Senin, 04 Juni 2018
KAJIAN TENTANG HUKUM ZAKAT DIBERIKAN KEPADA GURU NGAJI
Zakat merupakan salah satu ibadah maaliyah (ibadah yang berwujud harta) yang mana ketentuan, cara pengumpulan dan pendistribusiannya sudah diatur dalam syari’at dengan aturan yang baku. Dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 diterangkan,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ. التوبة: 60
"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." (QS. At-Taubah 60).
Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa pendistribusian zakat/pembagian zakat itu harus disalurkan kepada para mustahiq (orang yang berhak menerimanya) yang jumlahnya ada delapan golongan tersebut.
Sedangkan golongan yang lain selain yang diatas tidak berhak menerimanya. Demikian pula halnya dengan kyai/ustadz (guru ngaji). Sementara sudah merupakan hal yang biasa dilakukan di kampung-kampung bahwa sebagian kaum muslimin memberikan zaktnya kepada kiyai/guru ngaji, bagaimana hukumnya?
Sayid Abu Bakar bin Muhammad Syatho dalam kitabnya I’anatut Thalibin memberikan keterangan,
وَمِمَّا لاَ يَمْنَعُهُمَا [أَيِ الْفَقْرَ وَالْمَسْكَنَةَ] أَيْضًا اشْتِغَالُهُ عَنْ كَسْبٍ يُحْسِنُهُ بِحِفْظِ الْقُرْآنِ، أَوْ بِالْفِقْهِ، أَوْ بِالتَّفْسِيْرِ، أَوِ الْحَدِيْثِ. أَوْ مَا كَانَ آلَةً لِذَلِكَ وَكَانَ يَتَأَتَّى مِنْهُ ذَلِكَ فَيُعْطَى لِيَتَفَرَّغَ لِتَحْصِيْلِهِ لِعُمُوْمِ نَفْعِهِ وَتَعَدِّيْهِ، وَكَوْنِهِ فَرْضَ كِفَايَةٍ.
“Termasuk hal yang tidak mencegah keduanya (status fakir dan miskin) adalah seseorang yang meninggalkan pekerjaan yang layak baginya karena waktunya tersita untuk menghafal Qur’an, memperdalam imu fiqih, tafsir, hadits atau ilmu alat (ilmu yang menjadi sarana tercapainya ilmu-ilmu tersebut), maka orang-orang semacam ini dapat diberi zakat, agar mereka dapat melaksanakan usahanya secara optimal, sebab manfaatnya akan lebih dirasakan serta mengena kepada masyarakat umum, disamping juga hal itu hukumnya fardlu kifayah."
Dari keterangan ini, kita bisa memahami bahwa hukum memberi zakat kepada kiyai/guru ngaji itu boleh, dengan syarat bahwa yang bersangkutan keadaannya tidak mampu. Hal ini disamakan dengan orang yang sibuk menghafal hadits, memperdalam ilmu fiqih atau mengerjakan sesuatu yang hukumnya fardlu kifayah, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk mencari penghasilan yang layak.
Menurut sebagian ulama' yang lain terkait guru ngaji (Ustadz, Kiai) termasuk salah satu dari delapan golongan yang berhak menerima zakat dengan mengatas namakan SABILILLAH.
Pengertian sabilillah yang bermakna jihad membela agama Allah telah dijelaskan dalam suatu hadits yang berbunyi,
حَدَّثَناَ سُلَيْمَانُ بْنُ حَربٍ حَدَّثَناَ شُعْبَةُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِيْ وَائِلٍ عَنْ أَبِيْ مُوسَى رضي الله عنه قَالَ جَآءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمغْنَمِ وَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ وَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ فَمَنْ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ رسول الله صلى الله عليه و سلم مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْياَ فَهُوَ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Telah bercerita kepada kita Sulaiman bin Harbin, telah bercerita kepada kita Syu’bah dari Amr dan dari Abi Wail dari Abi Musa r.a berkata: telah datang seorang laki-laki kepada Nabi Saw, lalu berkata: “ada orang yang berperang karena hendak mendapat rampasan, ada yang berperang karena hendak disebut orang (mencari nama), dan ada yang berperang karena hendak dilihat orang, maka manakah yang berperang pada jalan (agama) Allah?” Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang berperang untuk menjadikan kalimat Allah yang paling tinggi, maka dialah yang berada di jalan Allah.” (HR. Bukhari, Shahih Bukhari, Bairut: Dar al-Kutub Ilmiyah, 1992).
Dalam memahami surat at-Taubah ayat 60, banyak di antara mufassir yang menafsirkan sabilillah dengan al-ghazi fi sabilillah yang berarti orang yang berperang dijalan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Menurut sebagian pendapat ulama, sabilillah adalah sukarelawan dalam peperangan yang tidak mendapatkan gaji. Menurut Ibnu Umar, “jalan Allah” itu adalah mereka yang pergi mengerjakan haji dan umrah, hal ini berdasarkan pada perbuatan Nabi yang meminjamkan unta zakat kepada seorang perempuan untuk mengerjakan haji." (Abdul Halim Hasan, Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Prenada Media Group, cet ke-I, 2006, hal. 49).
Para ulama memang berbeda pendapat tentang makna mustahiq zakat yang satu ini, yaitu fi sabilillah. Perbedaan ini berangkat dari ijtihad mereka yang cenderung muwassain (meluaskan makna) dan mudhayyiqin (menyempitkan makna).
Sebagian ulama beraliran mudhayyiqin bersikeras untuk tidak memperluas maknanya, fi sabilillah harus diberikan tetap seperti yang dijalankan di masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat, yaitu untuk para mujahidin yang perang secara pisik.
Sebagian ulama yang beraliran muwassa'in cenderung untuk memperluas maknanya sampai untuk biaya dakwah dan kepentingan umat Islam secara umum.
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﻣﺼﻄﻔﻰ ﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻫﻞ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻯ ﺍﻟﻐﺰﺍﺓ ﺍﻟﻤﺘﻄﻌﻮﻥ ﺑﺎﻟﺠﻬﺎﺩ ﻭﺍﻥ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﺍﻏﻨﻴﺎﺀ ﺍﻋﺎﻧﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ ﻭﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻃﻠﺒﺔ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲ ﻭﺭﻭﺍﺩ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﻃﻼﺏ ﺍﻟﻌﺪﻝ ﻭﻣﻘﻴﻢ ﺍﻻﻧﺼﺎﻑ ﻭﺍﻟﻮﻋﻆ ﻭﺍﻻﺭﺷﺎﺩ ﻭﻧﺎﺻﺮ ﺍﻟﺪﻳﻦ. ﺍﻩ ﺟﻮﺍﻫﺮ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﺑﺸﺮﺡ . ﺍﻟﻘﺴﻄﻼﻧﻲ.ﺹ 192
"Imam Qasthalani Asy-Syafi'i menegaskan didalam kitabnya Jawahirul Bukhori bahwa Syeikh Muhammad Musthofa berkata, "Ahli Sabilillah adalah mereka yang berperang dijalan Allah dengan suka rela (tidak digaji) walaupun mereka dalam kondisi kaya. Mereka berhak menerima zakat untuk membantu mereka dalam berjihad. Dan termasuk Ahli Sabilillah adalah para pelajar atau santri yang mempelajari ilmu Syar'i, orang-orang yang mencari kebenaran, menuntut keadilan, menegakkan kejujuran, orang-orang yang ahli memberi nasehat atau bimbingan dan orang-orang yang membela agama Allah Subhanahu wa Ta'ala." (Kitab Jawahir Al-Bukhori Bisyarh Al-Qostholani hal. 192).
والسابع سبيل الله تعالى وهو غاز ذكر متطوع بالجهاد فيعطى ولو غنيا إعانة له على الغزو اهل سبيل الله الغزاة المتطوعون بالجهاد وان كانوا اغنياء ويدخل في ذلك طلبة العلم الشرعي ورواد الحق وطلاب العدل ومقيموا الانصاف والوعظ والارشاد وناصر الدين الحنيف
"Yang ke tujuh SABILILLAAH Ialah lelaki pejuang yang berperang dengan Cuma-Cuma demi agama Allah, maka ia diberi meskipun ia kaya raya sebagai bantuan untuk biaya perangnya. “SABIILILLAH” Ialah lelaki pejuang yang berperang dengan Cuma-Cuma demi agama Allah meskipun ia kaya raya. Dan masuk dalam kategori sabiilillah adalah para pencari ilmu syar’i, pembela kebenaran, pencari keadilan, penegak kebenaran, penasehat, pengajar, penyebar agama yang lurus. (Kitab Al-Iqna' Fi Haal Al-Fazh Abi Suja' Juz 1/461).
Oleh karena itu, dalam kitab Fiqhuz Zakah, Dr. Yusuf al-Qaradawi menyebutkan bahwa asnaf fi sabilillah, selain jihad secara pisik, juga termasukdi antaranya adalah:
1. Membangun pusat-pusat dakwah (al-Markaz Al-Islami) yang menunjang program dakwah Islam di wilayah minoritas, dan menyampaikan risalah Islam kepada non muslim di berbagai benua merupakan jihad fi sabilillah.
2. Membangun pusat-pusat dakwah (al-Markaz Al-Islami) di negeri Islam sendiri yang membimbing para pemuda Islam kepada ajaran Islam yang benar serta melindungi mereka dari pengaruh ateisme, kerancuan fikrah, penyelewengan akhlaq serta menyiapkan mereka untuk menjadi pembela Islam dan melawan para musuh Islam adalah jihad fi sabilillah.
3. Menerbitkan tulisan tentang Islam untuk mengantisipasi tulisan yang menyerang Islam, atau menyebarkan tulisan yang bisa menjawab kebohongan para penipu dan keraguan yang disuntikkan musuh Islam, serta mengajarkan agama Islam kepada para pemeluknya adalah jihad fi sabilillah.
4. Membantu para du'at Islam yang menghadapi kekuatan yang memusuhi Islam di mana kekuatan itu dibantu oleh para thaghut dan orang-orang murtad, adalah jihad fi sabilillah.
5. Termasuk di antaranya untuk biaya pendidikan sekolah Islam yang akan melahirkan para pembela Islam dan generasi Islam yang baik atau biaya pendidikan seorang calon kader dakwah/ da`i yang akan diprintasikan hidupnya untuk berjuang di jalan Allah melalui ilmunya adalah jihad fi sabilillah. Wallahu a'lam
Demikianlah Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfa'at. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar