Senin, 04 Juni 2018
KAJIAN TENTANG DEFINISI DAN SYARAT MENJADI IMAM SHALAT BERJAMA'AH
Kata imam (امام، امامة) dalam bahasa Arab adalah pemimpin, pemuka.
Sedangkan imam menurut istilah, adalah pemuka di dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam. Sedangkan pengertian imam dalam konteks shalat atau imam shalat, adalah pimpinan dalam shalat jamaah, baik dalam kedudukannya yang tetap maupun dalam keadaan yang sementara, sang imam berdiri paling depan dari barisan jamaah shalat.
Seorang imam shalat berjamaah, biasanya adalah orang yang dianggap baik dalam bacaan shalatnya, orang-orang yang berhati-hati mengerjakan kaifiyah (tata cara gerakan) shalat, memahami syarat sah, syarat rukun dan sunnah-sunnah shalat, agar mendapat pahala orang-orang yang menjadi pengikut (makmum) dan bukan mendapat dosa.
Keberadaan imam dewasa ini sungguh jauh dari standar yang dicontohkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum. Dimana untuk menjadi imam shalat adalah mereka yang benar-benar lebih baik dalam segala hal, dan shahabat yang merasa lebih rendah pemahamannya menyerahkan urusan imam shalat kepada shahabat yang lebih senior. Itulah yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum.
Syarat menjadi seorang Imam dalam shalat berjamaah adalah sebagai berikut :
1. Yang lebih mengerti serta lebih fashih tentang Al-Qur'an
2. Yang lebih memahami Sunnah Rasul
3. Yang lebih dahulu hijrah (baik hijrah dari Makkah ke Madinah sebagaimana para shahabat maupun hijrah dari segala yang buruk kepada yang baik)
4. Yang lebih tua atau yang lebih dahulu Islamnya,
5. Yang lebih dicintai, dengan kecintaan yang dibenarkan oleh agama.
Dasar penetapan ada dalam beberapa hadits berikut ini :
عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا كَانُوْا ثَلاَثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ اَحَدُهُمْ. وَ اَحَقُّهُمْ بِاْلاِمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ. مسلم
Dari Abu Sa'id Al-Khudri, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila mereka tiga orang, maka hendaklah mengimami mereka salah seorang diantara mereka. Dan yang paling berhak menjadi imam diantara mereka ialah yang paling pandai (faham) bacaannya diantara mereka". [HR. Muslim juz 1, hal. 464]
عَنْ اَبِى مَسْعُوْدٍ اْلاَنْصَارِيّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَؤُمُّ اْلقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ. فَاِنْ كَانُوْا فِى اْلقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ. فَاِنْ كَانُوْا فِى السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً. فَاِنْ كَانُوْا فِى اْلهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا. وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِى سُلْطَانِهِ. وَلاَ يَقْعُدْ فِى بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ اِلاَّ بِإِذْنِهِ. مسلم
Dari Abu Mas'ud Al-Anshari, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Yang mengimami suatu kaum itu hendaklah orang yang lebih pandai (faham) bacaannya tentang kitab Allah diantara mereka. Apabila mereka itu di dalam kefahamannya sama, maka yang lebih mengetahui diantara mereka tentang sunnah. Jika mereka itu sama dalam pengetahuannya tentang sunnah, maka yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka itu sama dalam hal hijrahnya, maka yang lebih dahulu diantara mereka masuk Islam. Dan janganlah seseorang mengimami orang lain di dalam kekuasaannya. Dan janganlah ia duduk di tempat kehormatannya yang berada di dalam rumahnya kecuali dengan idzinnya". [HR. Muslim juz 1, hal. 465]
