Al-Qur’an perlu dipahami, dan oleh karenanya diperlukan tafsir
atasnya. Beragam bentuk, pendekatan dan cara penafsiran telah ditunjukkan oleh
para ahli tafsir (mufassir) dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dan
ternyata belum memuaskan rasa haus para pecintanya untuk menggali makna yang
terkandung di dalamnya. Oleh karenanya, para mufassir (hingga kini) senantiasa
berupaya menemukan kaedah penafsiran yang paling tepat untuk memahami kandungan
(makna) Al-Qur’an dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda.
Di dunia ini tak ada kitab yang penanganannya begitu banyak
menuntut keahlian, begitu banyak meminta tenaga, waktu dan biaya, seperti
dilakukan orang terhadap Al-Qur’an. Kalau kita lihat sepintas saja Al-Itqan Fî
‘Ulum al-Qur’an oleh as-Suyuthî (w. 911 H.), atau Kasyfuzh-Zhunun oleh Haji
Khalifah (w. 1059 H.), sudah dapat kita ketahui betapa luas ilmu-ilmu Al-Qu’ran
pada masa itu.
Apa itu Ilmu Tafsir ?
Kata ﺍﻠﺗﻔﺴﻴﺮ
secara bahasa berasal dari kataﻓﺴﺮ - ﻴﻔﺴﺮ -ﺗﻔﺴﻴﺮ yang berarti mengungkapkan atau menampakkan
Tafsir dapat juga diartikan al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan
keterangan. (Abu al-Husain Ahmad. Mu’jam Maqayis al-Lughah, juz. 4. Beirut: Dar
al-Jail. 1976. hlm. 13)
Kata “tafsir”, ada beberapa pendapat yang menyatakan tentang
asal katanya, yaitu:
1). Mengikuti wazan taf’il (تَفْعِيْلُ) dari akar kata al-fasr (الفَسْرُ) yang berarti
al-idhah “الإِيْضَاحُ”
(menjelaskan), Tibyan “تِبْيَانُ”
(menerangkan), al-izhar “الإِظْهَارُ”
(menampakkan), al-ibanah “الإِبَانَةُ” dan al-kasyf “الكَشْفُ” (mengungkap) makna
yang abstrak. Keduanya (al-ibanah dan al-kasyf) berarti membuka (sesuatu) yang
tertutup. Kata al-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap
yang tertutup. Dalam Kamus Lisanul ‘Arab dinyatakan; kata al-fasr berarti menyingkap
sesuatu yang tertutup, sedang kata al-tafsir berarti menyingkapkan maksud
sesuatu lafaz yang musykil, pelik. Di antara kedua bentuk kata itu (al-fasr dan
al-tafsir), kata al-tafsir yang paling banyak dipergunakan.
2). Ada pendapat lain menyatakan bahwa kata al-tafsir berasal
dari kata kerja yang terbalik, yaitu kata safara سَفَرَ yang berarti al-kasyf
“الكَشْفُ”, seperti ungkapan
“safaratil mar’atu sufuran”- سَفَرَةِ اْلمَرْأَةُ سُفُوْرًا (wanita itu membuka
kerudung dari mukanya.
Menurut al-Raghib al-Asfahani seorang pakar tata bahasa
Al-Qur’an, kata “al-fasr” dan “al-safr” adalah dua kata yang berdekatan makna
dan lafaznya. Tetapi yang pertama untuk menunjukkan arti menampakkan makna yang
abstrak, sedangkan yang kedua untuk menampakkan benda kepada penglihatan mata.
Adapaun tafsir secara terminologis (istilah) terdapat beberapa
pendapat yang dikemukakan oleh ulama, diantaranya
1. Menurut Muhammad ibn Abdul 'Azhim al-Zarqani :
علم يبحث فيه عن القرأن الكريم من
حيث دلالة على مراد الله تعالى بقدر الطاعة البشرية
Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Al-Qur'an dari segi
dilalahnya sesuai dengan yang dikehendaki Allah Ta’ala menurut kemampuan
manusia.
2. Muhammad Badaruddin al-Zarkasyi
علم يفهم به كتاب الله المنزل على
نبيه محمد صلى الله عليه وسلم وبيان معانيه وإستخراج حكامه وحكمته
Tafsir adalah ilmu untuk mengetahui kitab Allah (Al-Qur'an) yang
diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menerangkan
makna, hukum dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
3. Abu Hayyan
علم يبحث عن كيفية النطق بألفاظ
القرأن ومدلولاتها وأحكامها الإفرادية والتركيبية ومعانيها التي تحتمل عليها حالة
التركيب وتتمات لذالك.
Tafsir adalah Pengetahuan yang membahas tentang cara pengucapan
lafaz-lafaz Al-Qur’an tentang sesuatu yang ditunjuk oleh suatu lafaz, tentang
hukum-hukumnya ketika ia menjadi kalimat tunggal, maupun ketika ia tersusun
dalam kalimat dan makna-makna yang dikandungnya ketika tersusun serta hal-hal yang
menyempurnakannya.
4. Al-Dzahabi
Tafsir adalah pengetahuan yang membahas tentang maksud-maksud
Allah (yang terkandung di dalam Al-Qur’an) sesuai dengan kemampuan manusia,
maka ia mencukupkannya (meliputi segala aspek pengetahuan yang diperlukan) untuk
memahami makna dan penjelasan dari maksud (Allah) itu.
Tafsir adalah rangkaian penjelasan dari suatu pembicaraan atau
teks, dalam hal ini adalah Al-Qur'an atau penjelasan tentang ayat-ayat
Al-Qur'an.
5. Menurut Al-Jurjani bahwa Tafsir ialah menjelaskan makna
ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun
asbabun nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat
menunjukkan kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas.
6. Menurut Al-Maturidi bahwa tafsir merupakan penjelasan yang
pasti dari maksud satu lafal dengan persaksian bahwa Allah bermaksud demikian
dengan menggunakan dalil-dalil yang pasti melalui para periwayat yang adil dan
jujur.
Kata tafsir hanya dijumpai satu kali dalam al-Qur'an, yaitu
dalam surat al-Furqan ; 33 :
ولا يأتونك بمثل إلا جئناك باالحق
وأحسن تفسيرا (الفرقان : 33)
"Tidaklah orang-orang kafir itu datang
kepadamu (dengan membawa) suatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu
suatu yang benar dan yang paling baik penjelasan ". (al-Furqan ; 33)
Dari pengertian di atas, tafsir dan ilmu tafsir itu sangat
berbeda. Hal ini dapat dilihat dari :
1. Tafsir adalah penjelasan atau keterangan tentang Al-Qur'an.
Ilmu tafsir adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana cara menerangkan atau
menafsirkan aA-Qur'an.
2. Ilmu tafsir adalah sarana atau alatnya. Sedangkan tafsir
adalah produk yang dihasilkan oleh ilmu tafsir.
Dalam Al-Qur'an, kata “tafsir” diartikan sebagai “penjelasan”,
hal ini sesuai dengan lafal tafsir yang terulang hanya satu kali, yakni dalam
(QS. Al-Furqan [25]: 33)
Tafsir diambil dari riwayat dan dirayat, yakni ilmu lughat,
nahwu, sharaf, ilmu balaghah, ushul fiqh dan dari ilmu asbabun nuzul, serta
nasikh mansukh.
Hukum Mempelajari Ilmu Tafsir
Mempelajari ilmu tafsir hukumnya adalah wajib, berdasarkan
firman Allah,
كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ
مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad : 29)
Ibnu Jarir Ath-Thobari berkata, “Di dalam petunjuk Allah Ta’ala
epada hamba-hamba-Nya agar mereka mengambil ibroh dari ayat-ayat Al-Qur’an
terpadat perintah yang mewajibkan mereka mengetahui tafsir ayat-ayat yang mampu
diketahui oleh manusia.” (Tafsir Thobari: 1/161).
Ibnu Mas’ud ra. berkata, “Sungguh seseorang di antara kami
(sahabat) jika mempelajari sepuluh ayat dari Al-Qur’an tidak akan melampauinya
sampai dia mengetahui maknanya dan mengamalkannya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir dalam tafsirnya 1/60 dengan sanad yang shahih).
Sa’id bin Jubair ra. berkata, “Barangsiapa membaca Al-Qur’an
kemudian tidak tahu tafsirnya, maka seakan-akan dia seperti orang buta atau
orang badui (Arab gunung).” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya 1/60
dengan sanad hasan.
Dan Juga Firman-Nya
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ
ٱلْقُرْءَانَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al
Quran ataukah hati mereka terkunci? ” (QS. Muhammad : 24)
Tujuan dari mempelajari tafsir, ialah :memahamkan makna-makna
Al-Qur’an, hukum-hukumnya, hikmat-hikmatnya, akhlaq-akhlaqnya, dan
petunjuk-petunjuknya yang lain untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Maka dengan demikian nyatalah bahwa, faidah yang kita dapati dalam mempelajari
tafsir ialah : “terpelihara dari salah dalam memahami Al-Qur’an”.
Sedangkan maksud yang diharap dari mempelajarinya, ialah :
“mengetahui petunjuk-petunjuk Al-Qur’an, hukum-hukumnya degan cara yang tepat”.
Perhatian Para Ulama Terhadap Ilmu Tafsir Al-Quran
Para ulama sangat mencurahkan perhatian mereka kepada ilmu
Al-Quran. Dan salah satu bentuk perhatian mereka adalah menulis kitab-kitab
tentang tafsir dan menjelaskan makna-makna yang terkandung di dalam Al-Quran.
Mereka menarik kesimpulan hukum dan faedah dari ayat-ayatnya sesuai dengan
kadar ilmu, iman, dan takwa yang telah Allah berikan kepada mereka.
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan : “Sesungguhnya
Al-Qur’an diturunkan untuk tiga perkara, yaitu: beribadah dengan membacanya,
menghayati makna-maknanya, dan mengamalkan isinya. Oleh karena itu, para
sahabat tidaklah beranjak dari 10 ayat yang telah mereka pelajari, hingga
mereka mempelajari kandungan dari ayat-ayat tersebut. Mereka mengatakan,’kami
mempelajari Al-Qur’an tentang ilmu dan amal sekaligus’.” (Syarh Muqoddimah
Tafsir, hal. 7, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin)
Tafsir bil ma’tsur adalah yang wajib diikuti dan diambil. Karena
terjaga dari penyelewengan makna kitabullah. Ibnu Jarir berkata, “Ahli tafsir
yang paling tepat mencapai kebenaran adalah yang paling jelas hujjahnya
terhadap sesuatu yang dia tafsirkan dengan dikembalikan tafsirnya kepada
Rasulullah dengan khabar-khabar yang tsabit dari beliau dan tidak keluar dari
perkataan salaf”.
Ilmu Tafsir memiliki beberapa metode :
1. Metode Tahlili (analitik)
Metode tahlili adalah metode tafsir Al-Qur’an yang berusaha
menjelaskan Al-Qur’an dengan mengurai berbagai sisinya dan menjelaskan apa yang
dimaksudkan oleh Al Qur’an. Metode ini merupakan metode yang paling tua dan
sering digunakan.
Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat, kemudian
surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al Qur’an. Dia
menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran
yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan
keindahan susunan kalimat,
menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqh,
dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, dan lain sebagainya.
2. Metode Ijmali (global)
Metode ini berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan
global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang
ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili,
namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang
lebar. Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi
oleh tiap lapisan dan tingkatan ilmu kaum muslimin.
3. Metode Muqarran
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan
ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir,
dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.
4. Metode Maudhui (tematik)
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban
Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan
yang satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan
menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya,
kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian
mengambil hukum-hukum darinya.
Kesimpulan
Al-Qur’an sebagai ”hudan-linnas” dan “hudan-lilmuttaqin”, maka
untuk memahami kandungan Al-Qur’an agar mudah diterapkan dalam pengamalan hidup
sehari-hari deperlukan pengetahuan dalam mengetahui arti/maknanya, ta`wil, dan
tafsirnya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Sehingga kehendak tujuan ayat Al-Qur`an tersebut tepat sasarannya.
Terjemah, tafisr, dan ta`wil diperlukan dalam memahami isi
kandungan ayat-ayat Al-Qur’an yang mulia. Pengertian terjemah lebih simpel dan
ringkas karena hanya merubah arti dari bahasa yang satu ke bahasa yg lainnya.
Sedangkan istilah tafsir lebih luas dari kata terjemah dan
ta’wil, dimana segala sesuatu yg berhubungan dengan ayat, surat, asbabun nuzul,
dan lain sebagainya dibahas dalam tafsir yg bertujuan untuk memberikan
kepahaman isi ayat atau surat tersebut, sehingga mengetahui maksud dan kehendak
firman-firman Allah Ta’ala tersebut. Wallahu a’lam bis-Shawab
Demikian Ibnu Mas’ud At-Tamanmini menyampaiakan dalam kajiannya
semoga bermanfa’at. Aamiin
والله الموفق الى اقوم الطريق
Tidak ada komentar:
Posting Komentar