MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Kamis, 16 Mei 2024

KAJIAN TENTANG HAJI MODEREN, THAWAF NAIK KENDARAAN

Pada saat menjalankan ibadah haji, terdapat beberapa rangkaian rukun haji yang wajib dilaksanakan, salah satunya adalah thawaf. 

وأما أركان الحج فهي أربعة: الإحرام؛ وطواف الزيارة، ويسمى طواف الإفاضة. والسعي بين الصفا والمروة، والوقوف بعرفة، وهذه الأركان لو نقص واحد منها بطل الحج، باتفاق ثلاثة من الأئمة

"Adapun rukun-rukun haji, maka dianya ada 4 perkara, Ihram, Thawaf Ifadah, sa'i antara Shafa dan Marwa, dan wukuf di Arafah, dan ini rukun-rukun haji, jika kurang salah satu, maka batal haji." (Syekh Abdurrahman Al Jaziri, al-Fiqhu ala al-Mazabi al-Arba’ah, jilid I [Beirut; dar Kutub al-Alamiyah, 2003], halaman 578).

Thawaf ifadah termasuk salah satu bagian dari rukun haji. Adapun cara thawaf dilakukan dengan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan putaran dalam arah searah jarum jam. Thawaf ini  hukumnya wajib dilakukan semua jamaah haji, dan tidak bisa digantikan dengan bayar dam. Untuk itu, bagi jemaah haji yang meninggalkan rukun haji ini, maka hajinya jadi tidak sah. Namun bagi sebagian jamaah haji atau umrah melakukan thawaf harus menaiki kendaraan. Lalu apa hukumnya bila thawaf menggunakan skuter/mobil listrik atau kursi roda?

Seiring dengan kemajuan teknologi, kursi roda, skuter/mobil listrik telah menjadi alat transportasi yang populer dan efisien dalam berbagai situasi. Pada artikel ini, kita akan membahas penggunaan kendaraan alternatif modern untuk melakukan thawaf. 

Penggunaan skuter/mobil listrik dan kursi roda saat thawaf adalah boleh dan sah, hal ini didasari oleh sebuah hadits sebagai berikut.

عن أم سلمة قالت : حججت مع رسول الله صلى الله عليه و سلم فاشتكيت قبل أن أطوف بالبيت فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( اركبي فطوفي راكبة وراء الناس ) وهو يصلي حينئذ إلى حاشية البيت

"Dari Ummi Salamah, ia berkata, aku haji bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu aku mengeluh kepada beliau ketika akan thawaf. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Naiklah, thawaflah berkendara di belakang rombongan. Rasulullah pada saat itu akan melaksanakan shalat di sisi ka'bah." (Mu'jam Tabrani Kabir, 24473).

*Manfaat Skuter/Mobul Listrik dalam Tawaf*

Dalam kerumunan yang padat di Masjidil Haram, berjalan kaki untuk menyelesaikan thawaf bisa menjadi proses yang memakan waktu dan melelahkan. Penggunaan skuter/mobil listrik memungkinkan para jamaah untuk bergerak lebih cepat, mengurangi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan thawaf. Dengan begitu, jamaah memiliki lebih banyak waktu untuk berdoa dan merasakan kedekatan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Di samping itu, bagi  jemaah haji yang mempunyai keterbatasan mobilitas atau masalah kesehatan, thawaf dapat menjadi tantangan yang signifikan. Seperti bagi jemaah haji lansia, atau jemaah disabilitas, maka skuter/mobil listrik menjadi alat yang sangat membantu.  

Skuter/mobil listrik memungkinkan mereka yang memiliki masalah tersebut untuk tetap berpartisipasi dalam ritual rukun haji yaitu thawaf dengan lebih mudah. Alat ini memberikan kemerdekaan dan mandiri dalam menjalankan ibadah, menjaga kesetaraan dalam kesempatan berpartisipasi bagi semua jamaah.

Jika dilihat dari segi lingkungan  hidup, penggunaan skuter/mobil listrik sebagai alat transportasi dalam thawaf juga memiliki manfaat lingkungan yang signifikan. Dibandingkan dengan penggunaan kendaraan bermotor konvensional, skuter listrik tidak menghasilkan emisi gas buang dan berkontribusi pada pengurangan polusi udara. Hal ini membantu menjaga lingkungan di sekitar Masjidil Haram menjadi lebih bersih dan berkelanjutan.

Di atas asas manfaat tersebut, apakah boleh thawaf menggunakan skuter/mobil listrik? Atau sahkah ibadah haji jika jemaah melakukan thawaf memakai skuter/mobil listrik? Bagaimana tanggapan ulama fiqih dalam masalah ini? 

*Hukum Thawaf Pakai Kendaraan*

Menurut ulama fikih, thawaf menggunakan skuter/mobil listrik dalam thawaf diperbolehkan, baik kondisi orang tersebut ada uzur ataupun tidak ada uzur. Artinya, thawaf dalam dua kondisi diperbolehkan oleh syariat. Terlebih skuter listrik berfungsi sebagai sarana transportasi yang membantu memudahkan mobilitas jamaah, tanpa merusak atau mengganggu esensi ibadah thawaf itu sendiri. Simak penjelasan Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab;

فرْعٌ: ونقل الماوردي إجماع العلماء على أن طواف الماشي أولى من طواف الراكب، فلو طاف راكبا لعذر أو غيره، صح طوافه، ولا دم عليه عندنا في الحالين

"Cabang: Al-Mawardi berpendapat bahwa para ulama sepakat bahwa thawaf berjalan kaki lebih utama dari pada berkendara, jikalau tawaf dengan berkendara tanpa ada uzur atau ada uzur, maka sah thawafnya, dan tidak dikenakan kewajiban membayar dam, menurut kami dalam dua keadaan ini [uzur atau tidak ada uzur." (Imam Nawawi, Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, [Beirut; Dar Kutub Ilmiyah, 1971], halaman 30).

Penjelasan serupa dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni, jilid III, halaman 359 bahwa thawaf dihukumi sah jika dikerjakan dengan kendaraan. Tak ada masalah, thawaf dengan kendaraan itu dikarenakan ada uzur syariat ataupun tidak.

مَسْأَلَة؛ قَالَ: (وَمَنْ طَافَ وَسَعَى مَحْمُولًا لِعِلَّةٍ، أَجْزَأَهُ) لَا نَعْلَمُ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ خِلَافًا فِي صِحَّةِ طَوَافِ الرَّاكِبِ إذَا كَانَ لَهُ عُذْرٌ

"Masalah; Berkata ia); barang siapa yang thawaf dan sa'i dengan berkendaraan atau dipikul, karena ada sebab maka thawafnya sah, (tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait sahnya thawaf dengan tunggangan/kendaraan apabila ada uzur padanya)". 

Terakhir, Syekh Syihabuddin Ahmad Al Qalyubi dalam Kitab Hasyiyah Al Qalyubi wa ‘Umairah, menjelaskan hal serupa (thawaf boleh menggunakan kendaraan). Ia berkata,

ولو طاف راكبا بلا عذر جاز بلا كراهة .قال الإمام : وإدخال البهيمة التي لا يؤمن تلويثها المسجد مكروه

"Jikalau thawaf menggunakan kendaraan, padahal tidak ada uzur, maka hukumnya boleh, dan tidak makruh. Imam Syafi’i berkata: 'Menunggangi hewan yang bisa menimbulkan kotoran di masjid, hukumnya makruh.”

Kesimpulannya, berdasarkan penjelasan ulama di atas  bahwa melaksanakan thawaf dengan berkendaraan, baik dalam keadaan uzur ataupun tidak, maka hukumnya boleh. Untuk itu, orang yang sehat, apalagi yang sakit, lansia, disabilitas diperbolehkan menggunakan skuter atau mobil listrik ketika thawaf ifadah. Wallahu a'lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Selasa, 14 Mei 2024

HUKUM TENTANG KHILAFIAH SYAIR DAN MUSIK


Akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di media sosial mengenai hukum musik. Pasalnya, ceramah Ustadz Adi Hidayat (UAH) yang mengatakan bahwa surah Asy-Syu’ara sebagai surah para pemusik menghebohkan sebagian pihak. Ada yang setuju, dan ada yang berpendapat sebaliknya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut menanggapi soal polemik terkait ceramah Ustadz Adi Hidayat yang mengaitkan antara musik dengan Surat Asy-Syu'ara. Menurut Ketua MUI Bidang Seni, Budaya, dan Peradaban Islam Ustadz Jeje Zaenudin, syair memang erat hubungannya dengan musik.

Meskipun saya pernah menanggapi ceramah UAH saat membahas kitab karya Hadhratusy Syeikh KH. Hasyim Asy'ari Rahimahullah Risalah Ahlusssunah Wal Jama'ah di link bloger : http://mwcnucipayung.blogspot.com/2021/09/apakah-uah-membaca-kitab-kh-hasyim.html

Namun kali ini sependapat dengan penjelasannya sebagaimana UAH mengutip penjelasan ulama semisal Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya mengenai QS. Asy-Syuara ayat 224-227 sebagai berikut,

حدثنا ابن حميد، قال: ثنا سلمة وعليّ بن مجاهد، وإبراهيم بن المختار، عن ابن إسحاق، عن يزيد بن عبد الله بن قُسَيط، عن أبي الحسن سالم البراد مولى تميم الداري، قال: لما نزلت: ﴿وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ﴾ قال: جاء حسان بن ثابت وعبد الله بن رواحة، وكعب بن مالك إلى رسول الله ﷺ، وهم يبكون، فقالوا: قد علم الله حين أنزل هذه الآية أنا شعراء، فتلا النبيّ ﷺ: ﴿إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَذَكَرُوا اللَّهَ كَثِيرًا وَانْتَصَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُونَ﴾ .

Ibnu Hamid menceritakan kepada kami, dia berkata: Salamah, Ali bin Mujahid, dan Ibrahim bin Al-Mukhtar menceritakan kepada kami, atas wewenang Ibnu Ishaq, atas wewenang Yazid bin Abdullah bin Qusayt, atas wewenang Abu Al-Hasan Salem Al-Barrad, majikan dari Tamim Al-Dari, dia berkata: Ketika ayat itu diturunkan: “Dan para penyair diikuti oleh orang-orang sesat” (QS. Asy-Syu'ara : 224) dia berkata: Datanglah Hassan bin Tsabit, Abdullah bin Rawahah, dan Ka'ab bin Malik pergi menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara mereka menangis. Mereka berkata: "Allah telah mengetahui ketika  menurunkan ayat ini bahwa kami adalah penyair (dimaksud)". Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat, "Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan berbuat kebajikan dan banyak mengingat Allah dan mendapat kemenangan setelah terzalimi (karena menjawab puisi-puisi orang-orang kafir). Dan orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali." (QS. Asy-Syu'ara : 227). (Tafsir Ath-Thabari)

Juga pembahasan tentang musik dalam Kitab Al-Aghani (lagu/nada) kata jama' (plural) dari kata An-Nagham yang ditulis oleh Abu al-Faraj Al-Isfahani pada abad 10 Masehi, merupakan salah satu sumber tertua (yang tertulis dan masih ada) tentang musik dan lagu yang hidup dalam tradisi Islam. Al-Isfahani hidup pada kisaran 897 hingga 971 Masehi dan menghabiskan lebih dari lima puluh tahun masa hidupnya untuk menulis Kitab Al-Aghani. Sumber penulisannya adalah musisi dan penyair di empat kota besar Muslim saat itu: Madinah, Mekkah, Damaskus dan Baghdad. Selain itu, terdapat pula referensi musik yang mengacu pada tulisan musisi Persia kenamaan, Ishaq Al-Mawsili, yang berkiprah satu abad sebelumnya (namun, tulisan tersebut kini hilang).

Ada ungkapan kekaguman dari Ibnu Khaldun atas Kitab Al-Aghani dengan menyebutnya sebagai, “Buku yang merangkum secara menyeluruh tentang syair, sejarah dan musik dari abad lampau”, mengacu pada rentang ulasan Imam Al-Isfahani yang juga membahas musik dan syair masa pra-Islam dan pengaruhnya pada musisi yang hidup dalam tradisi Islam seperti Sa’ib Khatir (7 Masehi), Tuwais, Ibnu Mijjah dan tentu saja, Ishaq Al-Mawsili (8 Masehi). 

Dalam kata pembuka, Imam Al-Isfahani menyebut bahwa tujuan dari penulisan Al-Aghani tidak lain untuk memberikan gambaran tentang warisan musik dan syair dari masa lalu.

Sementara dijelaskan pula dalam Kitab Al-Musiqa Al-Kabir ( bahasa Arab : كِتٰبَ ٱلمُوْسِيقَىٰ ٱلكَبِيرُ , Kitab Besar Musik) sebuah risalah tentang musik dalam bahasa Arab yang ditulis oleh filsuf Era Keemasan Islam yaitu Imam Al-Farabi (872-950/951). 

Imam Al-Farabi membagi Kitab Al-Musiqa Al-Kabir menjadi dua risalah 

Risalah pertama terdiri dari dua bagian; mengikuti tradisi Aristotelian, Imam Al-Farabi membagi studinya tentang musik menjadi aspek teoritis dan praktis: 

Bagian pertama, yang terdiri dari dua wacana , merupakan pendahuluan yang menetapkan prinsip-prinsip teoritis musik dan penyelidikan tentang bagaimana suara dihasilkan.

Bagian kedua menerapkan prinsip-prinsip teoretis yang ditetapkan pada bagian pertama pada alat-alat musik yang digunakan pada masa Al-Farabi, sekaligus membahas interval musik dan berbagai jenis melodi .

Risalah kedua dimaksudkan sebagai komentar terhadap pemikiran para ahli teori musik sebelumnya, tetapi risalah tersebut tidak ada.

Dalam  bahasa Arab, istilah kata “lagu”  memiliki banyak varian lafadz, Al-Sima’ (السماع),  Al-Ghina (الغناء), Al-Lahw (اللهو), Al-Lahn (اللحن), dan lainnya.

Syekh Thahir At-Thabari (348-450 H) dalam kitabnya  Al-Radh ala Man Yuhibbu al-Sima’ mengatakan kata Al-Ghina oleh bangsa Arab diucapkan untuk setiap lagu yang dinamakan oleh bangsa Arab dengan nama an-Nusb (النصب), Al-Huda’ (الحداء), juga pada setiap syiir  yang diiringi irama musik.

Dalam kitabnya, Imam Al-Farabi mengartikan lafadz ‘Musik’ dengan  makna ‘Al-Alhan’ (Jamak Al-Lahn), Salah satu dari sekian istilah bahasa Arab untuk lagu. yang kalau diartikan secara leterlijk, harfiah memilki arti kumpulan beberapa suara yang menghasilkan lagu yang memiliiki melodi/irama yang khos. Dalam kata lain Al-Lahn sebagai melodi/irama.

Dalam Kitab Al-Musiqa Al-Kabir hal.10 dimana Imam Al-Farabi menuliskan, 

فى الجزء الاول: فى المدخل الصناعة الموسيقى جعله فى مقالتين:

اولاهما : فى تعريف للمعنى اللحن, وبحث فى اصل الموسيقى واختلاف هيئاتهاالعملية والنظرية الانسان, وتعدية الاصناف الالحان, وغايتها, ونشاءة الالالة الموسيقية

والثانية: فى مبادئ المعريفة لصناعة الموسيقى, فعرف الالحان الطبيعة الانسان وعدد الامم التى يمكن ان تعدد الحانهم طبيعة بوجه ما, ثم ذكو مناسبات النغم واتفاقاتها وعددالنغم المتجانسة فى اصول الالحان, وبين طبيقات الاصوات الطبيعية فذكر لذالك الة القديمة كانت تسمى (الشاه رود) وكانت بعيدة المذهب الى احد الطبقات واثقلها

"Bagian pertama: Dalam pengenalan industri musik, ia membaginya menjadi dua artikel:

Yang pertama: dalam mendefinisikan makna melodi, dan meneliti asal muasal musik serta perbedaan bentuk praktis dan teoritisnya bagi manusia, banyaknya jenis melodi, tujuannya, dan kemunculan alat musik tersebut.

Yang kedua: dalam prinsip-prinsip kognitif pembuatan musik, Ia mengenali sifat manusia sebagai melodi dan jumlah negara yang dapat menyebutkan melodi-melodi tersebut dengan cara tertentu. Kemudian ia menyebutkan peristiwa-peristiwa nada suara dan kesesuaiannya serta jumlah nada-nada harmonis dalam asal-usulnya melodi. Dia menjelaskan penerapan suara alam, jadi dia menyebutkan instrumen kuno yang disebut (Shah Rud) dan itu jauh sekali dari jalan yang harus ditempuh sehingga mengacu pada salah satu pertimbangan yang paling berat". (Al-Musiqa Al-Kabir hal.10)

Jadi, dalam video viral ceramah berdurasi 13 menit itu, UAH menjelaskan terlebih dahulu pengertian musik itu sendiri. Jika keliru mendefenisikan musik, hukum yang dirumuskan juga bisa keliru.

"Apa dulu musik itu, harus dikenali. Jangan ribut masalah musik, antum sendiri tidak kenal musik. Antum menghukumi musik, Handphone antum sendiri banyak musiknya. Ringtone itu kan musik," jelas UAH menanggapi pertanyaan salah satu jamaahnya dilansir dari portal islami.co.

Singkatnya jika mau mencermati penyampaian dari jawaban UAH terkait pertanyaan hukum musik dari salah satu jama'ah sudah dijelaskan secara gamblang dan jelas dengan referensi QS. Asy-Syu'ara : 224-227 berikut menjelaskan penafsiran dari para ulama dan bukan menghalalkan musik. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Senin, 13 Mei 2024

MWC NU MENUJU PERUBAHAN DAN PEMBANGUNAN GEDUNG

NU Cipayung; Dalam usaha merealisasikan pembangunan dan kepemilikan gedung MWC NU Cipayung Jakarta Timur yang Insya Allah akan dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunannya pada tanggal 30 Juni 2024 yang akan dihadiri oleh KH. Said Aqil Siradj dan sekaligus guna

memperkuat agenda-agenda organisasi ke depan dalam kepengurusan, maka Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Cipayung, Kota Administrasi Jakarta Timur menggelar halal bihalal yang dikemas dalam bentuk diskusi dialogis antar Pengurus MWC, Pengurus Ranting, Badan Otonom NU dan Lembaga NU di Aula Gedung lantai dasar Masjid PP Al-Hamid Putra Cilangkap - Cipayung - Jakarta Timur, Ahad (12/5/2024).

Kegiatan yang berlangsung dimulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB ini dimotivasi oleh Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta yang sekaligus sebagai Mustasyar MWC NU Kec. Cipayung KH. Lukman Hakim Hamid yang juga dalam acara tersebut dihadiri oleh Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jakarta Timur Gus Azaz Rulyaqien dan ditutup dengan laporan kegiatan dan program dari delapan (8) Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) se-Kec. Cipayung, dilanjutkan acara diskusi dialogis dan makan siang bersama (ramah tamah).

KH. Lukman Hakim Hamid menyampaikan, kegiatan halal bihalal dalam bentuk diskusi dialogis antar pengurus ini bertujuan sebagai usaha mempersatukan program dan persepsi agar supaya di semua tingkatan kepengurusan termasuk badan otonom dan lembaga bisa mengetahui kegiatan-kegiatan yang sudah dan yang harus dilakukan serta rencana-rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh MWC NU Cipayung bisa selalu disinergikan, terkhusus dalam pembangunan gedung dalam waktu dekat ini.

Sementara Ketua PCNU Jakarta Timur Gus Azaz Rulyaqien menyampaikan harapannya agar jajaran pengurus NU mengadakan dan mengedarkan kenclengan kotak amal kepada seluruh pengurus juga kepada warga nahdliyin guna menunjang kegiatan yang akan dilaksanakan dan tidak hanya mengandalkan proposal dan donasi yang biasa dilakukan.

Halal Bihalal dan Sarasehan yang bertema, "Menyatukan Struktural dan Kultural Guna Menumbuhkan Islam Rahman Lil'alamin ini ada penyampaian laporan kegiatan dari Ketua Muslimat NU Cipayung Ustz. Ruminah yang telah melaksanakan kegiatan majelis ta'lim sekaligus telah mengadakan kenclengan guna menunjang kegiatannya termasuk juga santunan yang telah dilaksanakan. Demikian Asimun Mas'ud melaporkan.

والله الموفق الى أقوم الطريق 

Selasa, 09 April 2024

EDISI KHUTBAH IDUL FITRI 1445 H (Tiga Tanda Sukses Ramadhan Di Momen Lebaran)

*Khutbah Pertama*

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

اَللهُ أَكْبَرُ x 9

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا ِلإِتْمَامِ شَهْرِ رَمَضَانَ وَأَعَانَناَ عَلىَ الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ وَجَعَلَنَا خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ للِنَّاسِ. نَحْمَدُهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَهِدَايَتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُسُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ شَهْرُ رَمَضانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

*Allahu Akbar 3 x, wa lillahilh hamd,*

*Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,*

Lebaran atau momen Idul Fitri hampir selalu diwarnai dengan gegap gempita kegembiraan umat Islam di berbagai penjuru. Gema takbir dikumandangkan di malam harinya, kadang disertai sejumlah aksi pawai. Pada pagi harinya pun mayoritas dari mereka mengenakan pakaian serba baru, makan makanan khas dan istimewa, serta bersiap bepergian untuk silaturahim ke sanak kerabat hingga berkunjung ke beberapa wahana liburan yang menarik.

Umat Islam merayakan sebuah momen yang mereka sebut-sebut sebagai “hari kemenangan”. Tapi kemenangan atas apa?

*Allahu Akbar 3 x, wa lillahilh hamd,*

*Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,*

Idul Fitri tiba ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sepanjang bulan suci tersebut, mereka menahan lapar, haus dan hal-hal lain yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam. 

Proses latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap hal-hal yang sebelumnya halal, seperti makan dan minum. Puasa itu ibarat pekan ujian nasional bagi siswa sekolah. 

Siswa mendapatkan rapor selepas melewati masa-masa krusial ujian, demikian pula orang-orang yang berpuasa. Setelah melewati momen-momen penting sebulan penuh, umat Islam pun berhak mendapatkan hasilnya. Apa hasil itu? Jawabannya tak lain adalah predikat “takwa”, sebagaimana terdapat di al-Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat kemuliaan manusia. Seberapa tinggi derajat mulia manusia tergantung pada seberapa tinggi takwanya. Inna akramakum ‘indallâhi atqâkum. Dalam konteks puasa Ramadhan, tentu takwa tak bisa digapai dengan sebatas menahan lapar dan dahaga. Ada yang lebih substansial yang perlu ditahan, yakni ketergantungan manusia kepada hal-hal selain Allah, termasuk hawa nafsu. 

Sementara Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah bersabda,

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

“Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain rasa lapar saja.” (HR. Imam Ahmad)

*Allahu Akbar 3 x, wa lillahilh hamd,*

*Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,*

Karena puasa sudah kita lewati dan tak ada jaminan kita bakal bertemu Ramadhan lagi, pertanyaan yang lebih relevan adalah “apa tanda-tanda kita telah mencapai kemenangan?”. Jangan-jangan kita seperti yang disabdakan Nabi, termasuk golongan yang sekadar mendapatkan lapar dan dahaga, tanpa pahala?

Jika standar capaian tertinggi puasa adalah takwa, lantas, apa saja ciri-ciri orang bertakwa? Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan ciri-ciri orang takwa. Salah satu ayatnya terdapat dalam Surat Ali Imran:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَـــافِينَ عَنِ النَّــاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُـحْسِنِــينَ

“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat dlarrâ’ (susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)

*Allahu Akbar 3 x, wa lillahilh hamd,*

*Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,*

Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang menjadi ciri orang bertakwa. *Ciri Pertama,* gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit. Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri. Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama, serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan. 

Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, ciri pertama sifat takwa ini sebenarnya sudah dimulai dengan zakat fitrah. Ayat tersebut menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu berlangsung konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat fitrah hanyalah awal atau “pancingan” bagi segenap kepedulian sosial tanpa henti pada bulan-bulan berikutnya.

*Ciri Kedua* orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak akan mengumbar marah begitu saja. Al-kâdhim (orang yang menahan) serumpun kata dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya mempunyai fungsi membendung: yang pertama membendung amarah, yang kedua membendung air panas.

Selayak termos, orang bertakwa semestinya mampu menyembunyikan panas di dadanya sehingga orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa ia sedang marah. 

*Ciri Ketiga* orang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadhan, umat Islam paling dianjurkan memperbanyak permohonan maaf kepada Allah dengan membaca,

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku.”

Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT. Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan dosa.

Cara ini, bila dipraktikkan  sebenarnya melatih orang tentang pentingnya maaf. Maaf merupakan sesuatu yang singkat namun bisa terasa sangat berat karena persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu lainnya.

Amatlah arif ulama-ulama di Tanah Air yang menciptakan tradisi bersilaturahim dan saling memaafkan di momen lebaran. Sempurnalah, ketika kita usai membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada Allah, selanjutnya kita saling memaafkan kesalahan masing-masing di antara manusia.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَذِكْرِ اْلحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.

*Khutbah Kedua*

اَللهُ أَكْبَرُ 7×،

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً, لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

الحمد لله الذي جعل الاعياد باالافراج والسرور، وضاعف للمتقين جزيل الاجور، وكمل الضيافة لعموم المؤمنين بسعيهم المشكور، أشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له ألعفو الغفور، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الذي نال من ربه مطهر مبرور، أللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله أصحابه الذين هم يرجون تجارة لن تبور. أما بعد : فيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. إن أمركم بأمر بداء فيه بنفسه، وثنى بملائكته وأياه باالمؤمنين من عباده. وقالَ اللهُ عز وجل "إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ, يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا". اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَأًصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِماَتِ, وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

TPQ AL-IHSAN PONDOK GEDE BERPERAN DALAM MEMPERSIAPAN GENERASI PENERUS YANG AHLI AL-QUR'AN

Dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam disebutkan,

وَعَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ. (رَوَاهُ البُخَارِيُّ) .

Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari, no.5027)

Sebagai negara muslim  kualitas keagamaan di negara kita terbilang rendah. Hal ini didasari oleh rendahnya kesadaran untuk untuk mempelajari Al-Qur'an di masyarakat. Sebagai organisasi terkecil di masyarakat keluarga memerankan peran yang sangat penting dalam membentuk karakter manusia.

Fakta sejarah akan membuktikan bahwa islam di indonesia akan tinggal sejarah jika umat islam tidak peduli dengan keislamannya.  Fenomena pendikan Al-Qur'an di masyarakat saat ini menurut seorang ulama Yusuf Qardhawi berada di level 2, yakni mendengarkan. Al-Qur'an sebagai obyek yang sekedar didengarkan, tidak dipelajari dengan semestinya. Radikalisme muncul akibat kesalahan dalam memahami Al-Qur'an. Al-Qur'an tidak dipahami karena lemahnya kesadaran untuk mempelajari, menghayati dan mengamalkan Al-Qur'an. Al AlQur'an hanya dipandang sebatas teks dengan pemahaman bighoiri ilmi (tanpa ilmu), tanpa menguasai perangkat untuk memahami Al-Qur'an secara utuh. 

Teladan orangtua menjadi garda terdepan dalam pendidikan Al-Qur'an. Semangat memasyarakatkan Al-Qur'an dan meng-Al-Qur'an-kan masyarakat. Merubah mindset masyarakat dari pendengar menjadi pembaca, dari membaca menjadi memahami, dan dari memahami menjadi pengamalan. Arah pendidikan Al-Qur'an harus jelas tidak asal jalan. Taman Pendidikan Al-Qur'an harus didesain untuk bisa melahirkan qari'/qari'ah, mufassir-mufassir dan Ahli Al-Qur'an sebagai khas Indonesia.

Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) Al-Ihsan Pondok Gede bangkit dan memantapkan peran sebagai lembaga pengajaran Al-Qur’an yang tidak cuma meningkat dari sisi kuantitatif tetapi harus meningkat secara kualitatif, artinya kualitas harus menjadi target utama mengingat secara empiris eksistensi TPQ Al-Ihsan yang keberadaannya sudah sangat dibutuhkan dan diyakini memberikan manfaat.

Kalau mencermati statistik keberadaan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di Pondok Gede Bekasi khususnya semakin menjamur, ini menjadi potensi, peluang dan tantangan tersendiri bagi TPQ Al-Ihsan dibawah naungan Yayasan Pendidikan dan Dakwah Islam Al-Ihsan (YP-DIA) Pondok Gede dan pemerintah, walaupun bersifat non formal eksistensi TPQ tidak bisa di lihat sebelah mata dalam rangka mencerdaskan dan membekali budi pekerti/aklaq mulia bagi anak-anak.

Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Al-Ihsan sangat berperan dalam mendidik dan melahirkan generasi muslim yang cinta dan mengamalkan ajaran Islam yang sesuai dengan syari’ahnya dan mengimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat serta mampu menghadapi era globalisasi saat ini. TPQ Al-Ihsan merupakan salah satu program unggulan Yayasan Pendidikan Dan Dakwah Islam Al-Ihsan (YP-DIA) melalui Direktorat Keagamaan dan Dakwah Islam yang membawahi Devisi Kemasjidan Masjid Besar Nurul Ihsan Pondok Gede - Bekasi - Jawa Barat.

Fenomena di kota Bekasi menunjukkan 70% anak usia SMP termasuk tsanawiyah tidak bisa membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar. Hal ini diungkapkan oleh Plt. Kepala Kementerian Agama Kota Bekasi, H Shobirin (15/9/2020). Hal ini memacu semangat  penanaman keagamaa usia dini jadi kata kunci pendidikan karakter di Kota Bekasi. Sebagai way of life pendidikan Al-Qur'an  harus diajarkan sejak dini. H.Shobirin juga menambahkan degradasi moral nyata di depan mata. Lembaga Pndidikan Al-Qur'an harus tampil di depan dalam menanamkan nilai-nilai moral, penghayatan dan pengamalan Al-Qur'an.

Tujuan TPQ Al-Ihsan Pondok Gede hanyalah mengharap ridha Ilahi Rabbi juga ikut membantu program pemerintah dalam menyiapkan terbentuknya generasi yanh Qur’ani, yaitu generasi yang memiliki komitmen terhadap Al-Qur’an sebagai sumber perilaku, pijakan hidup dan rujukan segala urusannya. Hal ini ditandai dengan kecintaan yang mendalam terhadap Al-Qur’an, mampu dan rajin membacanya, terus menerus mempelajari isi kandungannya, dan memiliki kemauan yang kuat untuk mengamalkannya secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari.

Kedepan TPQ Al-Ihsan Pondok Gede harus lebih eksis dan semangat dapat mencapai tujuannya secara lebih berdaya guna dan berhasil guna khususnya pembelajaran Al-Qur’an serta berfungsi dalam meningkatkan profesionalisme guru TPQ di Provinsi Jawa Barat. Adapun kegiatan yang diadakan TPQ Al-Ihsan dalam meningkatkan profesionalisme guru TPQ diwujudkan dalam bentuk, melakukan pembinaan terhadap para pembina, ustadz/ustadzah, dan masyarakat secara periodik sehubungan dengan gerakan Al-Qur’an, memantapkan profesionalisme guru dan kualitas sumber daya manusia TPQ Al-Ihsan. (Asimun Mas'ud Dir. Pendidikan & Dakwah)

EDISI KHUTBAH JUM'AT (Menggapai Ampunan Allah di Bulan Rajab)

*Khutbah Pertama*

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

*Ma’asyiral muslimin rahimakumullah*

Rajab merupakan salah satu bulan yang mulia. Dari segi bahasa saja Rajab berasal dari kata “tarjib” yang berarti mulia dan agung. Karena saking mulianya, sehingga menjadikan Rajab sebagai bulan yang penuh rahmat, anugerah, dan kebaikan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW dalam memuliakan bulan Rajab sampai memanjatkan doa sebagaimana diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik dalam Musnad Ahmad,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, semoga Engkau memberkahi kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, semoga Engkau pertemukan kami dengan bulan Ramadhan.” (HR. Ahmad)

Dari doa Nabi di atas, sangat jelas bahwa bulan Rajab menjadi bulan yang menjadi awal dari rangkaian terpenting ibadah umat Islam di seluruh dunia, yakni bulan suci Ramadhan.

Bulan Rajab adalah bulan istighfar, oleh karena itu marilah pada bulan ini kita memperbanyak bacaan istighfar dan terus menerus melantunkannya dalam kehidupan kita semua. Ulama berkata,

رَجَبٌ شَهْرُ اْلاِسْتِغْفَارِ، وَشَعْبَانُ شَهْرُ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ الْمُخْتَارِ، وَرَمَضَانُ شَهْرُ الْقُرْآنِ.

“Bulan Rajab adalah bulannya Istihfar, Sya’ban adalah bulannya membaca shalawat kepada Nabi saw. dan Ramadhan adalah bulan memperbanyak bacaan al-Qur’an.

Diantara Bacaan Istighfar yang diajarkan para ulama untuk baca setiap bulan Rajab adalah,

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَتُبْ عَلَيَّ

para ulama mengajarkan istighfar ini dibaca sebanyak 70 kali setiap pagi dan sore hari selama bulan Rajab.

Diantara ajaran lainnya adalah para ulama mewasiatkan kepada kita semua untuk senantiasa memperbanyak bacaan Sayyid al-Istighfar yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw,

عن شَدَّادِ بْنِ أَوسٍ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، قَالَ : سَيِّدُ اْلاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُوْلَ العَبْدُ : اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وأَبُوءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ.

“Diriwayatkan dari Syaddad ibn Aus r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda: “Sayyid al-Istighfar adalah seorang hamba mengucapkan: “Ya Allah, Engkau adalah tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau, yang telah menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu, dan aku atas tanggungan-Mu dan janji-Mu selama aku masih mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang telah aku perbuat. Aku mengakui nikmat yang telah Engkau berikan padaku, Aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku, Sesunguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.”

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Disebut dengan bulan haram karena pada bulan tersebut diharamkan maksiat dengan keras. Demikian kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsir beliau.