عَنْ اِسْمَاعِيْلَ بْنِ رَجَاءٍ قَالَ: سَمِعْتُ اَوْسَ بْنَ ضَمْعَجٍ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ اَبَا مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ: قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص: يَؤُمُّ اْلقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ وَ أَقْدَمُهُمْ قِرَاءَةً. فَاِنْ كَانَتْ قِرَاءَتُهُمْ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً. فَاِنْ كَانُوْا فِى اْلهِجْرَةِ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ اَكْبَرُهُمْ سِنًّا. وَلاَ تَؤُمَّنَّ الرَّجُلَ فِى اَهْلِهِ وَ لاَ فِى سُلْطَانِهِ. وَلاَ تَجْلِسْ عَلَى تَكْرِمَتِهِ فِى بَيْتِهِ اِلاَّ اَنْ يَأْذَنَ لَكَ اَوْ بِإِذْنِهِ. مسلم
Dari Ismai'il bin Raja', ia berkata : Saya pernah mendengar Aus bin Dlam'aj berkata : Saya pernah mendengar Abu Mas'ud berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami, "Orang yang mengimami suatu kaum hendaklah orang yang paling pandai bacaannya diantara mereka tentang kitab Allah dan lebih baik diantara mereka bacaannya. Jika bacaan (kefahaman) mereka itu sama, maka hendaklah mengimami mereka orang yang lebih dahulu diantara mereka berhijrah. Jika mereka itu sama didalam hijrahnya, maka hendaklah mengimami mereka orang yang paling tua umurnya diantara mereka. Dan janganlah kamu mengimami orang lain di dalam keluarganya, dan jangan pula di dalam kekuasaannya. Dan janganlah kamu duduk ditempat kehormatannya di dalam rumahnya, kecuali orang tersebut mengidzinkan untukmu atau dengan idzinnya". [HR. Muslim juz 1, hal. 465]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص كَانَ يَقُوْلُ: ثَلاَ ثَةٌ لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُمْ صَلاَةً: مَنْ تَقَدَّمَ قَوْمًا وَ هُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ. وَ رَجُلٌ أَتَى الصَّلاَةَ دِبَارًا، وَ الدّبَارُ اَنْ يَأْتِيَهَا بَعْدَ اَنْ تَفُوْتَهُ، وَرَجُلٌ اعْتَبَدَ مُحَرَّرَهُ. ابو داود
Dari Abdullah bin 'Amr ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Ada tiga golongan yang Allah tidak mau menerima shalat mereka, yaitu : Orang yang mengimami suatu kaum sedang mereka (orang yang diimami tersebut) benci kepadanya, dan seseorang melaksanakan shalat yang sudah bukan waktunya, yaitu dia melaksanakan shalat setelah waktu shalat tersebut hilang, dan orang yang menjadikan orang merdeka sebagai budak". [HR. Abu Dawud Juz I, hal 162]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص قَالَ: ثَلاَثَةٌ لاَ تَرْتَفِعُ صَلاَتُهُمْ فَوْقَ رُءُوْسِهِمْ شِبْرًا: رَجُلٌ اَمَّ قَوْمًا وَ هُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ، وَ امْرَأَةٌ بَاتَتْ وَ زَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَ اَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ. ابن ماجه
Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Ada tiga golongan yang tidak terangkat shalat mereka di atas kepala mereka meskipun satu jengkal (yakni tidak diterima shalat mereka), yaitu : Seseorang yang mengimami suatu kaum sedang mereka (yang diimami itu) benci kepadanya, dan seorang isteri yang bermalam sedang suaminya marah kepadanya, dan dua orang yang saling memutus persaudaraan". [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 311, sanadnya shahih]
قَالَ مَالِكٌ بْنُ حُوَيْرِثٍ، سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: مَنْ زَارَ قَوْمًا فَلاَ يَؤُمَّهُمْ، وَ لْيَؤُمَّهُمْ رَجُلٌ مِنْهُمْ. ابو داود
Berkata Malik bin Huwairits : Saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang mengunjungi suatu kaum, maka janganlah mengimami mereka, dan hendaklah mengimami mereka salah seorang dari kaum itu". [HR. Abu Dawud 1 : 163]
*Keterangan :*
Dari hadits-hadits tersebut dapat diambil pengertian bahwa seorang yang menjadi imam shalat adalah yang paling paham dan fasih dalam bacaan shalat juga lebih paham dalam masalah agama. Dan tuan rumah atau orang yang berkuasa di daerah itu lebih berhak menjadi imam, kecuali bila mereka mempersilahkan orang lain untuk mengimaminya.
عَنْ اَبِى عَلِيّ اْلمِصْرِيّ قَالَ: سَافَرْنَا مَعَ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ اْلجُهَنِيّ فَحَضَرَتْنَا الصَّلاَةُ فَاَرَدْنَا اَنْ يَتَقَدَّمَنَا، قَالَ، قُلْنَا: اَنْتَ مِنْ اَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ ص وَ لاَ تَتَقَدَّمُنَا. قَالَ: اِنّى سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: مَنْ اَمَّ قَوْمًا فَاِنْ اَتَمَّ فَلَهُ التَّمَامُ وَ لَهُمُ التَّمَامُ، وَ اِنْ لَمْ يُتِمَّ فَلَهُمُ التَّمَامُ وَ عَلَيْهِ اْلاِثْمُ. احمد
Dari Abu 'Ali Al-Mishri, ia berkata, Kami pernah bepergian bersama 'Uqbah bin 'Amir Al-Juhani, kemudian datang waktu shalat, lalu kami menghendaki salah seorang dari kami untuk maju menjadi imam. (Abu ‘Ali) berkata : Lalu kami berkata, “Kamu saja (ya ‘Uqbah bin ‘Amir), yang termasuk shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kenapa tidak mau maju (untuk mengimami kami)?”. ‘Uqbah bin ‘Amir berkata : Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa mengimami suatu kaum, jika ia menyempurnakan shalat itu (shalat dengan baik), maka kesempurnaan itu (pahalanya) bagi imam dan bagi mereka (para makmum). Dan jika imam itu tidak menyempurnakan (shalatnya tidak baik), maka bagi mereka (para makmum) mendapat (pahala) shalat dengan sempurna, sedang imam tersebut mendapatkan dosa". [HR. Ahmad juz 4, hal. 154]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ اَمَّ قَوْمًا فَلْيَتَّقِ اللهَ، وَ لْيَعْلَمْ اَنَّهُ ضَامِنٌ مَسْؤُوْلٌ لِمَا ضَمِنَ، وَ اِنْ اَحْسَنَ كَانَ لَهُ مِنَ اْلاَجْرِ مِثْلُ اَجْرِ مَنْ صَلَّى خَلْفَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئًا، وَ مَا كَانَ مِنْ نَقْصٍ فَهُوَ عَلَيْهِ. الطبرانى فى الاوسط
Dari Abdullah bin 'Umar, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Barangisapa mengimami suatu kaum, maka hendaklah takut kepada Allah dan hendaklah mengetahui bahwa dia sebagai orang yang bertanggungjawab dan akan ditanya tentang apa yang menjadi tanggungjawabnya. Jika dia memperbagus (didalam shalatnya), maka dia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang shalat dibelakangnya tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan apa-apa yang berupa kekurangan (shalatnya tidak baik) maka yang demikian itu menjadi tanggungjawabnya". [HR. Thabrani dalam Al-Ausath]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: يُصَلُّوْنَ لَكُمْ، فَاِنْ اَصَابُوْا فَلَكُمْ وَ لَهُمْ، وَ اِنْ اَخْطَئُوْا فَلَكُمْ وَ عَلَيْهِمْ. البخارى
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "(Imam-imam itu) shalat untuk kamu sekalian. Jika mereka itu benar (di dalam shalatnya), maka (pahalanya) untuk kalian dan untuk mereka. Dan jika mereka itu (para imam) berbuat salah (didalam shalatnya), maka kalian mendapatkan pahala shalat itu dan mereka mendapatkan dosanya". [HR. Bukhari juz 1, hal. 170]
*Keterangan :*
Janganlah bangga untuk menjadi imam shalat berjamaah jika merasa masih ada yang lebih pintar dan paham bacaan Al-Qur'an atau Al-Hadits lebih baik pilih menjadi makmum, karena konsekuensinya jika jadi imam tidak memenuhi standarisasi sesuai hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dosa yang akan didapatkan dan bukanlah pahala. Sementara menjadi makmum jika ada kesalahan imam baik bacaan maupun yang lainnya tetaplah berpahala dan imam lah yang menanggung dosanya.
*Adapun syarat imam shalat menurut ulama fiqih*
Imam mempunyai beberapa shifat, shifat yang mustahabbah (sifat yang disunnahkan/dianjurkan), dan shifat yang masyruthah (sifat yang disyaratkan, sifat yang wajib ada).
Adapun shifat yang mustahabbah ada 6 :
1. Fiqh (mengerti ilmu fiqh)
2. Qira’ah (baik bacaan dan banyak hafalan Al-Qur'an)
3. Wara' (mempunyai sifat wara', kehati-hatian dalam mengamalkan agama )
4. Sinnun (usia lebih tua)
5. Nasab (keturunan mulia)
6. Hijrah (yang melakukan hijrah bersama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam)
Adapun sifat yang masyruthah (sifat yang disyaratkan, sifat yang wajib ada) yakni :
1. Tidak berhadats kecil dan junub (hadats besar),
2. Tidak ada najis yang tidak ma’fu di bajunya atau badannya,
3. Tidak memegang kemaluannya,
4. Tidak meninggalkan i’tidal dan tuma`ninah di dalam shalatnya, meskipun shalat sunnah,
5. Tidak meninggalkan bacaan surat Al-Fatihah sementara dia mampu membacanya
*Referensi :*
1. Syarh ‘Alaa Hadiyyatin Naashih, Imam Ramli halaman 9-10 (Makhthuthath), bikhtishaar :
شرح على هدية الناصح، الإمام رملي ص٩-١٠ مخطوطات
لِلْإِمَامِ صِفَاتٌ : صِفَاتٌ مُسْتَحَبَّةٌ وَصِفَاتٌ مَشْرُوْطَةٌ ، فَالْمُسْتَحَبَّةُ سِتَّةٌ وَهِيَ الْفِقْهُ وَالْقِرَاءَةُ وَالْوَرَعُ وَالسِّنُّ وَالنَّسَبُ وَالْهِجْرَةُ وَالْمَشْرُوْطَةُ سِتَّةٌ اَحَدُهَا وَثَانِيْهَا اَنْ لَا يَكُوْنَ مُحْدِثًا اَوْ جُنُبًا وَثَالِثُهَا اَنْ لَا يَكُوْنَ عَلَى ثَوْبِهِ اَوْ بَدَنِهِ نَجَاسَةٌ غَيْرُ مَعْفُوٍّ عَنْهَا وَرَابِعُهَا اَنْ لَا يَمَسَّ ذَكَرَهُ وَخَامِسُهَا اَنْ لَا يَتْرُكَ الْإِعْتِدَالَ وَالطُّمَأْنِيْنَةَ فِي الصَّلَاةِ وَلَوْ نَفْلًا وَسَادِسُهَا اَنْ لَا يَتْرُكَ قِرَاءَةَ الْفَاتِحَةِ مَعَ اِمْكَانِهَا
2. Kitab Fathul Mu’iin :
(وهی بجمع کثیر افضل) منها فی جمع قلیل للخبر الصحیح: وما کان اکثر فهو احب الی الله تعالی (الا لنحو بدعة امامه) ای الکثیر کرافضی وفاسق ولو بمجرد التهمة فالاقل جماعة – بل انفراد – افضل, کذا قاله شیخنا تبعا لشیخیه زکریا رحمهما الله تعالى
Maka dari keterangan hadits-hadits dan menurut para ulama fiqih diatas biasanya DKM menyusun imam shalat maktubah untuk menghindari imam yang belum jelas bacaan dan pemahamannya tentang agama. Sehingga jika DKM memberi kebebasan siapa saja boleh menjadi imam dan ternyata ada imam yang belum memenuhi standarisasi menjadi imam, secara tidak langsung DKM turut menanggung dosanya. Wallahu a'lam
Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfa'at. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar