib Ali pun berkata, “Selama Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menghadiri majelisku, aku tak pernah memperhatikannya.” Demikian kira-kira kisah yang disampaikan dalam video. 

Namun ternyata kisah yang sebenarnya yang dijelaskan dalam sebuah kitab Fuyudhat Al-Bahr Al-Mali karya Thaha bin Hasan Assegaf Ba'alawi hal.162-163 adalah sebagai berikut, 

وقال أيضاً : رأى الأخ حسن بن أحمد العيدروس سيدنا علي بن أبي طالب رضي الله عنه يقول له : كل العلوم كلها اجتمعت في علم النحو ، وعلم النحو مرجعه إلى الفاعل والمفعول .

وأنا كنت مولعاً بعلم النحو كثيراً ، ولا أبتدىء التدريس كل يوم بعد صلاة الصبح إلا في علم النحو ، حتى قامت عندي الأشياء ، وقلت : كل يوم أبتدىء من الصبح قام زيد جاء زيد ، وكان بعض المحبين(۱) جالساً في الدرس في مسجد حنبل متكئاً بسارية وأخذته سنة فإذا هو بثلاثة أقمار ، وجوههم كالأقمار ، متقدمهم أكبرهم قال : فمر عَلَيَّ الأول والثاني ، وقبضت بذيل الأخير ، وقلت له : من أنتم ؟ فقال لي : الأول هو النبي صلى الله عليه وآله وسلم ، والثاني : علي بن أبي طالب ، فقلت له : وأنته من ؟ فقال : أنا الحسن بن علي ، فقلت له : تريدون إلى أين ؟ فقال : جينا نحضر مدرس الولد علي ، فلما قصها عَلَيَّ .. قلت : من يوم النبي صلى الله عليه وآله وسلم يحضر درسي في النحو معاد بانبالي

_________

(۱) هو الشيخ طيب بن احمد بابهير ، الجد الثاني للعم أحمد بن علوي الحبشي لأمه .

"Dan dia juga berkata, Melihat saudara Hasan bin Ahmad Alaydrus, Sayyidina Ali bin Abi Talib radhiyallahu 'anhu berkata kepadanya, "Semua ilmu berkumpul dalam ilmu nahwu, dan ilmu nahwu merujuk kepada fa'il (subjek) dan maf'ul (objek)."

Saya (Al-Habib Ali bin Al-Habib Muhammad bin Al-Husain bin Abdullah Al-Habsyi) sangat menyukai ilmu nahwu, dan saya tidak memulai pengajaran setiap hari setelah shalat subuh kecuali dalam ilmu nahwu, hingga segala sesuatu menjadi jelas bagi saya. Saya berkata: "Setiap hari saya mulai dari pagi, Qama Zaidun (Zaid berdiri), Ja'a Zaidun (Zaid datang)." Dan ada seorang dari muhibbin/(pecinta habib Ali Al-Habsyi)(1) yang duduk di kelas di masjid Hanbal bersandar pada tiang dan terlelap. Tiba-tiba, dia melihat tiga bulan, wajah mereka bagaikan bulan. Pemimpin mereka adalah yang tertua, lalu yang pertama dan kedua lewat, dan saya memegang ujung baju yang terakhir dan bertanya, "Siapa kalian?" Dia menjawab: "Yang pertama adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang kedua adalah Ali bin Abi Talib." Saya (muhibbin) bertanya, "Dan kamu siapa?" Dia menjawab, "Saya Hasan bin Ali." Saya bertanya lagi, "Kalian mau pergi kemana?" Dia menjawab, "Kami datang untuk menghadiri pengajaran anak, Ali (Habib Ali Al-Habsyi dzurriyah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, pent)." Ketika dia menceritakannya kepada saya, saya berkata, "Sejak di hari Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam, beliau hadir dalam pelajaran saya tentang ilmu nahwu, maka tidak ada yang lebih utama bagiku." (Fuyudhat Al-Bahr Al-Mali hal.162-163)

_________

(1) Dia adalah Sheikh Thayyib bin Ahmad Babahir, kakek kedua dari paman Ahmad bin Alawi Al-Habsyi dari pihak ibunya. 

Kisah yang mencengangkan ini diperoleh salah satu murid Habib Ali Al-Habsyi dalam alam tidak sadarnya karena lagi tertidur saat tersandar di tiang masjid Hanbal. Anehnya kisah-kisah seperti ini banyak dimuat di dalam kitab karya Habaib/Ba'alawi boleh dipercaya boleh tidak terserah pembaca yang budiman saja.

Demikian halnya dijelaskan pula dalam kitab tersebut di halaman 160 sebagai berikut,

ويذكر الحبيب علي عن أيامه الأولى في مسجد حنبل فيقول : أيام أنا في مسجد حنبل الذين يحضرون مدرسنا نحو أربع مئة نفر ، وفي ( مجموع كلامه ) قال : ولما سمع مؤذن مسجد حنبل للعشاء .. ذكر وقت إقامته بمسجد حنبل و محلته بجواره ، فقال رضي الله عنه : مضت لي ثلاثون سنة في هذه البقعة في مسجد حنبل ، يظلي ويبيت مسجد حنبل حي بالذكر والتلاوة والمذاكرة العلمية

وجيراني كانوا في هذه المحلة إلا أهل أسباب ، ولكنهم كلهم صلحاء ،لهم قدم في الأعمال الصالحة ، وتلاوة القرآن ، وقيام آخر الليل كان صاحب هذا الدار عبد الله بن زين باسلامة (۱) رجل صالح عابد ورع ، باشر الأسباب بورع حاجز ، كان يطيب الجفل (۳) بيده ، ويخرج الغش منه ،وكان له قدم في قضاء حاجة المحتاج ، وإنظار المعسر

، وكان يحب الصالحين ويحبونه ، ومحضرته - منزله - هذه ، كم من عارف جلس فيها ، وكم من قطب جلس فيها ؟! وكم من ولي جلس فيها ، مثل الحبيب عبد الله بن حسين بن طاهر وإخوانه وأولاده، والحبيب حسن بن صالح البحر ، وكثير من أهل الله

__________

(۱) عبد الله بن زین با سلامه (۱۲۱۱ / ۱۲۸۰ هـ ) ترجم له في ( تاريخ الشعراء ) ( ۳/ ۲۱۳ ) ، ولد بسيؤون سنة ( ١٢١١هـ ) ، وتوفى بها سنة ( ۱۲۸۰ هـ ) من ذوي السيرة للحميدة ، والصلاح والنسك والتقوى ، له اتصال كبير بالعلماء والأولياء ، منهم : الحبيب حسن بن صالح البحر ، والحبيب عبد الله بن حسين بن طاهر ، والحبيب محسن بن علوى السقاف ، وغيرهم ، وقد أثنى عليه الحبيب علي كما هو مذكور أعلاه، وله يد فى الإصلاح والمساعي الحميدة ، في استفرار الأمن ، والوقوف ضد الظلمة ، وحصلت بينه وبين المذكورين رسائل ومكاتبات

(۲) الجفل : البن للقهوة داخل الحبوب ، ويُخرج قشره

"Dan Al-Habib Ali menyebutkan tentang hari-harinya yang pertama di Masjid Hanbal, ia berkata, "Pada masa saya di Masjid Hanbal, yang hadir di pengajian kami sekitar empat ratus orang. Dalam Majmu' Kalamuh (kumpulan ucapannya) ia mengatakan, "Ketika muadzin Masjid Hanbal mengumandangkan adzan untuk shalat Isya', ia menyebutkan waktu pelaksanaannya di Masjid Hanbal dan tempatnya di sebelahnya. Ia berkata, 'Saya telah menghabiskan tiga puluh tahun di tempat ini di Masjid Hanbal, di mana Masjid Hanbal selalu hidup dengan dzikir, tilawah, dan diskusi ilmiah.'

Tetangga saya di kawasan ini hanyalah orang-orang yang baik, tetapi semua mereka adalah orang-orang shalih, yang memiliki langkah dalam amal-amal baik, tilawah Al-Qur'an, dan bangun di akhir malam. Pemilik rumah ini adalah Abdullah bin Zain Basalamah, seorang yang shalih, ahli ibadah, dan wara'. Sebab ia menjalani wara' dengan penuh kehati-hatian. Ia membersihkan jafal (biji-bijian kopi) dengan tangannya dan mengeluarkan kulitnya, serta memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan dan memberi waktu kepada orang yang kesulitan. Ia mencintai orang-orang shalih dan mereka juga mencintainya. Rumahnya ini telah menjadi tempat berkumpul bagi banyak orang yang berilmu, dan berapa banyak pemimpin spiritual yang pernah duduk di sini?! Dan berapa banyak wali yang pernah duduk di sini, seperti Al-Habib Abdullah bin Husein bin Thahir dan saudara-saudaranya serta anak-anaknya, Al-Habib Hasan bin Shalih Al-Bahr, dan banyak dari kalangan ahlullah (keluarga Allah yaitu orang-orang yang membaca firman-firman Allah)." (Fuyudhat Al-Bahr Al-Mali hal.160)

___________

(1) Abdullah bin Zain Basalamah  (1211-1280 H) dicatat dalam Tarikh Asy-Syu'ara (Sejarah Penyair) (3/213), lahir di Sai'un pada tahun (1211 H) dan meninggal di sana pada tahun (1280 H). Ia memiliki akhlak yang baik, shalih, serta tekun dan bertakwa. Ia memiliki hubungan yang besar dengan para ulama dan wali, di antaranya: Al-Habib Hasan bin Shalih Al-Bahr, Al-Habib Abdullah bin Husein bin Thahir, Al-Habib Muhsin bin Alawi Assegaf, dan lainnya. Al-Habib Ali memujinya seperti yang disebutkan diatas, dan ia memiliki peran dalam perbaikan (ekonomi) dan usaha-usaha yang baik, dalam menjaga keamanan dan melawan kezaliman. Ia juga memiliki korespondensi dan surat menyurat dengan orang-orang yang disebutkan.

(2) Jafal: adalah biji kopi yang terdapat dalam biji-bijian, dan mengeluarkan kulitnya. 

Dalam kisah inipun terdapat kejanggalan terkait penyebutan para nama wali dari kalangan Habaib dalam kisah-kisah kehebatan dan keramat para wali Habaib dalam kitab karya kalangan mereka sendiri Ba'alawi. Wallahu a'lam bis-Shawab 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Rabu, 02 Oktober 2024

KAJIAN TENTANG BAHAYA MEMPELAJARI KITAB-KITAB KHURAFAT KARAMAH PARA WALI

Secara bahasa, Al-Khurafat berarti “cerita bohong”, “dongeng”, dan “takhayul” atau suatu hal yang tidak masuk akal. Secara terminologis, semua kepercayaan, keyakinan, atau kegiatan yang tidak memiliki dasar dan atau tidak bersumber dari ajaran agama tetapi diyakini sebagai yang berasal dan memiliki dasar dari agama disebut khurafat.

Dalam sebuah hadits dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai makna khurafat terkait pertanyaan salah satu istri beliau terkait kisah khurafat, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bertanya balik sekaligus menjelaskan,

اتدرون ما خرافة, إن خرافة كان رجلا من عذرة أسراته الجن فى الجاهلية, فمكث فيه دهرا طويلا, ثم ردوه الى الانس, فكان يحدث الناس بما رأى فيهم من الاعاجيب, فكان الناس حديث خرافة

"Apakah kalian tahu apa itu khurafat? khurafat adalah seorang laki-laki dari Udzrah yang ditawan oleh para jin di masa jahiliyyah, ia tinggal bersama mereka dalam jangka waktu sekian lama, kemudian para jin tersebut mengembalikannya kepada wujud manusia, lalu khurafat bercerita kepada orang-orang tentang hal-hal yang mengherankan yang ia lihat di alam jin, hingga akhirnya orang-orang berkata, cerita khurafat." (HR. Ahmad no.24085 Kutub At-Tis'ah)

Dr. Ghalib bin Ali 'Awaji mendefinisikan khurafat adalah,

الخرافة هي الاعتقاد بما لاينفع ولايضر ولايلتئم من المنطق الساليم والوقيع الصحيح

"Khurafat adalah keyakinan tentang sesuatu yang sebenarnya tidak bermanfaat dan tidak berbahaya, tidak sesuai dengan akal yang sehat dan realita yang ada." (Madzahib Al-Fikriyah Al-Mu'aahirah hal.1186)

Bukan rahasia umum bahwa akhir-akhir ini penyampaian dari kalangan habaib cerita khurafat beredar luas dan viral menjadi perbincangan di medsos maupun dunia nyata, dan setelah penulis telusuri ternyata kisah-kisah khurafat tersebut terdapat di kitab-kitab karya habaib. Menjadi catatan bahwa kisah khurafat yang dianggap sebagai karamah para wali ini berasal dari kalangan habaib yaman. Diantara kitab-kitab yang menjelaskan karamah wali yang mengandung kisah khurafat semisal Jami' Karamah Al-Auliya', Syarh Al-Ainiyah, Tadzkar An-Naas, As-Sanatir, An-Nahr Al-Maurud min Bahr Al-Fadhl wa Al-Karam wa Al-Jud dan lainnya.

Kali ini saya akan menyampaikan kisah khurafat terkait kotoran manusia yang berubah menjadi emas permata sebagaimana yang terdapat dalam kitab karya Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas Kitab Tadzkar An-Naas  hal.48 sebagai berikut,

في آداب دخول الخلاء وما تعلق بها

وقال رضى الله عنه بلغنا أن السيد حاتم الأهدل كان حريصا على مجلس الاخوان في الله ويشق عليه فراقهم ، وكان له مملوك أمره أن يجلس بالباب ، فإذا أراد أحد من إخوانه قضاء الحاجة والخلاء نظر إلى ذلك العبد فينتقل الحدث إليه فيروح العبد إلى الخلاء وينوب عنه . 

ووقع للحبيب هادون إبن هود بن على بن حسن العطاس ، أنه لما زار المدينة المشرفة بات ليلة بالحرم ، فتحركت عليه بطنه ؛ وذهب ليخرج فوجد الأبواب مقفلة ، فراح إلى ناحية في أخريات الحرم ، ووضع الخارج في ثوبه ، فلما كان الصباح ذهب إلى خارج المدينة ليرميه ، فإذا هو ذهب يتلألأ

Tentang adab-adab memasuki toilet dan hal-hal yang terkait dengannya.

Dan dia (syeikh) radhiyallahu 'anhu berkata, kami mendengar bahwa tuan Hatim Al-Ahdal sangat menginginkan suatu majelis persaudaraan di jalan Allah dan merasa berat berpisah dengan mereka. Ia memiliki seorang budak yang diperintahkan untuk duduk di pintu. Jika salah satu saudaranya ingin buang air atau ke toilet, ia melihat budak itu, maka peristiwa itu berpindah kepadanya, dan hamba itu pergi ke toilet dan mewakilinya untuk buang air (menggantikannya)."

Terdapat pula kisah dari Al-Habib Hadun bin Hud bin Ali bin Hasan Al-Attas, bahwa ketika ia mengunjungi Madinah Al-Musyarrafah (kota yang terhormat), ia bermalam di Masjid. Perutnya terasa tidak nyaman; ia pergi keluar dan mendapati pintu-pintu (masjid) tertutup. Ia pun pergi ke sudut belakang masjid dan mengeluarkan kotorannya ke dalam pakaiannya. Ketika pagi tiba, ia pergi keluar kota untuk membuang (kotoran)nya dan ternyata ia pergi dengan membawa emas yang berkilau. (Kitab Tadzkar An-Naas kitab karya Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas hal.48)

Syahdan, sungguh kisah di luar nalar sehat dan kisah diatas jelas khurafatnya, manalah mungkin seseorang bisa mewakili buang hajat orang lain, dan mana mungkin kotoran manusia yang najis berubah menjadi emas permata. 

Singkatnya, jika sebuah kisah tidak merujuk pada dalil syar'i dan tidak masuk akal seperti ini haruskah dipercaya, dan layakkah kisah-kisah konyol khurafat kelas dewa harus disampaikan dan dipelajari kitabnya? Wallahu a'lam bis-Shawab 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*