Mengenai empat bulan yang dimaksud dan salah satunya bulan Rajab, telah disebutkan dalam hadits dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dan Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Ibnu ’Abbas radhiyallahu ‘anhumaa mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya lebih besar, dan amalan shalih yang dilakukan pahalanya lebih banyak.” (Lathaif al-Ma’arif)

*Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah*

Oleh karena itu, marilah kita sibukkan diri dengan melakukan kebaikan-kebaikan. Tidak ada kata terlambat untuk bertaubat dan beramal baik. Usia tak bisa membatasi kita untuk mengerjakan aneka kebaikan. Muda atau tua sekalipun sama-sama memiliki kesempatan menghias diri dengan amal-amal saleh. Satu kalimat yang seringkali kita dengar terkait dengan hal ini, ‘ojo leren dadi wong apik‘ (jangan berhenti jadi orang baik). Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan pada bulan Rajab ini kita senantiasa diberi kekuatan, kemudahan dan kemampuan untuk memperbanyak kebaikan dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Aamiiin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

*Khutbah Kedua*

إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الصَّادِقِ الْوَعْدِ الْأَمِيْنِ، وَعَلٰى إِخْوَانِهِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنْ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَآلِ الْبَيْتِ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الْأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِيْنَ، أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَعَنِ الْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ فَاتَّقُوْهُ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضٰالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ، اَللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وآمِنْ رَّوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ ما نَتَخوَّفُ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبٰى ويَنْهٰى عَنِ الفَحْشٰاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاتَّقُوْهُ يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

EDISI KHUTBAH JUM'AT (Bulan Rajab Bulan Penuh Berkah Untuk Beramal Shalih)

*Khutbah Pertama*

اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حُمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحِسْبَانَ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ 

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمُ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْجُوْدِ وَالْوَفَاءِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

*Jama'ah Shalat Jum'at rahimakumullah*

Bulan Rajab adalah bulan istimewa. Dalam kitab I‘anatut Thalibin dijelaskan bahwa “Rajab" merupakan derivasi dari kata “tarjib” yang berarti mengagungkan atau memuliakan. Masyarakat Arab zaman dahulu memuliakan Rajab melebihi bulan lainnya. Rajab biasa juga disebut “Al-Ashabb” (الأصب) yang berarti “yang mengucur” atau menetes”. Dijuluki demikian karena derasnya tetesan kebaikan pada bulan ini. 

Bulan Rajab bisa juga dikenal dengan sebutan “Al-Ashamm” (الأصم) atau “yang tuli”, karena tidak terdengar gemerincing senjata pasukan perang pada bulan ini. 

*Jama'ah Shalat Jum'at rahimakumullah*

Karena kita semua diciptakan untuk menyembah Allah Ta'ala, maka sudah sepantasnya pada bulan Rajab yang mulia ini, kita harus memperbanyak ibadah kepada-Nya, karena sesungguhnya ibadah di bulan Rajab, Allah Ta'ala akan melipatgandakan amal perbuatan kita. 

Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menyampaikan khutbah Jumat di bulan Rajab pada masanya. Dalam khutbahnya beliau bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ! إِنَّهُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرُ رَجَبَ، شَهْرُ الله تُضَاعَفُ فِيْهِ الْحَسَنَاتُ وَتُسْتَجَابُ فِيْهِ الدَّعَوَاتُ وَيُفَرَّجُ عَنْ الْكُرْبَاتِ، لَا يُرَدُّ فِيْهِ لِلْمُؤْمِنِيْنَ دَعْوَةٌ، فَمَنْ اِكْتَسَبَ فِيْهِ خَيْراً ضُوْعِفَ لَهُ فِيْهِ أَضْعَافاً مُضَاعَفَةً، وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ 

"Wahai manusia! Sungguh telah menaungi kepada kalian semua, bulan yang agung, yaitu bulan Rajab yang merupakan bulan Allah, setiap kebaikan akan dilipatgandakan di dalamnya dan doa-doa akan diterima, kegelisahan akan dihilangkan, doa-doa orang mukmin tidak ditolak. Barangsiapa yang melakukan kebaikan di dalamnya, maka akan dilipatgandakan menjadi berlipat ganda, dan Allah bisa melipatgandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki (HR. Anas biberikut).

Amaliah ibadah dan kebaikan yang bisa kita lakukan di bulan Rajab ini sangatlah banyak, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Tabyinu al-‘Ajb bi Ma Warada fi Syahr Rajab, halaman 20, di antaranya (1) puasa; (2) bersedekah; (3) silaturahim; (4) memberi makan orang yang lapar; (6) menjenguk orang sakit; (7) menyenangkan anak yatim; serta semua ibadah dan kebaikan lainnya.

Sedangkan anjuran dasar ibadah puasa dari empat bulan yang dimuliakan (termasuk di dalamnya bulan Rajab), telah ditegaskan oleh Imam Fakhruddin al-Razi dalam Mafâtîh al-Ghaib, juz 16, halaman 54, yang merupakan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,

مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ أَشْهُرِ اللّٰهِ الْحُرُمِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ ثَلَاثُونَ يَوْمًا 

"Barang siapa yang berpuasa satu hari pada bulan-bulan yang dimuliakan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), maka ia akan mendapat pahala puasa 30 hari."

*Jama'ah Shalat Jum'at rahimakumullah*

Sementara Sayyid Abu Bakar Syattha’ dalam kitab I’ânah at-Thâlibîn mengutip hadits berikut,

صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ   

"Berpuasalah pada bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah! Berpuasalah pada bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah! Berpuasalah pada bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah!" (HR Abu Dawud dan yang lainnya).

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala tetap memberkahi umur kita semua dengan dijumpakan kepada bulan mulia yang lainnya yakni Sya'ban dan Ramadhan. 

 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ 

Khutbah Kedua

 اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