Senin, 28 Agustus 2017
EDISI KHUTBAH IDUL ADHA 1438 H (Belajar Dari Ibadah Haji Dan Qurban)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر 9x
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لا اله الا الله الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَن هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن,
أمّا بعد،
ايّها النّاس أوصيكم ونفسي بتقوى الله وكونوا مع الصّادقين والـمخلصين. إعلموا أنّ هذا اليوم يوم عظيم لقد سرّفه الله بالتّضحيّة لقوله تعالى: إنّا أعطيناك الكوثر، فصلّ لربّك وانحــر، إنّ شانئك هو الأبتر. وقال تعالى أيضا،
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
*اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَر وَللهِ الحَمْدُ*
*Ma’asyiral muslimin jama’ah shalat ‘Ied yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala,*
Kita bersyukur pada Allah atas nikmat dan karunia yang telah Allah berikan pada kita. Allah masih memberikan kita nikmat sehat, umur panjang serta kesempatan untuk menghadiri shalat Idul Adha pada tahun ini. Mudah-mudahan kita dapat mensyukuri nikmat-nikmat yang ada dengan meningkatkan ketakwaan pada Allah Ta’ala.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar, Nabi agung, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panutan dan suri tauladan kita, begitu pula pada keluarga dan sahabatnya serta yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.
*اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَر وَللهِ الحَمْدُ*
*Ma’asyiral muslimin rahimanii wa rahimakumullah,*
Ada dua ibadah yang kita temui pada perayaan Idul Adha, yaitu ibadah qurban dan ibadah haji. Dan ada beberapa hal yang bisa kita gali dari ibadah qurban yang kita jalankan tahun ini, juga ada beberapa pelajaran dari ibadah haji yang dijalankan oleh saudara-saudara kita di tanah suci.
Di khutbah Idul Adha kali ini, kami akan menyebutkan lima pelajaran dari dua ibadah tersebut.
*1- Belajar untuk ikhlas*
Dari ibadah qurban yang dituntut adalah keikhlasan dan ketakwaan, itulah yang dapat menggapai ridha Allah. Daging dan darah itu bukanlah yang dituntut, namun dari keikhlasan dalam berqurban. Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)
Untuk ibadah haji pun demikian, kita diperintahkan untuk ikhlas, bukan cari gelar dan cari sanjungan. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji karena Allah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari, no. 1521).
Ini berarti berqurban dan berhaji bukanlah ajang untuk pamer amalan dan kekayaan, atau riya’.
*اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَر وَللهِ الحَمْدُ*
*2- Belajar untuk mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam*
Dalam berqurban ada aturan atau ketentuan yang mesti dipenuhi. Misalnya, mesti dihindari cacat yang membuat tidak sah (buta sebelah, sakit yang jelas, pincang, atau sangat kurus) dan cacat yang dikatakan makruh (seperti sobeknya telinga, keringnya air susu, ekor yang terputus). Umur hewan qurban harus masuk dalam kriteria yaitu hewan musinnah, untuk kambing minimal 1 tahun dan sapi minimal dua tahun. Waktu penyembelihan pun harus sesuai tuntunan dilakukan setelah shalat Idul Adha, tidak boleh sebelumnya. Jika ketentuan di atas dilanggar di mana ketentuan tersebut merupakan syarat, hewan yang disembelih tidaklah disebut qurban.
Abu Burdah yang merupakan paman dari Al Bara’ bin ‘Azib dari jalur ibunya berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَإِنِّى نَسَكْتُ شَاتِى قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَعَرَفْتُ أَنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ، وَأَحْبَبْتُ أَنْ تَكُونَ شَاتِى أَوَّلَ مَا يُذْبَحُ فِى بَيْتِى ، فَذَبَحْتُ شَاتِى وَتَغَدَّيْتُ قَبْلَ أَنْ آتِىَ الصَّلاَةَ
“Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih kambingku sebelum shalat Idul Adha. Aku tahu bahwa hari itu adalah hari untuk makan dan minum. Aku senang jika kambingku adalah binatang yang pertama kali disembelih di rumahku. Oleh karena itu, aku menyembelihnya dan aku sarapan dengannya sebelum aku shalat Idul Adha.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata,
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu hanyalah kambing biasa (yang dimakan dagingnya, bukan kambing kurban).” (HR. Bukhari no. 955)
Begitu pula dalam ibadah haji hendaklah sesuai tuntunan, tidak bisa kita beribadah asal-asalan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِى لَعَلِّى لاَ أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِى هَذِهِ
“Ambillah dariku manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah hajiku ini.” (HR. Muslim no. 1297, dari Jabir).
Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban dan haji serta ibadah lainnya mesti didasari ilmu. Jika tidak, maka sia-sialah ibadah tersebut.
*اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَر وَللهِ الحَمْدُ*
*3- Belajar untuk sedekah harta*
Dalam ibadah qurban, kita diperintahkan untuk belajar bersedekah, begitu pula haji. Karena saat itu, hartalah yang banyak diqurbankan. Apakah benar kita mampu mengorbankannya? Padahal watak manusia sangat cinta sekali pada harta.
Ingatlah, harta semakin dikeluarkan dalam jalan kebaikan dan ketaatan akan semakin berkah. Sehingga jangan pelit untuk bersedekah karena tidak pernah kita temui pada orang yang berqurban dan berhaji yang mengorbankan jutaan hartanya jadi bangkrut. Ingat Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim, no. 2588; dari Abu Hurairah)
Imam Nawawi berkata, “Kekurangan harta bisa ditutup dengan keberkahannya atau ditutup dengan pahala di sisi Allah.” (Syarh Shahih Muslim, 16: 128).
*اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَر وَللهِ الحَمْدُ*
*4- Belajar untuk meninggalkan larangan walau sementara waktu*
Dalam ibadah qurban ada larangan bagi shahibul qurban yang mesti ia jalankan ketika telah masuk 1 Dzulhijjah hingga hewan qurban miliknya disembelih. Walaupun hikmah dari larangan ini tidak dinashkan atau tidak disebutkan dalam dalil, namun tetap mesti dijalankan karena sifat seorang muslim adalah sami’na wa atho’na, yaitu patuh dan taat.
Dari Ummu Salamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzulhijjah (maksudnya telah memasuki 1 Dzulhijjah, -pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban tidak memotong rambut dan kukunya.” (HR. Muslim no. 1977).
Lebih-lebih lagi dalam ibadah haji dan umrah, saat berihram jamaah tidak diperkenankan mengenakan wewangian, memotong rambut dan kuku, mengenakan baju atau celana yang membentuk lekuk tubuh (bagi pria), tidak boleh menutup kepala serta tidak boleh mencumbu istri hingga menyetubuhinya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنَ الثِّيَابِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ ، إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ، وَلاَ تَلْبَسُوا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ أَوْ وَرْسٌ »
“Wahai Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang yang sedang berihram (haji atau umrah)?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengenakan kemeja, sorban, celana panjang kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaknya dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya. Hendaknya dia tidak memakai pakaian yang diberi za’faran dan wars (sejenis wewangian).” (HR. Bukhari no. 1542)
Larangan di atas adalah ujian apakah kita mampu menahan diri dari larangan walau sementara waktu. Bagaimana lagi untuk waktu yang lama?
*اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَر وَللهِ الحَمْدُ*
*5- Belajar untuk rajin berdzikir*
Dalam ibadah qurban diwajibkan membaca bismillah dan disunnahkan untuk bertakbir saat menyembelih qurban.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
ضَحَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ ، فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّى وَيُكَبِّرُ ، فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ .
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban (pada Idul Adha) dengan dua kambing yang gemuk. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau membaca bismillah dan bertakbir, kemudian beliau menyembelih keduanya dengan tangannya.” (HR. Bukhari, no. 5558)
Sejak sepuluh hari pertama Dzulhijjah, kita pun sudah diperintahkan untuk banyak bertakbir. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (QS. Al Hajj: 28). ‘Ayyam ma’lumaat’ menurut salah satu penafsiran adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah.
Dalam ayat lain disebutkan,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” (QS. Al Baqarah: 203).
Ibnu ‘Umar dan ulama lainnya mengatakan bahwa ayyamul ma’dudat adalah tiga hari tasyriq. Ini menunjukkan adanya perintah berdzikir di hari-hari tasyriq.
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan, Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah. (Dikeluarkan oleh Bukhari tanpa sanad (mu’allaq), pada Bab “Keutamaan beramal di hari tasyriq”)
Ibadah thawaf, sa’i dan melempar jumrah pun dilakukan dalam rangka berdzikir pada Allah. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْىُ الْجِمَارِ لإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya thawaf di Ka’bah, melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah dan melempar jumrah adalah bagian dari dzikrullah (dzikir pada Allah).” (HR. Abu Daud, no. 1888; Tirmidzi, no. 902; Ahmad, 6: 46. Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih)
Di hari-hari tasyriq, kita pun diperintahkan untuk membaca doa sapu jagad. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” [Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (QS. Al Baqarah: 200-201)
Dari ayat ini kebanyakan ulama salaf menganjurkan membaca do’a “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” di hari-hari tasyriq. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh ‘Ikrimah dan ‘Atha’. (Lihat Latha-if Al-Ma’arif, hlm. 505-506).
Ini semua mengajarkan pada kita untuk rajin berdzikir.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رضى الله عنه أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَأَخْبِرْنِى بِشَىْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ « لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ »
Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, syariat Islam sungguh banyak dan membebani kami. Beritahukanlah padaku suatu amalan yang aku bisa konsisten dengannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Hendaklah lisanmu tidak berhenti dari berdzikir pada Allah.” (HR. Tirmidzi, no. 3375; Ibnu Majah, no. 3793; Ahmad, 4: 188. Hadits ini shahih).
Demikian khutbah Idul Adha kita pada hari ini, semoga menjadi poin-poin penting dalam upaya memperbaiki kualitas hidup kita masing-masing, baik sebagai pribadi, anggota keluarga maupun masyarakat dan bangsa. Mudah-mudahan lima pelajaran di atas berharga bagi kita semua. Aamiin
*Khutbah Kedua*
لله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، 7x
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لا اله الا الله الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ،
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ،
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سيدنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar