Orang yang sedang melakukan haji, disebut oleh Allah dalam al-Quran dengan sebutan Haji. Allah berfirman,
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ
“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman Haji dan mengurus Masjidil haram kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah?..” (QS. At-Taubah: 19).
Dr. Bakr Abu Zaid mengatakan,
وكلمة (( الحاج )) في الآية بمعنى جنسهم المتلبسين بأعمال الحج . وأما أن تكون لقباً إسلامياً لكل من حج ، فلا يعرف ذلك في خير القرون
"Kata “Haji” pada ayat di atas maknanya adalah kelompok orang yang sedang melaksanakan amal haji. Sementara fenomena kata ini dijadikan sebagai gelar dalam islam bagi orang yang telah melaksanakan ibadah haji, tidak pernah dikenal di masa generasi terbaik umat islam (dimasa Rasulullah dan para sahabat)."
Ada juga riwayat hadits mursal mawqûf dalam Sunan al-Baihaqî yang disandarkan pada sahabat, Abdullah bin Mas’ud pernah mengatakan,
وَلاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ إِنِّى حَاجٌّ فَإِنَّ الْحَاجَّ هُوَ الْمُحْرِمُ
*Tidak pantas di antara kalian mengatakan saya adalah Haji karena Haji adalah muhrim (orang yang ihram)." (HR. Baihaqi)
Imam An-Nawawi mengatakan,
يجوز أن يقال لمن حج : حاج ، بعد تحلله ، ولو بعد سنين ، وبعد وفاته أيضاً ، ولا كراهة في ذلك ، وأما ما رواه البيهقي عن القاسم بن عبدالرحمن عن ابن مسعود قال : ((ولا يقولن أحدكم : إنِّي حاج ؛ فإن الحاج هو المحرم )) فهو موقوف منقطع
Boleh menyebut orang yang pernah berangkat haji dengan gelar Haji, meskipun hajinya sudah bertahun-tahun, atau bahkan setelah dia wafat. Dan hal ini tidak makruh. Sementara yang disebutkan dalam riwayat Baihaqi dari Al-Qasim bin Abdurrahman, dari Ibnu Mas’ud, beliau mengatakan, “Janganlah kalian mengatakan ‘Saya Haji’ karena Haji adalah orang yang ihram.” Riwayat ini mauquf dan sanadnya terputus." (Al-Majmu’, 8/281).
olehkan? Sebab sebelum masa beliau gelar Haji sudah dikenal, khususnya pada ayahanda beliau sendiri:
ﻭﻓﻴﻬﺎ (٦٨٢) ﻛﺎﻧﺖ ﻭﻓﺎﺓ: اﻟﺤﺎﺝ ﺷﺮﻑ اﻟﺪﻳﻦ اﺑﻦ ﻣﺮﻯ، ﻭاﻟﺪ اﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻴﻲ اﻟﺪﻳﻦ اﻟﻨﻮﻭﻱ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ.
"Pada tahun 682 wafat Haji Syarofuddin, ayahnya Syekh Muhyiddin An-Nawawi rahimahullah (Ibnu Katsir, Al Hidayah wan Nihayah 13/363)."
Panggilan “haji” atau “hajah” pada umumnya disematkan kepada orang yang sudah melaksanakan ibadah haji. Tetapi, panggilan penghormatan ini juga seringkali diberikan kepada orang yang belum berhaji. Lantas, bagaimana hukum memanggil “haji” terhadap orang yang belum berhaji?
Dalam Islam, terdapat anjuran untuk saling menghargai dengan cara memanggil nama yang disenangi. Perbuatan ini juga merupakan salah satu dari beberapa adab berteman yang baik.
Sebagaimana dikemukakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali, halaman 444 berikut,
آداب الإخوان: الاستبشار بهم عند اللقاء، والابتداء بالسلام، والمؤانسة والتوسعة عند الجلوس، والتشييع عند القيام، والإنصات عند الكلام، وتكره المجادلة في المقال، وحسن القول للحكايات، وترك الجواب عند انقضاء الخطاب، والنداء بأحب الأسماء
“Adab berteman, yakni: Menunjukkan rasa gembira ketika bertemu, mendahului ber uluk salam, bersikap ramah dan lapang dada ketika duduk bersama, turut melepas saat teman berdiri, memperhatikan saat teman berbicara dan tidak mendebat ketika sedang berbicara, menceritakan hal-hal yang baik, tidak memotong pembicaraan dan memanggil dengan nama yang disenangi.”
*Hukum Memanggil Haji Bagi yang Belum Haji*
Namun demikian, panggilan penghormatan “haji” atau “hajah” terhadap orang yang jelas-jelas belum melaksanakan ibadah haji diharamkan karena itu merupakan panggilan dusta.
Tetapi kalau “haji” atau “hajah” diartikan secara harfiah, yaitu orang yang menuju sebuah tujuan, hal itu tidak diharamkan karena bukan sebuah kedustaan. ‘Sebagaimana dalam kitab Hasiyah jamal, juz 2, halaman 372 berikut,
وقع السؤال مما يقع كثيرا فى مخاطبة الناس بعضهم مع بعض من قولهم لمن لم يحج يا حاج فلان تعظيما له هل هو حرام ام لا
"Terdapat suatu pertanyaan tentang kejadian yang banyak terjadi berkenaan dengan panggilan sebagian orang kepada yang lainnya berupa perkataan mereka, “Wahai Haji Fulan” untuk memuliakan padahal i belum belum melakukan haji, apakah ini haram atau tidak?"
والجواب عنه ان الظاهر الحرمة لانه كذب الى ان قال نعم ان اراد بيا حاج فلان المعنى اللغوى وقصد به معنى صحيحا كان اراد بيا حاج يا قاصد التوجه الى كذا كالجماعة او غيرها فلا حرمة.
"Jawabannya, secara dzahir hukumnya haram karena orang itu telah berdusta. (Sampai pada perkataan) Ya, tetapi jika dengan ungkapan “Wahai Haji Fulan bertujuan berdasarkan makna bahasa, seperti ia bermaksud dengan ucapan “Wahai Haji” dengan “Wahai orang yang sengaja untuk menuju tempat tertentu, seperti perkumpulan orang atau yang lainnya, maka tidak haram." (Hasyiyah al-Jamal, Syekh Sulaiman bin Umar Al-Jamal Juz II hal: 372).
Menurut Syekh Ali Syibramalisi, panggilan penghormatan “haji” atau “hajah” dalam arti ibadah haji terhadap orang yang jelas-jelas belum melaksanakan ibadah haji diharamkan karena itu merupakan panggilan dusta. Tetapi kalau “haji” atau “hajah” diartikan secara harfiah, yaitu orang yang menuju sebuah tujuan, hal itu tidak diharamkan karena bukan sebuah kedustaan.
نَعَمْ إنْ أَرَادَ بِيَا حَاجُّ الْمَعْنَى اللُّغَوِيَّ وَقَصَدَ بِهِ مَعْنًى صَحِيحًا ، كَأَنْ أَرَادَ بِيَا حَاجُّ يَا قَاصِدَ التَّوَجُّهِ إلَى كَذَا كَالْجَمَاعَةِ أَوْ غَيْرِهَا فَلَا حُرْمَةَ
“Tetapi jika panggilan ‘pak haji’ dimaksudkan maknanya secara harfiah, (bukan secara istilah) dan diniatkan dengan pengertian harfiah yang benar, (seperti panggilan ‘pak haji’ dimaksudkan ‘pak yang hendak menuju shalat berjamaah atau lainnya) maka tidak haram,” (Syekh Ali Syibramlisi, Hasyiyah Ali Syibramalisi ala Nihayatil Muhtaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2003 M/1424 H], juz III, halaman 242).
*Panggilan Haji/Hajjah bagi yang telah umroh*
Dalam penjelasan hadits nabi bahwa haji dan umroh keduanya adalah kewajiban, maka hukumnya sah-sah saja menyebut panggilan haji/hajjah kepada orang yang baru menjalankan ibadah umroh. Bahkan di arab saudi para askar memanggil orang yang sedang umroh dengan panggilan haji/hajjah.
Dalam satu riwayat, Aisyah rah bertanya kepada Rasulullah,
يا رسول الله, هل على النّساء جهاد؟ قال نعم جهاد لا قتال فيه : الحج و العمرة
“Ya Rasulallah, adakah atas perempuan kewajiban jihad? Beliau menjawab iya, jihad yang tidak ada perang di dalamnya, yakni haji dan umrah.”
Abu Ruzain pernah mendatangi Rasulullah dan bertanya tentang permasalahan ayahnya,
يا رسول الله, انّ ابي شيخ كبير لا يستطيع الحج و العمرة ولا الظعن؟ قال حج عن ابيك واعتمر
“Ya Rasulallah, sesungguhnya ayahku adalah orang yang sangat tua dan tidak bisa berangkat haji dan umrah serta tidak bisa berjalan. Nabi menjawab: Berhajilah sebagai ganti ayahmu dan berumrahlah.”
Hadits marfu’ yang diriwayatkan dari Jabir,
الحج والعمرة فريضتان
“Haji dan umrah adalah wajib keduanya.” (At-Tirmisyi: 8-9)
Sementara dalil yang mengatakan ibadah umroh sebagai ibadah sunnah adalah hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Jabir bin Abdulllah,
سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن العمرة أ واجبة هي؟ قال لا وان تعتمر فهو افضل
“Rasulullah Saw ditanya, apakah umrah itu hukumnya wajib? Rasulullah menjawab: Tidak. Jika kamu melaksanakanya itu lebih utama.” (HR. At-Tirmidzi)
Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar