MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Jumat, 17 Januari 2025

DEFINISI CINTA MENURUT AJARAN ISLAM

 

Semua orang di dunia ini membicarakan cinta. Namun hampir semua orang tidak memahami hakikat cinta itu sendiri, baik secara definisi, terminologi, maupun dalam praksis aksiologi nya. Berbicara tentang cinta merupakan obrolan panjang yang bersifat abstrak, absurd, bahkan tak memiliki ujung pembahasan sampai hari kiamat pun.

Sejarah cinta pertama dan romansa didalamnya bahkan sudah ada sejak manusia pertama di Bumi: Nabi Adam AS dan Siti Hawa. Kisah cinta mereka direkam dalam Ayat Qur’an melebihi kisah cinta Romeo-Julliette nya William Shakespeare dan Qais-Layla Majnun nya Syekh Nizami Ganjavi.

Sekarang, generasi millenial dan generasi bucin pun punya segudang cara mendefinisikan cinta menurut bahasa yang mereka alami sendiri. Mereka mendefinisikan cinta sesuai kadar pemahaman dari pengalamannya masing-masing. Namun, bagaimana Islam memandang persoalan cinta?

Dalil Cinta dalam Alquran

1. Al Imran ayat 14

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Al Imran ayat 14).

2. Al Hujurat ayat  7

وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ ۚ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

"Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus," (QS. AL Hujurat ayat 7). 

3. Ar Rum ayat 21

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ar Rum ayat 21). 

Islam sebagai agama yang membahas segala hal secara komprehensif tak ketinggalan juga membahas tentang hal-ihwal cinta. Islam mengatur cara jatuh cinta yang benar, siapa yang layak dicintai, dan seterusnya. Bahkan, banyak dari kalangan tokoh Sufi seperti Imam Jalaluddin Ar-Rumi dan gurunya Syamsu Tabrys mendefinisikan “Islam sebagai agama Cinta”.

Seperti ungkapan Imam Jalaluddin Ar-Rumi,

الحب لا يكتب على الورق ،ﻷن الورق قد يمحوه الزمان ، ولايحفر على الحجر لأن الحجر قد ينكسر ، الحب يوصم في القلب وهكذا يبقى إلى الأبد.

“Cinta tidaklah ditulis di atas kertas, karena kertas dapat terhapus oleh waktu, dan tidak pula terukir di atas batu, karena batu dapat pecah. Cinta distigmatisasi di dalam hati, dan tetap abadi selamanya.” (Lihat bab Cinta dalam Kitab Fiihi Maa Fiihi nya Imam Jalaluddin Ar-Rumi)

Dalam Islam, beberapa Ulama mendefinisikan cinta, macam-macam cinta dan pengertiannya dalam kitab Al-mausuah Al-fiqhiyyah juz 36 hal 186,

مَحَبَّةٌ

التَّعْرِيفُ : الْمَحَبَّةُ فِي اللُّغَةِ: الْمَيْلُ إِلَى الشَّيْءِ السَّارِّ.

“Pengertian cinta secara etimologi yaitu condong/suka pada sesuatu yang berjalan.”

قَالَ الرَّاغِبُ الأَصْفَهَانِيُّ : الْمَحَبَّةُ إِرَادَةُ مَا تَرَاهُ أَوْ تَظُنُّهُ خَيْرًا ،وَهِيَ عَلَى ثَلاثَةِ أَوْجُهٍ : مَحَبَّةٌ لِلَّذَّةٍ كَمَحَبَّةِ الرَّجُلِ لِلْمَرْأَةِ ،وَمَحَبَّةٌ لِلنَّفْعِ كَمَحَبَّةِ شَيْءٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، وَمِنْهُ قَوْله تَعَالَى : { وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ } ،وَمَحَبَّةٌ لِلْفَضْلِ كَمَحَبَّةِ أَهْلِ الْعِلْمِ بَعْضَهُمْ لِبَعْضٍ لأَجْلِ الْعِلْمِ

“Imam Ar-Raghib Al-Asfahani berkata: Cinta adalah menghendaki atau mengharap pada sesuatu yang kau lihat atau kau menyangka sesuatu tersebut adalah baik, dan cinta terbagi jadi tiga macam:


1. Cinta untuk kelezatan/kenikmatan, contohnya cintanya dua sejoli yaitu pria pada wanita;

2. Cinta untuk kemanfaatan, seperti cinta pada sesuatu yang bisa untuk dimanfaatkan, sebagian dari itu adalah sebagaimana firman Allah dalam surat As-Shaff ayat 13:

وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ 

“Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.”

3. Cinta untuk keutamaan, seperti cinta pada ahli ilmu pada sebagian ke sebagian yang lain dikarenakan ilmu.

أَنَّ الْمَحَبَّةَ مِنَ الأُمُورِ الْقَلْبِيَّةِ الَّتِي لَيْسَ لِلإِنْسَانِ فِيهَا خِيَارٌ وَلا قُدْرَةٌ لَهُ عَلَى التَّحَكُّمِ فِيهَا

“Sesungguhnya cinta adalah urusan hati yang mana tiada kemampuan bagi manusia untuk memilih dan tiada pula kesanggupan atau kemampuan baginya untuk mengontrol cinta.

 

Selian cinta (الحبّ), dalam kitab Al-Mausu’ah Al-fiqhiyyah juz 36 hal 186 juga dijelaskan hubungannya dengan mawaddah (مودّة) dan rindu (العشق) sebagai berikut,

الْمَوَدَّةُ:

الْمَوَدَّةُ فِي اللُّغَةِ: مَحَبَّةُ الشَّيْءِ وَتَمَنِّي كَوْنِهِ ، وَيُسْتَعْمَلُ فِي كُلِّ وَاحِدٍ مِنَ الْمَعْنَيَيْنِ عَلَى أَنَّ التَّمَنِّي يَتَضَمَّنُ مَعْنَى الْوُدِّ ؛ لأَنَّ التَّمَنِّيَ هُوَ تَشَهِّي حُصُولِ مَا تَوَدُّهُ وَمِنْهُ قَوْله تَعَالَى: { وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً } .

Mawaddah (Kasih-Sayang)

Mawaddah menurut bahasa adalah: mencintai sesuatu dan mengharapkan adanya sesuatu itu.

dan dari kedua makna tersebut digunakan satu sama lain yang mana tamanni (pengharapan) menyimpan makna wudd (cinta). Karena tamanni itu mengharap wujudnya sesuatu yang dicintai. termasuk dari hal ini adalah firman Allah Ta'ala,

وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ . . . الروم ٢١

“Dan menjadikan diantara kalian rasa cinta dan kasih sayang…” (QS. Ar-Ruum Ayat 21)

وَلا يَخْرُجُ مَعْنَاهُ الاصْطِلاحِيُّ عَنْ مَعْنَاهُ اللُّغَوِيِّ . وَالْفَرْقُ بَيْنَ الْمَحَبَّةِ وَالْمَوَدَّةِ ، أَنَّ الْحُبَّ يَكُونُ فِيمَا يُوجِبُهُ مَيْلُ الطِّبَاعِ وَالْحِكْمَةِ جَمِيعًا ، وَالْوُدُّ مِنْ جِهَةِ مَيْلِ الطِّبَاعِ فَقَطْ. وَعَلَى هَذَا فَالْمَحَبَّةُ أَعَمُّ مِنَ الْمَوَدَّةِ

Makna mawaddah secara istilah tidak keluar dari makna secara bahasa. Dan perbedaan antara mahabbah dan mawaddah adalah bahwa hubb itu berada pada sesuatu yang menetapkan condongnya tabiat dan hikmah secara keseleruhan. sedangkan wudd itu hanya dari segi kecondongan tabiat saja. dan dari sini mahabbah lebih umum dari pada mawaddah.

الْعِشْقُ:

الْعِشْقُ فِي اللُّغَةِ : الإِغْرَامُ بِالنِّسَاءِ وَالإِفْرَاطُ فِي الْمَحَبَّةِ .وَلا يَخْرُجُ الْمَعْنَى الاصْطِلاحِيُّ عَنِ الْمَعْنَى اللُّغَوِيِّ ، وَالصِّلَةُ بَيْنَ الْمَحَبَّةِ وَالْعِشْقِ أَنَّ الْمَحَبَّةَ أَعَمُّ مِنَ الْعِشْقِ.

Al-‘isyqu (rindu)

‘Isyqu secara bahasa adalah rasa rindu yang menggebu-gebu pada perempuan dan berlebihan dalam rasa cinta.

dan makna secara istilah tidak keluar dari makna secara bahasa. Hubungan antara mahabbah dan isyqu itu bahwa mahabbah lebih umum dari pada ‘isyqu.

Macam-macam pengertian mahabbah/ cinta bisa dilihat di kitab As-Syifa (2/390):

اختلف الناس في تفسير محبة الله ، ومحبة النبي – صلى الله عليه وسلم – ، وكثرت عباراتهم في ذلك ، وليست ترجع بالحقيقة إلى اختلاف مقال ، ولكنها اختلاف أحوال :

“Orang-orang berbeda pandangan mengenai rasa cinta kepada Allah, rasa cinta kepada Nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam – beraneka ragam ungkapan mengenai hal ini. secara pasti ungkapan-ungkapan itu tidak kembali pada perbedaan, akan tetapi kembali pada perbedaan keadaan:

فقال سفيان : المحبة اتباع الرسول – صلى الله عليه وسلم – ، كأنه التفت إلى قوله – تعالى – : قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني [ آل عمران : 31 ] الآية .

وقال بعضهم : محبة الرسول اعتقاد نصرته ، والذب عن سنته ، والانقياد لها ، وهيبة مخالفته .

Sufyan mengatakan : rasa cinta itu adalah mengikuti Nabi – shallallahu ‘alaihu wa sallam – seakan-akan beliau memperhatikan pada firman Allah Ta'ala,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ . . . ال عمران٣١

“Katakanlah jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku. Maka Allah akan mencintaimu.: (Q.s Ali ‘Imron ayat 31)

Sebagian yang lain mengatakan: rasa cinta kepada Nabi adalah meyakini dalam menolongnya, mempertahankan sunnahnya, tunduk patuh pada sunnahnya, takut menyelisihinya (tidak sesuai dengannya).

وقال بعضهم : المحبة : دوام الذكر للمحبوب .

Sebagian lagi mengatakan: rasa cinta itu terus menerus mengingat sang kekasih

وقال آخر : إيثار المحبوب .

Yang lain mengatakan : lebih mengutamakan kekasih

وقال بعضهم : المحبة الشوق إلى المحبوب .

Sebagian yang lain mengatakan: rasa cinta ialah kerinduan mendalam pada kekasih

وقال بعضهم : المحبة مواطأة القلب لمراد الرب ، يحب ما أحب ، ويكره ما كره .

Sebagian yang lain mengatakan : rasa cinta itu ialah berkesesuaian/setuju terhadap kehendak Tuhan, mencintai apa yang dicintai, membenci apa yang dibenci 

وقال آخر : المحبة ميل القلب إلى موافق له .

Yang lain mengatakan : rasa cinta yaitu cenderungnya hati untuk mencocoki.

وأكثر العبارات المتقدمة إشارة إلى ثمرات المحبة دون حقيقتها .

Ungkapan-ungkapan di atas lebih banyak mengisyaratkan buah dari cinta bukan hakikat cinta

وحقيقة المحبة الميل إلى ما يوافق الإنسان وتكون موافقته له إما لاستلذاذه بإدراكه ، كحب الصور الجميلة ، والأصوات الحسنة ، والأطعمة ، والأشربة اللذيذة ، وأشباهها مما كل طبع سليم مائل إليها لموافقتها له ، أو لاستلذاذه بإدراكه بحاسة عقله ، وقلبه معاني باطنة شريفة ، كمحبة الصالحين ، والعلماء ، وأهل المعروف المأثور عنهم السير الجميلة ، والأفعال الحسنة ، 

Haqiqat dari cinta adalah kecenderungan atau kecondongan pada hal yang sesuai dengan seseorang, kesesuaian itu ada kalanya karena rasa nikmat yang didapatkannya, seperti gambar-gambar yang indah, suara merdu, makanan dan minuman yang lezat dan lain-lain dari setiap hal yang mana tabiat yang normal condong padanya karena ada kesesuaian atau kecocokan padanya, atau merasa nikmat dengan apa yang dirasakan akal dan hati terhadap makna-makna batin yang mulia. seperti rasa cinta pada orang-orang sholih, orang-orang ‘alim, orang yang ahli berbuat kebaikan yang berkesan dari perjalan hidup indah mereka, perilaku-perilaku yang baik.

فإن طبع الإنسان مائل إلى الشغف بأمثال هؤلاء حتى يبلغ التعصب بقوم لقوم ، والتشيع من أمة في آخرين ما يؤدي إلى الجلاء عن الأوطان وهتك الحرم ، واخترام النفوس ، أو يكون حبه إياه لموافقته له من جهة إحسانه له ، وإنعامه عليه ، فقد جبلت النفوس على حب من أحسن إليها.

Karena tabiat manusia cenderung pada kegemaran dengan meniru mereka sehingga timbul gelora semangat kefanatikan kaum pada kaum yang lain. Dan bentuk keberpihakan umat pada yang lain pada sesuatu hal yang dapat menetakan untuk perpindahan meninggalkan tanah air, menerjang hal-hal yang menghalangi, dan merusak jiwa, atau adakalanya rasa cinta seseorang itu timbul karena mencocoki dari segi perbuatan baik yang dilakukan padanya, pemberian nikmat padanya. karena jiwa itu tercipta untuk mencintai orang yang berbuat baik padanya.”

Ada berbagai bentuk cinta dalam kehidupan manusia. Mengutip buku Cinta Berbalut Takwa oleh Suktron Abdilah (2019: 88), berikut bentuk-bentuk cinta menurut pandangan Islam dan para ulama.

1. Cinta kepada Allah SWT

Kedudukan cinta yang paling tinggi bagi manusia adalah cinta kepada Allah. Umat Muslim yang mencintai Allah akan selalu berusaha untuk mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT pada Surat Al Baqarah ayat 165.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman mereka sangat mencintai Allah." (QS. Al Baqarah: 165)

2. Cinta terhadap Alam Sekitar

Setelah mencintai Allah yang merupakan pencipta seluruh isi alam semesta, secara otomatis seorang hamba juga akan mencintai segala yang diciptakan-Nya dan berusaha untuk menjaganya. Rasa cinta kepada alam sekitar dapat diwujudkan dengan menjaga kebersihan lingkungan, merawat tumbuhan, serta menyayangi hewan.

3. Cinta terhadap Sesama Manusia

Dalam Islam, cinta kepada manusia juga merupakan perwujudan dari cinta kepada Allah. Jika seseorang mencintai Allah, ia juga akan mencintai manusia lainnya. Hal inilah yang mendorong manusia untuk berbuat baik kepada sesamanya.

Al-Qur'an menyebutkan bahwa Allah menciptakan manusia agar saling mengenal dan mengasihi. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hujurat ayat 13. 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu sekalian saling mengenal. Sesungguhnya orang-orang yang paling mulia di antara kamu sekalian di sisi Allah ialah orang-orang yang paling takwa di antara kamu sekalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. AlHujurat ayat 13)

Maka dari itu, saat kita berbicara cinta, jangan terlebih dahulu memvonis orang bahwa cinta itu diharamkan. Karena cinta itu karunia dari Allah SWT. Orang yang tidak punya cinta, tidak akan bisa menebar cinta dan kasih kepada makhluk Allah yang lain. Padahal agama selalu mengajarkan cinta dan menjadikan cinta sebagai perilaku bagi orang-orang yang beriman. Wallahu a'lam bish-Shawab

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق إلى أقوم الطريق*

Sabtu, 11 Januari 2025

MACAM-MACAM BENTUK PENGKADERAN NAHDLATUL ULAMA

Nahdlatul Ulama telah memiliki tiga jenjang kaderisasi yang merupakan hasil dari Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) di Jakarta, pada 20-21 Mei 2022 silam. Kaderisasi ini juga diatur dalam Peraturan Perkumpulan tentang Sistem Kaderisasi.

Tiga jenjang kaderisasi itu adalah 

1. Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PD-PKPNU), 

2. Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (P-MKNU), dan

3. Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN-NU).

Peserta di dalam PD-PKPNU sebagai pelatihan kader jenjang pertama adalah setiap warga NU yang berkeinginan menjadi pengurus perkumpulan NU dan penggerak di lingkungan NU di tingkat MWCNU dan ranting.

Sementara peserta P-MKNU adalah setiap warga NU yang pernah mengikuti dan dinyatakan lulus PKPNU dan MKNU (jalur kaderisasi lama), serta badan otonom tingkat menengah yang berkeinginan menjadi pengurus NU di tingkat cabang.

Lalu peserta AKN-NU adalah peserta yang sebelumnya sudah lulus P-MKNU dan pengaderan badan otonom tertinggi yang berkeinginan menjadi calon pengurus dan pengurus perkumpulan di tingkat wilayah dan pengurus besar.

Kamis, 09 Januari 2025

HUKUM ASAL MUSIK DAN NYANYIAN ADALAH BOLEH

Hukum musik, bernyanyi dan seni pada dasarnya adalah boleh (mubah), selaras dengan fitrah kemanusiaan yang senang dengan keindahan. Musik bersifat dinamis sehingga bisa disesuaikan dengan suasana.

Ada sebuah ungkapan, “Dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan seni hidup menjadi indah, dan dengan agama hidup menjadi terarah” adalah sebuah kalimat yang mengandung makna bahwa seseorang harus memiliki ilmu yang bermanfaat, akhlak dan moral yang baik, serta jiwa seni yang dapat menghibur diri. 

Islam tidak melarang umatnya untuk mengekspresikan diri lewat seni, termasuk soal musik. Umat muslim diperbolehkan mendengarkan musik dan lagu asalkan tidak berlebihan serta tidak menimbulkan hal yang menyebabkan keburukan.

Kemudian ulama memang ada yang mengharamkan musik karena beberapa alasan hukum/illatul ahkam. 

Para ulama yang tidak membolehkan musik, nyanyian, dan seni, pada dasarnya karena ada faktor tertentu. Pertama,  faktor eksternal, yaitu suatu permainan berupa kemungkaran yang menyertai atau diikuti nyanyian, musik dan seni.

Artinya jika nyanyian sekadar nyanyian saja, dan bermusik sekedar  bermusik saja, juga seni koreografi sekadar koreografi semata, yang di dalamnya tidak ada permainan berupa kemungkaran, seperti mabuk-mabukan, maka tidak apa-apa.

Kedua, karena adanya instrumen alat musik yang dilarang, yang sejatinya tidak semata-mata instrumen alat musik itu yang menyebabkan haramnya nyanyian, melainkan karena ilat (sebab)nya alat-alat itu identik dengan syiar orang-orang yang berperilaku buruk. Hal ini dapat dipahami dari pernyataan Imam Al-Ghazâlî,

وكل ذلك جائز ما لم يدخل فيه المزامير والأوتار التي من شعار الأشرار

“Semua alat musik itu boleh kecuali seruling dan gitar, karena bagian dari syiar orang-orang yang buruk.” (Imam Al-Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulȗm Ad-Dîn, juz II, halaman 273-274).

ويهذه العلة يحرم ضرب الكوبة وهو طبل مستطيل دقيق الوسط واسع الطرفين وضربها عادة المخنثين، ولولا ما فيه من التشبه لكان مثل طبل الحجيج والغزو

“Dengan alasan ini pula haram menabuh gendang atau drum, yaitu sejenis alat musik tabuh panjang yang memiliki lobang di tengah, dan lebar kedua sisinya. Menabuh gendang ini adalah kebiasaan waria. Andaikan tidak ada kesamaan dengan kebiasaan waria maka boleh, seperti gendang haji dan perang.” (Ihyâ’ ‘Ulȗm al-Dîn, Juz 2, halaman 270).

Secara spesifik, ada yang melarang penggunaan alat musik tiup (seruling) dan alat musik petik (gitar) ini berdasarkan teks hadits, dan ada pula yang melihat faktor alasannya, yaitu karena alat musik tiup (seruling) dan alat musik petik (gitar), pada masa lalu sangat identik dengan musik-musik para pemabuk, pezina dan sebagainya (Sya‘â’ir Al-Asyrâr). Jadi, sudah maklum dalam hukum fiqih jika faktor alasannya hilang maka hukumnya juga berubah (Al-Hukmu yadȗru ma‘a ‘illatihi wujȗdan wa‘adaman).

Hari ini gitar dan seruling tidak lagi identik dengan musik-musik orang yang perilakunya buruk. Gitar dan seruling, juga gendang dan drum saat ini tidaklah lagi identik dengan syiar orang-orang yang berperilaku buruk, justru dipakai untuk mengiringi nyanyian yang bernuansa dakwah, misalnya digunakan oleh Raja Dangdut Rhoma Irama dan Soneta, juga digunakan grup qasidah perempuan yang legendaris, bernama Nasidaria.

Oleh karena itu, pernyataan Imam al-Ghazâlî ini penting digarisbawahi,

فهذه المقاييس والنصوص تدل على إباحة الغناء والرقص والضرب بالدف واللعب بالدرق والحراب والنظر إلى رقص الحبسة والزنوج في أوقات السرور كلها قياسا على يوم العيد فإنه وقت سرور، وفي معناه يوم العرس والوليمة والعقيقة والختان ويوم القدوم من السفر وسائر أسباب الفرح وهو كل ما يجوز به الفرح شرعا، ويجوز الفرح بزيارة الإخوان ولقائهم واجتماعهم في موضع واحد على طعام أو كلام.

“Berdasarkan dalil qiyas dan dalil nash menunjukkan diperbolehkan nyanyian, menggerakkan tubuh atau koreografi (dengan catatan tidak memicu atau menimbulkan syahwat), menabuh terbang, mainan perang-perangan, melihat gerakan tubuh orang habasyah (kulit hitam), di waktu bahagia yaitu hari raya, pernikahan, walimah, aqiqah, khitan, kedatangan tamu dan bentuk kebahagiaan yang lain. Yaitu hal yang diperbolehkan dalam syariat maka boleh untuk bersenang-senang, mengunjungi saudara, bertemu dengan kawan, berkumpul dalam satu tempat untuk makan-makan atau berdiskusi.” (Al-Ghazali: II/276).

Imam Al-Jazîrî (w. 1360 H/1941 M), ulama Mesir, mengupas masalah ini,

حكم الغناء. 

مقدمة: ومما يتعلق بالوليمة الغناء - بكسر الغين والمد - والسماع. فهل تسقط إجابة الدعوى إلى الوليمة إذا كانت مشتملة على غناء ولعب مما جرت به عادة الناس؟ والجواب أن الإجابة لا تسقط إلا إذا كان الغناء أو اللعب غير مباح شرعاً، أما اللعب الخفيف والغناء المباح فإنهما لا يسقطان الإجابة

“Hukum Bernyanyi. Pengantar: Dan di antara hukum yang berkaitan dengan walimah (pesta) adalah bernyanyi, dan mendengarkan nyanyian (lagu). Apakah keharusan menghadiri undangan walimah itu menjadi gugur, ketika walimah tersebut memuat nyanyian dan permainan sebagaimana yang biasanya berlaku di masyarakat? Jawab: Bahwa keharusan menghadiri undangan tersebut tidaklah gugur, kecuali bila nyanyian ataupun permainan itu tidak diperbolehkan dalam syara’; adapun permainan ringan dan nyanyian yang mubah, maka keduanya tidaklah menggugurkan keharusan menghadiri acara tersebut.

وذلك لأن أغراض الشريعة السمحة ومقاصدها في تشريعها تنحصر في تهذيب الأخلاق وتطهير النفوس من أدران الشهوات الفاسدة وأوزارها، فأي عمل من الأعمال يترتب عليه اقتراف منكر فهو حرام مهما كان في ذاته حسناً، فالتغني من حيث كونه ترديد الصوت بالألحان مباح لا شيء فيه، ولكن قد يعرض له ما يجعله حراماً أو مكروهاً ومثله اللعب، فيمتنع الغناء إذا ترتب عليه فتنة بامرأة لا تحل أو بغلام أمرد، كما يمتنع إذا ترتب عليه تهيج لشرب الخمر أو تضييع للوقت وانصراف عن أداء الواجبات، أما إذا لم يترتب عليه شيء من ذلك فإنه يكون مباحاً

Hal tersebut karena sasaran Syariat yang luhur dan tujuan-tujuannya dalam penetapan aturan terfokus dalam mendidik akhlak dan mensucikan hati dari kotoran-kotoran syahwat yang rusak dan dosa-dosanya, oleh karena itu, setiap perbuatan yang menimbulkan perbuatan mungkar maka haram, meskipun pada zat (substansi)nya baik. Maka bernyanyi dari segi kelenturan (keindahan) suara maka hukumnya mubah (boleh) tidak terlarang, akan tetapi terkadang ditampilkan padanya (dalam nyanyian) sesuatu yang menjadikannya haram atau makruh, dan semacam nyanyian adalah permainan, maka bernyanyi menjadi terlarang bila menimbulkan fitnah terhadap seorang perempuan yang tidak halal (bukan mahram) atau remaja yang tampan (amrad), sebagaimana bernyanyi menjadi dilarang ketika menimbulkan dorongan untuk minum khamer atau menyia-nyiakan waktu dan berpaling dari mengerjakan kewajiban. Adapun jika bernyanyi dan permainan itu tidak menimbulkan sesuatu yang dilarang tersebut maka hukumnya mubah (boleh).

فلا يحل التغني بالألفاظ التي تشتمل على وصف امرأة معينة باقية على قيد الحياة، لأن ذلك يهيج الشهوة إليها ويبعث على الافتنان بها، فإن كانت قد ماتت فإن وصفها لا يضر لليأس من لقائها ومثلها في ذلك الغلام الأمرد. ولا يحل التغني بالألفاظ الدالة على وصف الخمرة المرغبة فيها لأن ذلك يهيج إلى شرابها وحضور مجالسها، وذلك جريمة في نظر الشريعة. ولا يحل التغني بالألفاظ الدالة على هجاء الناس مسلمين كانوا أو ذميين، لأن ذلك محرم في نظر الدين فلا يحل التغني به ولا سماعه

Maka tidaklah halal (haram) bernyanyi dengan lirik-lirik yang memuat ungkapan mengenai sifat seorang perempuan spesifik yang --tetap dibatasi-- masih hidup, karena hal itu mendorong timbulnya syahwat kepadanya dan memicu fitnah terhadapnya. Akan tetapi jika perempuan itu sudah meninggal dunia, maka menyebutnya tidaklah membahayakan, karena tidak bisa lagi berjumpa dengannya, dan semacamnya dalam hal tidak halal tersebut adalah seorang anak remaja yang tampan (amrad). Tidak halal (haram) bernyanyi dengan lirik-lirik yang menunjukkan pada identitas khamer yang digandrungi, karena hal itu memicu untuk meminumnya dan mendatangi tempat-tempat khamer, dan hal itu merupakan kejahatan atau tindak pidana (jarîmah) dalam perspektif Syariat. Juga tidak halal (haram) bernyanyi dengan lirik-lirik yang menunjukkan cacian terhadap manusia baik kaum Muslim maupun dzimmi (non muslim), karena hal itu diharamkan dalam kacamata agama, sehingga tidaklah halal bernyanyi dengan lirik-lirik tersebut, juga tidak halal mendengarkannya.

أما التغني بالألفاظ المشتملة على الحكم والمواعظ، والمشتملة على وصف الأزهار والرياحين والخضر والألوان والماء ونحو ذلك، أو المشتملة على وصف جمال إنسان غير معين إذا لم يترتب عليه فتنة محرمة فإنه مباح لا ضرر فيه

Adapun bernyanyi dengan lirik-lirik yang mengandung hikmah (pelajaran berharga) dan petuah-petuah, dan yang memuat ekspresi tentang bunga-bunga, mewangian, kesuburan, warna-warni, air dan semacamnya, atau yang memuat ekspresi tentang keindahan seorang manusia tanpa (menyebutkan identitas) eksplisit bila tidak menimbulkan fitnah yang diharamkan, maka hukumnya mubah (boleh) tidak ada bahaya di dalamnya.” 

(Imam Al-Jazîrî, Al-Fiqh ‘Alâ Al-Madzâhib Al-Arba‘ah, [Dâr Al-Bayân Al-‘Arabî, 2005], juz II, halaman, 35-36).

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa hukum musik, bernyanyi dan seni pada dasarnya adalah boleh (mubah), selaras dengan fitrah kemanusiaan yang senang dengan keindahan dan kelezatan (jamâl, ladzdzah), dan sejatinya sangatlah dinamis (tidak kaku).

Hal yang menjadikannya berubah dari hukum boleh menjadi haram, pada dasarnya sebab faktor eksternal, seperti sengaja merangsang birahi atau syahwat, menyertai kemungkaran, seperti mabuk-mabukan, dan motif atau tujuan menyerupai pelaku kemungkaran (tasyabbuh) serta menyemarakkan kemaksiatan.

Dalam kerangka inilah, justru musik, bernyanyi dan seni bisa menjadi media (wasilah) untuk dakwah meningkatkan keimanan dan kebajikan (amal saleh), sehingga hukumnya bisa menjadi wajib ketika dakwah di era medsos, era digital dan milenial saat ini tidak efektif atau tidak sempurna tanpa diiringi dengan musik, bernyanyi dan seni. Ini sejalan dengan kaidah fiqih (مالا يتم الواجب الا به فهو الواجب) “mâ lâ yatimmu al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib” [Sesuatu yang dengannya kewajiban menjadi sempurna, maka ia pun menjadi wajib]. Wallahu a’lam bis shawab.

,*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Kamis, 26 Desember 2024

EDISI KHUTBAH JUM'AT (Refleksi Diri Akhir Tahun 2024)

*Khutbah Pertama*

اَلْحَمْدُ للهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْاِنْسَانَ فِيْ أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْعَظِيْمُ الْكَرِيْمُ. وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كُنِّيَ بِأَبِي الْقَاسِمِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ.

اَمَّا بَعْدُ,  فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُون

*Ma’asyiral muslimin rahimakumullah*

Refleksi akhir tahun adalah waktu yang berharga untuk melihat kembali perjalanan kita sepanjang tahun dan mempersiapkan diri untuk tahun yang baru. Jum'at ini adalah jum'at terakhir di penghujung tahun 2024 menuju tahun 2025, dan kita juga sedang memasuki bulan Rajab 1446 H. Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan mulia atau asyhur al-hurum yang juga meliputi Dzulhijjah, Dzulqadah, dan Muharram. Rajab adalah waktu yang tepat untuk merenungkan perjalanan hidup kita, mengevaluasi diri, dan memperbaiki kualitas ibadah kita.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam Surah Al-Hashr ayat 18,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.”(QS. Al-Hashr: 18)

Ayat ini adalah sebuah pengingat yang sangat penting dalam menjalani kehidupan kita sebagai umat Muslim. Introspeksi merupakan sebuah proses penting dalam memahami diri kita sendiri, melihat kesalahan yang telah kita lakukan, dan memperbaiki diri agar lebih baik di masa depan.

Dengan mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan setelah dunia ini, kita dapat lebih memahami tujuan sejati dari hidup ini dan meningkatkan kualitas iman dan amal ibadah.

*Ma’asyiral muslimin rahimakumullah*

Dalam sebuah hadits disebutkan,

عَنْ أبي يَعلَي شدَّادِ بنِ أوْسٍ رضي اللهُ عنه، عنِ النَّبي صلَّي اللهُ عليه وسلمَّ قال: «الكيِّسُ مَنْ دَانَ نفْسَه، وعَمِلَ لما بعدَ الموْتِ، والعاجزُ مَنْ أتْبعَ نَفْسَه هواها، وتمنَّي علَي اللهِ». رواه التِّرمِذيُّ

Dari Abu Ya’la yaitu Saddad ibnu Aus R.A. dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Orang yang cerdas ialah orang yang mampu mengintrospeksi dirinya dan beramal untuk kehidupannya setelah mati. Sedangkan orang lemah ialah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah dengan harapan kosong”. (HR. At-Tirmidzi)

Hadits ini mengajak kita untuk merenungkan sejauh mana kita telah berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan, baik itu dalam hubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, maupun dengan diri sendiri. Sebagai umat Muslim, kita dituntut untuk senantiasa mengintrospeksi diri dan terus berupaya meningkatkan kualitas diri agar lebih dekat dengan ridha Allah SWT.

Menggunakan hadits ini sebagai pedoman, kita dapat mengevaluasi perilaku, sikap, dan perbuatan kita sehari-hari. Kita perbaiki apa yang masih kurang pada diri kita, dan kita tingkatkan apa yang baik. Sebab bagaimanapun, diri kita sendirilah yang lebih mengetahuinya. Segala macam kesalahan yang diperbuat tidak akan bisa ditutupi, karena manusia itu sendiri yang akan menjadi saksi atas perbuatannya. Oleh karena itu Allah berfirman, 

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَة، وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَه“

"Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al-Qiyamah : 14-15)

Sebagaimana perkataan seorang ulama dari kalangan tabi'in yang hidup dimasa khalifah Umar bin Abdul Aziz yaitu Maimun bin Mahran berkata,

لَا يَكُونُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ

“Seseorang tidak akan bertakwa hingga ia mengoreksi pribadinya sebagaimana ia mengoreksi orang lain, dari mana ia mendapatkan makan dan pakaiannya?”

*Ma’asyiral muslimin rahimakumullah*

Dengan mengikuti ajaran agama Islam, kita diajarkan untuk menjalani kehidupan ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab sebagai hamba Allah. Selain itu, kita juga diajarkan untuk selalu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan akhirat, seperti akhlak yang baik, amal ibadah yang konsisten, dan hubungan yang harmonis dengan sesama manusia.

Dengan demikian, kita dapat menjalani kehidupan ini dengan lebih bermakna dan memberikan manfaat bagi diri sendiri serta orang lain, baik di dunia maupun di akhirat kelak dan semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kita kekuatan untuk terus beribadah dan beramal shalih. Aamiin 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

*Khutbah Kedua*

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ

أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّار.

عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ

Rabu, 27 November 2024

KAJIAN TENTANG APAKAH AGAMA NABI ADAM 'ALAIHISSALAM BUKAN ISLAM?



Berawal lewat diberanda FB sebuah potongan video yang didalamnya menyebutkan bahwa Nabi Adam sebelumnya bukan beragama islam tetapi setelah datangnya Rasulullah maka baru beragama islam.

Dari video tersebut saya mencoba mencari referensi guna menjelaskan kepada umat islam yang masih awam agar tidak salah persepsi dan salah paham dengan pernyataan yang belum jelas maksud dan tujuan dari ucapan dalam video. Oleh karenanya saya menyampaikan apa yang telah dijelaskan dalam kitab Ar-Rusul wa Ar-Risalat terkait agama para nabi dan rasul sebelum datangnya agama islam yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut,

ما من رسول إلا وبعث في قومه ليدعوهم إلى التوحيد الذي هو الإسلام ، تبين لنا أن الدين الذي يحب الله من عباده أن يدينوا له به هو الإسلام ، الذي يعني عقيدة التوحيد التي تؤمن بأركان الإيمان الست ، وتقوم على قيم الحق والعدل والفضيلة ، وهو الدين الذي بعث به آدم عليه السلام ، وبعث به خاتم الأنبياء والرسل محمد صلى الله عليه وسلم . يقول الحق جل وعلا : ( وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ ) الأنبياء/25.

Tidak ada rasul kecuali diutus kepada kaumnya untuk menyeru mereka kepada tauhid yang merupakan Islam. Terjelaskan bagi kita bahwa agama yang dicintai Allah dari hamba-hamba-Nya untuk dianut adalah Islam, yang berarti keyakinan tauhid yang percaya kepada enam rukun iman, dan berdiri di atas nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kebajikan. Inilah agama yang diutus oleh Adam 'alaihissalam, dan yang dibawa oleh penutup para nabi dan rasul, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah yang Maha Benar, Maha Luhur dan Maha Tinggi berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ 

"Dan tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang rasul pun, melainkan Kami wahyukan kepadanya: 'Tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku.'" (QS. Al-Anbiya : 25).

وعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَالْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ ) رواه البخاري في " صحيحه " (رقم/3443) ومسلم (2365) .

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Aku adalah orang yang paling berhak terhadap Isa putra Maryam di dunia dan akhirat, dan para nabi adalah bersaudara seayah, ibu-ibu mereka berbeda-beda, tetapi agama mereka satu." (HR. Bukhari dalam "Shahih"-nya, nomor 3443, dan Muslim 2365).

يقول الحافظ ابن حجر رحمه الله :

" معنى الحديث أن أصل دينهم واحد وهو التوحيد وإن اختلفت فروع الشرائع " انتهى من " فتح الباري " (6/489)

Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, "Makna hadits ini adalah bahwa pokok agama mereka adalah satu, yaitu tauhid meskipun cabang-cabang syariatnya berbeda." (Fathul Bari, 6/489).

ويقول الدكتور عمر الأشقر حفظه الله :

" الإسلام في لغة القرآن ليس اسماً لدين خاص ، وإنما هو اسم للدّين المشترك الذي هتف به كل الأنبياء ، فنوح يقول لقومه : ( وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ) يونس/72، والإسلام هو الدين الذي أمر الله به أبا الأنبياء إبراهيم ( إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ ) البقرة/ 131، ويوصي كل من إبراهيم ويعقوب أبناءه قائلاً : ( فَلاَ تَمُوتُنَّ إَلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ) البقرة/132، وأبناء يعقوب يجيبون أباهم : ( نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ) البقرة/133، وموسى يقول لقومه : ( يَا قَوْمِ إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّسْلِمِينَ ) يونس/84، والحواريون يقولون لعيسى : ( آمَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ) آل عمران/52، وحين سمع فريق من أهل الكتاب القرآن ( قَالُوا آمَنَّا بِهِ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّنَا إِنَّا كُنَّا مِن قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ ) القصص/53.

فالإسلام شعار عام كان يدور على ألسنة الأنبياء وأتباعهم منذ أقدم العصور التاريخية إلى عصر النبوة المحمدية " انتهى من " الرسل والرسالات " (ص/243)

ولكن شرائع الأنبياء والرسل السابقين – أي الأحكام الفقهية – هي التي نسخت وبدلت بمبعث سيد الرسل محمد صلى الله عليه وسلم ، فقد اختصه الله عز وجل بشريعة كاملة صالحة لكل زمان ومكان ، وأمر جميع الناس أن يتبعوا تلك الشريعة ويتركوا ما كانوا يتبعونه من شرائع الرسل السابقين .

Dr. Umar (Sulaiman Abdullah) Al-Asyqar berkata, "Islam dalam bahasa Al-Qur'an bukan nama untuk agama tertentu, melainkan nama untuk agama yang sama yang diserukan oleh semua nabi. 

Nabi Nuh berkata kepada kaumnya,

وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

'Dan aku diperintahkan agar termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim).' (QS. Yunus : 72). 

Islam adalah agama yang diperintahkan Allah kepada Bapak para Nabi, yaitu Ibrahim, 

إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

'Ketika Tuhan-nya berkata kepadanya: 'Berserah dirilah (Islam)!' Ibrahim berkata: 'Aku berserah diri (Islam) kepada Tuhan semesta alam.' (QS. Al-Baqarah : 131). 

Dan Ibrahim serta Yaqub berwasiat kepada anak-anak mereka, 

فَلاَ تَمُوتُنَّ إَلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

'Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri (muslim).' (QS. Al-Baqarah: 132). 

Anak-anak Yaqub menjawab ayah mereka, 

نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, Tuhan yang satu, dan kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslim) kepada-Nya.' (QS. Al-Baqarah : 133). 

يَا قَوْمِ إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّسْلِمِينَ

'Musa berkata kepada kaumnya: 'Wahai kaumku, jika kalian beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya jika kalian adalah orang-orang yang berserah diri (muslim).' (QS. Yunus : 84). 

Para pengikut Isa (Hawariyin) berkata,

آمَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

'Kami telah beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslim).' (QS. Ali Imran : 52). 

Ketika sekelompok dari ahli kitab mendengar Al-Qur'an, mereka berkata, 

قَالُوا آمَنَّا بِهِ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّنَا إِنَّا كُنَّا مِن قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ

'Kami telah beriman kepadanya, sesungguhnya ia adalah kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang berserah diri (muslim).' (QS. Al-Qasas : 53).

Jadi, Islam adalah slogan umum yang diucapkan oleh para nabi dan pengikut mereka sejak zaman-zaman sejarah yang paling awal hingga zaman kenabian Muhammad." (Al-Rusul wa Ar-Risalat, Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar hal. 243).

Namun, syariat para nabi dan rasul sebelumnya -yaitu hukum-hukum fikih- adalah yang telah dinasakh (disempurnakan) dan diubah dengan diutusnya Nabi terakhir, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memilihnya dengan syariat yang sempurna dan berlaku untuk setiap waktu dan tempat, dan memerintahkan semua manusia untuk mengikuti syariat tersebut dan meninggalkan apa yang mereka ikuti dari syariat para rasul sebelumnya.

Lebih lanjut diterangkan dalam kitab tersebut,

اختلاف الشرائع

إذا كان الدين الذي جاءت به الرسل واحدا وهو الإسلام فإن شرائع الأنبياء مختلفة ، فشريعة عيسى تخالف شريعة موسى في بعض الأمور ، وشريعة محمد تخالف شريعة موسى وعيسى في أمور ، قال تعالى : ﴿ لِكُلِّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شرْعَةً وَمِنْهَاجاً ) ( سورة المائدة / ٤٨) والشرعة هي الشريعة وهي السنة ، والمنهاج الطريق والسبيل . وليس معنى ذلك أن الشرائع تختلف اختلافا كليا ، فالناظر في الشرائع يجد أنها متفقة في المسائل الأساسية ، وقد سبق ذكر النصوص التي تتحدث عن تشريع الله للأمم السابقة الصلاة والزكاة والحج ، وأخذ الطعام حله وغير ذلك ، والاختلاف بينها إنما يكون في بعض التفاصيل .

Perbedaan Syariat

Jika agama yang dibawa oleh para rasul adalah satu, yaitu Islam, maka syariat para nabi berbeda-beda. Syariat Isa berbeda dengan syariat Musa dalam beberapa hal, dan syariat Muhammad juga berbeda dengan syariat Musa dan Isa dalam hal-hal tertentu. Allah berfirman: "Untuk setiap (umat) Kami jadikan syariat dan jalan yang terang" (QS. Al-Ma'idah : 48). 

Syariat adalah hukum dan sunnah, sedangkan manhaj adalah jalan dan cara. Namun, bukan berarti syariat-syariat tersebut berbeda secara total. Jika kita melihat syariat-syariat itu, kita akan menemukan bahwa mereka sepakat dalam masalah-masalah dasar. Sebelumnya telah disebutkan nash yang berbicara tentang perintah Allah kepada umat-umat sebelumnya mengenai shalat, zakat, haji, dan halal haramnya makanan, serta hal-hal lainnya, dan perbedaan di antara mereka hanya terjadi dalam beberapa rincian. (Ar-Rusul wa Ar-Risalat, Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar hal.250). Wallahu a'lam bis-Shawab 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Kamis, 21 November 2024

KAJIAN TENTANG MANFAAT KOPI DAN KISAH KAROMAH YANG MENYALAHI SUNNAH




وكان سيدي رضى الله عنه يقول : إن قهوة البن بدون سكر ترفع وخم البطن ؛ وتعين على السهر ، وكان له منها كل يوم ؛ وقت انتباهه من نوم. القيلولة نحو خمسة عشر فنجانا ؛ ومثلها وقت استيقاظه من النوم آخر الليل ؟ و إذا نزل ضيفا عند أحد فلا يرقد حتى تقرب له أدوات القهوة .

وذكر رضى الله عنه عن شيخه الحبيب أبي بكر بن عبد الله العطاس ؛ أنه قال كان السيد أحمد بن على بحر القديمي القديمي يجتمع بالي و يقظه ، فقال : يا رسول الله أريد أن أسمع عنك حديثاً بلا واسطة . فقال له على أحدثك بثلاثة أحاديث . الأول ما زال ريح قهوة البن في فم الإنسان تستغفر له للملائكة ، الثانى من اتخذ صبحة ليذكر الله بها كتب من الذاكرين الله كثيراً إن ذكر بها أو لم يذكر ، الثالث من وقف بين يدى ولى الله حى أو ميت فكأنما عبد الله في زوايا الأرض ، حتى تقطع إربا إربا .

قال سيدى : وكان الحبيب أبو بكر بن عبد الله العطاس يقول : إن للمكان الذى يترك خاليا يسكنون فيه الجن والمكان الذي تفعل فيه القهوة لا يسكنونه الجن ولا يقربون .

وكان سيدى رضى الله عنه إذا أكمل ورده آخر الليل وأحضرت القهوة بين يديه يقول (الفاتحة) إن الله يلطف بالمسلمين ، ويحفظهم ؛ من بين أيديهم ، ومن خلفهم ، ومن أيمانهم، وعن شمائلهم ، ومن فوقهم ؛ ومن تحت أرجلهم ، من كل ما يؤذيهم ، في دينهم ودنياهم وأخراهم ومعاشهم ومعادهم وأزواجهم ، وأولادهم ، وظواهرهم وبواطنهم ، وأسرارهم وعلانياتهم، في جميع أطوارهم ، فى الدين والدنيا والآخرة فى الطف وعافية ، وإلى حضرة محمد صلى الله عليه وسلم (الفاتحة) لمشائخ القهوة البنية ، ومن شربها النبي بنية ، من صالحي الصوفية، إن الله يتغشاهم بالرحمة والمغفرة ، و إن الله بجاههم عليه، يبلغنا كل أمنية ويحفظنا من كل أذية ؛ ويسهل أرزاقنا الحسية والمعنوية ، ويصلح جهاتنا الحضرمية ، وجميع بلداننا الإسلامية ، ويصاح العمل والنية ، والعاقبة والذرية ، بجاه سيدنا محمد خير البرية

Dan Sayyidi radhiyallahu 'anhu  berkata: "Bahwa kopi tanpa gula dapat meningkatkan rasa mual di perut dan membantu untuk begadang. Ia meminumnya setiap hari; saat terbangun dari tidur siang sekitar lima belas cangkir; dan sebanyak itu pula saat ia terbangun dari tidur di akhir malam. Jika ia berkunjung ke rumah seseorang, ia tidak akan tidur hingga alat kopi disiapkan untuknya.

Sayyidi radhiyallahu 'anhu juga menyebutkan dari gurunya, Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Attas; bahwa ia berkata, "Said Ahmad bin Ali Al-Bahr Al-Qodimi sering berkumpul dengan saya dalam keadaan terjaga." Ia berkata: "Wahai Rasulullah, saya ingin mendengar hadits dari Anda tanpa perantara." Ia menjawab, "Aku akan memberitahumu tiga hadits. Pertama, selama aroma kopi masih ada di mulut seseorang, ia akan diampuni oleh para malaikat. Kedua, siapa yang mengambil pagi untuk mengingat Allah, ia akan dicatat sebagai orang yang banyak mengingat Allah, baik ia mengingatnya atau tidak. Ketiga, siapa yang berdiri di hadapan wali Allah, baik hidup atau mati, seolah-olah ia telah beribadah kepada Allah di seluruh penjuru bumi, hingga bumi terbelah-belah.

Sayyidi berkata: "Dan Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Attas berkata: 'Tempat yang dibiarkan kosong dihuni oleh jin, sedangkan tempat yang digunakan untuk membuat kopi tidak dihuni oleh jin dan mereka tidak mendekatinya.' Sayyidi radhiyallahu 'anhu ketika menyelesaikan wiridnya di akhir malam dan kopi disajikan di hadapannya, ia membaca (Al-Fatihah), 'Semoga Allah melindungi kaum Muslimin dan menjaga mereka; dari depan mereka, dari belakang mereka, dari kanan mereka, dari kiri mereka, dari atas mereka, dan dari bawah kaki mereka, dari segala sesuatu yang menyakiti mereka, dalam agama, dunia, akhirat, kehidupan, dan kebangkitan mereka, pasangan mereka, anak-anak mereka, lahiriah dan batin mereka, rahasia dan yang tampak, dalam semua keadaan mereka, dalam agama, dunia, dan akhirat, dalam keadaan tenang dan sehat. Dan kepada Hadhrat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam (Al-Fatihah) untuk para syaikh kopi yang coklat, dan bagi siapa yang meminumnya dengan niat, dari para shalih sufi, semoga Allah melimpahkan rahmat dan ampunan kepada mereka, dan semoga dengan keberkahan mereka, Allah mengabulkan setiap harapan kami dan menjaga kami dari segala gangguan; memudahkan rezeki kami yang lahir dan batin, serta memperbaiki keadaan kami di Hadhramaut, dan di semua negeri Islam kami, serta menyelaraskan amal dan niat, serta hasil akhir dan keturunan, dengan keberkahan Sayyidina Muhammad sebagai sebaik-baik manusia." (Tadzkir An-Nass karya Habib Ahmad bin Hasan Al-Athas hal.118-119)

Namun kitab Tadzkir An-Naas, ada sejumlah kisah yang saya kuatirkan membentuk alam pikir yang mundur, memuja karomah secara salah dan berlebihan, mengelu-elukan wali secara tidak proporsional.

Kali ini saya akan mengutipkan kisah khurafat terkait kotoran manusia yang berubah menjadi emas permata sebagaimana yang terdapat dalam kitab karya Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas Kitab Tadzkar An-Naas  hal.48 sebagai berikut,

في آداب دخول الخلاء وما تعلق بها

وقال رضى الله عنه بلغنا أن السيد حاتم الأهدل كان حريصا على مجلس الاخوان في الله ويشق عليه فراقهم ، وكان له مملوك أمره أن يجلس بالباب ، فإذا أراد أحد من إخوانه قضاء الحاجة والخلاء نظر إلى ذلك العبد فينتقل الحدث إليه فيروح العبد إلى الخلاء وينوب عنه . 

ووقع للحبيب هادون إبن هود بن على بن حسن العطاس ، أنه لما زار المدينة المشرفة بات ليلة بالحرم ، فتحركت عليه بطنه ؛ وذهب ليخرج فوجد الأبواب مقفلة ، فراح إلى ناحية في أخريات الحرم ، ووضع الخارج في ثوبه ، فلما كان الصباح ذهب إلى خارج المدينة ليرميه ، فإذا هو ذهب يتلألأ

Tentang adab-adab memasuki toilet dan hal-hal yang terkait dengannya.

Dan dia (syeikh) radhiyallahu 'anhu berkata, kami mendengar bahwa tuan Hatim Al-Ahdal sangat menginginkan suatu majelis persaudaraan di jalan Allah dan merasa berat berpisah dengan mereka. Ia memiliki seorang budak yang diperintahkan untuk duduk di pintu. Jika salah satu saudaranya ingin buang air atau ke toilet, ia melihat budak itu, maka peristiwa itu berpindah kepadanya, dan hamba itu pergi ke toilet dan mewakilinya untuk buang air (menggantikannya)."

Terdapat pula kisah dari Al-Habib Hadun bin Hud bin Ali bin Hasan Al-Attas, bahwa ketika ia mengunjungi Madinah Al-Musyarrafah (kota yang terhormat), ia bermalam di Masjid. Perutnya terasa tidak nyaman; ia pergi keluar dan mendapati pintu-pintu (masjid) tertutup. Ia pun pergi ke sudut belakang masjid dan mengeluarkan kotorannya ke dalam pakaiannya. Ketika pagi tiba, ia pergi keluar kota untuk membuang (kotoran)nya dan ternyata ia pergi dengan membawa emas yang berkilau. (Kitab Tadzkar An-Naas karya Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas hal.48)

Contoh berikutnya ada kisah Habib Alawi di Maliabar (Malabar - India) sebagai berikut,

وحكى سيدي عن الحبيب عبد الله بن عمر بن يحى أنه لما وصل إلى مليبار دخل على الحبيب علوى بن سهل ، فرأى في بيته تصاوير طيور وديكه وغيرها فقال : يامولانا إن جدكم صلى الله عليه وسلم يقول : يكلف صاحب التصاوير يوم القيامة أن ينفخ فيها الروح ، فقال له الحبيب علوى عاد شيء غير هذا ؟ فقال لا فنفخ الحبيب علوى تلك التصاوير فإذا الديكة تصرخ ، والطيور تفرد ، فسلم الحبيب عبد الله بن عمر له حاله .

"Dan diceritakan oleh Sayyidi tentang Al-Habib Abdullah bin Umar bin Yahya bahwa ketika ia tiba di Malabar, ia menemui Al-Habib Alawi bin Sahal. Ia melihat di rumahnya ada gambar-gambar burung, ayam jantan, dan lainnya. Ia berkata: 'Wahai tuan, sesungguhnya kakekmu (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam),  bersabda: "Orang yang memiliki gambar-gambar akan diminta untuk menghembuskan ruh ke dalamnya pada hari kiamat."' Al-Habib Alawi bertanya: 'Apakah ada yang lain selain ini?' Ia menjawab: 'Tidak.' Maka Al-Habib Alawi pun menghembuskan pada gambar-gambar tersebut, dan tiba-tiba ayam-ayam berkokok, dan burung-burung mengepakkan sayapnya. Al-Habib Abdullah bin Umar pun mengakui keadaannya." (Tadzkir An-Naas karya Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas hal.154). Wallahu a'lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Jumat, 15 November 2024

KISAH MI'ROJNYA ABU YAZID AL-BUSTHOMI MELALUI MIMPI








الملحق رقم ۲ 

الباب التاسع 

في رؤيا أبي يزيد : في القصد إلى الله تعالى وبيان قصته .

قال أبو القاسم العارف ، رضى الله عنه : اعلموا معاشر القاصدين إلى الله سبحانه وتعالى أن لأبي يزيد حالات ومقامات لا تحتملها قلوب أهل الغفلة وعامة الناس ، وله مع الله أسرار لو اطلع عليها ، أهل الغرة لبهتوا فيها ، وإلى نظرت في كتاب فيه مناقب أبي يزيد ، فإذا فيه أشياء من حالاته وأوقاته وكلامه ، ماكلت الألسن عن نعته وصفته، فكل من أراد أن يعرف كماله ومنزلته فلينظر إلى نومه ورؤياه التى هى أصح في المعنى ، وأقرب إلى التحقيق من يقظة غيره ، فهذا ما حكى : أن خادم أبي يزيد رضى الله عنه قال : سمعت أبا يزيد البسطامي رضى الله عنه يقول : إنى رأيت فى المنام ، كأني عرجت إلى السموات قاصداً إلى الله ، طالبا لمواصلة الله سبحانه وتعالى ، على أن أقيم معه إلى الأبد ، فامتحنت بامتحان لا تقوم له السموات والأرض ومن فيهما ؛ لأنه بسط لى بساط العطايا نوعا بعد نوع ، وعرض على ملك كل سماء ، ففي ذلك كنت أغض بصرى عنها ؛ لما علمت أنه بها يجربنى ، فكنت لا ألتفت إليها إجلالا لحرمة ربى ، وكنب أقول فى كل ذلك : يا عزيزي ، مرادى غير ما تعرض على . قال : فقلت له : رحمك الله صف لى مما عرض عليك من ملك كل سماء

Lampiran Nomor 2

Bab Kesembilan  

Dalam Mimpi Abu Yazid: Mengenai Tujuan Menghadap kepada Allah dan Penjelasan Kisahnya.

Abu Qasim Al-'Arif, semoga Allah meridhoinya, berkata: "Ketahuilah, wahai orang-orang yang berniat menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, bahwa Abu Yazid memiliki keadaan dan derajat yang tidak dapat dipahami oleh hati orang-orang lalai dan kebanyakan manusia. Dia memiliki rahasia dengan Allah yang jika orang-orang yang lalai mengetahuinya, mereka akan terkejut. Dan aku melihat dalam sebuah kitab yang memuat keutamaan Abu Yazid, di mana terdapat banyak hal mengenai keadaan, waktu, dan ucapan-ucapannya yang tidak mampu diungkapkan oleh lidah dalam mendeskripsikannya. Jadi, siapa pun yang ingin mengenal kesempurnaan dan kedudukannya, hendaklah ia memperhatikan tidurnya dan mimpinya, yang lebih benar dalam makna dan lebih dekat kepada kenyataan dibandingkan dengan kesadaran orang lain.

Dikisahkan bahwa seorang pelayan Abu Yazid, semoga Allah meridhoinya, berkata: "Aku mendengar Abu Yazid Al-Bustami, semoga Allah meridhoinya, berkata: 'Aku bermimpi seolah-olah aku diangkat ke langit, menuju Allah, mencarikan persekutuan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar aku dapat tinggal bersamanya selamanya. Aku diuji dengan ujian yang tidak dapat ditanggung oleh langit dan bumi serta semua yang ada di dalamnya; karena Dia membuka untukku karpet pemberian-Nya satu demi satu, dan menawarkan kepadaku kerajaan setiap langit. Dalam hal itu, aku menundukkan pandanganku dari hal-hal tersebut; karena aku tahu bahwa dengan hal itu Dia mengujiku, jadi aku tidak menoleh ke arahnya sebagai penghormatan terhadap keagungan Tuhan-Ku. Dan aku selalu berkata dalam semuanya itu: 'Wahai Tuhanku, keinginanku bukanlah apa yang Engkau tawarkan.' 

Dia berkata: 'Aku bertanya kepadanya: Semoga Allah merahmatimu, jelaskan kepadaku apa yang ditawarkan kepadamu dari kerajaan setiap langit.' (Kitab Al-Mi'raj Imam Al-Qusyairi Wa Yalihi Mi'raj Abu Yazid Al-Busthomi karya Ali Hasan Abdul Qadir hal.129)

قال : رأيت في المنام كأنى عرجت إلى السموات ، فلما أتيت إلى السماء الدنيا فإذا أنا بطير أخضر ، فنشر جناحا من أجنحته ، فحملني عليه وطار بى حتى انتهى بي انتهائى إلى صفوف الملائكة ، وهم قيام متحرقة أقدامهم في النجوم يسبحون الله بكرة وعشيا ، فسلمت عليهم ، فردوا على السلام ؛ فوضعني الطير بينهم ثم مضى : فلم أزل أسبح الله تعالى بينهم ، وأحمد الله تعالى بلسانهم ، وهم يقولون : هذا آدمى لا نورى ، إذ لجا إلينا وتكلم معنا . قال : فألهمت كلمات وقلت : باسم الله القادر على أن يغنيني عنكم ، ثم لم يزل يعرض على من الملك ما كلت الألسن عن نعته وصفته، فعلمت أنه بها يجربني ، ففى ذلك كنت أقول : مرادى غير ما تعرض على ، فلم ألتفت إليها إجلالا لحرمته ، ثم رأيت : كأني

عرجت إلى السماء الثانية فإذا جاءنى فوج فوج من الملائكة ، ينظرون إلى كما ينظر أهل المدينة إلى أمير يدخلها ، ثم جاءنى رأس الملائكة اسمه لاويذ ، وقال : يا أبا يزيد : إن ربك يقرئك السلام ، ويقول : أحبتني فأحببتك . فانتهى بى إلى روضة خضرة فها نهر ، يجرى حولها ملائكة طيارة ، يطيرون كل يوم إلى الأرض مائة ألف مرة ، ينظرون إلى أولياء الله ، وجوههم كضياء الشمس وقد عرفونى معرفة الأرض ؛ أى فى الأرض ، فجاؤنى وحيونى ، وأنزلوني على شط ذلك النهر ، وإذا على حافتيه أشجار من نور ، ولها أغصان كثيرة متدلية في الهواء ، وإذا على كل غصن منها وكر طير ؛ أي من الملائكة ، وإذا في كل وكر . ملك مساجد ، ففى كل ذلك أقول : يا عزيزى مرادى غير ما تعرض على ،كن لى يا عزيزى جارا من جميع المستجيرين ، وجليسا من المجالسين ، ثم هاج من سرى شيء من عطش نار الاشتياق ، حتى إن الملائكة هذه الأشجار صارت مع كالبعوضة في جنب همتى ، وكلهم ينظرون إلى متعجبين مدهوشين من عظم ما يرون منی.

Dia (Abu Yazid Al-Busthomi) berkata: "Aku melihat dalam mimpi seolah-olah aku terbang ke langit. Ketika aku tiba di langit dunia, aku melihat seekor burung hijau. Ia mengembangkan sayapnya dan membawaku terbang hingga aku sampai ke barisan para malaikat, yang berdiri dengan kaki mereka terangkat di bintang-bintang, bertasbih kepada Allah pagi dan sore. Aku memberi salam kepada mereka, dan mereka membalas salamku. Burung itu meletakkanku di antara mereka, kemudian pergi. Aku terus bertasbih kepada Allah di antara mereka, dan memuji Allah dengan lidah mereka, sementara mereka berkata: 'Ini adalah Adam, bukan cahaya kami, karena ia datang kepada kami dan berbicara dengan kami.' Dia berkata: 'Aku diilhami kata-kata dan berkata: 'Dengan nama Allah yang mampu memberiku kecukupan dari kalian.' Kemudian, aku terus ditawarkan oleh raja apa yang diucapkan oleh lidah-lidah tentang sifat dan karakternya, sehingga aku tahu bahwa dia mengujiku. Dalam hal itu, aku berkata: 'Tujuanku bukanlah apa yang ditawarkan kepadaku,' dan aku tidak mempedulikannya karena menghormati keagungannya. Lalu aku melihat seolah-olah aku terbang ke langit kedua, dan tiba-tiba datang rombongan malaikat yang memandangiku seperti orang-orang kota melihat seorang raja yang masuk ke kota mereka. Kemudian datanglah kepala para malaikat yang bernama Lawaid, dan berkata: 'Wahai Abu Yazid, Tuhanmu mengucapkan salam kepadamu dan berkata: 'Aku mencintaimu, maka cintailah Aku.' Akhirnya, ia membawaku ke sebuah taman hijau di mana ada sebuah sungai, yang dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang terbang, yang terbang ke bumi seratus ribu kali setiap hari, melihat kepada para wali Allah, wajah mereka bercahaya seperti sinar matahari. Mereka mengenalku seperti yang dikenal di bumi, lalu mereka datang dan menyambutku, dan menurunkanku di tepi sungai itu. Di tepi sungai terdapat pohon-pohon dari cahaya, dengan banyak cabang yang menggantung di udara, dan di setiap cabang terdapat sarang burung; yaitu dari para malaikat, dan di setiap sarang terdapat malaikat-malaikat yang bersujud. Dalam semua itu aku berkata: 'Wahai Yang Maha Perkasa, tujuanku bukanlah apa yang ditawarkan kepadaku, jadikanlah aku, wahai Yang Maha Perkasa, tetangga bagi semua yang meminta perlindungan, dan teman bagi semua yang duduk bersamaku.' Kemudian, ada sesuatu yang menggugah rasa haus karena api kerinduan, hingga para malaikat dan pohon-pohon ini terasa seperti nyamuk di sampingku, dan mereka semua memandangku dengan takjub dan heran atas kebesaran apa yang mereka lihat dariku." (Kitab Al-Mi'raj Imam Al-Qusyairi Wa Yalihi Mi'raj Abu Yazid Al-Busthomi karya Ali Hasan Abdul Qadir  hal.130)

ثم لم يزل يعرض علي من الملك ما كلت الألسن عن نعته ، ففي كل ذلك. علمت أنه بها يجربنى، فلم ألتفت إليه إجلالا لحرمة ربي ، وكنت أقول : يا عزیری مرادیى غير ما تعرض على ، فلما علم الله تعالى منى صدق الإرادة في القصد إليه ، وتجريدى عمن سواه ، فإذا أنا بملك قد مد يده فجذبني ، ثم رأيت كأبي عرجت إلى السماء الثالثة ، فإذا جميع ملائكة الله تعالى بصفاتهم ونعوتهم قد جاءونى ويسلمون على ، فإذا ملك منهم له أربعة أوجه : وجه يلى السماء ، وهو يبكي لا تسكن دموعه أصلا ، ووجه يلى الأرض ينادى : يا عباد الله اعلموا يوم الفراغ يوم الأخذ والحساب ، ووجه يلى يمينه إلى الملائكة . يسبح ووجه يلى يساره يبعث جنوده في أقطار السموات يسبحون الله تعالى فيها فسلمت عليه ، فرد على السلام ثم قال : من أنت ؟ إذ فضلت علينا ، فقلت عبد الله تعالى عليه من فضله ، قال : تريد أن تنظر إلى عجائب الله ؟ قلت : بلى ، فنشر جناحا من أجنحته ، فإذا على كل ريشة من ريشه قنديل أظلم ضياء الشمس من ضوئها ، ثم قال : تعال يا أبا يزيد ، واستظل في ظل جناحي ، حتى تسبح الله تعالى وتهلله إلى الموت ، فقلت له : الله قادر على أن يغنيني عنك ، ثم هاج من سرى نور من ضياء معرفتى أظلم ضوؤها : أى ضوء القناديل من ضوئى ، فصار الملك كالبعوضة فى جنب كمالى ، ثم لم يزل يعرض على من الملك ما كلت الألسن عن نعته ، ففي ذلك علمت أنه بها يجربني ، فلم ألتفت إلى ذلك إجلالا لحرمته ، وكنت أقول فى كل ذلك : يا عزيزي مرادى غير ما تعرض على ، فلما علم الله تعالى منى صدق الإرادة في القصد إليه، فإذا أنا بملك مد يده فرفعني ، ثم رأيت : كأني عرجت إلى السماء الرابعة ، فإذا جميع بصفاتهم وهيئاتهم ونعوتهم قد جاءونى ويسلمون على ، وينظرون إلى كما ينظر 

Kemudian, ia terus menawarkan kepadaku dari sang Maha Raja apa yang diucapkan oleh lidah-lidah tentang sifat-Nya. Dalam semua itu, aku tahu bahwa Dia mengujiku, jadi aku tidak mempedulikannya karena menghormati keagungan Tuhanku. Aku berkata: "Wahai yang terkasih, tujuanku bukanlah apa yang ditawarkan kepadaku." Ketika Allah mengetahui kejujuran niatku untuk menuju-Nya dan pengosonganku dari selain-Nya, tiba-tiba aku melihat seorang malaikat yang mengulurkan tangannya dan menarikku, lalu aku merasa seolah-olah aku terbang ke langit ketiga. Di sana, semua malaikat Allah dengan sifat dan ciri mereka datang menyambutku dan memberi salam. Di antara mereka ada seorang malaikat yang memiliki empat wajah: satu wajah menghadap langit, yang terus-menerus menangis tanpa henti, satu wajah menghadap bumi yang berteriak: "Wahai hamba-hamba Allah, ketahuilah hari penyelesaian (hari perhitungan dan pembalasan)," satu wajah menghadap kanan untuk malaikat yang bertasbih, dan satu wajah menghadap kiri yang mengirimkan tentaranya ke penjuru langit untuk bertasbih kepada Allah. Aku memberi salam kepadanya, dan ia membalas salamku, lalu bertanya: "Siapa kamu? Mengapa kamu lebih unggul dari kami?" Aku menjawab: "Hamba Allah yang diberi karunia-Nya." Ia berkata: "Apakah kamu ingin melihat keajaiban Allah?" Aku menjawab: "Ya." Ia kemudian mengembangkan sayapnya, dan di setiap bulu sayapnya terdapat lampu yang cahayanya lebih gelap daripada cahaya matahari. Lalu ia berkata: "Ayo, wahai Abu Yazid, berteduhlah di bawah sayapku, hingga kamu bertasbih kepada Allah dan mengagungkan-Nya hingga mati." Aku berkata kepadanya: "Allah mampu memberiku kecukupan tanpa kamu." Kemudian, ada cahaya dari pengetahuan yang menyinari, dan cahayanya mengalahkan cahaya lampu-lampu itu. Malaikat itu tampak seperti nyamuk di sisi kesempurnaanku. Ia terus menawarkan kepadaku dari raja apa yang diucapkan oleh lidah-lidah tentang sifatnya, dan aku tahu bahwa dia mengujiku, jadi aku tidak mempedulikannya karena menghormati keagungannya. Aku terus berkata: "Wahai yang terkasih, tujuanku bukanlah apa yang ditawarkan kepadaku." Ketika Allah mengetahui kejujuran niatku untuk menuju-Nya, tiba-tiba aku melihat seorang malaikat yang mengulurkan tangannya dan mengangkatku, lalu aku merasa seolah-olah aku terbang ke langit keempat. Di sana, semua malaikat dengan sifat, bentuk, dan ciri mereka datang menyambutku dan memberi salam, serta memandangku seperti malaikat memandang. (Kitab Al-Mi'raj Imam Al-Qusyairi Wa Yalihi Mi'raj Abu Yazid Al-Busthomi karya Ali Hasan Abdul Qadir hal.131)

أهل البلد إلى أمير لهم فى وقت الدخول ، يرفعون أصواتهم بالتسبيح والتهليل ، من عظم ما يرون من انقطاعى إليه ، وقلة التفاتي إليهم ، ثم استقبلنى ملك يقال له : نيائيل ، فمد يده وأقعدنى على كرسى له موضوع على شاطىء بحر عجاج ، لا ترى أوائله ولا أواخره ، فألهمت تسبيحه ، وأنطلقت بلسانه ، ولم التفت إليه ، ثم لم يزل يعرض على من الملك ما كلت الألسن عن نعته ، ففي كل ذلك علمت أنه بها يجربنى، فلم ألتفت إليه إجلالا لحرمته ، وكنت أقول : يا عزیزی مرادی غير ما تعرض على ، فلما علم الله تعالى منى صدق الانفراد به في القصد إليه ، فإذا أنا بملك مد يده فرفعنى إليه ، ثم رأيت كأني عرجت إلى السماء الخامسة ، فإذا أنا بملائكة قيام فى السماء ، رؤسهم في عنان السماء السادسة ، يقطر منهم نور تبرق منه السموات ، فسلموا كلهم على بأنواع اللغات ، فرددت عليهم السلام بكل لغة سلموا على ، فتعجبوا من ذلك ، ثم قالوا : يا أبا يزيد : تعال حتى تسبح الله تعالى وتهلله ونعينك على ما تريد ، فلم ألتفت إليهم من إجلال ربي ، فعند ذلك هاج من سرى عيون من الشوق ، فصار نور الملائكة فيها التمع منى كراج يوضع فى الشمس ، ثم لم يزل يعرض على من الملك ما كات الألسن عن نعته ، ففى كل ذلك علمت أنه بها بجربنى ، وكنت أقول : يا عزيزي مرادى غير ما تعرض على ، فلما علم الله تعالى منى صدق الإرادة في القصد إليه فإذا أنا يملك مد يده فرفضى إليه ، ثم رأيت كأني عرجت إلى السماء السادسة ، فإذا أنا بالملائكة المشتاقين جاءونى يسلمون على ويفتخرون بشوقهم على ، فافتخرت عليهم بشيء من طيران سرى ، تم لم يزل يعرض على من الملك ما كلت الألسن عن نعته ، ففى كل ذلك علمت أنه بها يجربني ، فلم ألتفت إليه ، وكنت أقول : يا عزيزي : مرادى فى غير ما تعرض على ، فلما الله تعالى منى صدق الإرادة فى القصد إليه ، فإذا أنا بملك مديده فرفعنى ، ثم رأيت كأني عرجت إلى السماء السابعة ، فإذا بمائة ألف صف من الملائكة

Penduduk kota menghadap kepada Sang Maha Raja mereka saat ia masuk, mengangkat suara mereka dengan tasbih dan tahmid, karena besarnya apa yang mereka lihat dari ketekunanku kepada-Nya dan sedikitnya perhatianku kepada mereka. Kemudian, aku disambut oleh seorang malaikat bernama Naya'il, yang mengulurkan tangannya dan mengundangku duduk di kursi yang disiapkan di tepi laut yang bergelora, yang tidak terlihat awal maupun akhirnya. Aku terinspirasi untuk bertasbih, dan aku mengucapkannya dengan lidahku, tanpa mengalihkan perhatian kepadanya. Ia terus menawarkan kepadaku dari raja apa yang diucapkan oleh lidah-lidah tentang sifatnya, dan aku tahu bahwa dia mengujiku. Aku tidak mempedulikannya karena menghormati keagungan-Nya, dan aku berkata: "Wahai yang terkasih, tujuanku bukanlah apa yang ditawarkan kepadaku." Ketika Allah mengetahui kejujuran ketulusan niatku untuk menuju-Nya, tiba-tiba aku melihat seorang malaikat yang mengulurkan tangannya dan mengangkatku, dan aku merasa seolah-olah aku terbang ke langit kelima. Di sana, aku melihat para malaikat berdiri di langit, dengan kepala mereka menjulang ke langit keenam, dari mereka mengalir cahaya yang menerangi langit. Mereka semua memberi salam kepadaku dalam berbagai bahasa, dan aku membalas salam mereka dalam setiap bahasa yang mereka gunakan, sehingga mereka terkejut. Kemudian mereka berkata: "Wahai Abu Yazid, datanglah agar kamu bertasbih kepada Allah dan mengagungkan-Nya, kami akan membantumu dalam apa yang kamu inginkan." Namun, aku tidak mempedulikan mereka karena menghormati Tuhanku. Pada saat itu, ada sesuatu yang menggugah rasa rindu di dalam diriku, sehingga cahaya para malaikat berkilau dariku seperti cahaya yang diletakkan di bawah sinar matahari. Ia terus menawarkan kepadaku dari raja apa yang diucapkan oleh lidah-lidah tentang sifatnya, dan aku tahu bahwa dia mengujiku. Aku berkata: "Wahai yang terkasih, tujuanku bukanlah apa yang ditawarkan kepadaku." Ketika Allah mengetahui kejujuran niatku untuk menuju-Nya, tiba-tiba aku melihat seorang malaikat yang mengulurkan tangannya dan mengangkatku, dan aku merasa seolah-olah aku terbang ke langit keenam. Di sana, aku melihat para malaikat yang merindukanku datang menyambutku dan bangga atas kerinduan mereka kepadaku. Aku pun merasa bangga di atas sesuatu dari terbangnya cahaya yang menyinarkanku. Ia terus menawarkan kepadaku dari raja apa yang diucapkan oleh lidah-lidah tentang sifatnya, dan aku tahu bahwa dia mengujiku. Aku tidak mempedulikannya, dan aku terus berkata: "Wahai yang terkasih, tujuanku bukanlah apa yang ditawarkan kepadaku." Ketika Allah mengetahui kejujuran niatku untuk menuju-Nya, tiba-tiba aku melihat seorang malaikat yang mengulurkan tangannya dan mengangkatku, dan aku merasa seolah-olah aku terbang ke langit ketujuh, di mana terdapat seratus ribu barisan para malaikat. (Kitab Al-Mi'raj Imam Al-Qusyairi Wa Yalihi Mi'raj Abu Yazid Al-Busthomi karya Ali Hasan Abdul Qadir hal.132)

استقبلني ، كل صف مثل الثقلين ألف ألف مرة ، مع كل ملك لواء من نور ، تمت كل لواء ألف ألف ملك ، طول كل ملك مسيرة خمسمائة عام ، وكان على مقدمتهم ملك اسمه بريائيل ، فسلموا على بلسانهم ولغتهم ، فرددت عليهم السلام بلسانهم فتعجبوا من ذلك ، فإذا مناد ينادى : يا أبا يزيد : قف قف ، فإنك قد وصلت إلى المنتهى ، فلم ألتفت إلى قوله ثم لم يزل يعرض على من الملك ماكات الألسن عن نعته ، ففي كل ذلك علمت أنه بها يجربني ، وكنت أقول : ياعزيزي مرادى غير ما تعرض على ، فلما علم الله تعالى صدق الإرادة في القصد إليه صيرني طيرا أكان كل ريشة من جناحى أبعد من المشرق إلى المغرب ألف ألف مرة ، فلم أزل أطير فى الملكوت ، وأجول فى الجبروت ، وأقطع مملكة : بعد مملكة وحجبا بعد حجب، وميدانا بعد ميدان ، وبحارا بعد بجار ، وأستارا بعد أستار ، حتى إذا أنا بملك الكرسى استقبلنى ، ومعه عمود من نور ، فسلم على ، ثم قال : خذ العمود ، فأخذته فإذا السموات بكل مافيها قد استظل بظل معرفتي ، واستضاء بضياء شوقى ، والملائكة كلهم صارت كالبعوضة عند كمال همتي في القصد إليه ، ففى كل ذلك علمت أنه بها يجربني ، فلم ألتفت إليها إجلالا لحرمة ربى الله تعالى .

ثم لم أزل أطير وأجول مملكة بعد مملكة ، وحجبا بعد حجب ، وميدانا بعد ميدان ، وبحارا بعد بجار ، وأستارا بعد أستار ، حتى انتهيت إلى الكرسى فإذا قد استقبلنى ملائكة لهم عيون بعدد نجوم السموات ، يبرق من كل عين نور تلمع منه ، فتصير تلك الأنوار قناديل ، أسمع من جوف كل قنديل تسبيحا وتهليلا ، ثم لم أزل أطير كذلك حتى انتهيت إلى بحر من نور تتلاطم أمواجه ، يظلم في جنبه ضياء للشمس، فإذا على البحر سفن من نور ، يظلم في جنب نورها أنوار تلك الأبحر ، فلم أزل أعبر بحارا بعد بحار ، حتى انتهيت إلى البحر الأعظم الذي عليه عرش الرحمن ، فلم أزل أسبح فيه حتى رأيت ما من العرش إلى الثرى

Mereka menyambutku, setiap barisan seperti dua makhluk, beribu ribu kali, dengan setiap malaikat membawa panji dari cahaya, di mana setiap panji dipegang oleh seribu ribu malaikat, dan tinggi setiap malaikat sejauh perjalanan lima ratus tahun. Di depan mereka ada seorang malaikat bernama Bria'il. Mereka memberi salam kepadaku dengan lisan dan bahasa mereka, dan aku membalas salam mereka dengan bahasa mereka, sehingga mereka terkejut. Kemudian ada yang menyeru: "Wahai Abu Yazid, berdirilah, berdirilah, karena kamu telah sampai ke tujuan." Namun, aku tidak menghiraukan ucapannya. Ia terus menawarkan kepadaku dari raja apa yang diucapkan oleh lidah-lidah tentang sifatnya, dan aku tahu bahwa dia mengujiku. Aku berkata: "Wahai yang terkasih, tujuanku bukanlah apa yang ditawarkan kepadaku." Ketika Allah mengetahui kejujuran niatku untuk menuju-Nya, Dia menjadikanku sebagai burung, di mana setiap bulu sayapku lebih jauh dari timur ke barat seribu ribu kali. Aku terus terbang di alam langit, menjelajahi kekuasaan, melintasi kerajaan demi kerajaan, tirai demi tirai, medan demi medan, lautan demi lautan, dan tabir demi tabir, hingga aku sampai kepada singgasana. Di sana, aku disambut oleh seorang malaikat yang membawa tiang dari cahaya. Ia memberi salam kepadaku, lalu berkata: "Ambillah tiang ini." Aku mengambilnya, dan tiba-tiba langit dengan segala isinya berada di bawah naungan pengetahuanku dan bersinar dengan cahaya kerinduanku. Semua malaikat tampak seperti nyamuk di hadapan kesempurnaan niatku untuk menuju-Nya. Dalam semua itu, aku tahu bahwa dia mengujiku, dan aku tidak mempedulikannya karena menghormati keagungan Tuhanku, Allah Yang Maha Tinggi.

Kemudian, aku terus terbang dan menjelajahi kerajaan demi kerajaan, tirai demi tirai, medan demi medan, lautan demi lautan, dan tabir demi tabir, hingga aku tiba di singgasana. Di sana, aku disambut oleh para malaikat dengan mata sebanyak bintang-bintang di langit, dari setiap mata memancarkan cahaya yang berkilau, sehingga cahaya-cahaya itu menjadi lampu. Aku mendengar dari dalam setiap lampu tasbih dan tahmid. Aku terus terbang seperti itu hingga aku sampai di lautan cahaya yang ombaknya saling berdebur, gelap di samping sinar matahari. Di atas lautan itu terdapat kapal-kapal dari cahaya, yang cahayanya lebih gelap daripada cahaya lautan itu. Aku terus melintasi lautan demi lautan hingga aku sampai di lautan yang paling agung, yang di atasnya ada Arsy (singgasana) Allah Yang Maha Pengasih. Aku terus bertasbih di dalamnya hingga aku melihat apa yang ada dari Arsy hingga ke tanah. (Kitab Al-Mi'raj Imam Al-Qusyairi Wa Yalihi Mi'raj Abu Yazid Al-Busthomi karya Ali Hasan Abdul Qadir hal.133)

من الملائكة الكروبيين وحملة العرش وغيرهم ممن خلق الله سبحانه وتعالى في السموات والأرض . أصغر من حيث طيران سرى في القصد إليه ، من خردلة بين السماء والأرض ، ثم لم يزل يعرض على من لطائف بره وكمال قدرته وعظم مملكته ما كلت الألسن عن نعته وصفته ، ففى كل ذلك كنت أقول : يا عزيزى مرادي في غير ما تعرض على ، فلم ألتفت إليها إجلالا لحرمته ، فلما علم الله سبحانه و تعالى منى صدق الإرادة فى القصد إليه فنادى : إلى إلى ، وقال : يا صفى أدن مني ، وأشرف على مشرفات بهائی ، و میادین ضیائی ، واجلس على بساط قدسی حتى ترى لطائف صنعى فى آنائى ، أنت صفي وحبيبي ، وخيرتى من خلقى ، فكنت أذوب عند ذلك كما يذوب الرصاص ، ثم سقاني شربة من عين اللطف بكأس الأنس ، ثم صيرنى إلى حال لم أقدر على وصفه ، ثم قربني منه ، وقربني حتى صرت أقرب منه من الروح إلى الجسد ، ثم استقبلنى روح كل نبي ويسلمون على ويعظمون أمرى ويكلموننى وأكلمهم ، ثم استقبلنى روح صلى الله عليه وسلم ، ثم سلم على ، فقال : يا أبا يزيد : مرحبا وأهلا وسهلا : فقد فضلك الله على كثير من خلقه تفضيلا ، إذا رجعت إلى الأرض أقرىء أمتى

محمد منى السلام ، وانصحهم ما استطعت ، وادعهم إلى الله عز وجل ، ثم لم أزل مثل ذلك حتى صرت كما كان من حيث لم يكن التكوين ، وبقى الحق بلا كون ولا بين ولا أين ، ولا حيث ولا كيف ، جل جلاله وتقدست أسماؤه . الله عليه قال أبو القاسم العارف رضى الله تعالى عنه : معاشر إخواني : عرضت هذه الرؤيا على أجلاء أهل المعرفة ، فكلهم يصدقونها ولا ينكرونها ، بل يستقبلونها عند مراتب أهل الانفراد فى القصد إليه . ثم يحتجون بقول النبي صلى وسلم أنه قال « إن العبد لا يزال من الله والله منه ما لم يجزع فإذا جزع وجب عليه العتاب والحساب » ، وروى أيضا عن النبي صلى الله عليه وسلم «إن من العلم كهيئة المخزون لا يعرفه إلا أهل العلم بالله ولا ينكره إلا أهل الغرة بالله )

"Di antara para malaikat adalah para Kerubiyun (malaikat penjaga taqdir), (malaikat) pembawa Arsy, dan lainnya yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di langit dan bumi. Lebih kecil dari segi terbangnya yang mengarah kepada-Nya, seperti biji sawi antara langit dan bumi. Kemudian, Dia terus-menerus menunjukkan kepada siapa pun dari kehalusan kebaikan-Nya, kesempurnaan kekuasaan-Nya, dan kebesaran kerajaan-Nya yang tidak dapat diungkapkan oleh lisan. Dalam semua itu, aku berkata: 'Wahai Yang Maha Perkasa, keinginanku bukanlah apa yang Kau tunjukkan padaku,' sehingga aku tidak mengalihkan pandanganku dari-Nya karena menghormati keagungannya. Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui kejujuran niatku untuk menghadap kepada-Nya, Dia memanggil: 'Ayo mendekatlah,' dan berkata: 'Wahai yang terpilih, dekatlah kepada-Ku, dan lihatlah keindahan-Ku serta padang cahaya-Ku, dan duduklah di atas karpet kesucian hingga kau melihat kehalusan ciptaan-Ku dalam waktu-waktu tertentu. Engkau adalah yang terpilih dan kekasih-Ku, pilihan terbaik dari ciptaan-Ku.' Saat itu, aku meleleh seperti timah yang mencair. Kemudian, Dia memberikanku minuman dari mata air kasih dengan cangkir keakraban, lalu mengubahku ke dalam keadaan yang tidak dapat aku gambarkan. Kemudian, Dia mendekatkanku hingga aku menjadi lebih dekat kepada-Nya daripada jiwa kepada tubuh. Lalu, ruh setiap nabi menyambutku, memberi salam dan menghormati kedudukanku, dan mereka berbicara denganku dan aku berbicara kepada mereka. Kemudian, ruh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambutku, memberi salam dan berkata: 'Wahai Abu Yazid, selamat datang, aku mengucapkan selamat datang kepadamu; sesungguhnya Allah telah mengutamakanmu di atas banyak ciptaan-Nya. Ketika kau kembali ke bumi, sampaikan salamku kepada umat Muhammad dan nasihatkan mereka semampumu, dan ajaklah mereka kepada Allah Azza wa Jalla.' Lalu, aku terus seperti itu hingga aku menjadi seperti yang ada sebelum penciptaan, dan Allah tetap ada tanpa penciptaan, tanpa tempat, tanpa di mana, dan tanpa bagaimana, Maha Suci Dia dan Maha Tinggi nama-Nya. Abu Al-Qasim Al-Arif berkata: 'Wahai saudara-saudaraku, aku telah menunjukkan visi ini kepada para ulama besar di kalangan orang-orang yang berpengetahuan, dan mereka semua membenarkannya dan tidak mengingkarinya, bahkan mereka menyambutnya di tingkat orang-orang yang sendirian dalam menghadap kepada-Nya.' Mereka juga mengutip sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:  'Sesungguhnya seorang hamba terus mendekat kepada Allah selama dia tidak berputus asa; jika dia berputus asa, maka dia harus mendapatkan teguran dan pertanggungjawaban.' Juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:  'Sesungguhnya sebagian ilmu adalah seperti harta yang tersembunyi, tidak diketahui kecuali oleh para ahli ilmu tentang Allah, dan tidak diingkari kecuali oleh orang-orang yang terpedaya oleh Allah.'" (Kitab Al-Mi'raj Imam Al-Qusyairi Wa Yalihi Mi'raj Abu Yazid Al-Busthomi karya Ali Hasan Abdul Qadir hal.134). Wallahu a'lam bis-Shawab 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*