Dan mengenai konsensus ulama mengenai permasalahan ini, secara tegas dan lugas telah dijabarkan oleh para ulama dalam kitab2 mereka diantaranya :
1. Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya berkata : “Adapun berdo'a dan bersedekah, maka keduanya telah disepakati (ijma’) akan sampai kepadanya (mayit), dan keduanya memiliki dasar dalam nash syariat.” (Ibnu Katsir,7 /465)
2. Imam Nawawi setelah menyebutkan rentetan hadits2 yg menjadi hujjah sampainya sedekah kepada mayit mengatakan: “Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya bersedekah untuk mayit dan itu disunahkan melakukannya, dan sesungguhnya pahala sedekah itu sampai kepadanya dan bermanfaat baginya, dan juga bermanfaat buat yg bersedekah. Dan, semua ini adalah ijma’ (kesepakatan) semua kaum muslimin.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/20.)
3. Abu Sulaiman Walid Al-Baji mengatakan: “Maka, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengizinkan bersedekah darinya, hal itu diizinkan untuknya, karena sedekahnya itu termasuk apa2 yg bisa mendekatkan dirinya (kepada Allah).” (Al-Muntaqa’ Syarh al Muwatta’, 4/74)
4. Ibnu Qudamah Al-Hanbali mengatakan: “Amal apapun demi mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala yg dilakukan oleh manusia dan menjadikan pahalanya untuk mayit seorang muslim, maka hal itu membawa manfa'at bagi mayit itu.” (Al Mughni, hal. 567-569)
5. Al-Khatib Asy-Syabini mengatakan: “Sedekah bagi mayit membawa manfa'at baginya, wakaf membangun masjid, dan membuat sumur air dan semisalnya ..” (Mughni Muhtaj, 3/69-70)
6. Imam Al-Bahuti Al-Hanbali mengatakan : Imam Ahmad mengatakan, bahwa semua bentuk amal shalih dapat sampai kepada mayit baik berupa doa, sedekah, dan amal shalih lainnya, karena adanya riwayat tentang itu. (Syarh Muntaha Al Iradat, 3/16)
7. Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya Bab Maa Yustahabu Liman Tuwuffiya Fuja’atan An Yatashaddaqu ‘Anhu wa Qadha’i An Nudzur ‘anil Mayyit (Bab: Apa saja yg dianjurkan bagi yg wafat tiba2, bersedekah untuknya, dan memenuhi nazar si mayyit). (Shahih Bukhari)
8. Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, memasukkan hadits ini dalam Bab Sampainya pahala Sedekah kepada Mayit. (Shahih Muslim)
9. Imam Nasa'i dalam kitab Sunannya memasukkan hadits ini dalam Bab Fadhlu Ash Shadaqat ‘anil Mayyit (Bab: Keutamaan Bersedekah Untuk Mayyit) (Sunan Nasa'i)
Dan masih banyak lagi perkataan dan tulisan para ulama yg menjelaskan permasalahan ini, namun dari mereka kami rasa sudah cukup.
Sebagai pelengkap, kami sertakan fatwa ulama su’udiyah (wahabi) berikut ini :
1. Mantan Mufti Saudi Arabia yg bernama Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz berfatwa: “Adapun bersedekah dan berdo'a bagi mayit kaum muslimin, maka semua ini disyari'atkan.” (Fatawa Nur ‘Alad Darb, 1/89)
2. Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin mengatakan: “Adapun sedekah buat mayit, maka itu tidak apa2, boleh bersedekah (untuknya).” (Fatawa Nur ‘Alad Darb, No. 44)
Amalan yg Sampai pada Mayit
Berikut rincian beberapa amalan yg ada dalil menunjukkan manfa'atnya amalan tersebut:
1. Haji dan Umrah
Hadits ang membicarakan tentang sampainya pahala haji dan umrah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
أَمَرَتِ امْرَأَةُ سِنَانَ بْنِ سَلَمَةَ الْجُهَنِىِّ أَنْ يَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم أَنَّ أُمَّهَا مَاتَتْ وَلَمْ تَحُجَّ أَفَيُجْزِئُ عَنْ أُمِّهَا أَنْ تَحُجَّ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّهَا دَيْنٌ فَقَضَتْهُ عَنْهَا أَلَمْ يَكُنْ يُجْزِئُ عَنْهَا فَلْتَحُجَّ عَنْ أُمِّهَا ».
Istri Sinan bin Salamah Al Juhani meminta bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ibunya yg meninggal dunia dan belum sempat menunaikan haji. Ia tanyakan apakah boleh ia menghajikan ibunya. “Iya, boleh. Seandainya ibunya punya utang, lalu ia lunasi utang tersebut, bukankah itu bermanfaat bagi ibunya?! Maka silakan ia hajikan ibunya”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. An-Nasai no. 2634, Ahmad 1: 217 dari hadits Abu At-Tiyah, Ibnu Khuzaimah 3034, Sunan An Nasai Al Kubro 3613. Sanad hadits ini shahih kata Al Hafizh Abu Thohir).
Dalam riwayat lain,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَبِيهَا مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ قَالَ « حُجِّى عَنْ أَبِيكِ ».
Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya seorang wanita pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ayahnya yg meninggal dunia dan belum berhaji, maka beliau bersabda, “Hajikanlah ayahmu.” (HR. Bukhari 1513 dan Muslim 1334, lafazhnya adalah dari An Nasai dalam sunannya no. 2635).
Begitu pula boleh mengumrohkan orang yg tidak mampu,
عَنْ أَبِى رَزِينٍ الْعُقَيْلِىِّ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِى شَيْخٌ كَبِيرٌ لاَ يَسْتَطِيعُ الْحَجَّ وَلاَ الْعُمْرَةَ وَالظَّعْنَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ أَبِيكَ وَاعْتَمِرْ ».
Dari Abu Rozin Al ‘Uqoili, ia berkata, “Wahai Rasulullah, ayahku sudah tua renta dan tidak mampu berhaji dan berumrah, serta tidak mampu melakukan perjalanan jauh.” Beliau bersabda, “Hajikan ayahmu dan berumrahlah untuknya pula.” (HR. An Nasai no. 2638, sanadnya shahih kata Al Hafizh Abu Thohir).
Yang membadalkan haji atau umrah diharuskan telah melakukan ibadah tersebut terlebih dahulu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ
“Mulailah dari dirimu sendiri.” (HR. Muslim no. 997).
Juga didukung oleh hadits,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ.فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ شُبْرُمَةُ ». قَالَ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « هَلْ حَجَجْتَ قَطُّ ». قَالَ لاَ. قَالَ « فَاجْعَلْ هَذِهِ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ احْجُجْ عَنْ شُبْرُمَةَ ».
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang yg berucap ‘labbaik ‘an Syubrumah’ (aku memenuhi panggilan-Mu -Ya Allah- atas nama Syubrumah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya, “Siapa Syubrumah?Ia adalah kerabat dekatku”, jawab orang tersebut. “Apakah engkau sudah pernah berhaji sekali sebelumnya?”, tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia jawab, “Belum.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Jadikan hajimu ini untuk dirimu, nanti engkau berhaji lagi untuk Syubrumah.” (HR. Ibnu Majah no. 2903, Abu Daud 1811, Ibnu Khuzaimah 3039, Ibnu Hibban 962).
2. Qodho’ puasa wajib
Dalam hadits ‘Aisyah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barangsiapa yg mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yg nanti akan mempuasakannya.” (HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147) Yang dimaksud “waliyyuhu” adalah ahli waris (Lihat Tawdhihul Ahkam, 3: 525).
3. Utang (qodho’) nadzar
Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah meminta nasehat pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengatakan,
إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ
“Sesungguhnya ibuku telah meninggalkan dunia namun dia memiliki nadzar (yg belum ditunaikan).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,
اقْضِهِ عَنْهَا
“Tunaikanlah nadzar ibumu.” (HR. Bukhari no. 2761 dan Muslim no. 1638)
4. Sedekah atas nama mayit
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfa'at jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfa'at.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yg siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari no. 2756).
Sedekah untuk mayit akan bermanfa'at baginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin. (Lihat Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 24: 314).
5. Amalan sholih dari anak yg sholih
Segala amalan sholih yg dilakukan oleh anak yg sholih akan bermanfa'at bagi orang tuanya yg sudah meninggal dunia.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yg telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39).
Di antara yg diusahakan oleh manusia adalah anak yg sholih.
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya yg paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa-i no. 4451).
6. Do’a untuk mayit
Setiap do’a kaum muslimin bagi setiap muslim akan bermanfa'at bagi si mayit, baik dari anaknya, orang yg melakukan shalat jenazah untuknya, dan kaum muslimin secara umum. Dalilnya adalah keumuman firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.” (QS. Al Hasyr: 10).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara bentuk kemanfa'atan yg dapat diberikan oleh orang yg masih hidup kepada orang yg sudah meninggal dunia adalah do’a karena ayat ini mencakup umum, yaitu orang yg masih hidup ataupun yg sudah meninggal dunia.
Begitu pula sebagai dalil dalam hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yg mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yg akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yg bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: “Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi”.” (HR. Muslim no. 2733, dari Ummu Ad Darda’).
Do’a kepada saudara kita yg sudah meninggal dunia adalah di antara do’a kepada orang yg di kala ia tidak mengetahuinya.
7. Do’a anak yg sholih, sedekah jariyah dan ilmu yg diambil manfa'atnya
Dalam hadits disebutkan,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yg dimanfa'atkan, atau do’a anak yg sholeh” (HR. Muslim no. 1631).
Singkatnya do'a, sedekah dan amal shalih yg dihadiahkan untuk mayit sesuai firman Allah Ta'ala dan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sampai kepada mayit. Jadi kalau ada yg mengatakan tidak sampainya sedekak kepada mayit maka itu bukan akidah kami jangan usil, fahimtum?. Wallahu a'lam bis-Shawab
Demikian Ibnu Mas'ud At-Tamanmini menjelaskan dalam kajiannya dan semoga bermanfa'at. Aamiin
والله الموفق الى اقوم الطريق
Tidak ada komentar:
Posting Komentar