AD/ART NU
ANGGARAN
DASAR NAHDLATUL ULAMA 2010
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
MUQADDIMAH
Bahwa
agama Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta
alam) dengan ajaran yang mendorong terwujudnya kemaslahatan dan kesejahteraan
hidup bagi segenap umat manusia di dunia dan akhirat.
Bahwa
para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Indonesia terpanggil untuk melanjutkan
dakwah Islamiyah dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan
mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam suatu wadah organisasi yang
bernama NAHDLATUL ULAMA, yang bertujuan untuk mengamalkan ajaran Islam menurut
faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
Bahwa
kemaslahatan dan kesejahteraan warga NAHDLATUL ULAMA menuju Khaira Ummah adalah
bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Maka
dengan rahmat Allah Subahanahu wa Ta’ala, dalam perjuangan mencapai masyarakat
adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia,
Perkumpulan/Jam’iyah NAHDLATUL ULAMA beraqidah/berasas Islam menganut faham
Ahlusunnah wal Jama’ah dalam bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abu
Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti
salah satu dari Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali); dan dalam
bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid
al-Ghazali.
Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, NAHDLATUL ULAMA berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahwa
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila bagi umat Islam adalah keyakinan tauhid
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bahwa
cita-cita bangsa Indonesia dapat diwujudkan secara utuh apabila seluruh potensi
nasional diberdayakan dan difungsikan secara baik, dan NAHDLATUL ULAMA
berkeyakinan bahwa keterlibatannya secara penuh dalam proses perjuangan
dan pembangunan nasional merupakan suatu keharusan.
Bahwa
untuk mewujudkan hubungan antar bangsa yang adil, damai dan manusiawi menuntut
saling pengertian dan saling memerlukan, maka NAHDLATUL ULAMA bertekad untuk
mengembangkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah Wathoniyah dan ukhuwah
Insaniyah yang mengemban kepentingan nasional dan internasional dengan
berpegang teguh pada prinsip-prinsip al-ikhlash (ketulusan), al-‘adalah
(keadilan), at–tawassuth (moderasi), at-tawazun (keseimbangan)
dan at-tasamuh (toleransi).
Bahwa
Perkumpulan/Jam’iyyah Nahdlatul Ulama tetap menjunjung tinggi semangat yang
melatarbelakangi berdirinya dan prinsip-prinsip yang ada dalam Qanun Asasi.
Menyadari
hal-hal di atas, Perkumpulan/Jam’iyah sebagai suatu organisasi maka disusunlah
Anggaran Dasar NAHDLATUL ULAMA sebagai berikut:
BAB
I
NAMA, KEDUDUKAN DAN STATUS
NAMA, KEDUDUKAN DAN STATUS
Pasal
1
1.
Perkumpulan/Jam’iyah ini bernama Nahdlatul Ulama disingkat NU.
2.
Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan
dengan tanggal 31 Januari 1926 M untuk waktu yang tak terbatas.
Pasal
2
Nahdlatul
Ulama berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara Republik Indonesia yang merupakan
tempat kedudukan Pengurus Besarnya.
Pasal
3
1.
Nahdlatul Ulama sebagai Badan Hukum Perkumpulan bergerak dalam bidang
keagamaan, pendidikan, dan sosial.
2.
Nahdlatul Ulama memiliki hak-hak secara hukum sebagai Badan Hukum Perkumpulan
termasuk di dalamnya hak atas tanah dan aset-aset lainnya.
BAB
II
PEDOMAN, AQIDAH DAN ASAS
PEDOMAN, AQIDAH DAN ASAS
Pasal
4
Nahdlatul
Ulama berpedoman kepada Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas.
Pasal
5
Nahdlatul
Ulama beraqidah Islam menurut faham Ahlusunnah wal Jama’ah dalam bidang aqidah
mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur
al-Maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari Madzhab Empat (Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hanbali); dan dalam bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam
al-Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.
Pasal
6
Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, Nahdlatul Ulama berasas kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
BAB
III
LAMBANG
LAMBANG
Pasal
7
Lambang
Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul,
dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak melingkari di
atas garis khatulistiwa yang terbesar di antaranya terletak di tengah atas,
sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di bawah garis
khatulistiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yang melintang
dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri, semua terlukis dengan warna
putih di atas dasar hijau.
BAB
IV
TUJUAN DAN USAHA
TUJUAN DAN USAHA
Pasal
8
1.
Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan/jam’iyyah diniyyah islamiyyah
ijtima’iyyah (organisasi sosial keagamaan Islam) untuk menciptakan
kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat
manusia.
2.
Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham
Ahlusunnah wal Jama’ah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan
demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.
Pasal
9
Untuk
mewujudkan tujuan sebagaimana Pasal 8 di atas, maka Nahdlatul Ulama
melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
a.
Di bidang agama, mengupayakan terlaksananya ajaran Islam yang menganut faham
Ahlusunnah wal Jama’ah.
b.
Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang
sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang taqwa,
berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama,
bangsa dan negara.
c.
Di bidang sosial, mengupayakan dan mendorong pemberdayaan di bidang kesehatan,
kemaslahatan dan ketahanan keluarga, dan pendampingan masyarakat yang
terpinggirkan (mustadl’afin).
d.
Di bidang ekonomi, mengupayakan peningkatan pendapatan masyarakat dan lapangan
kerja/usaha untuk kemakmuran yang merata.
e.
Mengembangkan usaha-usaha lain melalui kerjasama dengan pihak dalam maupun luar
negeri yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujudnya Khaira Ummah.
BAB
V
KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN
KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal
10
1.
Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan
anggota kehormatan.
2.
Ketentuan untuk menjadi anggota dan pemberhentian keanggotaan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
11
Ketentuan
mengenai hak dan kewajiban anggota serta lain-lainnya diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB
VI
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI
Pasal
12
Struktur
Organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a.
Pengurus Besar.
b.
Pengurus Wilayah.
c.
Pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa.
d.
Pengurus Majelis Wakil Cabang.
e.
Pengurus Ranting.
f.
Pengurus Anak Ranting.
Pasal
13
Untuk
melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud Pasal 8 dan 9,
Nahdlatul UIama membentuk perangkat organisasi yang meliputi: Lembaga, Lajnah
dan Badan Otonom yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan organisasi
Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
BAB
VII
KEPENGURUSAN DAN MASA KHIDMAT
KEPENGURUSAN DAN MASA KHIDMAT
Pasal
14
1.
Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri dari Mustasyar, Syuriyah dan
Tanfidziyah.
2.
Mustasyar adalah penasehat yang terdapat di Pengurus Besar, Pengurus Wilayah,
Pengurus Cabang/ Pengurus Cabang Istimewa, dan pengurus Majelis Wakil Cabang.
3.
Syuriyah adalah pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
4.
Tanfidziyah adalah pelaksana.
5.
Ketentuan mengenai susunan dan komposisi
kepengurusan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
15
1.
Pengurus Besar Nadhlatul Ulama terdiri dari :
a.
Mustasyar Pengurus Besar.
b.
Pengurus Besar Harian Syuriyah.
c.
Pengurus Besar Lengkap Syuriyah.
d.
Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
e.
Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah.
f.
Pengurus Besar Pleno.
2.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a.
Mustasyar Pengurus Wilayah.
b.
Pengurus Wilayah Harian Syuriyah.
c.
Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah.
d.
Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah.
e.
Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah.
f.
Pengurus Wilayah Pleno.
3.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a.
Mustasyar Pengurus Cabang.
b.
Pengurus Cabang Harian Syuriyah.
c.
Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah.
d.
Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
e.
Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f.
Pengurus Cabang Pleno.
4.
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.
Mustasyar Pengurus Cabang.
b.
Pengurus Cabang Harian Syuriah.
c.
Pengurus Cabang Lengkap Syuriah.
d.
Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
e.
Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f.
Pengurus Cabang Pleno.
5.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a.
Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang.
b.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Syuriyah.
c.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Syuriyah.
d.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Tanfidziyah.
e.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno.
6.
Pengurus Ranting Nadhlatul Ulama terdiri atas:
a.
Pengurus Ranting Harian Syuriyah.
b.
Pengurus Ranting Lengkap Syuriyah.
c.
Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah.
d.
Pengurus Ranting Lengkap Tanfidziyah.
e.
Pengurus Ranting Pleno.
7.
Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.
Pengurus Anak Ranting Harian Syuriyah.
b.
Pengurus Anak Ranting Lengkap Syuriyah.
c.
Pengurus Anak Ranting Harian Tanfidziyah.
d.
Pengurus Anak Ranting Lengkap Tanfidziyah.
e.
Pengurus Anak Ranting Pleno.
8.
Ketentuan mengenai susunan dan komposisi
pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
16
1.
Masa Khidmat Kepengurusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 adalah lima tahun
dalam satu periode di semua tingkatan, kecuali Pengurus Cabang Istimewa selama
2 (dua) tahun.
2.
Masa jabatan pengurus Lembaga dan Lajnah
disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat
masing-masing.
3.
Masa Khidmat Ketua Umum Pengurus Badan Otonom adalah 2 (dua) periode,
kecuali Ketua Umum Pengurus Badan Otonom yang berbasis usia adalah 1 (satu)
periode.
BAB
VIII
TUGAS
DAN WEWENANG
Pasal
17
Mustasyar
bertugas dan berwenang memberikan nasehat kepada Pengurus Nahdlatul Ulama
menurut tingkatannya baik diminta ataupun tidak.
Pasal
18
Syuriyah
bertugas dan berwenang membina dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan
organisasi sesuai tingkatannya.
Pasal
19
Tanfidziyah
mempunyai tugas dan wewenang menjalankan pelaksanaan keputusan-keputusan
organisasi sesuai tingkatannya.
Pasal
20
Ketentuan
tentang rincian wewenang dan tugas sesuai pasal 17, 18 dan 19 diatur lebih
lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB
IX
PERMUSYAWARATAN
PERMUSYAWARATAN
Pasal
21
1.
Permusyawaratan adalah suatu pertemuan yang dapat membuat keputusan dan
ketetapan organisasi yang diikuti oleh struktur organisasi di bawahnya.
2.
Permusyawaratan di lingkungan Nahdlatul Ulama meliputi Permusyawaratan Tingkat
Nasional dan Permusyawaratan Tingkat Daerah.
Pasal
22
1.
Permusyawaratan tingkat nasional yang dimaksud pada pasal 21 terdiri dari:
a.
Muktamar
b.
Muktamar Luar Biasa
c.
Musyawarah Nasional Alim Ulama
d.
Konferensi Besar
Pasal
23
Permusyawaratan
tingkat daerah yang dimaksud pada pasal 21 terdiri:
a.
Konferensi Wilayah
b.
Musyawarah Kerja Wilayah
c.
Konferensi Cabang/Konferensi Cabang Instimewa
d.
Musyawarah Kerja Cabang/Musyawarah Kerja Cabang Istimewa
e.
Konferensi Majelis Wakil Cabang
f.
Musyawarah Majelis Wakil Cabang
g.
Musyawarah Ranting
h.
Musyawarah Anak Ranting
Pasal
24
1.
Permusyaratan di lingkungan Badan Otonom Nahdlatul Ulama meliputi
permusyawaratan Tingkat Nasional dan Tingkat Daerah.
2.
Permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) pasal ini terdiri dari:
a.
Kongres
b.
Rapat kerja
3.
Permusyawaratan Badan Otonom merujuk kepada dan tidak boleh bertentangan dengan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan-Peraturan Organisasi Nahdlatul
Ulama dan Peraturan-Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
4.
Badan Otonom Harus meratifikasi hasil permusyawaratan Nahdlatul Ulama.
Pasal
25
Ketentuan
lebih lanjut mengenai permusyawaratan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB
X
RAPAT-RAPAT
Pasal
26
Rapat
adalah suatu pertemuan yang dapat membuat keputusan dan ketetapan
organisasi yang dilakukan di masing-masing tingkat kepengurusan.
Pasal
27
Rapat-rapat
di lingkungan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.
Rapat Pleno.
b.
Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
c.
Rapat Harian Syuriyah.
d.
Rapat Harian Tanfidziyah.
e.
Rapat-rapat lain yang dianggap perlu.
Pasal
28
Ketentuan
lebih lanjut tentang rapat-rapat sebagaimana tersebut pada pasal 27 akan diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB
XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal
29
1.
Keuangan Nahdlatul Ulama digali dari sumber-sumber dana di lingkungan Nahdlatul
Ulama, umat Islam, maupun sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
2.
Sumber dana Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
a.
Uang pangkal.
b.
Uang I’anah Syahriyah
c.
Sumbangan
d.
Usaha-usaha lain yang halal.
3.
Ketentuan penerimaan dan pemanfaatan keuangan yang termaktub dalam ayat 1
(satu) dan ayat 2 (dua) pasal ini diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Pasal
30
Kekayaan
organisasi adalah inventaris dan aset Organisasi yang berupa harta benda
bergerak dan atau harta benda tidak bergerak yang dimiliki/dikuasai oleh
Organisasi/Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
BAB
XII
PERUBAHAN
PERUBAHAN
Pasal
31
1.
Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah oleh Keputusan Muktamar yang sah yang
dihadiri sedikitnya dua pertiga dari jumlah pengurus Wilayah dan Pengurus
Cabang/Pengurus Cabang Istimewa yang sah dan sedikitnya disetujui oleh dua
pertiga dari jumlah suara yang sah.
2.
Dalam hal Muktamar yang dimaksud ayat 1(satu) Pasal ini tidak dapat diadakan
karena tidak tercapai quorum, maka ditunda selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
dan selanjutnya dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang sama Muktamar dapat
dimulai dan dapat mengambil keputusan yang sah.
BAB
XII
PEMBUBARAN ORGANISASI
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal
32
1.
Pembubaran Perkumpulan/Jam’iyah Nahdlatul Ulama sebagai suatu organisasi hanya dapat
dilakukan apabila mendapat persetujuan dari seluruh anggota dan pengurus di
semua tingkatan.
2.
Apabila Nahdlatul Ulama dibubarkan, maka segala kekayaannya diserahkan kepada
organisasi atau badan amal yang sefaham dengan persetujuan dari seluruh anggota
dan pengurus di semua tingkatan.
BAB
XIII
PENUTUP
PENUTUP
Pasal
33
Muqaddimah
Qanun Asasy oleh Rais Akbar Hadratus Syaikh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari
dan Naskah Khittah Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari
Anggaran Dasar ini.
ANGGARAN
RUMAH TANGGA
NAHDLATUL
ULAMA 2010
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
BAB
I
KEANGGOTAAN
KEANGGOTAAN
Pasal
1
Keanggotaan
Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.
Anggota biasa adalah setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam, baligh,
dan menyatakan diri setia terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
organisasi.
b.
Anggota luar biasa, adalah setiap orang yang beragama Islam, menganut faham
Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut salah satu Mazhab Empat, sudah aqil baligh,
menyetujui aqidah, asas, tujuan dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama, namun yang
bersangkutan berdomisili secara tetap di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
c.
Anggota kehormatan adalah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota
luar biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapkan
dalam keputusan Pengurus Besar.
BAB
II
TATACARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
TATACARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal
2
1.
Anggota biasa diterima melalui Pengurus Ranting atas rekomendasi Pengurus Anak
Ranting setempat.
2.
Anggota biasa yang berdomisili di luar negeri diterima melalui Pengurus Cabang
Istimewa.
3.
Apabila tidak ada Pengurus Ranting di tempat tinggalnya maka pendaftaran
anggota dilakukan di Ranting terdekat.
4.
Anggota biasa disahkan oleh Pengurus Cabang.
Pasal
3
1.
Anggota luar biasa di dalam negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama setempat.
2.
Anggota luar biasa yang berdomisili di luar negeri diterima dan disahkan oleh
Pengurus Cabang Istimewa.
3.
Apabila tidak ada Pengurus Cabang Istimewa di tempat tinggalnya maka penerimaan
dan pengesahan dilakukan di Pengurus Cabang Istimewa terdekat.
Pasal
4
1.
Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa
atau Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar.
2.
Pengurus Besar menilai dan mempertimbangkan usulan sebagaimana tersebut dalam
ayat 1 pasal ini untuk memberikan persetujuan atau penolakan.
3.
Dalam hal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan persetujuan, maka kepada
yang bersangkautan diberikan surat keputusan sebagai anggota kehormatan.
Pasal
5
1.
Anggota biasa maupun anggota luar biasa berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota
Nahdlatul Ulama (KARTANU).
2.
Anggota Kehormatan berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama
Khusus.
3.
Ketentuan tentang prosedur penerimaan anggota diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Organisasi.
Pasal
6
1.
Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena:
a.
permintaan sendiri
b.
diberhentikan
2.
Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri
yang diajukan kepada Pengurus Ranting secara tertulis dengan tembusan kepada
Pengurus Anak Ranting.
3.
Seseorang diberhentikan dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena dengan sengaja
tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang
mencemarkan dan menodai nama baik Nahdlatul Ulama.
4.
Ketentuan mengenai prosedur pemberhentian keanggotaan diatur dalam Peraturan
Organisasi.
BAB
III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal
7
Anggota
Nahdlatul Ulama berkewajiban:
a.
Setia, taat, dan menjaga nama baik Organisasi.
b.
Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu segala langkah Organissi serta
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya.
c.
Membayar i’anah yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama.
d.
Memupuk dan memelihara Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah
Insaniyah serta persatuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Pasal
8
1.
Anggota biasa berhak:
a.
Menghadiri Musyawarah Anggota, mengemukakan pendapat dan memberikan suara.
b.
Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
c.
Mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Organisasi pada
tingkatannya.
d.
Memberikan usulan dan masukan sesuai ketentuan yang berlaku.
e.
Membela diri dan mendapatkan pembelaan, perlindungan dan pelayanan Organisasi.
2.
Anggota luar biasa dan anggota kehormatan mempunyai hak sebagaimana hak anggota
biasa kecuali hak memilih dan dipilih.
3.
Anggota Biasa dan Luar Biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap
menjadi anggota organisasi sosial keagamaan lain yang mempunyai aqidah, asas,
dan tujuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama.
BAB
IV
TINGKATAN KEPENGURUSAN
TINGKATAN KEPENGURUSAN
Pasal
9
Tingkatan
kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.
Pengurus Besar (PB) untuk tingkat Nasional dan berkedudukan di Jakarta, Ibukota
Negara.
b.
Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat Propinsi dan berkedudukan di wilayahnya.
c.
Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten / Kota dan berkedudukan di
wilayahnya.
d.
Pengurus Cabang Istimewa (PCI) untuk Luar Negeri dan berkedudukan di wilayah
negara yang bersangkutan.
e.
Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat Kecamatan dan berkedudukan di
wilayahnya.
f.
Pengurus Ranting (PR) untuk tingkat Kelurahan/desa.
g.
Pengurus Anak Ranting (PAR) untuk kelompok dan atau suatu komunitas.
Pasal
10
1.
Pembentukan Wilayah Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
2.
Pembentukan Wilayah diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui
Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
3.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
4.
Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan Penuh setelah melalui masa
percobaan selama 2 (dua) tahun.
5.
Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator Cabang-Cabang di daerahnya dan
sebagai pelaksana Pengurus Besar untuk daerah yang bersangkutan.
Pasal
11
1.
Pembentukan Cabang Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang
melalui Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
2.
Pembentukan Cabang Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
3.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
4.
Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan Penuh setelah melalui masa
percobaan selama 1 (satu) tahun.
5.
Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat (1) diatas disebabkan oleh
besarnya jumlah penduduk dan luasnya daerah atau sulitnya komunikasi dan atau
faktor kesejarahan, pembentukan Cabang diatur oleh kebijakan Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama.
Pasal
12
1.
Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama dilakukan oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama atas permohonan sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) orang
anggota.
2.
Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
3.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama.
4.
Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan
selama 1 (satu) tahun.
Pasal
13
1.
Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus
Ranting melalui Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Wilayah.
2.
Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus
Wilayah Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
3.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan
kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
4.
Pengurus Wilayah mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan
selama 6 (enam) bulan.
Pasal
14
1.
Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Anak Ranting
melalui Majelis Wakil Cabang kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
2.
Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
3.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan
kepada Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
4.
Pengurus Cabang mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan
selama 6 (enam) bulan.
Pasal
15
1.
Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama dapat dilakukan jika terdapat
sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) anggota.
2.
Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama diusulkan oleh anggota melalui Ranting
kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
3.
Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Majelis Wakil
Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
4.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa
percobaan kepada Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
5.
Pengurus Majelis Wakil Cabang mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa
percobaan selama 3 (tiga) bulan.
Pasal
16
Ketentuan
mengenai syarat dan tatacara pembentukan kepengurusan Organisasi diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB
V
PERANGKAT ORGANISASI
PERANGKAT ORGANISASI
Pasal
17
Perangkat
organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.
Lembaga.
b.
Lajnah.
c.
Badan Otonom.
Pasal
18
1.
Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang
berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan kelompok
masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
2.
Ketua Lembaga ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada pengurus Nahdlatul
Ulama sesuai dengan tingkatannya.
3.
Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan.
4.
Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah
dan Tanfidziyah pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
5.
Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah, Cabang dan Cabang Istimewa, disesuaikan
dengan kebutuhan penanganan program.
6.
Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 butir (a) dan ayat 1 Pasal 17
adalah:
a.
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham
Ahlussunnah wal Jamaah.
b.
Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan
pengajaran formal.
c.
Rabithah Ma’ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan
keagamaan.
d.
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama.
e.
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LP2NU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian,
lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan.
f.
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial
dan kependudukan.
g.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat LAKPESDAM, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan
pengembangan sumber daya manusia.
h.
Lembaga Bantuan Hukum disingkat LBHNU, bertugas melaksanakan pendampingan,
penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum.
i.
Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan budaya.
j.
Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama disingkat LAZNU, bertugas menghimpun,
mengelola dan mentasharufkan zakat dan shadaqah kepada mustahiqnya.
k.
Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, bertugas
mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta
benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.
l.
Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugas membahas
masalah-masalah maudlu’iyah (tematik) dan waqi’iyah (aktual) yang akan menjadi
Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
m.
Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid.
n.
Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
Pasal
19
1.
Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program
Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus.
2.
Pembentukan dan penghapusan Lajnah ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
3.
Lajnah sebagaimana yang dimaksud Pasal 17 butir (b) dan ayat 1 Pasal ini
adalah:
a.
Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, disingkat LFNU, bertugas mengelola masalah
ru’yah, hisab dan pengembangan IImu Falak.
b.
Lajnah Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama, disingkat LTNNU, bertugas mengembangkan
penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab/buku serta media informasi menurut
faham Ahlussunnah wal Jamaah.
c.
Lajnah Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama, disingkat LPTNU, bertugas
mengembangkan pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama.
4.
Ketentuan lebih lanjut tentang Lajnah diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal
20
1.
Badan Otonom adalah perangkat organisasi
Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul
Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan
beranggotakan perorangan.
2.
Pembentukan dan pembubaran Badan Otonom diusulkan Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama ditetapkan dalam Konferensi Besar dan dikukuhkan dalam Muktamar.
3.
Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan aqidah, asas dan tujuan Nahdlatul
Ulama.
4.
Badan Otonom harus memberikan laporan perkembangan setiap tahun kepada
Nahdlatul Ulama di semua tingkatan.
5.
Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan
kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan
lainnya.
6.
Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:
a.
Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan
Nahdlatul Ulama.
b.
Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda
Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.
c.
Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota
laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat puluh) tahun.
d.
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri
laki-Iaki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
e.
Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri
perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
7.
Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:
a.
Jam’iyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah untuk anggota Nahdlatul
Ulama pengamal tharekat yang mu’tabar.
b.
Jam’iyyatul Qurra Wal Huffazh, untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi
Qori/Qoriah dan Hafizh/Hafizhah.
c.
Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang
berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama
pada kelompok sarjana dan kaum intelektual.
d.
Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul
Ulama yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/tenagakerja.
e.
Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni
bela diri.
f.
Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama
yang berprofesi sebagai guru dan atau ustadz.
g.
Ketentuan lebih lanjut berkait dengan Badan Otonom diatur dalam Peraturan
Organisasi.
Pasal
21
Pengurus
Nahdlatul Ulama berkewajiban membina, mengayomi dan dapat mengambil tindakan
organisatoris terhadap Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom pada tingkat
masing-masing.
BAB
VI
SUSUNAN PENGURUS BESAR
SUSUNAN PENGURUS BESAR
Pasal
22
1.
Mustasyar Pengurus Besar terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
2.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais ‘Am, Wakil Rais ‘Am, beberapa Rais,
Katib ‘Am dan beberapa Katib.
3.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal
23
1.
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, beberapa
Ketua, Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara dan
beberapa Wakil Bendahara.
2.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua
Lembaga dan Ketua Lajnah Pusat.
Pasal
24
Pengurus
Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap
Tanfidziyah dan Ketua Umum Badan Otonom tingkat pusat.
BAB
VII
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH
Pasal
25
1.
Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
2.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
beberapa Wakil Katib.
3.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal
26
1.
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris,
beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga dan Lajnah tingkat Wilayah.
Pasal
27
Pengurus
Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus Lengkap
Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Wilayah.
BAB
VIII
SUSUNAN PENGURUS CABANG DAN PENGURUS CABANG ISTIMEWA
SUSUNAN PENGURUS CABANG DAN PENGURUS CABANG ISTIMEWA
Pasal
28
1.
Mustasyar Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa terdiri dari beberapa
orang sesuai dengan kebutuhan.
2.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib
dan beberapa Wakil Katib.
3.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal
29
1.
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris,
beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga dan Lajnah tingkat Cabang.
Pasal
30
Pengurus
Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus lengkap
Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Cabang.
BAB
IX
SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG
SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG
Pasal
31
1.
Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang terdiri dari beberapa orang sesuai
dengan kebutuhan.
2.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
beberapa Wakil Katib.
3.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal
32
1.
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris,
beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga dan Lajnah tingkat Majelis Wakil Cabang.
Pasal
33
Pengurus
Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap
Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Majelis Wakil Cabang.
BAB
X
SUSUNAN PENGURUS RANTING
SUSUNAN PENGURUS RANTING
Pasal
34
1.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
beberapa Wakil Katib.
2.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal
35
1.
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris,
beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga tingkat Ranting.
Pasal
36
Pengurus
Pleno terdiri dari pengurus Syuriyah dan pengurus Tanfidziyah dan Ketua Badan
Otonom tingkat ranting.
BAB
XI
SUSUNAN PENGURUS ANAK RANTING
SUSUNAN PENGURUS ANAK RANTING
Pasal
37
1.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
beberapa Wakil Katib.
2.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal
38
1.
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris,
beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga.
BAB
XII
SUSUNAN
PENGURUS BADAN OTONOM
Pasal
39
1.
Pengurus Badan Otonom terdiri dari Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Umum,
beberapa Sekretaris, Bendahara Umum dan beberapa Bendahara.
2.
Kelengkapan susunan Pengurus Badan Otonom diatur dalam Peraturan Dasar dan
Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom.
BAB
XIII
SYARAT MENJADI PENGURUS
SYARAT MENJADI PENGURUS
Pasal
40
1.
Untuk menjadi Pengurus Harian Anak Ranting Nahdlatul Ulama seseorang sudah
terdaftar sebagai anggota Nahdlatul Ulama.
2.
Untuk menjadi pengurus Ranting atau Majelis Wakil Cabang, seorang calon harus
sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya.
3.
Untuk menjadi Pengurus Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota
Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
4.
Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota
Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun.
5.
Untuk menjadi Pengurus Besar, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota
Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun.
BAB
XIV
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal
41
1.
Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
a.
Rais Aam dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat
atau pemungutan suara dalam Muktamar setelah yang bersangkutan menyampaikan
kesediaannya.
b.
Wakil Rais Aam ditunjuk oleh Rais Aam terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi
yang berkembang.
c.
Ketua Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat
atau pemungutan suara dalam Muktamar, dengan terlebih dahulu menyampaikan
kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais ‘Am
terpilih.
d.
Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih dengan mempertimbangkan
aspirasi yang berkembang.
2.
Rais ‘Am terpilih, Wakil Rais ‘Am, Ketua Umum terpilih dan Wakil Ketua
Umum bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan
Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Muktamar.
3.
Pengisian A’wan, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh Pengurus Harian
Syuriyah dan Tanfidziyah.
4.
Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk
menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Lajnah.
Pasal
42
1.
Pemilihan dan penetapan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
a.
Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Wilayah setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
b.
Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Wilayah dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan
mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
2.
Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah
dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Wilayah.
3.
Pengurus Wilayah Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal
43
1.
Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
a.
Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Cabang setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
b.
Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan
mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
2.
Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah
dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Cabang.
3.
Pengurus Cabang Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal
44
1.
Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama sebagai
berikut:
a.
Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Cabang Istimewa setelah yang bersangkutan menyampaikan
kesediaannya.
b.
Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Cabang Istimewa dengan terlebih dahulu menyampaikan
kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
2.
Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah
dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Cabang Istimewa.
3.
Pengurus Cabang Istimewa Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan
lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal
45
1.
Pemilihan dan penetapan Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama sebagai
berikut:
a.
Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Majelis Wakil Cabang setelah yang bersangkutan menyampaikan
kesediaannya.
b.
Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Majelis Wakil Cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan
kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
2.
Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah
dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Cabang.
3.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga
dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal
46
1.
Pemilihan dan penetapan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
a.
Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Ranting setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
b.
Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Ranting dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan
mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
2.
Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah
dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Ranting.
3.
Pengurus Ranting Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk Lembaga dan Lajnah
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal
47
1.
Pemilihan dan penetapan Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
a.
Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Musyawarah Anggota setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
b.
Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Musyawarah Anggota dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan
mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
2.
Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah
dan Tanfidziyah.
3.
Pengurus Anak Ranting Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk Lembaga dan
Lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
BAB
XV
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU
Pasal
48
1.
Apabila Rais ‘Am berhalangan tetap, maka Wakil Rais ‘Am menjadi Pejabat Rais
‘Am.
2.
Apabila Wakil Rais ‘Am berhalangan tetap, maka Rais ‘Am atau Pejabat Rais ‘Am
menunjuk salah seorang Rais untuk menjadi Wakil Rais ‘Am dengan mempertimbangan
aspirasi yang berkembang dalam Rapat Lengkap Pengurus Besar Syuriyah .
3.
Apabila Rais ‘Am dan Wakil Rais ‘Am berhalangan tetap dalam waktu yang
bersamaan, maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat
Rais Aam dan Pejabat Wakil Rais Aam.
4.
Apabila Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib Aam, Katib, dan A’wan berhalangan tetap
maka pengisiannya ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah
dan disyahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar.
Pasal
49
1.
Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka Wakil Ketua Umum menjadi Pejabat
Ketua Umum.
2.
Apabila Wakil Ketua Umum berhalangan tetap, maka Ketua Umum atau Pejabat
Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua untuk menjadi Wakil Ketua Umum dengan
mempertimbangan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Harian Pengurus Besar
Tanfidziyah.
3.
Apabila Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dalam waktu yang
bersamaan, maka maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan
Pejabat Ketua Umum dan Pejabat Wakil Ketua Umum.
4.
Apabila Ketua Tanfidziyah, Sekretaris Jenderal, Sekretaris, Bendahara
Umum, dan Bendahara berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui
Rapat Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
5.
Apabila Ketua Lembaga atau Ketua Lajnah berhalangan tetap maka pengisiannya
diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan, ditetapkan
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dan disyahkan dengan Surat
Keputusan Pengurus Besar.
6.
Apabila anggota Pengurus Lembaga atau Lajnah berhalangan tetap maka
pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan
dan disahkan Pengurus Besar.
Pasal
50
Apabila
Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa,
Pengurus Majelis Wakil Cabang, Ranting, dan Pengurus Anak Ranting
berhalangan tetap maka proses pengisian jabatan tersebut disesuaikan dengan
prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal
48 dan 49 Anggaran Rumah Tangga ini.
BAB
XVI
RANGKAP
JABATAN
Pasal
51
1.
Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan:
a.
Jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama; dan
atau
b.
Jabatan pengurus harian Lembaga dan Lajnah dan Badan Otonom; dan atau
c.
Jabatan Pengurus Harian Partai Politik;dan atau
d.
Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik; dan
atau
e.
Jabatan Pengurus Harian Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Nahdlatul Ulama.
2.
Jabatan Pengurus Harian Lembaga dan Lajnah Nahdlatul Ulama tidak dapat
dirangkap dengan Jabatan Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah lainnya pada semua
tingkat kepengurusan.
3.
Jabatan Ketua Badan Otonom Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan:
a.
jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Badan Otonom. Dan atau
b.
Jabatan Pengurus Harian Partai Politik; dan atau
c.
Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik.
4.
Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus
Besar; Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan Rais dan Ketua Pengurus
Cabang tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan
jabatan politik.
5.
Yang disebut dengan Jabatan Politik dalam Anggaran Rumah Tangga ini adalah
Jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati,
Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, DPR RI, DPRD Propinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota.
6.
Apablia Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus
Besar mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus
mengundurkan diri atau diberhentikan.
7.
Apablia Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan atau Rais dan Ketua Pengurus Cabang
mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan
diri atau diberhentikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
8.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rangkap jabatan dan pencalonan dalam pasal ini
akan diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB
XVII
PENGESAHAN
DAN PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal
52
1.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama disusun dan disahkan oleh Rais ‘Aam, Ketua Umum
dan dibantu mede Formatur.
2.
Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa disahkan oleh
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3.
Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang disampaikan kepada Pengurus Besar
dengan rekomendasi Pengurus Wilayah.
4.
Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang Istimewa disampaikan kepada Pengurus
Besar.
5.
Pengurus Majelis Wakil Cabang disahkan oleh Pengurus Wilayah dengan rekomendasi
Pengurus Cabang.
6.
Pengurus Ranting disahkan oleh Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus
Majelis Wakil Cabang.
7.
Pengurus Anak Ranting disahkan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang dengan
rekomendasi Pengurus Ranting.
Pasal
53
1.
Pengurus Harian Lembaga dan Lajnah ditetapkan dalam Rapat Gabungan
Syuriyah Tanfidziyah dan disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Nahdlatul
Ulama pada tingkatannya.
2.
Pengurus Lengkap Lajnah dan Lembaga disusun dan disahkan oleh Pengurus Harian
Lajnah dan Lembaga yang bersangkutan.
Pasal
54
1.
Pengurus Harian Badan Otonom Pusat disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama.
2.
Pengurus Harian Badan Otonom di tingkat Wilayah dan Cabang disahkan oleh
Pengurus tingkat pusat Badan Otonom yang bersangkutan.
Pasal
55
1.
Pengurus Besar dapat membekukan Kepengurusan Wilayah, Kepengurusan Cabang dan
Kepengurusan Cabang Istimewa melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah
Pengurus Besar.
2.
Pengurus Cabang dapat membekukan Kepengurusan Majelis Wakil Cabang dan
Kepengurusan Ranting melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus
Cabang.
3.
Pengurus Majelis Wakil Cabang dapat membekukan Kepengurusan Anak Ranting
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang.
Pasal
56
Ketentuan
tentang tatacara pengesahan dan Pembekuan kepengurusan diatur dalam
Peraturan Organisasi.
BAB
XVIII
WEWENANG
DAN TUGAS PENGURUS
Pasal
57
1.
Mustasyar mempunyai wewenang menyelenggarakan rapat internal yang dipandang
perlu.
2.
Mustasyar bertugas memberikan arahan, pertimbangan dan atau nasehat diminta
atau tidak baik secara perorangan maupun kolektif kepada Pengurus menurut
tingkatannya.
Pasal
58
1.
Kewenangan Rais Aam adalah:
a.
Merumuskan kebijakan umum Organisasi.
b.
Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama baik keluar maupun ke dalam yang
menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk konsultasi, koordinasi, maupun
informasi.
c.
Bersama Ketua Umum mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan
tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang
penguasaan atau pengelolaan dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan
atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak
mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh Muktamar baik di dalam atau di luar
pengadilan.
d.
Bersama Ketua Umum menandatangani keputusan-keputusan penting Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama.
e.
Bersama Ketua Umum membatalkan keputusan perangkat organisasi yang bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
2.
Tugas Rais Aam adalah:
a.
Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan
kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
b.
Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar
Syuriyah.
c.
Bersama Ketua Umum memimpin pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim
Ulama, Konferensi Besar, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
d.
Memimpin Rapat Harian Syuriyah dan Rapat Pengurus Lengkap Syuriyah.
Pasal
59
1.
Kewenangan Wakil Rais ‘Aam adalah:
a.
Menjalankan kewenangan Rais ‘Aam ketika Rais ‘Aam berhalangan.
b.
Bersama Rais ‘Aam memimpin, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
2.
Tugas Wakil Rais ‘Aam adalah:
a.
Membantu tugas-tugas Rais ‘Aam.
b.
Mewakili Rais ‘Aam apabila berhalangan.
c.
Melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan atau bersama Rais ‘Aam.
Pasal
60
1.
Kewenangan Rais adalah:
a.
Menjalankan wewenang Rais ‘Aam dan atau Wakil Rais ‘Aam ketika
berhalangan
b.
Merumuskan pelaksanaan bidang khusus masing-masing.
2.
Tugas Rais adalah:
a.
Membantu tugas-tugas Rais ‘Aam dan atau Wakil Rais ‘Aam
b.
Mewakili Rais ‘Aam dan atau Wakil Rais ‘Aam apabila berhalangan
c.
Melaksanakan bidang khusus masing-masing.
Pasal
61
1.
Kewenangan Katib ‘Aam adalah:
a.
Merumuskan dan mengatur pengelolaan kekatiban Pengurus Besar Syuriyah.
b.
Bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal menandatangani
keputusan-keputusan Pengurus Besar.
2.
Tugas Katib ‘Aam adalah:
a.
Membantu Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam dan Rais-Rais dalam menjalankan wewenang
dan tugasnya.
b.
Merumuskan dan Mengatur manajemen administrasi Pengurus Besar Syuriah.
c.
Mengatur dan mengkordinir pembagian tugas di antara Katib.
Pasal
62
1.
Katib mempunyai kewenangan-kewenangan sebagai berikut:
a.
Melaksanakan kewenangan-kewenangan Katib ‘Aam apabila berhalangan
b.
Mendampingi Rais-Rais sesuai bidang masing-masing
2.
Katib mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:
a.
Membantu tugas-tugas Katib ‘Aam
b.
Mewakili Katib ‘Aam apabila berhalangan
c.
Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Katib ‘Aam
Pasal
63
1.
Kewenangan A’wan memberi masukan kepada Pengurus Besar Syuriyah.
2.
Tugas A’wan membantu pelaksanaan tugas-tugas Pengurus Besar
Syuriyah.
Pasal
64
1.
Wewenang Ketua Umum adalah sebagai berikut:
a.
Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama baik ke luar maupun ke dalam yang
menyangkut pelaksanaan kebijakan organisasi dalam bentuk konsultasi, koordinasi
maupun informasi.
b.
Merumuskan kebijakan khusus Organisasi.
c.
Bersama Rais ‘Aam mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan
tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang
penguasaan/ pengelolaan, dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan
atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak
mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh Muktamar baik di dalam atau di luar
pengadilan.
d.
Bersama Rais ‘Aam menandatangani keputusan-keputusan organisasi Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama.
e.
Bersama Rais ‘Aam membatalkan keputusan perangkat organisasi yang bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
2.
Tugas Ketua Umum adalah sebagai berikut:
a.
Memimpin, mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan keputusan-keputusan
Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
b.
Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar
Tanfidziyah.
c.
Bersama Rais ‘Aam memimpin pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim
Ulama, Konferensi Besar, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
d.
Memimpin Rapat Harian Tanfidziyah dan Rapat Pengurus Lengkap Tanfidziyah.
Pasal
65
1.
Kewenangan Wakil Ketua Umum adalah:
a.
Menjalankan kewenangan Ketua Umum ketika berhalangan.
b.
Membantu Ketua Umum memimpin, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan
umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
2.
Tugas Wakil Ketua Umum adalah:
a.
Membantu tugas-tugas Ketua Umum.
b.
Mewakili Ketua Umum apabila berhalangan.
c.
Melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan atau bersama Ketua Umum.
Pasal
66
1.
Kewenangan Ketua-Ketua adalah:
a.
Menjalankan wewenang Ketua Umum dan atau Wakil Ketua Umum apabila berhalangan.
b.
Merumuskan dan menjalankan bidang khusus masing-masing.
2.
Tugas Ketua-Ketua adalah:
a.
Membantu tugas-tugas Ketua Umum.
b.
Menjalankan tugas-tugas Ketua Umum berdasarkan pembidangan sebagai berikut:
(1)
Bidang Dakwah Keagamaan
(2)
Organisasi dan Kaderisasi
(3)
Bidang Ekonomi
(4)
Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
(5)
Bidang Kesehatan dan Sosial
(6)
Bidang Hubungan Luar Negeri
(7)
Bidang Hukum dan Kebijakan Publik
(8)
Bidang Lingkungan
(9)
Bidang-bidang lain yang dipandang perlu.
Pasal
67
1.
Kewenangan Sekretaris Jenderal adalah:
a.
Merumuskan dan mengatur pengelolaan kesekretariatan Jenderal Pengurus Besar
Tanfidziyah.
b.
Merumuskan naskah rancangan peraturan, keputusan, dan pelaksanaan program
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
c.
Bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Katib ‘Aam menandatangani surat-surat penting
Pengurus Besar.
2.
Tugas Sekretaris Jenderal adalah:
a.
Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
b.
Merumuskan manajemen administrasi, memimpin dan mengkoordinasikan Sekretariat.
c.
Mengatur dan mengkoordinir pembagian tugas di antara Sekretaris.
Pasal
68
1.
Kewenangan Sekretaris adalah:
a.
Melaksanakan kewenangan Sekretaris Jenderal apabila berhalangan
b.
Mendampingi Ketua-Ketua sesuai bidang masing-masing.
2.
Tugas Sekretaris adalah:
a.
Membantu tugas-tugas Sekretaris Jenderal.
b.
Mewakili Sekretaris Jenderal apabila berhalangan
c.
Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Sekretaris Jenderal.
Pasal
69
1.
Kewenangan Bendahara Umum adalah:
a.
Mengatur pengelolaan keuangan Pengurus Besar.
b.
Melakukan pembagian tugas kebendaharaan dengan bendahara.
c.
Bersama Ketua Umum menandatangani surat-surat penting Pengurus Besar yang
berkaitan dengan keuangan.
2.
Tugas Bendahara Umum adalah:
a.
Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Ketua-Ketua dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya.
b.
Merumuskan manajemen dan melakukan pencatatan keuangan dan aset.
c.
Membuat Standard Operating Procedure (SOP) keuangan.
d.
Menyusun dan merencanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Rutin, dan anggaran
program pengembangan atau rintisan Pengurus Besar.
e.
Menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk kepentingan auditing keuangan.
Pasal
70
1.
Prinsip-prinsip pokok tentang wewenang dan tugas pengurus sebagaimana diatur
dalam pasal-pasal dalam bab ini berlaku secara mutatis mutandis (dengan
sendirinya) untuk seluruh tingkat kepengurusan.
2.
Ketentuan lebih lanjut berkait dengan wewenang dan tugas Pengurus diatur dalam
Peraturan Organisasi.
BAB
XIX
KEWAJIBAN
DAN HAK PENGURUS
Pasal
71
1.
Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban:
a.
Menjaga dan menjalankan amanat dan ketentuan-ketentuan organisasi.
b.
Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
c.
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara tertulis dalam permusyawaratan
sesuai dengan tingkat kepengurusannya.
2.
Pengurus Nahdlatul Ulama berhak:
a.
Menetapkan kebijakan, keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b.
Memberikan arahan dan dukungan teknis kepada Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom
untuk meningkatkan kinerjanya.
BAB
XX
PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL
PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL
Pasal
72
1.
Muktamar adalah forum permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi
Nahdlatul Ulama.
2.
Muktamar membicarakan dan menetapkan:
a.
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang disampaikan
secara tertulis;
b.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c.
Garis-garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama 5 (lima) tahun;
d.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
e.
Rekomendasi Organisasi;
f.
Memilih Rais ’Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3.
Muktamar dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
sekali dalam 5 (lima) tahun.
4.
Muktamar dihadiri oleh :
a.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
b.
Pengurus Wilayah.
c.
Pengurus Cabang/Cabang Istimewa.
5.
Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah Wilayah dan
Cabang/Cabang Istimewa yang sah.
Pasal
73
1.
Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Rais ’Aam dan atau Ketua Umum
Pengurus Besar melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga.
2.
Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan atas usulan sekurang-kurangnya 50
persen plus satu dari jumlah Wilayah dan Cabang.
3.
Muktamar Luar Biasa dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama.
4.
Ketentuan tentang peserta dan keabsahan Muktamar Luar Biasa merujuk kepada
ketentuan Muktamar.
Pasal
74
1.
Musyawarah Nasional Alim Ulama merupakan forum permusyawaratan tertinggi
setelah Muktamar yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar.
2.
Musyawarah Nasional Alim Ulama membicarakan masalah-masalah keagamaan yang
menyangkut kehidupan umat dan bangsa.
3.
Musyawarah Nasional Alim Ulama dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan
Pengurus Syuriyah Wilayah.
4.
Musyawarah tersebut dapat mengundang Alim Ulama, pengasuh Pondok Pesantren dan
Tenaga Ahli, baik dari dalam maupun dari luar Pengurus Nahdlatul Ulama sebagai
perserta.
5.
Musyawarah Nasional Alim Ulama juga dapat diselenggarakan atas permintaan
sekurang-kurangnya separuh dari jumlah Wilayah yang sah.
6.
Musyawarah Nasional Alim Ulama tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru.
7.
Musyawarah Nasional Alim Ulama diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam
masa jabatan Pengurus Besar.
Pasal
75
1.
Konferensi Besar merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar
yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar.
2.
Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar,
mengkaji perkembangan dan memutuskan Peraturan Organisasi.
3.
Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Besar dan Pengurus
Wilayah.
4.
Konferensi Besar tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,
keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru.
5.
Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah Wilayah.
6.
Konferensi Besar diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan
Pengurus Besar.
BAB
XXI
PERMUSYAWARATAN
TlNGKAT DAERAH
Pasal
76
1.
Konferensi Wilayah adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat
Wilayah.
2.
Konferensi Wilayah membicarakan dan menetapkan:
a.
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama yang disampaikan
secara tertulis;
b.
Pokok-Pokok Program Kerja Wilayah 5 (lima) tahun merujuk kepada Garis-Garis
Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama;
c.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
d.
Rekomendasi Organisasi;
e.
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Wilayah.
3.
Konferensi Wilayah dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul
Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
4.
Konferensi Wilayah dihadiri oleh :
a.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
b.
Pengurus Cabang.
5.
Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi Konferensi Wilayah
dapat dihadiri oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang.
6.
Konferensi Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
Cabang di daerahnya.
Pasal
77
1.
Musyarawah Kerja Wilayah merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah
Konferensi Wilayah yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah.
2.
Musyarawah Kerja Wilayah membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan
Konferensi WIlayah dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di
tengah masyarakat.
3.
Musyarawah Kerja Wilayah dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Wilayah dan
Pengurus Cabang.
4.
Musyarawah Kerja Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
jumlah Cabang.
5.
Musyarawah Kerja Wilayah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa
jabatan Pengurus Wilayah.
6.
Musyawarah Kerja Wilayah tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Pasal
78
1.
Konferensi Cabang adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang
2.
Konferensi Cabang membicarakan dan menetapkan:
a.
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama yang disampaikan
secara tertulis.
b.
Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Pokok-Pokok Program
Kerja Wilayah dan Garis-Garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama.
c.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya
d.
Rekomendasi Organisasi
e.
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Cabang.
3.
Konferensi Cabang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
4.
Konferensi Cabang dihadiri oleh :
a.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
b.
Pengurus Majelis Wakil Cabang.
c.
Pengurus Ranting
5.
Konferensi Cabang sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah ranting
dan Majelis Wakil Cabang di daerahnya dan dalam pengambilan keputusan, Pengurus
Cabang sebagai institusi dan tiap-tiap Majelis Wakil Cabang dan Ranting yang
hadir mempunyai hak satu suara.
6.
Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi konferensi Cabang
dapat dihadiri oleh Pengurus Ranting.
Pasal
79
1.
Musyarawah Kerja Cabang merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah
Konferensi Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang.
2.
Musyarawah Kerja Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi
Cabang dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah
masyarakat.
3.
Musyarawah Kerja Cabang dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Cabang
dan Pengurus Majelis Wakil Cabang.
4.
Musyarawah Kerja Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah Majelis Wakil Cabang.
5.
Musyarawah Kerja Cabang diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam masa
jabatan pengurus Cabang.
6.
Musyawarah Kerja Cabang tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Pasal
80
1.
Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk
tingkat Majelis Wakil Cabang
2.
Konferensi Majelis Wakil Cabang membicarakan dan menetapkan:
a.
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama yang
disampaikan secara tertulis;
b.
Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk Pokok-Pokok Program Kerja
Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang;
c.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya;
d.
Rekomendasi Organisasi;
e.
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Majelis Wakil Cabang.
3.
Konferensi Majelis Wakil Cabang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus
Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
4.
Konferensi Majelis Wakil Cabang dihadiri oleh :
a.
Pengurus Majelis Wakil Cabang.
b.
Pengurus Ranting.
5.
Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi Konferensi Majelis
Wakil Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Anak Ranting.
6.
Konferensi Majelis Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah Ranting di daerahnya.
Pasal
81
1.
Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang merupakan forum permusyawaratan tertinggi
setelah Konferensi Majelis Wakil Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh
Pengurus Majelis Wakil Cabang.
2.
Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang membicarakan pelaksanaan
keputusan-keputusan Konferensi Majelis Wakil Cabang dan mengkaji perkembangan
organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
3.
Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang dihadiri oleh anggota
Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno dan Pengurus Ranting.
4.
Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh lebih dari
separuh jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini.
Pasal
82
1.
Konferensi Ranting adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat
Ranting.
2.
Konferensi Ranting membicarakan dan menetapkan:
a.
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan
secara tertulis
b.
Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Poko-Pokok Program
Kerja Pengurus Cabang dan Majelis Wakil Cabang.
c.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
d.
Rekomendasi Organisasi
e.
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Ranting.
3.
Konferensi Ranting dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting Nahdlatul
Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
4.
Konferensi Ranting dihadiri oleh :
a.
Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
b.
Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
5.
Konferensi Ranting sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
Anak Ranting di daerahnya.
Pasal
83
1.
Musyarawah Kerja Ranting merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah
Konferensi Ranting yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting.
2.
Musyarawah Kerja Ranting membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan
Konferensi Ranting dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di
tengah masyarakat.
3.
Musyarawah Kerja Ranting dihadiri oleh anggota Pengurus Ranting Pleno dan
utusan Pengurus Anak Ranting.
4.
Musyarawah Kerja Ranting sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah
peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini.
5.
Musyarawah Kerja Ranting diadakan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali dalam masa
jabatan pengurus Ranting.
6.
Musyawarah Kerja Ranting tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Pasal
84
1.
Musyawarah Anggota adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Anak
Ranting.
2.
Musyawarah Anggota membicarakan dan menetapkan:
a.
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama yang
disampaikan secara tertulis;
b.
Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Pokok-Pokok Program
Kerja Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Ranting;
c.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
d.
Rekomendasi Organisasi;
e.
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Anak Ranting.
3.
Musyawarah Anggota dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting
Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
4.
Musyawarah Anggota dihadiri oleh :
a.
Pengurus Anak Ranting.
b.
Anggota Nahdlatul Ulama.
5.
Musyawarah Anggota sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota di wilayahnya.
Pasal
85
1.
Rapat Kerja Anak Ranting merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah
Musyawarah Anggota yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak
Ranting.
2.
Rapat Kerja Anak Ranting membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan
Musyawarah Anggota dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di
tengah masyarakat.
3.
Rapat Kerja Anak Ranting dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Anak
Ranting.
4.
Rapat Kerja Anak Ranting sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah
anggota.
5.
Rapat Kerja Anak Ranting diadakan sekurang-kurangnya lima kali dalam masa
jabatan pengurus Anak Ranting.
6.
Rapat Kerja Anak Ranting tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
BAB
XXII
PERMUSYAWARATAN
BADAN OTONOM
Pasal
86
Permusyawaratan
Badan Otonom diatur tersendiri dan dimuat dalam Peraturan Dasar dan Peraturan
Rumah Tangga Badan Otonom yang bersangkutan.
BAB
XXIII
RAPAT-RAPAT
Pasal
87
1.
Rapat Pleno adalah rapat yang dihadiri oleh Mustasyar, Pengurus Harian
Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Lajnah, Ketua Lembaga dan Ketua
Badan Otonom.
2.
Rapat Pleno diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
3.
Rapat Pleno membicarakan pelaksanaan program kerja.
Pasal
88
1.
Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Besar Harian
Syuriyah dan Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
2.
Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga)
bulan sekali.
3.
Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah membahas kelembagaan Organisasi,
pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Pasal
89
1.
Rapat Harian Syuriyah dihadiri oleh Pengurus Harian Syuriyah dengan
mengikutsertakan Mustasyar.
2.
Rapat Harian Syuriyah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
3.
Rapat Harian Syuriyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan
pengembangan program kerja.
Pasal
90
1.
Rapat Harian Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Harian Tanfidziyah.
2.
Rapat Harian Tanfidziyah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
3.
Rapat Harian Tanfidziyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan
pengembangan program kerja.
Pasal
91
Rapat-rapat
lain yang dianggap perlu adalah rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu-waktu
sesuai dengan kebutuhan.
Pasal
92
Ketentuan
mengenai rapat-rapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB
XXIV
KEUANGAN
DAN KEKAYAAN
Pasal
93
1.
Sumber keuangan Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
a.
Uang pangkal adalah uang yang dibayar oleh seseorang pada saat mendaftarkan
diri menjadi anggota.
b.
Uang i’anah syahriyah adalah uang yang dibayar anggota setiap bulan.
c.
Sumbangan adalah uang atau barang yang berupa hibah, hadiah dan sedekah yang
diperoleh dari anggota Nahdlatul Ulama dan atau simpatisan.
d.
Usaha-usaha lain adalah badan-badan usaha Nahdlatul Ulama dan atau atas
kerjasama dengan pihak lain.
Pasal
94
1.
Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkat organisasinya berupa dana, harta benda
bergerak dan atau harta benda tidak bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan
organisasi Nahdlatul Ulama sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum.
2.
Perolehan, pengalihan, dan pengelolaan kekayaan serta penerimaan dan
pengeluaran keuangan Nahdlatul Ulama diaudit setiap tahun oleh akuntan publik.
3.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat memberikan kuasa atau kewenangan secara
tertulis kepada Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa,
Pengurus Majelis Wakil Cabang, Lembaga, Lajnah, Badan Otonom dan atau Badan
Usaha yang dibentuk untuk melakukan penguasaan dan atau pengelolaan kekayaan
baik berupa harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak.
4.
Segala kekayaan Nahdlatul Ulama baik yang dimiliki atau dikuasakan secara
langsung atau tidak langsung kepada lembaga, lajnah, badan otonom, badan usaha
atau perorangan yang ditunjuk atau dikuasakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan dan kemanfaatan Nahdlatul
Ulama dan atau Perangkat Organisasinya.
5.
Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta benda yang bergerak dan atau harta
benda yang tidak bergerak tidak dapat dialihkan hak kepemilikannya kepada pihak
lain kecuali atas persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
6.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak dapat mengalihkan harta benda bergerak dan
atau harta benda tidak bergerak yang diperoleh atau yang dibeli oleh perangkat
organisasi NU tanpa persetujuan pengurus perangkat organisasi yang
bersangkutan.
7.
Apabila karena satu dan lain hal terjadi pembubaran atau penghapusan perangkat
organisasi NU maka seluruh harta bendanya menjadi milik organisasi/Perkumpulan
Nahdlatul Ulama.
Pasal
95
1.
Uang pangkal dan uang i’anah syahriyah yang diterima dari anggota
Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi/perkumpulan dan
dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut:
a.
40% untuk membiayai kegiatan Anak Ranting
b.
20% untuk membiayai kegiatan Ranting.
c.
15% untuk membiayai kegiatan Majelis Wakil Cabang.
d.
10% untuk membiayai kegiatan Cabang/Cabang Istimewa.
e.
10% untuk membiayai kegiatan Wilayah.
f.
5% untuk membiayai kegiatan Pusat.
2.
Uang dan barang yang berasal dari sumbangan dan usaha-usaha lain dipergunakan
untuk kepentingan organisasi/perkumpulan.
3.
Kekayaan organisasi/perkumpulan yang berupa inventaris dan aset dipergunakan
untuk kepentingan organisasi/perkumpulan.
Pasal
96
Ketentuan
mengenai keuangan dan kekayaan organisasi/perkumpulan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Organisasi.
BAB
XXV
LAPORAN
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal
97
1.
Pengurus Nahdlatul Ulama di setiap tingkatan membuat laporan pertanggungjawaban
secara tertulis di akhir masa khidmahnya yang disampaikan dalam permusyawaratan
tertinggi pada tingkatannya.
2.
Laporan pertanggungjawaban Pengurus Nahdlatul Ulama memuat:
a.
Capaian pelaksanaan program yang telah diamanatkan oleh permusyawaratan
tertinggi pada tingkatannya.
b.
Pengembangan kelembagaan Organisasi.
c.
Keuangan organisasi
d.
inventaris dan aset organisasi.
Pasal
98
1.
Pengurus Besar menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala
dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar dan Rapat Pleno.
2.
Pengurus Wilayah menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala
kepada:
a.
Pengurus Besar.
b.
Musyawarah Kerja Wilayah dan Rapat Pleno
3.
Pengurus Cabang menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala
kepada:
a.
Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.
b.
Musyawarah Kerja Cabang dan Rapat Pleno.
4.
Pengurus Majelis Wakil Cabang menyampaikan laporan perkembangan organisasi
secara berkala kepada:
a.
Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
b.
Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang dan Rapat Pleno.
5.
Pengurus Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala
kepada:
a.
Pengurus Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang.
b.
Musyawarah Kerja Ranting dan Rapat Pleno.
6.
Pengurus Anak Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara
berkala kepada Rapat Anggota, Pengurus Ranting dan Majelis Wakil Cabang.
Pasal
99
Pengurus
Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom menyampaikan laporan pelaksanaan program
setiap akhir tahun kepada Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatan
masing-masing.
BAB
XXVI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
100
1.
Ketentuan pasal 20 ayat 6 tentang batasan usia berlaku setelah permusyawaratan
tertinggi Badan Otonom terdekat.
2.
Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi, Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama dan atau Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3.
Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah dalam Muktamar.
TIM
PERUMUS KOMISI ORGANISASI:
KH.
A. Hafidz Usman
(Ketua)
1. …………………………
H.
A. Malik Haromain
(Sekretaris)
2. ……………………….
H.
Miftah Faqih
(Anggota)
3. ……………………………
H.
Taufiq R. Abdullah
(Anggota)
4. ………………………….
Hj.
Hizbiyah Rochim
(Anggota)
5. ……………………………
H.
Sholeh Hayat
(Anggota)
6.
……………………………
H.
Amas Muda Siregar (Anggota)
7.
……………………………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar